Samira mengambil handphone-nya mendengar nada pesan handphone-nya. Seketika matanya menjadi panas membaca pesan Bram yang mengatakan suaminya membawa Diva masuk ke mobilnya. Diremas handphone-nya geram lalu dilempar ke dalam tas berwarna merahnya. Bayang-bayang Liam dan Diva bermesraan menari-nari dalam pikirannya. Liam sungguh kurang ajar... wah... wah ... berani sekali dia menemui Diva lagi dibelakangnya.
"Kalian pikir aku bodoh ya," gumamnya.
Samira menatap Renata yang sedang menikmati pizza sambil berbincang dengan Susi teman satunya lagi. "Re?" panggil Samira dingin, "Diva itu sepupu kandung kamu?" Dia menatap Renata yang sudah berubah ekpresi, "Dimana rumah keluarganya?"
Renata menelan ludahnya.
Seketika itu suasana di meja mereka menjadi canggung. Mereka sedang berkumpul karena jadwal arisan squad mereka, bukan karena arisan saja mereka dekat tapi mereka juga teman nongkrong.
Samira merasa tidak nyaman di rumahnya sendiri, semenjak perselingkuhan Liam, Samira benar-benar malas menelpon suaminya untuk menanyakan keberadaan pria itu. Dia menghabiskan waktu malamnya dengan menonton tv, sesekali melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan malam. Liam belum lagi pulang.Setengah marah, setengah sedih menyelimuti Samira. Dia memang berjanji untuk memperbaiki rumah tangganya bersama Liam, ingin punya anak sesuai keinginan Liam. Itulah yang diinginkan mertuanya agar Liam mendapatkan warisan. Tapi yang membuat Samira tidak kuat adalah melayani Liam di atas kasur. Kasar dan... Samira merasa badannya remuk dan kesakitan setelah bercinta dengan Liam. Hal itu membuatnya tertekan juga.Tapi dia tidak akan membiarkan Diva merebutnya. Setelah waktu yang dia korbankan bersama Liam selama ini.Terus memikirkan Liam, Samira teringat sesuatu. Ia teringat cerita Renata tentang Diva. Dia mematikan tv-nya, be
POV Diva.Aku masuk ke apartementku sambil menenteng tasku berwarna hitam. Aku meninggalkan mobilku di parkiran kantor, basment gedung itu memiliki penjaga dua puluh empat jam, jadi aku tidak perlu takut. Itu karena Liam.Dia memaksaku pulang bersama. Sebenarnya aku tidak terlalu terpaksa mengikuti kemauannya.Setelah beberapa jam duduk di mobil dan bicara, aku baru masuk ke Apartement. Dia menghidupkan mobilnya dan pulang. Entah lah, seharusnya aku marah-marah padanya. Tapi aku malah memberikan reaksi yang berbeda.Saat aku melangkah terasa ada yang aneh di sekitar Apartemen. Langkahku berhenti di ruang tamu melihat pria tua duduk di sofa dengan melipat kakinya. Tatapannya tajam, dingin, tidak ada kehangatan sama sekali. Tapi kuakui dia sangat tampan di usianya yang tidak muda lagi. Dialah pemenang piala Sugar Daddy jika ada kontes itu."Baru pulang?"Aku mengangguk."Dimana mobil kamu?""Mogok jadi nginap di bengkel." K
Untuk kesekian kalinya tangan pria tua ini mendaratkan tangannya di pipiku. Terasa panas dan nyeri, aku melihatnya dengan tatapan nanar."Makin dewasa kamu semakin gak punya aturan bicara!" Pria tua itu memandangku geram. "Mau jadi apa kamu? Jalang iya? Jangan sampe karena kamu saya jadi malu punya anak murahan!" Rahangnya mengeras memaki aku, anaknya. Entah apa yang merasukinya. Apa yang dia bicarakan? Kenapa menyebutku wanita murahan.Aku mundur, memilih mengamankan diri. Rasa logam terasa di mulutku, aku yakin gusiku berdarah. Ini bukan pertama kalinya dia memukulku. Dulu sewaktu mama hidup dia juga sering berprilaku kasar."Minta maaf sama Siska!""Gak!" Jawabku dengan suara bergetar. "Kenapa aku harus minta maaf sama dia? Dia yang udah bikin Mama sakit. Dia yang murahan buka aku!""Kurang ajar kamu memang!" Suaranya meninggi dan tangannya menendang kursi kuat, melangkah dengan tatapan brutal.&nbs
POV Liam"Kamu lagi dimana?" suara di seberang sana membuatku merasa bersalah."Maaf Sa saya gak bisa pulang malam ini."Kelopak mataku menurun melihat Diva masih berbaring di sampingku dengan tubuh yang masih di selimuti selimut. Biasanya Samira jarang menelponku. Malam ini setelah kami bertengkar aku pergi ke rumah Diva. Hal gila yang kulakukan terulang lagi."Aku mau kamu pulang sekarang!" Perintah Samira dengan nada keras. Tidak mungkin aku meninggalkan Diva lagi seperti ini. "Kamu denger aku gak sih? Sekarang aku minta kamu pulang." Suaranya terdengar lebih kuat. Membuatku semakin merasa bersalah. Diva masih menutup matanya, terlihat lebih tenang dan tidurnya sangat nyenyak."Iya Sa. Saya pulang. Tapi gak malem ini. Pagi-pagi nanti saya pasti pulang.""Kamu lagi dimana? Kenapa susah banget disuruh pulang!"Aku memut
Pov LiamSiangnya aku pulang ke rumah, suara lemparan barang terdengar kuat dari arah kamar. Samira? Aku bergegas ke arah kamar melihat keadaan.Seorang wanita bergaun tidur membanting segala yang ada di kamar. Rambutnya berantakan, segala umpatan kotor dia ucapkan. Dia juga menyebut nama, "Dasar Diva pelacur!"Mataku terbelalak ketika Samira berbalik badan, kemudian mata kami bertatapan.Dia tertawa sinis. "Sudah pulang? Ngapain aja kamu sama perempuan nakal itu? Berapa uang yang kamu kasih untuk bisa memuaskan nafsu kamu!" Dia menyorotku dengan mata tajam."Sa?""Kamu tidur kan sama dia?!" Bentaknya. "Padahal aku sudah ngirim foto ke bapak dia. Biar dia ditegur orangtuanya... tapi apa? Gak ada perubahan kalian ya! Apa perlu aku racun dia, Liam?" Ucapan Samira membuatku ingat tubuh Diva yang banyak bekas berwarna kebiruan karena ayahnya."Kamu bawa-ba
POV Liam"Semoga saja pilihan yang kamu ambil ini bisa menjadi petunjuk jalanmu." Samira menjulurkan tangannya ke depanku, "Terima kasih untuk waktu yang terbuang sia-sia ini, Liam."Aku menanggapinya dengan senyuman kecut. Aku bisa melihat dengan jelas senyum kemenangan Samira setelah hakim memutuskan Samira mendapatkan apa yang dia mau.Samira dengan pakaian serba hitamnya yang terkesan elegan dan anggun, sepatu hak tingginya membuat dia tampak lebih tinggi hingga kami bisa sejajar, tidak aku masih lebih tinggi. Dan ini adalah jabat tangan sebagai mantan pasangan. Seraya menggerakkan pinggulnya dia berjalan ke arah mobil hitam mewahnya.Sial, sial, sial!!Semua aset atas nama Samira. Rumah, mobil, uang tabungan, bahkan deposito kami. Sebodoh itulah kamu Liam Kavindra. Samira sekarang telah menjadi janda kaya raya dan aku duda melarat. Situasiku sekarang sangat sulit, ak
Seumur hidup aku belum pernah makan malam dengan mie yang direndam air panas, dan baru kali ini setelah tiga puluh tahunan hidup makan mie tanpa telor. Sungguh luar biasa kemajuan Liam Kavindra ini.Aku sudah menghubungi Alister untuk menanyakan lowongan pekerjaan. Sepertinya dia sibuk hingga tidak mengangkat teleponku, tadi saat sidang perceraianku dia juga tidak datang. Mungkin dia ada masalah.Saat aku berbaring terlentang menatap langit-langit kamar dengan perasaan menyedihkan ini, meratapi nasib pengangguranku ini. Tiba-tiba suara dering ponsel mahalku terdengar. Ya hanya itu barang mahal yang tersisa dengan jam tangan bermerk kebanggaan aku.Aku bangkit, terduduk di kasur menatap di layar ponsel nama Diva memanggil. Mau dibawa kemana mukaku? Diva yang tahunya aku pria berprestasi, atasannya. Idaman semua wanita se-Jakarta sekarang pengangguran."Angkat gak ya? Angkat gak ya?" Jadi inget k
POV Liam.Satu tamparan melayang ke pipiku, terasa perih dan amat sakit nyaris membuat gigiku rontok. Sialan! Karena nyamuk aku menampar diriku sendiri. Suara dengingan nyamuk terasa di telingaku. Why God? Kenapa Tuhan menciptakan nyamuk yang aku tidak tahu apa guna dan manfaat binatang ini?Belum lagi suara tikus di atap membuatku tidak bisa tidur. Seolah dunia ini dan sekitarku berkonspirasi untuk membuatku gila. Kubuka mataku lebar, kali ini bukan nyamuk dan tikus."Ahhhh....""Yesss....oh.....yesss!!"Tunggu ini bukan mimpi kan? Kenapa dinding tempat ini tidak kedap suara? Baru semalam aku tinggal di sini banyak sekali siksaan yang kuterima. Aku tidak bisa tidur kalau seperti ini. Kutarik badanku untuk duduk di tempat tidur, mengambil kotak rokok yang tinggal lima biji lagi.Entah sejak kapan aku mulai kecanduan merokok. Sam