“Aaaaa! Tidak!”Suara Barta terdengar memekik dengan sangat kencang dari arah kamar mandi. Suara kencangnya itu bahkan membuat Bella sampai tersentak kaget dan refleks berdiri dari tempat duduknya.“Astaga! Apa yang terjadi?” Bella berucap dalam hatinya dengan perasaan cemas.Ia khawatir jika Barta akan menaruh kecurigaan terhadapnya. Namun, Bella memutuskan untuk tetap tenang dan bersikap seolah tak terjadi apa-apa.Brakk!Bella terlonjak kaget saat mendengar suara yang sangat keras, bersamaan dengan itu Barta terlihat keluar dari kamar mandi dengan wajah merah padam. Sontak Bella pun langsung berdiri, kemudian menatap Barta dengan takut-takut.“Tu … Tuan.” Bella tergagap.Barta segera menghampiri Bella dengan tatapan tajamnya. Pria tua itu bahkan langsung mendekatinya dan memegang kedua bahu Bella dengan kasar.“Sialan kamu! Apa yang sudah kamu lakukan padaku, hah?” Barta membentak marah, bahkan sampai mencengkeram kedua bahu Bella dengan kuatnya.“Ampun, Tuan. Saya tidak mengerti m
Ceklek!“Tuan, apa anda baik-baik saja?” tanya Naomi yang tiba-tiba menerobos masuk begitu saja ke dalam kamar.Ia sudah tak peduli jika tadi Barta sedang asyik bersama Bella. Sebab suara teriakan suaminya itu terdengar cukup mengganggu di telinga Naomi, hingga membuatnya memutuskan untuk datang kemari.Barta terlonjak kaget saat melihat Naomi yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya. Dengan cepat, ia lekas menutupi tubuhnya di atas ranjang. Wajahnya kikuk, panik, dan cemas. Namun, sebisa mungkin ia berusaha menyembunyikan kegelisahan itu dari Naomi.“Naomi, kenapa kamu main masuk begitu saja, hah?” sentak Barta kesal, tapi hal itu sengaja ia lakukan untuk menyembunyikan rasa gelisahnya.“Maaf, Tuan. Tadi aku mendengar suara Tuan Barta berteriak, dan aku khawatir kalau sampai terjadi apa-apa pada Tuan. Jadi aku kemari untuk memastikan bahwa Tuan baik-baik saja,” jawab Naomi dengan suaranya yang dibuat sesedih mungkin, supaya Barta merasa bersimpati terhadapnya.Barta mendengus kesal, ta
Plakk!“Naomi, apa-apaan kamu?” pekik Bella sembari memegangi pipinya, tak terima karena Naomi menamparnya tanpa alasan seperti itu.“Kenapa, hah? Apa kamu tidak terima? Mau marah? Marah saja!” Naomi dengan marahnya langsung menabrak tubuh Bella, hingga membuat gadis itu terdorong mundur ke belakang.“Naomi!”“Apa, hah?” Dengan wajah berang, Naomi langsung saja meraih rambut Bella dan menjambaknya dengan sangat marah.“Naomi, ini sakit. Lepaskan!” Bella merintih, seraya memegangi rambutnya yang sedang dijambak oleh Naomi.“Ini hukuman untuk kamu, dasar wanita jalang! Sudah mendapatkan anaknya, dan sekarang kamu juga mengincar papanya! Bitch!” Naomi terus mengumpat Bella, membuat gadis itu semakin tak mengerti dengan ucapan mantan sahabatnya tersebut.“Maksud kamu apa, Naomi? Aku sama sekali tidak mengerti.”“Tidak usah pura-pura! Sekarang katakan padaku, apa yang sudah kamu lakukan pada Tuan Barta tadi malam, hah? Apa kamu sebegitu membuat dia puas, sampai-sampai dia tidak mau menyent
Bella masih berada di depan gudang tempat Edgar disekap. Namun, wajah gadis itu tak bisa menyembunyikan kegelisahannya, karena sejak tadi ia sudah sering mengetuk pintu gudang. Akan tetapi, sama sekali tak ada sahutan dari Edgar di dalam sana.Tok! Tok! Tok!“Edgar, tolong jawab aku! Apa kamu baik-baik saja di dalam sana?” Bella kembali bertanya seraya mengetuk pintu dengan panik.“Aku baik-baik saja, Sayang. Jangan khawatir seperti itu.”Terdengar suara yang tiba-tiba datang dari belakang tubuh Bella, hingga membuat gadis itu tersentak dan refleks berbalik badan. “Edgar!” pekik Bella kaget, karena tiba-tiba saja Edgar sudah muncul di hadapannya.“Ssttt! Jangan berisik, Sayang!” bisik Edgar yang dengan cepat segera membungkam mulut Bella dengan telapak tangannya.Edgar terpaksa membungkam mulut kekasihnya itu agar Bella tak lagi berteriak. Sebab hal itu akan berakibat fatal, jika sampai ada salah satu anak buah yang melihat keberadaan Bella di sana.Masih dengan posisi tangannya yang
Barta masih membeliak menatap Naomi dengan tajam. Ia sama sekali tak menyangka jika istrinya itu akan berada di sana, dan hal itu tentu akan membuat rahasia Barta terancam.“Naomi, apa yang kamu lakukan di sini hah?” sentak pria paruh baya itu, terdengar jelas kemarahan teramat jelas dari suaranya.“Seharusnya aku yang bertanya pada Tuan. Apa yang Tuan lakukan di ruangan dokter andrologi? Bukankah ini ruangan dokter spesialis reproduksi pria?” Naomi balik bertanya tak mau kalah, karena sekarang juga ia harus mendapat penjelasan dari Barta.Mendengar pertanyaan itu, seketika membuat wajah Barta pun mendadak terlihat pucat. Ia pun kemudian melirik ke arah dokter yang ada di sampingnya. Dan persamaan dengan itu, dokter pun juga tampak melirik ke arah Barta.Keduanya tampak saling memberi isyarat, dimana tak lama kemudian dokter itu pun segera menganggukkan kepalanya seolah mengerti dengan apa yang diinginkan oleh Barta.“Kenapa Tuan diam saja? Katakan semuanya, atau aku akan cari tahu ke
Hari demi hari mulai terasa berlalu dengan begitu cepat. Beberapa hari berlalu semenjak Naomi memergoki Berta pergi ke dokter andrologi waktu itu, sampai sekarang pria paruh baya itu sama sekali tak pernah menyentuhnya. Bahkan Naomi selalu berusaha keras untuk membujuknya dan menawarkan berbagai godaan kepada Barta, tapi tetap saja suaminya itu tak ingin menyentuh dirinya.“Tuan, sudah beberapa hari ini Tuan tidak pernah menyentuhku sama sekali? Apa yang terjadi padamu, Tuan? Apa Tuan sudah mulai bosan padaku?” tanya Naomi, sembari berusaha menahan air matanya yang hendak jatuh membasahi wajah.Kini keduanya sedang berada di dalam kamar seperti biasa. Namun, Barta justru tak menoleh sedikitpun kepada Naomi. Padahal wanita itu sudah menggunakan lingerie paling seksi yang dia punya, tapi tetap saja itu tak membuat Barta berhasrat untuk menyentuhnya.“Sudahlah, Naomi, jangan berpikiran yang bukan bukan. Aku sama sekali tidak bosan padamu,” jawab Barta sembari berbaring membelakangi Naomi
Ting!“Apa ini?” Dahi Naomi seketika mengernyit, saat tiba-tiba ia mendapat sebuah pesan masuk dari nomor asing yang tak tersimpan di ponselnya.Merasa sangat penasaran dengan apa yang dikirimkan oleh nomor asing tersebut, maka Naomi pun cepat-cepat membuka pesan di ponselnya itu. Ternyata itu adalah sebuah rekaman suara, yang langsung saja didengarkan oleh Naomi.Rekaman suara di ponsel itu jelas-jelas adalah suara milik Brata yang sedang berbicara pada para anak buahnya. Dalam rekaman itu, terdengar jelas bahwa Brata meminta para anak buahnya untuk mencarikan obat bagi impotensi yang ia derita.“A … apa? Jadi Tuan Barta impoten?” Seketika kedua bola mata Naomi melebar sempurna.Wajah gadis itu mendadak terlihat pucat, dan tiba-tiba ia merasa begitu kesulitan untuk menelan salivanya sendiri. Naomi tercengang, membuat kedua bibirnya bahkan setengah terbuka.Brakk!Tangan Naomi seketika terasa gemetar dan mendadak lemas, hingga membuat ponsel di tangannya jatuh begitu saja di atas temp
“Wah, ternyata dia sudah bertemu dengan Naomi,” gumam Edgar dengan tersenyum puas di bibirnya.Merasa penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh temannya selanjutnya, maka Edgar pun segera berbalas pesan dengan temannya itu. Ketika sang teman mengirim pesan bahwa saat ini dirinya sedang bersama dengan Naomi.Rupanya rencana Edgar tak hanya berhenti sampai di situ. Pria itu ternyata sudah meminta temannya yang lain untuk berada tak jauh dari sana, dan merekam momen pertemuan antara Naomi dan temannya yang satunya.Dengan cepat, kini Edgar pun segera menelfon temannya yang ada di sana, yang ternyata adalah Andrew. Sahabat yang selama ini paling mengerti Edgar.“Halo, Edgar,” terdengar sahutan suara Andrew di seberang telfon.“Halo, Andrew. Bagaimana? Apa sudah ada perbincangan penting antara Naomi dan Galih yang sudah kau dapatkan?” tanya Edgar tak sabar.“Belum, Edgar. Kau sabarlah dulu. Lagipula mereka baru saja bertemu. Kau tenang saja, karena nanti aku pasti akan melaporkan apapu
Satu tahun kemudian, memasuki usia Bryan dan Nancy yang ke 6. Tepat hari itu pula, sebuah acara besar-besaran digelar dengan sangat meriah.Hari ini adalah hari dimana Naomi akan melangsungkan pernikahan dengan Galih. Setelah sebelumnya Edgar dan Bella berusaha untuk menjodohkan mereka, akhirnya keduanya kembali dekat dan saling mengungkapkan perasaan.Hingga akhirnya setelah satu tahun menjalin hubungan, kini Naomi dan Galih pun memutuskan untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan.“Sayang, aku sangat bahagia karena akhirnya Naomi dan Galih benar-benar akan menikah,” kata Bella pada Edgar, sesaat setelah mereka tiba di aula pernikahan tersebut.“Aku juga sangat bahagia, Sayang. Tidak sia-sia kita membuat kedekatan di antara mereka lagi.” Edgar mengangguk setuju.Bella hanya terkekeh mendengar perkataan sang suami. Kini mereka melanjutkan langkah mereka, menjadi saksi pernikahan antara Naomi dan Galih.Tepat di atas pelaminan, keduanya tampak bersanding dengan senyum yan
“Rencana kita pagi ini mau kemana?” tanya Edgar pada anak-anak dan istrinya.Mereka telah menyelesaikan acara sarapannya dan kini tengah bersiap untuk berangkat menuju tempat liburan.“Bagaimana kalau ke water park atau ke pantai saja, Pa?” Nancy menawarkan.“Hmm, sepertinya bagus juga. Ya sudah, kalau begitu kita pergi ke water park dulu, setelah itu baru kita pergi ke pantai.” Edgar mengangguk setuju.“Yeeii.” Bryan dan Nancy bersorak kegirangan.Kedua anak kecil itu dengan antusias segera masuk ke dalam mobil, hendak disusul oleh Bella dan Edgar. Namun sebelum mereka masuk mobil, tiba-tiba saja datang sebuah taksi yang berhenti tepat di depan rumah mereka.Tak lama setelah itu, terlihat seorang wanita yang melangkah masuk ke halaman dan berhenti di hadapan Bella.“Bella,” ucapnya menyapa wanita itu.Mendengar suara itu, sontak membuat Bella terkejut dan segera mengangkat wajahnya. Seketika ia tercengang, saat melihat sosok Naomi sedang berdiri di hadapannya.“Naomi!” pekik Bella kag
“Papa, ayo kita main!” Suara seorang anak laki-laki memecahkan kesunyian di pagi hari yang cerah.Bersamaan dengan itu, terdengar suara ketukan pintu yang cukup keras dari arah luar kamar.Tak terasa lima tahun kemudian berlalu dengan sangat cepat. Kehidupan Edgar dan Bella semakin bahagia sekarang. Mereka tinggal di rumah utama milik Barta, bersama dengan kedua anaknya dan ditemani oleh kedua asisten rumah tangga yang setia, Bi Marni dan Bi Imah yang merupakan mantan asisten rumah tangga Barta dulu.Tok! Tok! Tok!“Papa, bangun!”Edgar membuka selimutnya dengan cepat. Pria itu tampak menghembuskan nafasnya kasar. Ia memutar bola matanya malas, seraya melirik pada Bella yang sedang tertawa kecil sambil menyandarkan kepala di dadanya.“Astaga, Sayang! Kenapa sepagi ini Bryan sudah mengganggu momen kebersamaan kita?” dengus Edgar pelan.“Karena dia tahu kalau hari ini kamu tidak masuk kantor, Sayang. Jadi dia ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk bermain denganmu,” jawab Bella sembari
Edgar menajamkan pandangannya, untuk memastikan jika pria pengemis yang dilihatnya itu memang benar-benar adalah Barta.“Iya, tidak salah lagi. Itu memang papa.” Ia mengangguk cepat.Setelah memastikan bahwa pria pengemis itu adalah Barta, maka Edgar pun lekas turun dari mobilnya. Ia berniat untuk menemui papanya itu. Dari kejauhan, Edgar sudah mengamati setiap detail penampilan papanya. Barta tampak mengenakan pakaian dan topi compang camping yang seolah menyembunyikan jati dirinya.Tak akan ada satu orang pun yang mengira jika pria itu adalah Barta Wijaya, sosok rentenir kaya raya yang terkenal kejam.Tak butuh waktu lama, kini akhirnya langkah Edgar pun tiba juga di hadapan Barta. Ia melihat pria itu terus saja membungkukkan kepalanya.Namun satu hal yang membuat Edgar merasa kebingungan, karena sejak tadi papanya itu tampak sembunyi-sembunyi memainkan sebuah ponsel mewah dari balik bajunya.“Papa,” panggil Edgar dengan keheranan.Suara panggilan dari Edgar itu pun sontak membuat
“Sudah apa, Bi?” desak Edgar merasa penasaran, karena ia merasa jika ART nya itu terlalu berbelit-belit untuk bicara padanya.“Begini, Den. Setahu bibi, Tuan Barta pernah mempunyai seorang nasabah yang tidak sanggup membayar hutangnya. Dia juga tidak punya apa-apa untuk bisa dijadikan sebagai jaminan atau penebus hutang. Jadi Tuan Barta mengirim para debt colector untuk menagih hutang nasabahnya itu. Tapi rupanya tak hanya sekedar menagih hutang saja, para debt colector itu bahkan sampai mencelakai nasabah itu dan membuatnya meninggal dunia,” terang wanita paruh baya itu dengan sedikit takut-takut.“Astaga!” Edgar membeliak, sebab rupanya pernyataan dari asisten rumah tangga di rumah papanya itu cukup membuatnya terkejut bukan main.Edgar meraup wajahnya kasar, merasa frustasi dengan apa yang sudah dilakukan oleh papanya. Pria itu bahkan tampak menghembuskan nafasnya yang terasa berat, seolah menyimpan sebuah beban besar di dadanya.“Bibi serius? Orang itu sampai meninggal dunia?” tan
Edgar merasa sangat terkejut saat melihat ada foto Brata yang terpampang di dalam sebuah artikel berita. Namun yang lebih membuatnya terkejut, yakni karena artikel itu memuat berita jika Barta masuk dalam DPO atau Daftar Pencarian Orang, alias buronan.“Ini benar papa kan? Lalu kenapa papa bisa jadi DPO?” Edgar bertanya pada dirinya sendiri, dengan kedua mata yang membelalak kaget.Pria itu terus menatap lekat ke arah foto pria yang terpampang di ponselnya tersebut. Ia ingin memastikan sekali lagi, bahwa pria di foto itu bukanlah Barta.Namun, mau sekeras apapun Edgar berusaha untuk meyakinkan dirinya, tetap saja tak bisa memungkiri bahwa pria di berita itu memanglah papanya.“Astaga! Ini memang benar-benar papa. Sebaiknya nanti aku cari dia dan tanyakan apa yang sebenarnya terjadi,” angguk Edgar pada dirinya sendiri.Jam sudah menunjuk ke angka setengah tujuh, membuat Edgar tak punya banyak waktu lagi untuk lebih berlama-lama berada di tempat perbelanjaan tersebut.Pria itu pun denga
“Aku sama sekali tidak tahu dimana Tuan Barta, Pa. Sejak semua permainan licikku terbongkar dan para polisi menangkapku, dia marah dan pergi begitu saja meninggalkan aku. Aku tahu kalau dia pasti marah dan kecewa, apalagi setelah tahu bahwa anak kami bukanlah anak laki-laki seperti yang dia harapkan,” jawab Naomi dengan suaranya yang serak menahan isak tangis.“Tapi kenapa kamu sampai nekat melakukan itu, Naomi? Sedangkan kamu tahu sendiri, seperti apa Tuan Barta itu.” Mamanya Naomi ikut menimpali.Naomi kembali mengangkat wajahnya, menatap pada kedua orang tuanya itu secara bergantian. Gadis itu pun juga lekas menyeka air matanya dengan kasar.“Karena Tuan Barta berjanji untuk memberikan hartanya pada anakku, jika aku berhasil melahirkan anak laki-laki, Ma. Kalau sampai aku melahirkan anak perempuan, maka dia pasti tidak akan mau memberikan hartanya pada kami.” Naomi masih saja menangis tanpa bisa ia bendung lagi.Kedua orang tuanya pun kini nampak saling berpandangan. Rasa iba mulai
“Bagaimana, Sayang? Apa kamu setuju?” tanya Edgar, membuat Bella segera tersadar atas pertanyaan suaminya barusan.“Tentu saja aku sangat setuju, Edgar. Lagipula aku juga sudah mulai menyayangi bayi ini, sama seperti aku menyayangi Bryan.” Bella mengangguk, setuju dengan apa yang disarankan oleh Edgar, jika mereka akan mengasuh bayi itu.“Syukurlah kalau kamu setuju. Sekarang kita harus memberi nama pada bayi ini.”“Kalau begitu, biar aku saja yang memberi nama pada bayi ini,” sahut Bella tiba-tiba.“Silahkan, Sayang.”Bella segera tersenyum manis, sembari menatap bayi mungil dalam gendongannya itu. Dibelainya pipi sang bayi yang masih merah itu, lalu dikecupnya kening bayi tersebut dengan sangat lembut.“Aku akan memberinya nama Nancy. Ya, Nancy Wijaya,” ucap Bella dengan wajah yang sangat bahagia.“Wah, nama yang sangat indah, Sayang. Mulai sekarang, kita punya sepasang bayi yang tampan dan cantik. Bryan dan Nancy.” Edgar pun turut merasa bahagia.“Iya, dan mereka adalah anak kita.
“Syukurlah karena sekarang kamu sudah kembali ke pelukan papa, sayang,” ucap Edgar sambil terus menciumi wajah baby Bryan berulang kali.Pria itu tak hentinya menitikkan air mata, tapi buru-buru menyekanya karena perasaan haru kini sudah mulai menguasainya. Edgar mengangkat wajah, menatap pada para polisi yang membawa Naomi ke mobil mereka. Lalu pandangannya kembali tertuju pada Baby Bryan yang kini nampak tertawa-tawa di pelukan Edgar.“Semuanya sudah berakhir, Sayang. Sekarang kita pulang dan temui mama kamu. Oke?”Edgar tersenyum dan menciumi wajah putranya sekali lagi. Dengan langkah tergesa, pria itu pun lekas menuju ke mobilnya yang terparkir di basement hotel tersebut.Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, kini ia pun lekas mengemudikan mobilnya menuju ke rumahnya, dimana saat ini Bella pasti sedang menunggu kedatangannya.***Di rumahnya, sejak tadi Bella terus saja mondar-mandir dengan perasaan panik. Ia terus berdecak cemas, memikirkan nasib Edgar yang kini entah berada dim