Dari sekian jenis aroma yang ada di dunia, campuran yang ada dalam gedung nuansa putih pucat itu salah satunya mungkin yang paling banyak dibenci. Aroma obat yang berpadu dengan ragam kepanikan disana sini menghasilkan jenis trauma baru terutama bagi orang-orang yang tiba-tiba saja sadar dan berada disana. Dengung tangis beserta keributan tak terdefinisikan memenuhi ruang, menggencet pening si pemilik pandang. Matanya masih berkunang, sadar namun tak tahu secara pasti apa yang tengah terjadi disekitarnya. Satu yang jelas, sakit kepala menjalar hingga membuatnya tanpa sadar meringis.Beberapa manusia yang tadinya ribut beralih memandangnya panik. Bersamaan dengan teriakan familiar yang mulai merayap dalam rungu."Tolong panggil dokter!"Pegal dan pening, rasanya bahkan hanya untuk membuka mata saja sulit sekali. Dirinya masih dapat merasakan beberapa sentuhan, terutama saat benda dingin terasa menyentuh permukaan kulitnya. Samar-samar mendengar isakan dan juga komando yang memanggil n
Ini pasti mimpi, kan? Apa yang Sagara lakukan di dalam ruangan dengan alat-alat yang terpasang di tubuhnya begitu?Tubuh lemah Natalia hampir luruh ke lantai dan syukurnya masih dapat ditahan oleh Samuel yang memapahnya. Wanita itu bergetar—seolah tubuhnya kehilangan seluruh kekuatan bahkan meski hanya untuk berdiri. Netranya tidak sepenuhnya dapat mempercayai apa yang dia saksikan secara langsung kini. Bisa saja dia mengalami halusinasi akibat kecelakaan itu, kan?"Kak.."Natalia melirik Samuel yang menatapnya dengan wajah sendu. Wanita itu merasakan dinginnya suhu ruangan lalu kembali menggenggam lengan Samuel hanya untuk memastikan bahwa apa yang dia lihat dan rasakan sekarang ini kenyataan atau hanya halusinasi.Menggigit bibirnya sekali lagi. Sial sekali. Untuk pertama kali dalam hidupnya Natalia berpikir bahwa mungkin akan lebih baik untuk berhalusinasi daripada dihadapkan dengan kenyataan semacam ini. Tak lepas menatap Sagara yang terbaring kaku, lelaki itu nampak jauh dari ka
"Semuanya, thankyou untuk hari ini!"Mario dan Sagara merapikan barang-barang yang digunakan oleh tim kreatif saat memproduksi konten hari ini. Dua anak magang itu memastikan semuanya masuk ke dalam tas peralatan dan menyerahkannya kepada staf lain untuk dikembalikan ke ruang inventori. "Gar, lo tau kalau Pak Samuel itu ternyata pewaris Cakrawala?"Terang saja Sagara menggeleng. Bisa panjang urusannya kalau sampai dia secara tidak sadar justru mengangguk. Tipe-tipe seperti Mario bisa memancingnya untuk mengatakan lebih banyak rahasia kalau dia tidak berbicara dengan hati-hati. Mario memicing, "serius? padahal kan lo udah bestie banget sama si pak bule."Sagara tertawa kecil sembari melipat reflektor, "nggak juga. Lagipula nggak semua bisa tahu tentang privasi semacam itu. Pasti ada alasan kenapa dia baru ngaku sekarang." Bagi Mario, Sagara yang sulit terbuka dengan orang baru itu cukup dekat dengan Samuel. Buktinya bahkan Samuel menarik Sagara untuk ikut serta dalam proyek ini dan
Lewat dari dua hari dan Sagara masih belum menunjukkan perkembangan signifikan. Alat-alat masih terpasang di tubuhnya. Natalia hanya bisa meratapi diri di kamar rawat sebab semua orang melarangnya untuk keluar ruangan. Deana bilang, siapapun sampai saat ini masih belum diizinkan untuk menjenguk ataupun masuk ke ruang rawat Sagara kecuali mamanya. Itu pun harus menggunakan pakaian khusus.Selama dia belum menemukan kabar baik mengenai Sagara, sepertinya Natalia akan terus berdiam diri seperti mayat hidup begini. Keluarganya turut khawatir saat mereka melihat kondisi Natalia yang tiba-tiba jadi kelihatan banyak pikiran. Lebih buruk daripada malam kecelakaan saat Natalia baru bangun saat itu. "Apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba kakakmu jadi begini?" Tanya Aira pada Samuel. Wanita itu gagal menyuapi Natalia untuk kesekian kalinya sebab penolakan yang putrinya tunjukkan. Kalaupun berhasil makan, mungkin hanya dua hingga tiga sendok saja. Samuel yang berdiri di dekat pintu sembari berside
Ruangan gelap dengan aroma tak sedap ini tak nampak seperti neraka dalam bayangannya. Lelaki yang kaki dan tangannya dirantai kuat itu mendesis saat menyadari sekujur tubuhnya terasa perih. Netranya yang berkabut belum dapat memastikan dimana dirinya sekarang berada. Apa dia sudah mati? Tapi mengapa rasanya masih sangat nyata begini?Getaran pada kayu di pojok ruangan, muncul binatang pengerat berlarian dari sana. Astaga, neraka juga punya tikus? Atau memang saat ini dia masih harus dihukum di bumi?Kakinya tanpa sepatu, Davian menyadari bahwa tubuhnya juga tak melawan adanya gravitasi. Apa yang ada disekelilingnya—dia masih di bumi dan sepertinya juga belum mati.Bagaimana bisa?Dalam kasus ini, laki-laki awal tiga puluhan itu justru merasa tidak senang. Mengapa dia belum mati sekarang? Apa lagi yang harus dia hadapi?Pintu kayu terbuka membuat kilau sinar ikut menyeruak menyapa netranya dengan tak sabaran. Silau sekali hingga dia tak bisa melihat siapa yang berdiri dibalik sana."Tu
Dingin. Dengan izin dari tenaga medis pada akhirnya Natalia mendapat kesempatan untuk duduk disebelah ranjang Sagara yang masih terbaring lemah. Menyentuh kulit tangan Sagara yang terasa benar-benar mirip es. "Hi, im here."Natalia sebisa mungkin menahan dirinya agar tidak menangis. Kalau saja boleh, wanita itu mungkin akan memeluk tubuh ringkih itu sekarang. Namun dengan seluruh peralatan yang terpasang, Natalia tak akan berani mengusik apapun disana, keselamatan Sagara tentu lebih penting baginya dan siapapun. Pada akhirnya, wanita itu benar-benar hanya duduk sembari menyentuh kulit tangan Sagara saja. Bermonolog sementara dengan harapan Sagara dapat mendengarnya. "Kenapa kamu menjadi sok pahlawan? You think it was cool?"Wanita itu berdecih, mendongak untuk menahan bulir air mata yang merangsak hendak keluar."—it was not! Apa yang lebih menakutkan bagiku selain kehilangan kamu apalagi dengan cara seperti itu? You scared me!"Natalia benar-benar merasa takut sekarang. Bagaimana
Senyuman Natalia mulai mengembang, setidaknya rona kehidupan mulai nampak lagi di wajah cantik itu. Kalau bukan karena desakan dari Karina juga, mungkin Natalia tidak akan mau kembali ke kamarnya sebab wanita itu ingin tetap menemani Sagara yang baru saja sadar pasca tidur dua harinya. "Kamu juga harus makan dan istirahat dulu supaya bisa benar-benar pulih. Kalau urusanmu dengan rumah sakit sudah selesai, kamu bisa mengunjungi Saga kapanpun!" Ucapan Karina ada benarnya dan pada akhirnya membuat Natalia mengalah dan mau kembali lagi ke kamarnya.Lagipula, di saat yang hampir bersamaan, ayah Sagara sampai di rumah sakit setelah penerbangan super panjang dari US. Setidaknya mereka harus membiarkan keluarga kecil itu untuk memiliki family time mereka dulu.Samuel dan Aira masing-masing memapah Natalia di kanan dan kiri menuju ruang rawatnya. Dalam perjalanan, tentu saja sisi cerewet Aira kembali mendengung di pendengaran Natalia dan Samuel. Terutama soal bagaimana wanita itu protes karen
Natalia duduk dengan tegak di ranjangnya. Tak melepas raut datarnya bahkan hingga Samuel dan mamanya sudah kembali ke kediaman mereka. Meninggalkan Natalia dengan aura dingin yang mengelilinginya dan pria matang yang memilih bersandar di dekat pintu masuk sembari memandangnya lekat. "Ada yang ingin anda katakan?" Terang saja Natalia merasa tak nyaman atas tatapan yang Darius labuhkan padanya. Lelaki itu seolah mengulitinya hidup-hidup sejak tadi. Bahkan setelah keluarga Natalia pamit untuk pulang, Darius justru menawarkan diri untuk menjaga Natalia setidaknya sampai Deana datang.Lelaki itu punya aura mengintimidasi yang harus Natalia akui memang memancar dengan sangat kuat. Darius Mahawira bukan seseorang yang dapat diremehkan tentunya. Bahkan meskipun dia tidak berbicara apapun, rasanya pandangan tajamnya saja sudah cukup untuk menembus siapapun. Tapi ini Natalia. Dia tidak silau dan takut akan hal-hal yang nampak mengintimidasi. Darius menegakkan tubuhnya, memasukkan kedua tang
Natalia melongo saat menemukan sang kekasih sudah berdiri di depan lobby kantornya dengan santai. Dia memeriksa kembali penanda waktu yang melingkar di tangannya, benar kok ini jam 5 sore waktu setempat. Wanita itu berjalan pelan mendekati pria yang sibuk dengan ponselnya itu, bersandar di tembok pilar. Memastikan lebih dekat bahwa benar dia tidak salah lihat si tampan yang berada dihadapannya itu. “Kenapa kamu disini?” Pertanyaan Natalia membuyarkan kegabutan Sagara. Laki-laki itu tersenyum dengan sumringah saat menemukan Natalia sudah berada dihadapannya dengan tampang kebingungan.Alih-alih langsung menjawab, Sagara lebih memilih untuk langsung merebut tas file yg Natalia bawa. Juga mengamit lengan wanita itu untuk membawanya ke parkiran. Tentu saja pemandangan manis itu tidak luput dari perhatian pegawai lainnya yang juga berada di lobby.Natalia menahan Sagara dengan menarik sisi belakang jasnya.“Tunggu! Kamu belum menjawab pertanyaanku!”Tentu saja, siapa yang mau mengekor b
Kendaraan roda empat berwarna hitam semi glossy itu berhenti tepat di depan pintu masuk utama Xavier Group. Sagara yang berada di kursi kemudi menghentikannya dengan stabil. Menoleh kearah kekasihnya yang kini duduk disampingnya sudah lengkap dengan tampilan kerjanya yang menawan.Natalia meliriknya dengan senyum masam, "Kamu tidak perlu repot-repot mengantarku begini padahal," ujarnya sebal setelah kalah adu argumen saat di parkiran rumah tadi. Sagara ngotot minta mengantarnya ke kantor sebelum dia kembali ke kotanya. Suatu tindakan yang menurut Natalia sangat buang-buang waktu mengingat arah kantor dan juga arah bandara sangat berbanding terbalik. Jelas Sagara harus putar arah lagi nantinya.Mendengar keluhan dari sang kekasih, Sagara hanya bisa tersenyum tipis. Dia mendaratkan tangan lebarnya untuk menyentuh puncak kepala Natalia, memberinya sebuah belaian sayang penuh perhatian."Kamu yakin bisa bekerja hari ini?"Pertanyaan yang sia-sia karena mereka sudah berada di depan pintu
Suara ketik yang mengalun lembut merayap memasuki pendengaran Natalia. Wanita itu perlahan membuka matanya—rasa kantuk sudah mulai sirna berkat cahaya tipis yang turut menembus jendela. Natalia melirik bagian sisi kanannya, menemukan lelaki dengan kaos polos bersandar sembari serius memandangi laptop di pangkuannya. Jari jemari laki-laki itu menari lincah diatas keyboard. Rambut acak-acakan dan tampilan paginya yang super fokus itu nampak sangat seksi di mata Natalia sekarang.Semalam saat Natalia menyarankan sebuah tidur yang berkualitas, wanita itu benar-benar berupaya mewujudkannya dengan serius. Benar-benar tidur yang nyaman dengan sebuah pelukan sepanjang malam yang dia harap bisa merecharge kembali energi mereka berdua setelah bekerja keras seharian.Natalia melirik jam dinding, pukul enam lebih tiga puluh menit di pagi hari. Sebenarnya sudah cukup siang namun mereka masih punya cukup waktu untuk tidur sebelum mulai bersiap beraktivitas hari ini. Tapi lihat? Bahkan sepagi ini sa
Saat cincin itu melingkar di jari manisnya, Natalia merasakan sensasi hangat yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Matanya membelalak sejenak, tercengang oleh kejutan yang tak terduga. Dalam keheningan penuh emosi itu, Sagara menatapnya dalam-dalam, bibirnya tersenyum penuh arti."Aku tahu orang tua kita bahkan sudah curi start lebih dulu. Tapi tentu tidak adil jika kita yang katanya sudah terlalu matang ini hanya mengikuti arahan. Aku rasa aku tetap perlu melamarmu secara langsung," bubuh Sagara sembari menatapnya lembut. Tubuh Natalia kaku di pangkuan Sagara. Wanita itu masih menatap cincin dan Sagara secara bergantian. Apalagi sentuhan lembut Sagara pada jemarinya turut membuat wanita itu menghangat dalam hati. “Natalia,” kata Sagara dengan suara lembut namun penuh keyakinan, “aku sudah memikirkan ini sejak lama. Kamu adalah segalanya bagiku, dan aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu. Maukah kamu menikah denganku?”Natalia dipenuhi oleh campur aduk perasaan—kebah
Natalia membuka matanya dengan paksa saat mendengar nada dering yang mengganggu pertapaannya di bath tub. Wanita itu hanya bisa melirik ponsel yang teronggok di meja wastafel tersebut tanpa berniat mengambilnya. Dia menghela nafasnya malas. Daripada harus buru-buru mengangkat panggilan, Natalia lebih memilih untuk menghentikan aktivitas berendamnya yang sudah berjalan selama kurang lebih lima belas menit.Sebenarnya, dia pun merutuk pada diri sendiri. Kalau tahu tak akan menerima panggilan atau memegang ponsel, kenapa juga dia harus membawanya ke kamar mandi?Secara bertahap dan perlahan, Natalia menarik handuk mandinya lalu keluar dari bath tub. Aroma flowery menyeruak sebab malam ini dia memilih wewangian itu untuk menenangkan pikirannya setelah lelah bergelut dengan pekerjaan.Usai memanjakan diri, barulah Natalia mengambil ponselnya. Sedikit terkejut dengan mata setengah melotot saat melihat nama pemanggil dan membaca pesan yang pemilik nomor itu kirimkan padanya. 'Aku ada di dep
Sagara mengusap sudut bibirnya yang belepotan bekas pewarna merah milik Natalia. Tersenyum miring saat mengingat memori singkat keduanya yang baru saja terjadi lagi. Dia bersandar pada tembok di rooftop, entah apakah kejadian tadi diantara mereka bisa membuka jenis hubungan baru buat keduanya.Satu kali lagi Sagara membenahi tatanan dasinya yang sedikit berantakan sebab diacak Natalia tadi. Lelaki itu juga memasang kembali jasnya yang sudah dikembalikan oleh wanita yang dengan wajah memerah buru-buru turun meninggalkannya sendirian disini. Pada akhirnya, Sagara turun dengan perasaan yang lebih lega daripada sebelumnya. Bibirnya terus mengulas senyuman tipis sepanjang perjalanannya menuju ballroom pesta. Pesta yang mendadak dan secara terpaksa dia hindari ternyata memberinya sebuah kesempatan luar biasa. Seperti yang Natalia katakan tadi padanya, sangat tidak sopan kalau Sagara meninggalkan pesta tanpa memberikan selamat kepada sepasang mempelai yang menghelat acara ini. Maka Sagara
"Mbak Lia dimana?" Gisela menggendong sang putri yang mulai mengantuk setelah hampir dua jam berada di pesta pernikahan. Putri kecil itu menggeliat hampir tantrum dan mulai merengek sehingga dia dan Samuel siaga untuk segera meninggalkan kursi mereka. Samuel menggeleng, laki-laki itu mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan berusaha menemukan keberadaan sang kakak yang tiba-tiba saja menghilang setelah tadi mengucapkan selamat pada mempelai. "Sam, udah mau balik?" Tanya Darius yang menyambanginya setelah tamu-tamu mulai sibuk sendiri. Samuel mengangguk, "Iya nih, Kasihan Cia udah mulai ngantuk. Saya pamit ya Pak Darius, sekali lagi semoga pernikahannya langgeng dan bahagia," ucap Samuel dengan hormat.Laki-laki itu mengangguk dengan sedikit senyumannya. Melihat Samuel yang nampak kebingungan, Samuel kembali menerbitkan senyuman tipisnya."Natalia? Dia bawa mobil sendiri, kan?" Terka Darius yang sepertinya langsung paham kekhawatiran Samuel.Mendengar nama kakaknya disebu
Cengkraman pada pinggang ramping Natalia mengerat. Wanita itu berkedip dua kali dalam paniknya. Tatapan laki-laki dihadapannya itu masih sama tajamnya seperti dahulu. Hanya saja, Natalia dapat merasakan aura yang lebih dingin meradiasi darinya. Sesuatu yang jarang sekali Sagara Adinata kuarkan dahulu.Dengan kesadaran penuh, Natalia kembali pada posisinya. Berdiri tegap membenahi helaian gaunnya yang sudah sedikit berubah tatanannya. Debaran jantungnya menggila entah karena hampir mencederai kepalanya sendiri atau karena bertemu lagi dengan laki-laki masa lalunya. Presensi yang sebenarnya tak pernah absen dari pikirannya."Apa yang sedang kamu lakukan disini?" Tanya Natalia dingin. Wanita itu membuang tatapannya kearah lain. Dua tangannya secara refleks memeluk lengannya yang terekspos akibat potongan off shoulder tersebut.Sagara tak melepaskan pandangannya dari detail gesture kecil seperti itu. Tangannya secara otomatis membuka kancing jasnya dan melepas kain tebal tersebut."Mengha
Sagara berdiri di depan pintu megah yang dihiasi lampu-lampu berkilauan dan bunga-bunga segar. Lelaki dengan setelan rapi dan rambut ditata sedemikian rupa itu berjalan tegap memasuki area pesta sendirian setelah memarkirkan kendaraannya. Ia datang bersama kedua orang tuanya dan telah lebih dahulu dia turunkan di lobi utama. Lelaki itu seperti biasa memasang wajah dingin tak tersentuh miliknya. Mencoba mendeteksi keberadaan orang tuanya yang pasti sudah lebih dulu tenggelam dalam pesta. Pernikahan ini katanya adalah pesta pernikahan sepupu jauhnya. Saking jauhnya, Sagara sampai tidak benar-benar kenal siapa sepupunya ini. Namun dilihat dari skala pesta yang diadakan, Sagara rasa sepupunya menikahi pria yang benar-benar kaya. Area pesta memancarkan aura glamor dan kemewahan. Di dalam, suasana pesta ala konglomerat sangat terasa. Sempat dia dengar beberapa bisikan bahwa pernikahan kali ini memang merupakan pernikahan seorang konglomerat penting.Saking cueknya, Sagara bahkan tidak mem