Ada penekanan di setiap kata – kata dari suara berat itu. Debaran di dada Harger semakin keras. Dia mengerjap beberapa kali, merasa perlu melakukan sesuatu.“Aku ikut.”Kedua alis sang hakim bertaut setelah mendengar pernyataan Harger yang begitu mengejutkan. Dia sendiri tidak percaya akan keluar pernyataan seperti ini dari bibirnya. Saat sang hakim diam, Harger sudah mengira Deu akan melarangnya.“Kau yakin?”Namun, pria itu justru menanyakan sesuatu yang tidak pernah Harger pikirkan.“Mengapa aku harus tidak yakin?”“Kau tahu dia masa laluku.”“Dan aku yang bersamamu sekarang, saat ini, dan mungkin ke depannya.”Sang hakim tidak langsung menanggapi; hanya sudut bibir yang melekuk sangat tipis. Ujung jari pria itu kemudian segera bergerak. Menyusuri wajah Harger dengan begitu lembut.“Kau masa depanku.” Suara berat sang hakim ringan, menarik Harger masuk ke dalam dekapan hangat dan liat.Harger membalas setiap pelukan sang hakim, menghirup ar
“Bagaimana keadaannya?” tanya sang hakim diliputi napas menggebu – gebu. Harger sendiri merasakan hal yang sama. Diam; menyesuaikan keadaan rongga dada setelah udara terasa begitu sempit karena harus berlarian memasuki gedung mentereng di sini.Harger luar biasa terkejut kali pertama melihat sebuah mansion besar, tetapi dia tidak memiliki waktu untuk mengagumi situasi di sekitarnya. Harus mengikuti ke mana langkah sang hakim dan di sini mereka berakhir. Di sebuah kamar dengan seorang wanita sedang terbaring dengan keadaan mata terbuka; tiang infus menjulang dan terhubung di tangan bagian kiri. Wanita itu begitu kurus dengan tulang pipinya begitu terlihat jelas.Samar – samar, saat menatap ke dalam – dalam wajah Laea, Harger merasa seperti pernah mengenal, meski dia tak sanggup meraih sisa ingatan yang begitu jauh digapai. Sesekali Harger melirik sang hakim; berharap pria itu memberitahunya sesuatu. Tetapi pria yang terlihat serius menghadapi dokter tidak sekalipun ingat terhadap keber
Harger terbangun dengan kelopak mata mengerjap beberapa kali; sulur – sulur siraman cahaya masuk lewat kaca yang terbuka lebar. Seseorang telah menyibak tirai dan itulah satu – satunya alasan mengapa Harger berusahan menahan silau di sekitar wajah. Dia sedikit terkejut saat menemukan sang hakim sudah menjulang tinggi dalam balutan kemeja hitam dan jubah dengan warna senada sebagai pelengkap. Rambut pria itu disisir ke belakang. Rapi. Sedikit senyum di pagi hari membuat Harger segera bangun.“Laea akan dimakamkan hari ini, Mrs. Keroppi. Kau mungkin ingin pergi ke pemakaman?” tanya pria itu. Harger secara naluri mengangguk, kemudian dia sadar bahwa tidak menyiapkan pakaian hitam untuk mendatangi rumah duka atau ke pemakaman. Iris matanya menatap sang hakim dalam. Mencoba mencari kata – kata yang tepat, tetapi suara berat itu segera mendahuluinya.“Pakaianmu sudah kusiapkan. Ada di sana.”Harger mengikuti ke mana sorot gelap itu memindahkan perhatian. Di atas ranj
Ketika pastor melangkahkan kaki pergi. Orang – orang di sekitar pemakaman turut membubarkan diri. Mereka berjalan teratur meninggalkan area yang hanya tersisa Harger, yang mengamati suaminya dan Howard secara bergiliran. Dua pria dewasa sedang membuat jarak; Howard sangat diam, tetapi yang paling tidak banyak bicara adalah sang hakim sejak Howard meminjam pria itu pergi.Apa yang sebenarnya mereka bicarakan?Harger bertanya – tanya dalam hati. Ingin sekali bicara langsung. Namun, dia tak memiliki prospek bagus ketika akhirnya Howard mendekatinya untuk berpamitan.“Sampai bertemu denganmu lain kali, Harger. Jika terjadi sesuatu padamu, jangan sungkan mencariku. Aku akan selalu ada.”Begitulah. Harger tersenyum kepada Howard. Memeluk pria itu sebentar, lalu melakukan kontak mata lebih lekat. “Hati – hati di jalan.”Hanya anggukan pelan kemudian langkah Howard secara tentatif meninggalkan pemakaman. Anehnya, pria itu tidak bicara sedikitpun kepada sang hakim. Harger mengerjap semakin ti
“Ya, Daisy?” tanya Harger pelan. Dia mendengar tarikan napas Daisy dari seberang ponsel; kelegaan meliputi wanita itu, tetapi apa yang membuat Daisy khawatir?[Apa Deu bersamamu, Harger?”]Tanpa sadar bibir Harger menipis. Dia mengerti sekarang. Daisy mencari cucunya dan mungkin kesulitan mendapat akses menghubungi sang hakim sehingga sudah sepatutnya Harger menjadi pilihan terakhir.“Ya, Daisy. Deu bersamaku, tapi dia sepertinya sedang sibuk. Ada apa kau mencarinya?”[Aku mendengar kabar kalau Laea sudah tidak ada. Apa Deu yang mengurus semuanya?]Pertanyaan wanita tua itu membuat Harger mengangguk, sialnya dia lupa Daisy tak mungkin melihat. “Deu menyelesaikan semua dengan baik.” Buru – buru Harger mengatakan yang sebenarnya, dan sekali lagi, dia mendengar napas Daisy dari seberang suara.[Bisakah kau berikan ponsel ini pada Deu? Aku sudah beberapa kali menghubunginya, tapi tidak bisa tersambung.]Harger tidak yakin, tetapi dia akan mencoba.“Tunggu
Jemari Harger dengan cepat bergerak. Memisahkan kertas dan amplop. Satu dimasukkan kembali ke laci, satu lainnya disembunyikan di balik pakaian. Harger menyengir lebar begitu langkah sang hakim berhenti. Pria itu menatapnya lamat; kemudian kaki jenjang itu seperti terburu menghampirinya.“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya sang hakim sarat nada marah. Harger menggeleng gugup. Dia tak mengerti apa yang membuat sang hakim begitu didesak sesuatu yang bahkan Harger tidak pernah mengira ketakutan besar akan tergambar jelas di iris gelap itu. “Aku hanya duduk. Memangnya kenapa?”Mata Harger memicing, tetapi dia justru mendapati sang hakim terburu – buru membuka laci yang terakhir ditutup. Dengan amplop kosong masih tersisa di sana, embusan napas sang hakim terdengar kasar. Sekarang Harger semakin bertanya – tanya apa yang sebenarnya Deu sembunyikan? Apa yang sebenarnya tidak ingin pria itu tunjukkan kepadanya?“Kau kenapa?” Sekali lagi Harger mengajukan pertanyaan.
Deu terpekur beberapa saat mengamati hasil tes DNA yang sekarang teronggok di tangannya. Kemarahan Harger luar biasa dan tamparan keras itu seperti sebuah ancaman yang siap kembali diberikan.“Apa maksudmu menyerahkan ini?” tanya Deu skeptis. Akan tetapi itu justru membuat Harger berdecak tak sabaran. Sudut bibirnya melekuk getir, tak menyangkal sikap pura – pura Deu upama yang begitu buruk sekadar menimbulkan ketenangan di sini. Kebenaran sudah terungkap secara absulot; Harger akan memastikan sang hakim tidak mencoba membela diri setelah kejahatan apa yang pria itu lakukan.“Kau pembohong!”Suara Harger lantang menggelegar. Jika dia bisa mencaci lebih kejam, Harger akan melakukannya. Tetapi, dia tahu tak punya banyak waktu untuk melontarkan kebencian.“Kau membohongiku selama ini.” Napas Harger menggebu – gebu mengatakan kalimat terakhir. Sudah berusaha menenangkan diri walau luapan amarah terlalu besar. Iris cokelat kekuningan miliknya menatap tajam pria
“GPS mobil yang digunakan Signorina Harger tidak aktif, Signore. Kami tidak bisa melacaknya.” Kata – kata seperti itu tidak diharapkan untuk terungkap di sekitar udara. Deu menggeram kesal walau tidak melulu akan menanggapi. Harger terlalu cepat. Bahkan suatu hal tak terduga bahwa gadis itu akan tiba – tiba menyelinap masuk ke ruang kerja; mengambil kertas berisi informasi krusial dengan hanya meninggalkan amplopnya tertinggal, dan bagian paling mengejutkan; selama ini Deu tidak pernah tahu Harger bisa mengendarai mobil; gadis itu tidak pernah bicara apa – apa atau barangkali meminta untuk sekali saja melakukan giliran menyetir saat mereka melakukan perjalanan. Gilanya, Deu sudah menghubungi salah seorang penjaga gerbang untuk tidak membukakan pintu, tetapi dia terlambat setelah Harger menerobos dengan tekad kuat.Sekarang Deu membutuhkan waktu sekadar berpikir bagaimana mendapatkan Harger kembali. Gadis keras kepala yang sebenarnya mumpuni meninggalkan begitu banyak ketida