“Kau tak pernah berpakaian seksi seperti ini di depanku, Harger.” Mata jelalatan Rob, meski dengan kain tipis menutup sekalipun akan menembus pada kain menyerupai jaring itu. Seolah dunia hanya berpusat pada satu inti, Rob sungguh, luar biasa terpukau menelusuri lekuk – lekuk tubuh Harger. Begitu penasaran pada bokong yang pernah terasa sangat lembut terbelai oleh tangannya dengan gerakan yang seakan – akan, memang, tidak sengaja dilakukan. Rob menyukai garis dada yang terhimpit rapat mencuak samar – samar di hadapannya. Sangat mengakui kali ini Harger memberi kesan penyesalan yang terjal. “Aku datang ke sini hanya untuk menanyakan padamu satu hal. Kau, kan, yang sudah mencuri batu berlian itu dan menjualnya?” Langsung menembak ke dalam pembicaraan serius. Harger menyakini waktunya terlalu penting sekadar meladeni sikap kurang ajar Rob. Dia merasa beruntung bahwa Deu membiarkan tubuhnya, paling tidak, tak langsung terjamah oleh mata bajingan itu. Kendati tatapan liar Rob membuat Ha
Suara mendesak dari keran menimbulkan efek percikan pada bidang di sekitarnya. Ya, air yang nyaris menyerbu sebagian kaca di kamar mandi, menyatakan Deu baru saja membasuh wajah setelah menghadapi kejadian tak terduga. Jemarinya mencengkeram pinggir westafel, menunggu tetes demi tetes air mengalir basah hingga merambat ke ujung hidung dan rahang, lalu jatuh merembes ke bawah.Pikiran Deu tertuju bagaimana dia dengan segera bertindak melindugi Harger dari serangan yang sebenarnya begitu diyakini; dapat teratasi secara mudah; sangat jelas Harger bisa melindungi diri di tengah – tengah luapan emosi.Memang gadis 19 tahun itu tergolong sulit diatur. Memiliki kendali tersendiri, tetapi kadang – kadang mengalami perubahan signifikan untuk menjadi patuh dalam kondsi tertentu.Sikap Harger bagaikan tedensi paling murni. Bagi pria dewasa sepertinya, Deu harus menyelami kontrol penuh, mengatur diri tetap waras ntah di keadaan mana pun. Waras dari hal – hal berpotensi melenyapkan pegangan dalam
Tangan Deu secara instan memindahkan rambut panjang Harger ke samping. Mata gelapnya menatap intens separuh bahu yang terekspos. Selebihnya, gaun merah adalah benteng pertahanan; menutup aset berlekuk di tubuh Harger, yang perlahan telah merayu ujung jemari kasar Deu untuk bekerja. Dia bergerak pelan, pelan sekali menyeret pengait kecil hingga bunyi dari gaun itu terdengar bagaikan sauh tak bertuan. Punggung Harger terlihat sedikit - sedikit mencuak menghadapi kebutuhan Deu yang terus membukanya sampai sebatas pinggul. Gaun merah yang menawarkan keberanian seolah baru saja dibelah dengan mahir dan ketelitian. Deu tak kuasa menahan tindakan untuk tidak menjatuhkan bibirnya menyapu kulit Harger yang terasa halus diliputi sentuhan – sentuhan ringan. Kemudian telapak tangan dEU mencengkeram pinggul Harger sedikit disertai penekanan. Hanya sebentar. Napas Harger terengah ketika Deu menggenggam kedua lengan gadis itu yang sedang menempel di atas ranjang, menindih Harge
Kelopak mata Harger mengerjap menyesuaikan keadaan kamar yang memaksa untuk bangun. Dia bergerak sebentar. Sekali dua kali menyerukkan wajah merasakan hangat tubuh sang hakim. Lalu kemudian terkejut oleh tindakannya sendiri.Harger telonjak merasakan bagaimana wajahnya telah memanas saat mengingat kembali kejadian semalam. Sentuhan ringan, ciuman yang membakar kerongkongan, serta dorongan pasti, memabukkan, membuat pikiran Harger nyaris mendekati bayangan erotis. Dia segera beranjak, mengambil sedikit jarak untuk memperhatikan tubuh dalam balutan selimut tebal, tetapi sebenarnya dia sedang bertelanjang. Malam bersama sang hakim benar – benar sesuatu yang baru bagi Harger. Sangat menyenangkan, sekaligus dia sedikit malu mengingat reaksi pria itu. Apa yang akan sang hakim pikirkan tentang dirinya? Mungkinkah Deu akan menganggap gadis muda sepertinya terlalu naif menaruh kepercayaan? Atau sang hakim akan berterus terang kalau – kalau dia adalah perawan muda yang tolol, telah menyerahkan
“Kau sedang apa di sana, Harger?”Suara berat di belakang punggungnya menembus nyaris memberi Harger dorongan menakutkan. Dia terperanjat, kemudian bergegas mengumpulkan selimut kamar hotel hingga membentuk gumpalan untuk menutup tubuh telanjangnya.Harger memutar kepala. Terdiam beberapa saat menyorot sang hakim sedang berdiri di depan pintu kamar mandi. Masih tanpa satu pun atasan membalut di tubuh liat itu. Otot perut, garis – garis yang menekuk ke dalam, serta bekas luka tusuk mencuak samar – samar membuat mata Harger menyipit. Dia membayangkan bagaimana, dan sebenarnya dengan jubah panjang besar sebagai seorang hakim, pria itu telah memanipulasi penampilan secara sempurna.Laea mungkin satu – satunya wanita yang sering mengamati Deu tanpa pakaian seperti itu. Jika Rubby berusia empat tahun, artinya hubungan mereka memang tidak dapat dikatakan sebentar. Harger segera memalingkan wajah ke depan. Kemeja sang hakim yang sempat dia pungut; dan diletakkan tidak jauh di at
“Anda yakin berhenti di sini saja, Signore? Saya tidak keberatan mengantar sampai di depan rumah Anda.”Kali pertama menghentikan mobil di suatu titik; tidak jauh dari kondisi nyaris menjorok ke arah hutan. Pertanyaan demikian yang diungkapkan supir taksi. Pria itu menatap lewat kaca depan, tetapi Deu sepertinya tidak peduli betapa hujan masih cukup deras, yang meruntuh di langit malam Italia tidak lama setelah pesawat mereka landing di bandara Roma.Hujan tidak akan secepat ini berhenti. Harger memalingkan wajah ke samping mengamati butir – butir air mengembun di kaca mobil. Dengan berlari pun, dia yakin mereka akan membasah sebelum mencapai rumah sang hakim. Ini bukan prospek yang baik jika Deu terus mempertahankan keputusannya untuk tidak membiarkan siapa pun melewati batas hutan.Iris mata Harger tak luput menatap gerakan praktis membuka sabuk pengaman yang dilakukan sang hakim.“Kau yakin akan berjalan kaki?” tanya Harger ketika dia merasa, barangkali bisa mengubah keinginan Deu.
Soal menghangatkan tubuh adalah keputusan sang hakim. Harger hanya menawarkan diri membuat teh hangat untuk melengkapi kebersamaan mereka di dekat api yang menyala riang di perapian. Dia perlahan, dengan hati – hati menyerahkan cangkir gelas kepada Deu, lalu mengambil posisi duduk berdampingan. Harger memindahkan sorot matanya menatap cahaya lembut yang terasa menenangkan, walau harus diakui, batu berlian itu masih menjadi satu – satunya masalah yang menggeroti kegelisahan Harger sampai detik ini. Rob menolak menerima tuduhan, bahkan secara responsif membantah tegas. Harger tidak mengerti, tetapi dia masih meyakini Rob pelaku sesungguhnya. Bajingan itu sangat pandai memainkan peran. Mengatur sedemikian rinci setiap pasang rencana yang ingin digunakan terhadap kasus tertentu.Mungkin, tidak apa – apa dengan kehilangan batu berlian. Yang Harger tak berdaya untuk memikirkannya, jika dan jika Ketua Senator Amerika akan mengetahui keaslian dari batu berlian yang ditempatkan
Sekali lagi, ntah akan menjadi kali ke berapa Harger terbangun di samping pria yang sama. Dia membelakangi sang hakim, sementara lengan pria itu memeluk tubuhnya begitu intim. Harger ingin sedikit berpindah, sedikit saja, tetapi satu sofa berdua membatasi ruang geraknya. Apa yang mereka pikirkan untuk tidak menyisir ke kamar sendiri – sendiri setelah semalam? Sehingga sofa seolah lebih nyaman dibandingkan ranjang mana pun.Harger mengatur ketenangannya sejenak. Pelan – pelan berniat menyingkirkan lengan sang hakim. Gerakan kecil darinya justru memberi efek pelukan yang terasa mengetat. Harger langsung tercekat saat sayup – sayup suara Deu terdengar seperti erangan dari tidur yang nyenyak. Mulai cemas memikirkan bagaimana cara menghilang secara tepat. Seingat Harger, dia harus berurusan dengan koper basah, tas yang mengantongi heels miliknya dan sepatu sang hakim, maupun beberapa urusan rumah lainnya. Benda – benda itu tidak akan berjalan sendiri.“Kau mau ke mana?”Sebuah bisikan sera
Tidak. Harger tidak ingin mengambil risiko tersebut dengan mengabaikan kebutuhan sekarang. Langsung menerobos masuk hingga sebuah pemandangan tak terduga, sungguh, seolah ingin menyeretnya melangkah mundur. Dia menyaksikan sendiri sebentuk tubuh sang hakim sedang menduduki tubuh seseorang. Tangan pria itu membentuk kepala mantap, yang berulang kali dilayangkan ke wajah pria malang—terkapar—dengan keseluruhan dilimuri darah. “Deu.” Harger tidak mungkin membiarkan suaminya terlarut lama ke dalam angkara murka yang mengerikan. Berlari secepatnya hanya untuk menghentikan pria itu lewat tindakan membabi buka. Deu tidak bisa mengambil tindakan tersebut di saat – saat seperti ini, meskipun bukan hal mudah memisahkan pria yang sungguh telah meledakkan seluruh hal terpendam dalam emosi yang selama ini tertunda. “Sudah, Deu, hentikan.” Napas Harger tak kalah menggebu saat dia harus benar – benar menarik tubuh sang hakim. Untunglah setelah melewati pelbagai kesulitan, dia perlahan men
Harger mungkin menikmati masakan dari suaminya yang telah bersedia meluangkan waktu berkutat lama di dapur, tetapi dia tetap merasa ganjil ketika pria itu menolak ajakan makan bersama. Alih – alih setuju, justru Harger mendapati sang hakim berpamitan pergi—ntah akan ke mana. Dia mencoba menemukan petunjuk. Tanpa sepengetahuan sang hakim, Harger telah melakukan sesuatu tepat saat di mana pria itu beranjak ke kamar. Dia tidak bisa membiarkan rasa ingin tahu yang membludak, terus membara seperti benar – benar ingin membakarnya. Tidak akan sanggup bertahan lebih lama. Itu benar. Secara naluriah tangan Harger meletakkan garpu untuk bersinggungan di atas piring. Bisa menikmati lasagna belakangan waktu. Sekarang dia harus melakukan satu hal pas. Merogoh ponsel di saku celana. Howard. Ya, saat – saat seperti ini Harger akan sangat membutuhkan kemampuan Howard. [Ada apa menghubungiku, Lil’H?] Suara pria itu mencu
“Apa yang kau lihat, Deu?” Mereka sedang berbelanja, tetapi baru saja sang hakim membuatnya seperti bicara kepada patung. Harger tidak mengerti apa terjadi dan mengapa dia harus mendapati Deu terlihat berbeda dari mula – mula mereka memasuki pusat pembelanjaan. Ditambah kenyataan harus menatap cengkeraman tangan yang mengetat di troli bayi, itu makin meninggalkan perasaan ganjil tak tertahan. Nyaris lima bulan setelah masa – masa indah menjadi orang tua, Harger tidak pernah menyaksikan sang hakim menunjukkan sikap tak terbantahkan. Mata gelap itu mendelik tajam. Seperti sembunyi – sembunyi menyimpan sesuatu. Namun, dia sama sekali tak sanggup menggapai satu pun terhadap apa yang sedang suaminya pikirkan. Hanya sekelebat menatap ke mana arah pandang pria itu. Pun ... Harger tidak menemukan sesuatu secara spesifik, selain bahu seseorang yang telah meninggalkan tempat di mana beberapa orang berjalan keluar masuk. Tak tahan. Dia memutuskan untuk menyentuh lengan sang hakim. Pria itu
Harger meletakkan bayi kecil yang baru saja dimandikan ke keranjang. Di rumah sedang kedatangan banyak tamu. Pak Sekretaris bersama seluruh keluarga. Ada Daisy dan Mr. Thamlin. Benar – benar ramai mengagumkan. Harger tidak tahu harus berkata seperti apa bahwa dia sungguh diterima dengan sangat baik. Ada ibu mertua, saudari ipar, dan hal – hal yang sering sekali mereka perhatikan. Rasanya dia nyaris tidak diperbolehkan melakukan apa pun, bahkan meski hanya mengerjakan sesuatu di dapur, yang lagipula sang hakim akan mengajukan diri—menyelesaikan semua, kemudian mereka akan berbincang – bincang, hampir seperti berbisik agar bayi tidak terbangun. Satu hal yang tidak Harger lupakan. Charlene dan Deminti juga sudah mendatanginya, mereka tiba di Italia tanpa sepengetahuan Harger, kecuali sang hakim. Ajaibnya pria itu setuju untuk merahasiakan kenyataan tersebut sesuai permintaan Charlene, bahkan menyiapkan kejutan untuknya. Harger bahagia bahwa semua orang yang dia kenal sangat dekat,
Hari ini .... Tiba pada momen yang menegangkan. Harger tidak tahu bagaimana dia akan menghadapi proses melahirkan yang sudah berada di depan mata. Dimintai untuk berjalan – jalan lebih sering dan melakukan apa pun supaya menghadapi persalinan dengan mudah. Tetapi Harger merasa beruntung memiliki suami seperti sang hakim. Pria itu dengan sabar menemani dia berjalan ke mana pun di taman rumah sakit. Mengerjakan apa saja yang Harger sudah tak bisa lakukan setelah menghadapi perutnya yang membesar. Seperti sekarang terjadi. Harger menahan napas ketika tanpa sengaja menjatuhkan sapu tangan, kemudian sang hakim segera membungkuk, meraih benda tersebut dan menyerahkannya kembali. “Terima kasih, Yang Mulia. Aku mencintaimu.” Saat – saat seperti ini memang dibutuhkan keromantisan. Harger berpengangan erat di lengan suaminya. Mereka berjalan sangat pelan menyusuri jalan yang dibeton, tetapi Harger sedang bertelanjang kaki. Pada beberapa momen tertentu sang hakim
Senyum Harger lagi – lagi melebar saat mengamati sesuatu yang terasa indah.Garis dua ....Tadi pagi hampir tanpa sadar dia melompat girang. Melakukan tes, lalu mendapati bahwa dirinya positif hamil, itu merupakan momen tak terlupakan setelah harus menghadapi pelbagai desakan tidak nyaman belakangan ini. Keinginan untuk muntah, golakan mual, dan semua yang menghantam Harger sebagai satu kesatuan paling mengerikan—sebuah alasan serius mengapa kebutuhan – kebutuhan tersebut akhirnya meninggalkan perasaan curiga. Dia telah mengambil keputusan yang tepat dengan mengetahui kebenaran terlalu dini.Langkah Harger tentatif mendekat ke lemari pakaian. Ada sesuatu yang perlu dia lakukan sebelum memberitahu informasi ini kepada suaminya. Ya, meletakkan benda pipih di tanganya ke dalam kotak persegi panjang, lalu pelan – pelan membongkar lipatan kain di dalam rak demi mengambil sesuatu di sana. Pakaian rajut bayi buatan tangan Daisy, yang masih tersimpan utuh di sana, untuk kemudian
“Jika kau tidak pernah siap, kita tidak akan turun, Harger.”Harger mengerjap setelah beberapa saat jatuh ke dalam pemikiran usang di benaknya. Semua sudah saling memaafkan. Sesuatu yang mengikuti di belakang bahunya kan selalu mengingatkan bahwa Laea sudah tenang di mana pun wanita itu berada. Tidak ada yang akan Harger katakan. Dia menatap sang hakim dengan sudut bibir melekuk tipis. Mereka memang memutuskan untuk berziarah ke makam Laea. Banyak yang ingin Harger curahkan, meski dia mungkin tak mengeluarkan suara ke permukaan sementara sang hakim ada di sampingnya. Hanya menatap setengah kosong pada undakan tanah yang indah—terawat begitu baik, dengan rumput – rumput terpotong begitu rapi merata.Ujung tangan Harger terulur meletakkan buket mawar, kemudian menyentuh nisan atas nama saudari perempuannya. Sedikit rasa sesak seperti berusaha menumbuk jantung Harger. Berulang kali dia berusaha menarik napas pelan, dan mengembuskan ke udara, tetapi kadang – kadang matanya
“Apa yang kau pikirkan, Deu?” Harger bertanya sarat nada lambat. Hati – hati dia menyentuh punggung tangan sang hakim. Perlahan menautkan jari – jari tangan mereka, lalu meremasnya lembut. “Kau kepikiran soal adikmu? Apa yang benar – benar sudah kalian bicarakan? Aku hanya dengar beberapa, tapi yakin kau tidak akan seperti ini jika bukan karena sesuatu. Sekarang ceritakan padaku?'" Tadinya, Harger memang tak berniat mencampuri lebih banyak. Merasa tidak berhak. Namun, jika pada akhirnya Deu akan terus – terusan terpengaruh, dia tidak akan bisa menahan diri. Tidak tahu kapan sang hakim akan selesai dengan perselisihan batin yang terlihat luar biasa mencolok. Harger akan menunggu. Semenit, dua menit, hingga waktu yang berjalan seperkian saat. Cukup lama ... lalu embusan napas sang hakim terdengar kasar. “Astoria menolak perintahku untuk meninggalkan bajingan itu.” “Dengan mengakui bahwa Orion tidak pernah tahu dia hamil, aku rasa bukan
“Aku bingung bagaimana alat peledak bisa berada di kepala Orion. Memangnya seberapa kecil ukuran alat peledak itu?”Harger bicara sayup – sayup di dapur sambil memegangi senter untuk menerangi pemandangan di sekitar suaminya. Sang hakim sibuk menyiapkan lasagna menjadi potongan sama rata setelah tadi ... menyalakan kembali ke api oven, dan mereka menunggu beberapa saat.Wajah tampan itu benar – benar begitu serius. Harger mengembuskan napas cukup kasar ... ntah kapan sang hakim akan menjawab pertanyaannya.“Deu.”Harger tidak akan tahan ketika sang hakim hanya diam. Masing – masing potongan lasagna diletakkan di atas piring, yang kemudian disusun di atas nampan—akan siap dibawa ke ruang tamu. Tetapi sebelum itu, iris gelap sang hakim mendadak fokus menatap lurus ke depan, seolah sedang memikirkan sesuatu, atau mungkin telah berniat memberi Harger tanggapan.“Ukurannya sebesar kapsul obat, yang dimasukkan melalui rongga hidung dengan cara ditembak.”Seharusnya