“Engh ... Deu ....”Sang hakim yang terus meremas dan melumat puncak dada Harger, seakan tidak pernah ingin berhenti. Pinggul pria itu bergerak, mendesak, memasuki Harger lebih tentatif. Satu tangan yang bebas, merambat ... mencari telapak tangan Harger untuk menautkan jari – jari tangan mereka di sana. Ini benar – benar nikmat. Harger meresapi setiap sentuhan yang pria itu berikan. Dia merekam betul – betul suara berat yang seksi ketika mengerang. Rasanya akan terus tergiang, hingga suara itu perlahan menjadi lebih dekat dan nyata. Lebih hilang dan seterusnya ....Harger langsung terbangun. Semua bayangan seketika menjadi hilang. Dia terpaku untuk waktu yang lama. Menatap langit – langit kamar dengan tatapan setengah kosong. Apa yang baru saja dia lalui terasa begitu realisme. Harger nyaris tidak bisa membedakan kenyataan dan khayalan. Beberapa hal mencoba mengambil ahli kewarasannya. Dia memalingkan wajah perlahan. Mencari – cari pria yang diharapkan masih tertidur, t
Sebenarnya tidak ada urusan yang terlalu mendesak, tetapi waktu telah ditentukan. Deu hanya memiliki cukup dua hari satu malam di Skotlandia, meski itu tidak tergolong sepenuhnya benar. Dia pergi terlalu pagi. Terbangun; ketika tiba – tiba tersentak oleh mimpi yang sama dan berulang.Gadis kecilnya tersenyum begitu manis. Tidak bisa disangkalkan bahwa Rubby sangat – sangat memberi pengaruh mengapa Deu memilih pulang ke Italia. Sudah sembilan tahun peristiwa menyedihkan itu berlalu. Dia masih merindukan gadis kecilnya yang berusia empat tahun saat itu. Yang dengan sengaja, tidak akan pernah menghitung angka maju sejak harus memohon; supaya mata berhias bulu yang lentik terbuka, memaksa bangun tubuh mungil yang telah kaku tak berdaya, yang penuh lebam dan darah. Rubby tetap menjadi gadis kecil, menggemaskan, selalu meminta waktunya, meski selama menjadi agen khusus Deu harus berhati – hati berada di lingkungan bersama gadis kecil itu.Jika dia merunut semua kenyataan ganjil dari belakan
Setelah beberapa hari terbebas dari kemunculan Direktur Oscar, Harger kembali menjalankan aktivitas seperti biasa. Menawarkan bantuan kepada Charlene yang sibuk di dapur. Wanita itu sedang menimbang bahan kue. Takaran tepung dan gula harus pas. Sementara Harger memutuskan untuk memecahkan telur ke dalam wadah.Satu demi satu. Sudah diselesaikan, dan dia segera menatap sebentuk tubuh Charlene, yang sekarang menghadap ke arah kompor. Charlene melanjutkan kegiatan dengan melelehkan mentega dan cokelat batang.“Apa gula-nya sudah selesai, Charlene?” tanya Harger, tidak ragu memasang kaki mixer. Biar dia yang mengadon. Menyatukan telur, gula, dan pengembang setelah Charlena mengiyakan.Bunyi gemerisik dapur terdengar menyenangkan. Harger suka saat – saat dia mendapati perubahan dari adonan yang putih berjejak. Kemudian mencampurkan tepung terigu, cokelat bubuk, dan bahan penting lainnya. Hanya perlu kembali menyalakan mixer dengan kecepatan rendah.Selebihnya Charlene yang akan menambahkan
Setelah melewati lonjakan perasaan cemas yang mengikat. Harger mendengar suara gemerisik sayup – sayup; sepertinya Howard sedang melakukan sesuatu. Decitan kursi cukup keras mendekati telinganya. Harger agak menjauhkan ponsel sekian jengkal jarak untuk mengamati dengan kening bergenyit dalam. Bertanya – tanya apakah pria itu masih di sana, tetapi embusan napasnya kemudian memberitahu.[Kau punya laptop?]Lewat pertanyaan yang mengejutkan dari suara Howard. Sulit sekali bagi Harger mengintervensikan pemikiran, meskipun dia dengan keluh mengatakan hal yang secara ajaib tidak ingin terlewati, sedikitpun, bagian dari sesuatu yang bisa Howard berikan.“Tunggu ... tunggu sebentar di sini.”Harger kembali ke dapur sekadar menemui Charlene. Wanita itu menatap heran ketika menyadari betapa napas Harger menggebu dan tengah berusaha menenangkan diri.“Ada apa denganmu, Harger?” tanya Charlene, setengah hati – hati meletakkan perangkat pengadon kue ke dalam kotak. Setel
Hanya setelah hasrat terpenuhi untuk menangkap saksama rekaman siaran langsung, dan memastikan Howard akan benar – benar memegang janjinya sebagaimana teguh seorang pria merahasiakan indentitas keluarga, ternyata Harger tertidur untuk waktu yang lama. Dia bahkan tak pernah mengira bahwa saat terbangun; langit sudah gelap mnggurita. Mengharuskannya segera bersiap dengan singkat. Harger tak terendap ke dalam beberapa hal ketika mengayunkan kaki menuju kamar mandi. Terpenting adalah menyelesaikan kegiatan di bawah siraman air, kemudian dengan rencana – rencana yang statis dia membayangkan bagaimana jika Charlene sangat membutuhkan bantuan. Dan dia telah meninggalkan wanita itu tanpa sengaja.Harger menutup pintu kamar dengan pelan. Diliputi pengetahuan tentang keadaan di langit luar, dia merasa telah melewati banyak peristiwa usai tertidur hampir setengah hari, dari sore ke malam; cukup mengejutkan, tetapi mungkir menolak kenyataan demikian. Harger sudah menduga kalau – kalau makan malam
Perlahan, dengan hati – hati Harger menggerakkan matanya. Menelusuri setiap lekuk wajah tampan. Bibir yang terkatup—sang hakim begitu bungkam. Tidak ada lagi yang terucap setelah nama Matthew melambung dan menumbuk pada momen canggung.Harger sendiri tidak tahu bagaimana dia akan bersuara. Secepatnya, Harger memutuskan untuk menyelesaikan potongan brownies dan susu hamil yang tersisa. Tegukannya terdengar kasar, dia tak peduli. Segera membawa perlengkapan makan ke atas westafel. Juga tak peduli kalau – kalau sang hakim masih tidak mengatakan apa pun; hanya duduk dengan tenang, ntah – ntah sedang berpikir dalam.“Kapan kalian akan menikah?”Petanyaan sang hakim runtut begitu saja. Harger merasakan gerakan tangannya berhenti. Tentu dalam waktu dekat Direktur Oscar telah menyelesaikan semua hal; keperluan dan pelbagai konsekuensi di hari pernikahan. Pria itu tidak akan melewatkan secuil bagian – bagian kecil. Dan kalaupun Harger menjawab pertanyaan barusan secara gamblang,
Sangat Charlene sesali saat dia tak bisa mengatakan apa pun untuk memberitahukan informasi krusial kepada pria yang bahunya baru saja ditelan daun pintu. Sulur – sulur ingatannya berkabut membayangkan Harger yang penuh dengan keyakinan tetapi, keyakinan itu terlalu menyudutkan. Hanya ada satu kelompok menjadi beruntung oleh dua hati yang patah. Charlene berusaha mengira – ngira kekecewaan di mata gelap itu; kekecewaan yang tidak disembunyikan; Deu sangat mahir bagaimana bersikap, sehingga tidak dengan marah mengetahui Harger mengambil keputusan sepihak. Perasaan Charelen masih sama; masih ingin Harger bersama pria yang bisa menghadapi sikap keras kepala-nya. Namun, sebuah ironi paling nyata adalah dia tidak berhak menentukan. Direktur Oscar telah menempatkan Harger ke dalam pilihan sulit. Mungkin sekali lagi, Charlene akan mencoba untuk memastikan keputusan Harger yang sebenarnya.Dia melangkah hati – hati supaya bisa menjaga diri tetap sabar ketika mengetuk pintu kamar tertutup. Har
Seharusnya, jika dari Edinburgh, Ibukota Skotlandia, ke Roma, Italia, sang hakim hanya memerlukan waktu sekitar tiga atau empat jam lebih untuk sampai. Tetapi bahkan setelah pagi menyingsing. Harger belum mendapati apa pun. Panggilan suara, pesan – pesan singkat, atau lainnya dari Howard.Dia masih menatap setengah kosong pada ponsel di atas nakas. Begitu ragu dan ingin, meski sudah berkali – kali mempertimbangkan keputusan yang akan diambil.Akhirnya, jemari Harger merenggut benda pipih itu. Mencari Howard, barangkali pria itu marah sehingga tidak ingin, setidaknya, membicarakan hal yang membuat pria itu muak.[Ada apa, Harger? Kau mencari Don? Dia belum pulang.]Pernyataan Howard langsung memberi Harger ultimatum menyakitkan. Dia bahkan belum mengatakan apa pun, dan pria itu telah tahu bagaimana pola yang bergerak di antara mereka. Sangat menyesakkan saat Harger harus berjuang mencari kata yang tepat sekadar menemukan kepastian.“Kalaupun penerbangan-nya ‘delay
Tidak. Harger tidak ingin mengambil risiko tersebut dengan mengabaikan kebutuhan sekarang. Langsung menerobos masuk hingga sebuah pemandangan tak terduga, sungguh, seolah ingin menyeretnya melangkah mundur. Dia menyaksikan sendiri sebentuk tubuh sang hakim sedang menduduki tubuh seseorang. Tangan pria itu membentuk kepala mantap, yang berulang kali dilayangkan ke wajah pria malang—terkapar—dengan keseluruhan dilimuri darah. “Deu.” Harger tidak mungkin membiarkan suaminya terlarut lama ke dalam angkara murka yang mengerikan. Berlari secepatnya hanya untuk menghentikan pria itu lewat tindakan membabi buka. Deu tidak bisa mengambil tindakan tersebut di saat – saat seperti ini, meskipun bukan hal mudah memisahkan pria yang sungguh telah meledakkan seluruh hal terpendam dalam emosi yang selama ini tertunda. “Sudah, Deu, hentikan.” Napas Harger tak kalah menggebu saat dia harus benar – benar menarik tubuh sang hakim. Untunglah setelah melewati pelbagai kesulitan, dia perlahan men
Harger mungkin menikmati masakan dari suaminya yang telah bersedia meluangkan waktu berkutat lama di dapur, tetapi dia tetap merasa ganjil ketika pria itu menolak ajakan makan bersama. Alih – alih setuju, justru Harger mendapati sang hakim berpamitan pergi—ntah akan ke mana. Dia mencoba menemukan petunjuk. Tanpa sepengetahuan sang hakim, Harger telah melakukan sesuatu tepat saat di mana pria itu beranjak ke kamar. Dia tidak bisa membiarkan rasa ingin tahu yang membludak, terus membara seperti benar – benar ingin membakarnya. Tidak akan sanggup bertahan lebih lama. Itu benar. Secara naluriah tangan Harger meletakkan garpu untuk bersinggungan di atas piring. Bisa menikmati lasagna belakangan waktu. Sekarang dia harus melakukan satu hal pas. Merogoh ponsel di saku celana. Howard. Ya, saat – saat seperti ini Harger akan sangat membutuhkan kemampuan Howard. [Ada apa menghubungiku, Lil’H?] Suara pria itu mencu
“Apa yang kau lihat, Deu?” Mereka sedang berbelanja, tetapi baru saja sang hakim membuatnya seperti bicara kepada patung. Harger tidak mengerti apa terjadi dan mengapa dia harus mendapati Deu terlihat berbeda dari mula – mula mereka memasuki pusat pembelanjaan. Ditambah kenyataan harus menatap cengkeraman tangan yang mengetat di troli bayi, itu makin meninggalkan perasaan ganjil tak tertahan. Nyaris lima bulan setelah masa – masa indah menjadi orang tua, Harger tidak pernah menyaksikan sang hakim menunjukkan sikap tak terbantahkan. Mata gelap itu mendelik tajam. Seperti sembunyi – sembunyi menyimpan sesuatu. Namun, dia sama sekali tak sanggup menggapai satu pun terhadap apa yang sedang suaminya pikirkan. Hanya sekelebat menatap ke mana arah pandang pria itu. Pun ... Harger tidak menemukan sesuatu secara spesifik, selain bahu seseorang yang telah meninggalkan tempat di mana beberapa orang berjalan keluar masuk. Tak tahan. Dia memutuskan untuk menyentuh lengan sang hakim. Pria itu
Harger meletakkan bayi kecil yang baru saja dimandikan ke keranjang. Di rumah sedang kedatangan banyak tamu. Pak Sekretaris bersama seluruh keluarga. Ada Daisy dan Mr. Thamlin. Benar – benar ramai mengagumkan. Harger tidak tahu harus berkata seperti apa bahwa dia sungguh diterima dengan sangat baik. Ada ibu mertua, saudari ipar, dan hal – hal yang sering sekali mereka perhatikan. Rasanya dia nyaris tidak diperbolehkan melakukan apa pun, bahkan meski hanya mengerjakan sesuatu di dapur, yang lagipula sang hakim akan mengajukan diri—menyelesaikan semua, kemudian mereka akan berbincang – bincang, hampir seperti berbisik agar bayi tidak terbangun. Satu hal yang tidak Harger lupakan. Charlene dan Deminti juga sudah mendatanginya, mereka tiba di Italia tanpa sepengetahuan Harger, kecuali sang hakim. Ajaibnya pria itu setuju untuk merahasiakan kenyataan tersebut sesuai permintaan Charlene, bahkan menyiapkan kejutan untuknya. Harger bahagia bahwa semua orang yang dia kenal sangat dekat,
Hari ini .... Tiba pada momen yang menegangkan. Harger tidak tahu bagaimana dia akan menghadapi proses melahirkan yang sudah berada di depan mata. Dimintai untuk berjalan – jalan lebih sering dan melakukan apa pun supaya menghadapi persalinan dengan mudah. Tetapi Harger merasa beruntung memiliki suami seperti sang hakim. Pria itu dengan sabar menemani dia berjalan ke mana pun di taman rumah sakit. Mengerjakan apa saja yang Harger sudah tak bisa lakukan setelah menghadapi perutnya yang membesar. Seperti sekarang terjadi. Harger menahan napas ketika tanpa sengaja menjatuhkan sapu tangan, kemudian sang hakim segera membungkuk, meraih benda tersebut dan menyerahkannya kembali. “Terima kasih, Yang Mulia. Aku mencintaimu.” Saat – saat seperti ini memang dibutuhkan keromantisan. Harger berpengangan erat di lengan suaminya. Mereka berjalan sangat pelan menyusuri jalan yang dibeton, tetapi Harger sedang bertelanjang kaki. Pada beberapa momen tertentu sang hakim
Senyum Harger lagi – lagi melebar saat mengamati sesuatu yang terasa indah.Garis dua ....Tadi pagi hampir tanpa sadar dia melompat girang. Melakukan tes, lalu mendapati bahwa dirinya positif hamil, itu merupakan momen tak terlupakan setelah harus menghadapi pelbagai desakan tidak nyaman belakangan ini. Keinginan untuk muntah, golakan mual, dan semua yang menghantam Harger sebagai satu kesatuan paling mengerikan—sebuah alasan serius mengapa kebutuhan – kebutuhan tersebut akhirnya meninggalkan perasaan curiga. Dia telah mengambil keputusan yang tepat dengan mengetahui kebenaran terlalu dini.Langkah Harger tentatif mendekat ke lemari pakaian. Ada sesuatu yang perlu dia lakukan sebelum memberitahu informasi ini kepada suaminya. Ya, meletakkan benda pipih di tanganya ke dalam kotak persegi panjang, lalu pelan – pelan membongkar lipatan kain di dalam rak demi mengambil sesuatu di sana. Pakaian rajut bayi buatan tangan Daisy, yang masih tersimpan utuh di sana, untuk kemudian
“Jika kau tidak pernah siap, kita tidak akan turun, Harger.”Harger mengerjap setelah beberapa saat jatuh ke dalam pemikiran usang di benaknya. Semua sudah saling memaafkan. Sesuatu yang mengikuti di belakang bahunya kan selalu mengingatkan bahwa Laea sudah tenang di mana pun wanita itu berada. Tidak ada yang akan Harger katakan. Dia menatap sang hakim dengan sudut bibir melekuk tipis. Mereka memang memutuskan untuk berziarah ke makam Laea. Banyak yang ingin Harger curahkan, meski dia mungkin tak mengeluarkan suara ke permukaan sementara sang hakim ada di sampingnya. Hanya menatap setengah kosong pada undakan tanah yang indah—terawat begitu baik, dengan rumput – rumput terpotong begitu rapi merata.Ujung tangan Harger terulur meletakkan buket mawar, kemudian menyentuh nisan atas nama saudari perempuannya. Sedikit rasa sesak seperti berusaha menumbuk jantung Harger. Berulang kali dia berusaha menarik napas pelan, dan mengembuskan ke udara, tetapi kadang – kadang matanya
“Apa yang kau pikirkan, Deu?” Harger bertanya sarat nada lambat. Hati – hati dia menyentuh punggung tangan sang hakim. Perlahan menautkan jari – jari tangan mereka, lalu meremasnya lembut. “Kau kepikiran soal adikmu? Apa yang benar – benar sudah kalian bicarakan? Aku hanya dengar beberapa, tapi yakin kau tidak akan seperti ini jika bukan karena sesuatu. Sekarang ceritakan padaku?'" Tadinya, Harger memang tak berniat mencampuri lebih banyak. Merasa tidak berhak. Namun, jika pada akhirnya Deu akan terus – terusan terpengaruh, dia tidak akan bisa menahan diri. Tidak tahu kapan sang hakim akan selesai dengan perselisihan batin yang terlihat luar biasa mencolok. Harger akan menunggu. Semenit, dua menit, hingga waktu yang berjalan seperkian saat. Cukup lama ... lalu embusan napas sang hakim terdengar kasar. “Astoria menolak perintahku untuk meninggalkan bajingan itu.” “Dengan mengakui bahwa Orion tidak pernah tahu dia hamil, aku rasa bukan
“Aku bingung bagaimana alat peledak bisa berada di kepala Orion. Memangnya seberapa kecil ukuran alat peledak itu?”Harger bicara sayup – sayup di dapur sambil memegangi senter untuk menerangi pemandangan di sekitar suaminya. Sang hakim sibuk menyiapkan lasagna menjadi potongan sama rata setelah tadi ... menyalakan kembali ke api oven, dan mereka menunggu beberapa saat.Wajah tampan itu benar – benar begitu serius. Harger mengembuskan napas cukup kasar ... ntah kapan sang hakim akan menjawab pertanyaannya.“Deu.”Harger tidak akan tahan ketika sang hakim hanya diam. Masing – masing potongan lasagna diletakkan di atas piring, yang kemudian disusun di atas nampan—akan siap dibawa ke ruang tamu. Tetapi sebelum itu, iris gelap sang hakim mendadak fokus menatap lurus ke depan, seolah sedang memikirkan sesuatu, atau mungkin telah berniat memberi Harger tanggapan.“Ukurannya sebesar kapsul obat, yang dimasukkan melalui rongga hidung dengan cara ditembak.”Seharusnya