Perlahan, dengan hati – hati Harger menggerakkan matanya. Menelusuri setiap lekuk wajah tampan. Bibir yang terkatup—sang hakim begitu bungkam. Tidak ada lagi yang terucap setelah nama Matthew melambung dan menumbuk pada momen canggung.
Harger sendiri tidak tahu bagaimana dia akan bersuara. Secepatnya, Harger memutuskan untuk menyelesaikan potongan brownies dan susu hamil yang tersisa. Tegukannya terdengar kasar, dia tak peduli. Segera membawa perlengkapan makan ke atas westafel. Juga tak peduli kalau – kalau sang hakim masih tidak mengatakan apa pun; hanya duduk dengan tenang, ntah – ntah sedang berpikir dalam.“Kapan kalian akan menikah?”Petanyaan sang hakim runtut begitu saja. Harger merasakan gerakan tangannya berhenti. Tentu dalam waktu dekat Direktur Oscar telah menyelesaikan semua hal; keperluan dan pelbagai konsekuensi di hari pernikahan. Pria itu tidak akan melewatkan secuil bagian – bagian kecil. Dan kalaupun Harger menjawab pertanyaan barusan secara gamblang,Sangat Charlene sesali saat dia tak bisa mengatakan apa pun untuk memberitahukan informasi krusial kepada pria yang bahunya baru saja ditelan daun pintu. Sulur – sulur ingatannya berkabut membayangkan Harger yang penuh dengan keyakinan tetapi, keyakinan itu terlalu menyudutkan. Hanya ada satu kelompok menjadi beruntung oleh dua hati yang patah. Charlene berusaha mengira – ngira kekecewaan di mata gelap itu; kekecewaan yang tidak disembunyikan; Deu sangat mahir bagaimana bersikap, sehingga tidak dengan marah mengetahui Harger mengambil keputusan sepihak. Perasaan Charelen masih sama; masih ingin Harger bersama pria yang bisa menghadapi sikap keras kepala-nya. Namun, sebuah ironi paling nyata adalah dia tidak berhak menentukan. Direktur Oscar telah menempatkan Harger ke dalam pilihan sulit. Mungkin sekali lagi, Charlene akan mencoba untuk memastikan keputusan Harger yang sebenarnya.Dia melangkah hati – hati supaya bisa menjaga diri tetap sabar ketika mengetuk pintu kamar tertutup. Har
Seharusnya, jika dari Edinburgh, Ibukota Skotlandia, ke Roma, Italia, sang hakim hanya memerlukan waktu sekitar tiga atau empat jam lebih untuk sampai. Tetapi bahkan setelah pagi menyingsing. Harger belum mendapati apa pun. Panggilan suara, pesan – pesan singkat, atau lainnya dari Howard.Dia masih menatap setengah kosong pada ponsel di atas nakas. Begitu ragu dan ingin, meski sudah berkali – kali mempertimbangkan keputusan yang akan diambil.Akhirnya, jemari Harger merenggut benda pipih itu. Mencari Howard, barangkali pria itu marah sehingga tidak ingin, setidaknya, membicarakan hal yang membuat pria itu muak.[Ada apa, Harger? Kau mencari Don? Dia belum pulang.]Pernyataan Howard langsung memberi Harger ultimatum menyakitkan. Dia bahkan belum mengatakan apa pun, dan pria itu telah tahu bagaimana pola yang bergerak di antara mereka. Sangat menyesakkan saat Harger harus berjuang mencari kata yang tepat sekadar menemukan kepastian.“Kalaupun penerbangan-nya ‘delay
Hari ini tiba ....Mobil jemputan sudah menunggu. Direktur Oscar berada di garis paling depan mengamati setiap langkah kaki Harger supaya bisa lebih menyakinkan, sementara pria itu, setelahnya, mulai membuka pintu mobil. Menatap Harger dengan senyum puas tak tertahan.Tidak banyak kata – kata terucap dari bibir Harger. Dia tidak ingin menjabarkan bagaimana rasanya harus meninggalkan panti asuhan, tanpa pernah ingin melakukannya. Harger hanya menatap Charlene, Demintri, dan anak – anak lainnya untuk sesaat. Tak mau berlabuh pada kenyataan yang begitu keji. Charlene sudah tidak bisa menahan rembesan air mengalir basah di wajah. Demintri berusaha membujuk. Kenyataannnya bukan hal mudah untuk mengabaikan segala sesuatu yang begitu berupaya menumbuk Harger ke dalam - dalam jurang. Dia tidak berani menyaksikan terlalu lama. Akhirnya satu keputusan memalingkan wajah diikuti jendela mobil yang berjalan ke atas. Sorot mata Harger begitu kosong tidak peduli dengan siapa dia duduk berdampingan.
Lembar demi lembar buku telah meninggalkan halaman paling awal. Gerakan tangan Deu berhenti tepat menyadari suara langkah; menderap – derap, semakin dekat, hingga menampilkan sebentuk tubuh Howard—menjulang, lalu pria itu mengambil posisi duduk di sofa, saling berhadapan—yang tidak ingin Deu tanggapi. Iris gelapnya hanya terpaku serius di antara rentetan kalimat di dalam buku.“Dari tadi kau hanya membaca, Don. Sialan, berapa lama kau akan mendiamiku?”Nada bicara Howard kentara geram dan frustrasi. Deu memang tidak pernah mengatakan apa pun lagi sejak Howard bicara dengan nada menuduh, yang mengharuskannya menjabarkan sesuatu; nyaris mustahil di hari itu. Akan tetapi membiarkan Howard tetap di sini adalah keputusan Deu secara sadar, tidak pernah mengusir; hanya saja, terkadang, Deu memilih tidak berada berada di satu ruangan yang sama.Ketika Howard mengekorinya; lima menit pertama sudah cukup untuk menyiapkan diri meniggalka
“Untuk sementara waktu aku akan menyita ponsel-mu, Ms. Warrance. Silakan ikuti Abi. Dia akan membawamu untuk mencoba gaun pengantinmu sebelum hari pernikahan besok.”Sampai di gedung hotel, Harger membuang muka setelah harus mendapati sebuah perintah mengejutkan. Setengah enggan dia mengeluarkan ponsel dari saku celana, agak melirik sinis, untuk kemudian menyerahkan benda pipih tersebut kepada pria yang mengatur segala sesuatu secara cekatan.“Kapan kau kembalikan?” tanya Harger agak ketus begitu telapak tangan Direktur Oscar menadah. Ibu jari pria itu menekan tombol power untuk memastikan ponsel Harger sejak awal sudah tak menyala, lalu terselip ke dalam saku jas milik pria dengan tampilan formal.“Akan kukembalikan ponselmu setelah pernikahan.”Direktur Oscar langsung meninggalkan Harger dan Abi berdua di depan pintu kamar hotel. Satu tangan Abi terulur, membuka kunci pintu, memberi Harger ruang berjalan masuk. Mengamati keseluruhan tempat, di satu sudut—patung manekin dengan baluta
Gedung setinggi empat lantai menjadi tantangan tersendiri, menjulang, mencakar ke arah langit, dan diliputi beberapa penjagaan ketat. Satu demi satu, sepertinya di sana tidak memiliki akses menyeludup, selain dari pada harus menghadapi risiko tinggi.Deu akan memulai dengan melewati lantai dasar secara diam – diam, masuk dengan menyamar; sesuai kesepakatan di awal. Masih menunggu Howard melakukan satu tindakan; pengecekan lewat cctv.“Sepertinya ini akan sangat rumit ...,” ucap Howard setengah tidak yakin. Wajah pria itu berpaling, sesekali kembali menatap ke layar monitor, mengamati, teliti, tetapi hasilnya selalu sama. Lift dan pintu ruangan tempat di mana server itu tersambung, nyatanya telah didesain khusus menggunakan enkripsi; dibutuhkan sidik jari dan suara Direktur Oscar untuk bisa masuk ke dalamnya. Sementara pria itu baru saja keluar dari gedung menjulang itu.“Kau tidak akan bisa pegi ke ruangan server dari dalam.”“Jadi satu – satunya cara adalah memanjat dari luar.” Howar
Sayangnya Deu tidak akan mendengar apa pun. Benturan antara tubuhnya dan dinding gedung yang menjulang begitu keras sehingga alat pendengar itu terempas jatuh lebih dulu, sementara Deu—dengan nyaris tak memiliki kesempatan—akhirnya menemukan satu pengganjal untuk bergelantung tertahan sekitar dua lantai dari permukaan tanah.Dia menelan ludah kasar. Hati - hati mengatur posisi supaya dapat melekat erat pada tiang pengganjal lainnya. Persis melewati keadaan semula, Deu merayap, pelan – pelan menyisir ... sampai waktunya untuk melompat.Dia bergulir beberapa kali di atas rerumputan. Bangkit, berjalan cepat, lantas sekali lagi memajat pagar besi, tinggi, dan cekatan masuk ke dalam mobil. Itu terdengar lebih bagus dari pada harus sembunyi – sembunyi keluar dari gedung mentereng.Napas Deu berembus, begitu menggebu, tidak peduli Howard; setelah nyaris menghadapi lonjakan jantung yang terjal, hanya bisa mematung mendapati Deu ada di sisinya. Menatap tak percaya, betapa dia telah berpikiran t
Deu secara serius menjepit dua kabel tembaga menjadi satu kesatuan dengan pola melingkar yang pas—sangat terukur. Kemudian dari ujung ke ujung kabel direkatkan; disolder untuk kemudian menyatu secara sempurna. Selesai. Deu beranjak bangkit. Sungguh – sungguh telah mempertimbangkan keputusannya matang menyeluruh.Langkahnya mantap mendatangi Howard yang tersibuk mengumpulkan beberapa peralatan ke dalam tas jinjing. Mereka tak perlu ragu untuk sama – sama memberi isyarat. Sekarang sudah saatnya. Mobil melaju kencang menuju satu tempat paling penting, sesuai kesepakatan; Deu dan Howard akan berpencar. Masing – masing mengatur tempo. Howard diberhentikan di satu tempat tersembunyi, sementara Deu kembali menyetir, memastikan mobil yang dipakai khusus akan terparkir baik di jalan yang sepi. Dia perlu sedikit berjalan kaki untuk mencapai titik di mana semua akan dimulai di sini. Dengan satu hentakan berbeda. Di sisi lainnya; Harger tidak tahan hanya duduk berdiam diri terlalu lam