Lembar demi lembar buku telah meninggalkan halaman paling awal. Gerakan tangan Deu berhenti tepat menyadari suara langkah; menderap – derap, semakin dekat, hingga menampilkan sebentuk tubuh Howard—menjulang, lalu pria itu mengambil posisi duduk di sofa, saling berhadapan—yang tidak ingin Deu tanggapi. Iris gelapnya hanya terpaku serius di antara rentetan kalimat di dalam buku.“Dari tadi kau hanya membaca, Don. Sialan, berapa lama kau akan mendiamiku?”Nada bicara Howard kentara geram dan frustrasi. Deu memang tidak pernah mengatakan apa pun lagi sejak Howard bicara dengan nada menuduh, yang mengharuskannya menjabarkan sesuatu; nyaris mustahil di hari itu. Akan tetapi membiarkan Howard tetap di sini adalah keputusan Deu secara sadar, tidak pernah mengusir; hanya saja, terkadang, Deu memilih tidak berada berada di satu ruangan yang sama.Ketika Howard mengekorinya; lima menit pertama sudah cukup untuk menyiapkan diri meniggalka
“Untuk sementara waktu aku akan menyita ponsel-mu, Ms. Warrance. Silakan ikuti Abi. Dia akan membawamu untuk mencoba gaun pengantinmu sebelum hari pernikahan besok.”Sampai di gedung hotel, Harger membuang muka setelah harus mendapati sebuah perintah mengejutkan. Setengah enggan dia mengeluarkan ponsel dari saku celana, agak melirik sinis, untuk kemudian menyerahkan benda pipih tersebut kepada pria yang mengatur segala sesuatu secara cekatan.“Kapan kau kembalikan?” tanya Harger agak ketus begitu telapak tangan Direktur Oscar menadah. Ibu jari pria itu menekan tombol power untuk memastikan ponsel Harger sejak awal sudah tak menyala, lalu terselip ke dalam saku jas milik pria dengan tampilan formal.“Akan kukembalikan ponselmu setelah pernikahan.”Direktur Oscar langsung meninggalkan Harger dan Abi berdua di depan pintu kamar hotel. Satu tangan Abi terulur, membuka kunci pintu, memberi Harger ruang berjalan masuk. Mengamati keseluruhan tempat, di satu sudut—patung manekin dengan baluta
Gedung setinggi empat lantai menjadi tantangan tersendiri, menjulang, mencakar ke arah langit, dan diliputi beberapa penjagaan ketat. Satu demi satu, sepertinya di sana tidak memiliki akses menyeludup, selain dari pada harus menghadapi risiko tinggi.Deu akan memulai dengan melewati lantai dasar secara diam – diam, masuk dengan menyamar; sesuai kesepakatan di awal. Masih menunggu Howard melakukan satu tindakan; pengecekan lewat cctv.“Sepertinya ini akan sangat rumit ...,” ucap Howard setengah tidak yakin. Wajah pria itu berpaling, sesekali kembali menatap ke layar monitor, mengamati, teliti, tetapi hasilnya selalu sama. Lift dan pintu ruangan tempat di mana server itu tersambung, nyatanya telah didesain khusus menggunakan enkripsi; dibutuhkan sidik jari dan suara Direktur Oscar untuk bisa masuk ke dalamnya. Sementara pria itu baru saja keluar dari gedung menjulang itu.“Kau tidak akan bisa pegi ke ruangan server dari dalam.”“Jadi satu – satunya cara adalah memanjat dari luar.” Howar
Sayangnya Deu tidak akan mendengar apa pun. Benturan antara tubuhnya dan dinding gedung yang menjulang begitu keras sehingga alat pendengar itu terempas jatuh lebih dulu, sementara Deu—dengan nyaris tak memiliki kesempatan—akhirnya menemukan satu pengganjal untuk bergelantung tertahan sekitar dua lantai dari permukaan tanah.Dia menelan ludah kasar. Hati - hati mengatur posisi supaya dapat melekat erat pada tiang pengganjal lainnya. Persis melewati keadaan semula, Deu merayap, pelan – pelan menyisir ... sampai waktunya untuk melompat.Dia bergulir beberapa kali di atas rerumputan. Bangkit, berjalan cepat, lantas sekali lagi memajat pagar besi, tinggi, dan cekatan masuk ke dalam mobil. Itu terdengar lebih bagus dari pada harus sembunyi – sembunyi keluar dari gedung mentereng.Napas Deu berembus, begitu menggebu, tidak peduli Howard; setelah nyaris menghadapi lonjakan jantung yang terjal, hanya bisa mematung mendapati Deu ada di sisinya. Menatap tak percaya, betapa dia telah berpikiran t
Deu secara serius menjepit dua kabel tembaga menjadi satu kesatuan dengan pola melingkar yang pas—sangat terukur. Kemudian dari ujung ke ujung kabel direkatkan; disolder untuk kemudian menyatu secara sempurna. Selesai. Deu beranjak bangkit. Sungguh – sungguh telah mempertimbangkan keputusannya matang menyeluruh.Langkahnya mantap mendatangi Howard yang tersibuk mengumpulkan beberapa peralatan ke dalam tas jinjing. Mereka tak perlu ragu untuk sama – sama memberi isyarat. Sekarang sudah saatnya. Mobil melaju kencang menuju satu tempat paling penting, sesuai kesepakatan; Deu dan Howard akan berpencar. Masing – masing mengatur tempo. Howard diberhentikan di satu tempat tersembunyi, sementara Deu kembali menyetir, memastikan mobil yang dipakai khusus akan terparkir baik di jalan yang sepi. Dia perlu sedikit berjalan kaki untuk mencapai titik di mana semua akan dimulai di sini. Dengan satu hentakan berbeda. Di sisi lainnya; Harger tidak tahan hanya duduk berdiam diri terlalu lam
“Apa kau yakin mereka tidak akan tahu kalau kita melarikan diri?” tanya Harger di tengah pemikiran yang menggantung hebat. Beberapa kali tubuhnya terguncang di kursi penumpang. Mobil melesat terlalu cepat, sehingga itu pula yang menjadi desakan mengapa jari – jari tangan Harger mengetat di antara jok yang diduduki.“Mereka pasti akan tahu.”Satu ungkapan seakan membuat keadaan semakin tidak berdaya. Harger meninggalkan perhatian lurus ke depan, merasa dunia seakan berubah bentuk di sekelilingnya. Terlalu buruk membayangkan Direktur Oscar akan melakukan segala cara. Pria itu telah mewarnai bahaya dengan pelbagai bentuk yang lain. Jejak kengeriannya masih begitu nyata. Harger tidak tahu persis jika setelah ini dia dan sang hakim akan menghadapi satu peristiwa tak terduga.“Sekarang apa yang akan kita lakukan?”Tindakan paling bijak adalah menghadapi, tetapi bagaimana jika terjadi sesuatu yang tak diinginkan? Benak Harger diliputi propaganda menakutkan. Dia bisa merasakan tubuhnya merin
Semuanya benar. Harger tercekat. Merasa sangat membutuhkan pasokan udara saat sementara di dadanya tertimbun desakan yang begitu sesak. Harger tidak pernah mau menyakiti sang hakim. Di depan matanya, sudah menunjukkan bagaimana pilihan ini terlalu berbahaya. Cengkeraman tangan Harger mengendur. Jarak antara dia dan sang hakim terlalu dekat. Terlalu mudah untuk melakukan sesuatu yang buruk. Harger sudah siap akan meninggalkan pria yang baru saja menjadi suaminya. Setelah satu keinginan akan berbalik badan, tiba – tiba lengannya dicekal. “Hargerie Warrance Halker tidak akan pergi ke mana pun, Direktur.” Suara berat sang hakim mantap menegaskan dengan penekanan tinggi. Harger masih berada dalam genggamannya. Erat, tetapi tidak menyakiti. Wajah tampan sang hakim tidak pernah meninggalkan satu titip di mana pria itu menatap. “Aku yakin kau sudah tahu siapa yang menyeludup ke kediamanmu, Direktur.” “Jika kau ingin membicarakan kontrak kerja sama. Kau bisa b
Suara klakson keras—berulang, mengatur sorot mata Harger dan sang hakim saling berpandangan. Howard telah tiba. Sebagaimana mereka harus bersiap, pria yang sudah rapi dengan setelan jas-nya membungkuk di hadapan Harger. Seakan mengerti apa yang diinginkan sang hakim, sudut bibir Harger langsung melekuk tinggi. Tidak sabaran memanjat naik di punggung lebar, lalu berpegangan erat dengan lengan yang melewati garis bahu sang hakim.“Aku penasaran dari mana kau tahu kalau Direktur Oscar dalang di balik pernikahanku dan Matthew?” tanya Harger ketika akhirnya sang hakim menunjukkan sedikit usaha menjulang tinggi diliputi tubuhnya yang mendekap erat di belakang. Pria itu melangkah hati – hati meninggalkan kamar yang begitu kacau setelah pergulatan panas menggetarkan.“Aku mendengar suaranya di telepon.”Sebuah jawaban membuat Harger mengernyit sesaat. Ingatannya terbawa menuju sambungan telepon dan suara berat sang hakim waktu itu. Dengan ironi Harger harus menyayangkan bahwa ponselnya masih