Alvaro mengamati rumah ketiga yang ada dalam listnya. Hari sudah menjelang gelap."Rumah ini sangat strategis dan lingkungannya aman. Tuan akan merasa senang di sini. Pemilik lamanya, sepasang suami istri yang sudah tua, pindah ke apartemen agar mudah mengurusnya, karena rumah sebesar ini lebih cocok untuk orang yang sedang membesarkan anak. Tuan lihat, sisi samping rumah ini mempunyai halaman yang cukup besar. Sangat aman untuk bermain anak-anak di sana. Sedangkan kolam renang terletak di sisi halaman yang berbeda." Agen penjual rumah menjelaskan."Apa pemilik sebelumnya tak memiliki anak?" tanya Alvaro."Mereka punya tiga anak, namun dua ada di luar negeri sedangkan yang di Indonesia pindah ke rumah suaminya. Mengurus rumah sebesar ini sangat merepotkan dan terasa sunyi bagi kedua orangtua itu. Tuan sendiri sudah punya anak berapa?" Agen balik bertanya.Tanpa sadar Alvaro tersenyum kecil, membayangkan dia akan menyandang gelar ayah sebentar lagi. Dibayangkannya dia dan Saskia duduk
Perjalanan yang ditempuh hampir tujuh jam pulang pergi itu membuahkan hasil yang memuaskan. Keluarga Bude Darsi mau memberikan sawonya walaupun Alvaro mengetuk dan mengejutkan mereka semua tengah malam. Seorang nenek dan cucu perempuannya telah membantu mewujudkan keinginan Saskia yang hamil muda.Alvaro menyodorkan sebuah amplop untuk mengganti sawo-sawo yang dipetik olehnya dan Mang Deden tengah malam itu, namun nenek dan cucu keluarga Bude Darsi tak mau menerimanya. Mereka sudah senang karena Bude Darsi mengunjungi Mereka dalam keadaan sehat. Bude Darsi berjanji akan berkunjung saat liburan. Alvaro pulang dengan hati puas. Sawo yang didapatnya bagus-bagus. Matangnya pas, tidak lembek dan tidak keras. Meskipun bajunya menjadi kotor dan badannya berkeringat, tetapi bayangan Saskia memakan sawo-sawo itu membuatnya senang."Bude, terimakasih. Nyonya pasti sangat senang melihat sawo-sawo ini," kata Alvaro tulus kepada Bude Darsi yang duduk di sebelah Mang Deden."Ah, Tuan tak perlu ber
"Hari ini aku boleh ikut Papa melihat rumah?" tanya Saskia saat sarapan. Wajahnya ceria, tak nampak lagi bekas kesedihan semalam. Sebaliknya, Alvaro beberapa kali menggaruk tubuhnya yang masih gatal akibat gigitan semut pohon sawo. Manik biru Alvaro pun terlihat mengantuk."Boleh dong. Nanti kita lihat rumah yang paling Papa suka dan kita bicarakan, ya," jawab Alvaro lembut. Sebenarnya dia ingin tidur lagi setelah sarapan, tetapi karena Saskia ingin keluar rumah, ya sudahlah. Tidurnya bisa ditunda nanti siang."Al, bagaimana keadaan Andry? Kamu sudah sempat menjenguknya?" sela Orlando. "Belum, Kek. Kemarin-kemarin aku repot sekali. Akan kuusahakan menjenguknya hari ini. Apa Kakek mau ikut?" Alvaro menatap Orlando. "Tidak. Badanku semakin lemah akhir-akhir ini. Rasanya sangat tak enak. Aku ingin istirahat saja," tolak Orlando."Apa kata dokter, Kek?" "Tak ada yang baru. Memang begitu, katanya. Disuruh rileks, tak banyak pikiran, menikmati hidup. Huh, bagaimana bisa menikmati hidup k
"Mama yakin mau ikut menjenguk Andry? Kudengar kondisinya cukup parah, aku takut Mama pingsan atau seperti itu." Alvaro memastikan setelah mereka selesai dengan rumah yang baru dibeli."Pa, aku pernah melihat kondisi Papa yang parah. Aku yakin tak akan pingsan karena sudah pernah melihat yang lebih parah," sahut Saskia percaya diri. Dia pernah melihat darah Alvaro yang tergeletak di jalanan, dan itu adalah pemandangan yang sangat mengerikan. Saskia yakin, kondisi Andry sekarang lebih baik dari itu."Baiklah." Alvaro memerintahkan Pil untuk mampir ke toko buah sebelum ke rumah sakit.Keduanya sampai di depan pintu kamar Andry. Ada Denis yang berdiri di samping pintu."Selamat siang, Tuan," sapa Denis hormat."Siang. Ada siapa di dalam?" tanya Alvaro."Ada Pak Roni, teman Tuan Andry. Saya akan mengabarkan kedatangan Tuan," jawab Denis, lalu bergegas masuk.Tak lama kemudian Denis kembali. Alvaro dan Saskia masuk, bertemu dengan Andry yang terbaring di tempat tidur rumah sakit bersama Ro
"Menurutmu, apa mungkin dia juga yang menyebabkanmu celaka? Dia bisa saja meminta itinerary-mu pada Ashley. Kulihat mereka berdua cukup dekat." Sega mengungkapkan pemikirannya."Dekat bagaimana? Kekasih?" tanya Alvaro. "Hmm ... seperti hubungan simbiosis mutualisme kubilang," jawab Sega."Ashley ... dia tipe wanita yang akan mendekat pada siapapun yang beruang, sedangkan Andry membutuhkan informasi tentang perusahaan. Yah, itu teori yang menarik," komentar Alvaro.Alvaro memerintahkan Sega untuk terus menggali informasi tentang Andry. Dia membutuhkan informasi akurat dan detil sebelum memutuskan tindakan yang diambilnya.Di perjalanan pulang, Alvaro Mencari berita tentang kecelakaan lalu lintas yang dialami Bernard Tumaritis. Pada satu foto dari saksi yang cukup dekat dengan tempat kejadian, Alvaro bisa melihat kalau sebagian wajah Bernard hancur terkena serpihan kaca. Serpihan itu menancap di pipinya dan mengucurkan darah segar. Bernard tampak pingsan di atas trotoar.Jadi, Andry ad
Alvaro keluar dari penthouse tapi tak melihat Saskia. Maka diteleponnya Pil. Kata Pil, Nyonya baru saja pergi bersama Mang Deden dan Jubeb. Alvaro pun mengajak Pil untuk menyusul Saskia."Tadi Nyonya terlihat buru-buru, Pil?" tanya Alvaro ketika mobil mulai berjalan."Benar, Tuan. Nyonya sempat berteriak pada Mang Deden karena lambat. Kami semua kaget, karena baru kali ini Nyonya berteriak. Kami pikir, Kami melakukan kesalahan," jawab Pil dengan hati-hati, takut menyinggung sang Tuan."Nyonya sedang hamil. Kalian harus memakluminya." Alvaro membela Saskia secara spontan."Kami mengerti, Tuan. Saya sendiri pernah menikah dan mempunyai dua anak. Wanita hamil kadang bersikap berbeda dari biasanya. Itu pengaruh hormon, Tuan.""Lalu sekarang anak-anakmu bersama siapa?""Anak-anak bersama ibu dan neneknya. Saya sering mengajak mereka jalan-jalan pada hari libur Saya. Mereka anak-anak yang baik." Suara Pil berubah ketika menceritakan tentang anak-anaknya. Rasa haru menguasai relung hatinya.
Ibunya Saskia menyampaikan apa yang dikatakan oleh Saskia kepada menantunya yang hanya bisa tercenung. Dalam kepalanya, Alvaro mengingat-ingat apa kesalahan yang dilakukannya sehingga sang istri tak ingin melihat wajahnya."Nak Al sabar, ya. Kadang wanita hamil membingungkan. Nanti ada waktunya semua akan kembali normal," hibur Ibunya Saskia."Tidak apa-apa, Bu. Kalau begitu, saya pamit ambil baju dan mengurus beberapa pekerjaan. Nanti malam saya akan kembali kesini. Kalau Saskia menginginkan sesuatu, tolong kabari saya," ucap Alvaro sopan.Kemudian lelaki tampan itu keluar dari rumah mertuanya dan menghampiri Jubeb serta Mang Deden."Kalian berdua, jaga Nyonya baik-baik. Nyonya ingin tinggal di rumah Ibu selama beberapa waktu. Jangan sampai Nyonya lepas dari pengawasan kalian. Akan kukirim Bude Darsi kemari," pesan Alvaro kepada kedua anak buahnya yang langsung menyanggupi. Lalu Alvaro dan Pil pergi menuju kantor pengacara untuk mengurus pembelian rumah yang baru disepakati.*****"
Andry menatap keluar jendela pesawat yang membawanya dalam penerbangan belasan jam melintasi beberapa benua. Roni duduk sejajar dengannya di kelas bisnis, sedangkan Denis ada di kelas ekonomi. Andry merasa cukup aman sehingga tidak merasa perlu menaruh pengawalnya itu dalam satu kelas.Beberapa minggu yang dilaluinya di Indonesia baik-baik saja. Tak ada yang mengancam nyawanya, sampai suatu hari Roni membawa kabar yang tidak diharapkannya. Bernard Tumaritis telah kembali dari Korea Selatan. Roni tak bisa melacak apa yang hendak dilakukan Bernard sekembalinya ke tanah air. Selain itu, wajah Bernard yang baru belum diketahui oleh mereka. Bernard selalu memakai masker dan topi ketika tampil di depan umum. Maka Andry menganggap inilah saatnya untuk pergi.Meninggalkan semua luka dan kenangan. Meninggalkan Saskia yang perutnya semakin membuncit. Wanita cantik itu terlihat muram saat dia berpamitan. Apakah Saskia masih mengenangnya di dasar lubuk hatinya? Akan tetapi, An
Alvaro berdehem sambil menarik kursi di seberang Andry, lalu duduk."Apa yang kamu lakukan?" tanya Alvaro."Aku menu*uk perut ba*ingan yang mencelakai Saskia. Aku akan bertanggungjawab.""Apa kamu sudah mempertimbangkannya dengan baik? Aku akan mengirim pengacara terhebat di negara ini untuk membebaskanmu.""Aku tak memerlukannya. Pengacaraku akan membereskan semuanya. Kamu tak perlu ikut campur," tolak Andry tanpa ekspresi."Kamu keras kepala," kata Alvaro."Pergi. Jaga Saskia dan keponakanku baik-baik." Kali ini Andry berkata sambil memandang lurus pada manik biru Alvaro.Di bawah lampu ruangan yang tidak terlalu Terang, Alvaro melihat kalau mata Andry memerah dan kedua sudutnya basah. Andry membuang muka, menghindari tatapan Alvaro.Terdengar ketukan di pintu, menadakan waktunya telah habis. Alvaro berdiri, memindai sekali lagi adiknya yang akan mendekam lama di penjara. Andry masih membuang muka ke arah lain."Jaga dirimu baik-baik. Kami akan mengunjungimu," ucap Alvaro.Andry Tak
Alvaro berpikir keras setelah menerima laporan dari Sega. Pria yang mengaku bernama Bramantyo luka parah, apakah karena tertembak olehnya atau anak buahnya? Namun Alvaro tak melihat ceceran darah saat mengejar dua sosok yang melarikan diri ke belakang pondok. Jika Bramantyo tertembak, maka pasti ada jejak darahnya. Hmm ... aneh."Pil, apa kamu melihat orang lain selain kita di sekitar pondok? Drone Sega fokus pada kedatangan polisi dan mencari jalan keluar bagi kita. Dia tidak melihat ada yang lain." Alvaro menegur Pil yang sedang mengemudi."Hanya Tuan dan kedua orang itu yang saya lihat keluar dari pintu belakang. Saya dan anak buah lainnya keluar dari pintu depan. Saya tidak melihat orang lain, Tuan," sahut Pil yakin.Alvaro dan para pengawalnya sampai di rumah menjelang Subuh. Anak buah Pil sudah dilatih untuk tidak membuka mulut jika tertangkap. Mereka akan bilang kalau mereka diajak oleh Ketua geng yang berhasil melarikan diri. Mereka juga tidak membawa identitas diri. Kecuali a
Sega menerbangkan dronenya di ketinggian, di atas mobil yang hampir sampai di pondok.Seorang pria keluar dari dalam mobil. Sega memperbesar dan mengambil foto wajah pria itu. Seperti yang telah diduga Alvaro, wajah pria bernama Bramantyo lah yang muncul. Jadi benar, Bernard dan Bramantyo adalah orang yang sama. Sega segera mengirimkan hasil fotonya kepada Alvaro.Dua orang lelaki menyambut Bernard. Sega mengenalinya salah satunya. Dia Monte, karyawan yang pergi saat terjadi kebakaran di rumah Alvaro yang lama. Rupanya Monte lah pengkhianat yang membiarkan Bernard masuk ke dalam rumah!Sega kembali mengambil foto dan mengirimkannya pada Alvaro. Sega melihat lelaki yang bersama Bernard dan Monte menatap ke arah dronenya yang terbang di kegelapan malam. Sega segera meninggikan dronenya dan menyembunyikannnya di balik pepohonan sambil berharap agar lelaki yang tampak waspada itu tidak curiga. Jika musuh tahu kedatangan mereka, akan semakin sulit bagi Alvaro untuk meraih kemenangan karena
Atas permintaan Saskia, Alvaro mengantar Saskia melihat bayi-bayi mereka yang masih berada di inkubator. Alvaro mendorong kursi roda Saskia sampai di depan jendela besar ruang PICU, lalu berdiri di samping sang istri sambil berulang kali meliriknya. Alvaro sangat penasaran dengan reaksi Saskia.Saskia menatap kedua bayinya dengan mimik yang berubah-ubah. Kadang dia mengerutkan kening, kadang wajahnya kosong, kadang pula menggelengkan kepala, di waktu lain dia menggigit bibirnya sendiri.Melihat itu, diam-diam Alvaro menghembuskan napas panjang. Sepertinya Saskia belum mengingat Mimi dan Mimo."Ma, kita kembali ke kamar, yuk. Sebentar lagi jadwal visit dokter." Alvaro mengingatkan."Pa ... aku ... aku ... tak bisa mengingat anak-anak. Kurasa aku gila." Saskia mendongak kepada Alvaro. Air mata menganak sungai di pipinya yang pucat.Alvaro berjongkok di hadapan Saskia, lalu menggenggam kedua tangan istrinya."Mama hanya perlu istirahat. Jangan memaksakan diri, oke?" kata Alvaro lembut. S
"Sasi ... Sayang, kembalilah. Aku ingin membesarkan anak-anak kita bersama," ucap Alvaro sambil membelai rambut tebal Saskia. Suaranya serak dan air matanya tak bisa ditahannya lagi. Alvaro membiarkan air mata itu mengalir. Dia sudah tak peduli lagi pada rasa malu karena menangis. Dia tak pernah membiarkan orang lain melihatnya menangis, tetapi saat ini dia tak peduli. Bahkan kehadiran keluarga Saskia di belakangnya pun tak membuatnya berhenti menangisi sang istri.Ibunya Saskia dan Hendra berdiri diam, keduanya juga sibuk dengan air mata masing-masing. Sega dan Miranda sudah pulang karena Sega harus melakukan banyak pekerjaan.Alvaro mengangkat jemari Saskia yang ada dalam genggamannya lalu mengecupnya lama. Mata Alvaro terpejam rapat dan bulir bening terus mengalir di wajah tampannya."Jangan pergi, Sasi. Masih banyak yang ingin aku lakukan bersamamu. Hanya bersamamu aku bisa melakukan banyak hal yang tadinya tidak terpikir olehku. Kamulah Bintang paling terang yang pernah hadir di
Langkah tiga orang pria berderap ramai, menuju ke sebuah kamar yang pintunya tertutup rapat. Dua dari mereka berhenti di depan pintu yang menghalangi, sedangkan satu orang yang paling tampan bergegas masuk ke ruang rawat inap."Sasi!" Teriakan pria itu membangunkan Alvaro yang tertidur kelelahan sambil menggenggam tangan istrinya. Belum sempat Alvaro bangkit, Andry sudah berdiri di sebelahnya. Kedua tangan Andry bertumpu pada sisi ranjang Saskia. Dia memperhatikan Saskia dengan seksama, lalu menoleh pada Alvaro. Wajahnya berang."Apa ini? Kenapa kamu tidak bisa melindunginya?!" maki Andry pada sang kakak yang sudah berdiri dari kursinya.Biasanya Alvaro tidak akan menanggapi nada tinggi seperti itu, namun kali ini kelelahan hatinya sudah sampai pada puncaknya."Kamu yang menyebabkan semua ini terjadi! Berkacalah sebelum menyalahkan orang lain!" bentak Alvaro dingin."Aku?! Aku ada di luar negeri, ribuan kilometer jauhnya! Bagaimana bisa semua ini kesalahanku?" sangkal Andry."Jangan b
"Nak Al? Apa yang terjadi? Kenapa bisa seperti ini? Kemana cucu-cucuku?!" Teriakan histeris ibunya Saskia menyambut Alvaro yang baru saja memasuki ruang rawat inap Saskia. Wanita paruh baya itu datang bersama Hendra. Dea tidak bisa ikut karena masih punya anak kecil yang tidak boleh masuk ke rumah sakit.Ibunya Saskia berlari menghampiri Alvaro dan mengguncang lengan menantunya dengan kuat. Wajah tuanya shock dengan air mata bercucuran. Hendra segera mendekap ibunya dari belakang, agar tidak terus menyerang Alvaro."Sega, bawa ibu ke ruang sebelah dan ceritakan apa yang terjadi. Aku ingin di sisi Saskia. Nanti kalau Ibu sudah tenang, Ibu boleh kembali kemari." Alvaro menatap ibu mertuanya, memohon pengertian. Alvaro juga sangat lelah, tak ada tenaga untuk menangani mertuanya yang sedang tantrum."Silakan ikut saya dulu," ajak Sega sambil mempersilakan ibunya Saskia dan Hendra ke arah ruangan bersofa. "Anakku ... cucuku ...." Ibunya Saskia berucap lemah sementara Hendra menarik ibunya
Mang Deden memacu mobil secepat mungkin ke rumah sakit. Sega dan Miranda mengekor di belakang.Sesampainya di depan lobby rumah sakit, Alvaro langsung melompat turun dan berlari menuju kamar rawat inap Saskia. Dibukanya pintu kamar dengan tergesa. Pil yang berdiri di dekat pintu menoleh kaget.Kamar Saskia adalah kamar VVIP yang mempunyai ranjang tambahan dan sofa panjang di depan televisi. Warna coklat muda mendominasi ruangan itu. Tempat tidur pasien ada di ruang yang berbeda dengan ruang televisi.Alvaro berbicara dengan Pil sebelum masuk ke ruangan yang berisikan tempat tidur Saskia. Alvaro perlu memberi instruksi."Tuan," sapa Pil sopan. "Bagaimana keadaan Nyonya?" Alvaro bertanya dengan napas memburu. Pil pun menyampaikan yang dikatakan oleh dokter kepadanya."Oke. Kamu boleh pulang dan istirahat. Suruh Pakde Gito dan Bude Darsi kemari, bawakan aku dan Nyonya baju ganti untuk beberapa hari ke depan," perintah Alvaro."Apa Tuan baik-baik saja tanpa pengawal?" Piliang nampak bera
Alvaro mematung. Otaknya mencerna dan menghubungkan semua petunjuk yang berserakan di sekitarnya. Vedrya mencari Andry. Vedrya adalah keturunan dari keluarga terhormat, kecil kemungkinan kalau wanita itu mencari Andry karena masalah uang. Pasti lebih dari itu. Apakah mereka ... sepasang kekasih?"Kita harus menuntaskan semua ini segera. Hidupku tak tenang kalau ini belum selesai, " kata Alvaro kemudian."Ya, aku setuju denganmu," timpal Sega. "Aku akan mengerahkan lebih banyak orang untuk mencari dalang semalam dan China.""Aku punya firasat, lelaki yang mengobrol dengan Saskia semalam adalah Bernard Tumaritis. Dia sudah pulang dari oplas di Korea, 'kan? Kita tak akan mengenalinya jika dia muncul. Ini benar-benar berbahaya. Dia bisa berada di mana saja. Kita harus segera menangkapnya dan meminta pertanggungjawaban," kata Alvaro tegas."Jika itu Bernard, ada satu hal yang tak kumengerti. Kenapa dia mengincar keluargamu? Kenapa dia tidak membuat perhitungan dengan Andry saja?" Sega meng