Andry menatap keluar jendela pesawat yang membawanya dalam penerbangan belasan jam melintasi beberapa benua. Roni duduk sejajar dengannya di kelas bisnis, sedangkan Denis ada di kelas ekonomi. Andry merasa cukup aman sehingga tidak merasa perlu menaruh pengawalnya itu dalam satu kelas.
Beberapa minggu yang dilaluinya di Indonesia baik-baik saja. Tak ada yang mengancam nyawanya, sampai suatu hari Roni membawa kabar yang tidak diharapkannya. Bernard Tumaritis telah kembali dari Korea Selatan. Roni tak bisa melacak apa yang hendak dilakukan Bernard sekembalinya ke tanah air. Selain itu, wajah Bernard yang baru belum diketahui oleh mereka. Bernard selalu memakai masker dan topi ketika tampil di depan umum. Maka Andry menganggap inilah saatnya untuk pergi.Meninggalkan semua luka dan kenangan. Meninggalkan Saskia yang perutnya semakin membuncit. Wanita cantik itu terlihat muram saat dia berpamitan. Apakah Saskia masih mengenangnya di dasar lubuk hatinya? Akan tetapi, AnAlvaro membatu, sangat terkejut karena istrinya kesal dan mungkin juga membencinya.Dokter Maya menatap Alvaro sesaat. Dilihatnya ekspresi Alvaro yang kebingungan. "Kenapa kesal pada suami Nyonya?" tanya Dokter Maya perlahan.Saskia tambah cemberut. "Dia ngeselin, Dok. Aku nggak suka dekat-dekat dengannya," jawab Saskia, tiba-tiba saja suaranya parau seperti hendak menangis."Apa masalahnya, Ma? Apa aku bau? Apa aku mengabaikanmu? Aku selalu memperhatikan kamu dan bayi kita! Aku tak tahu, apa salahku. Apa kamu benar-benar tak ingin aku ada di dekatmu? Aku akan kembali ke penthouse jika itu yang kamu mau," sela Alvaro putus asa. Dia sudah tak tahu lagi harus bagaimana. Semua yang dilakukannya menjadi salah di mata Saskia."Tenang, Tuan. Jangan berputus asa dulu. Saya akan bicara dengan Nyonya. Tolong Tuan menunggu di luar," ucap dokter Maya dengan bijak.Tanpa berkata-kata, Alvaro bangkit lalu keluar dari ruang praktek dokter. Perasaannya campur aduk. Kesal, marah, sedih, dan banyak
"Halo, kesayangan. Sedang apa kalian?" Alvaro bersandar pada perut bulat Saskia. Merasakan tendangan bayi yang ada di dalam perut Saskia.Saskia menatap suaminya dengan mesra. Kandungannya sudah memasuki usia tujuh bulan. Dokter Maya bilang, bayinya kembar perempuan."Hei, kenapa mimo aktif sekali." Alvaro berkomentar sambil mengelus perut sebelah kiri Saskia yang nampak meruncing sedangkan yang sebelah kanan nampak datar. Mereka memanggil bayi mereka dengan nama Mimo dan Mimi. Aneh sih."Mimo seperti ayahnya," timpal Saskia sambil meringis. Sakit juga ditendang dari dalam. Perutnya terdorong keluar."Tentu saja harus ada yang seperti aku! Meskipun Mimo wanita, dia akan kuajari menembak!" kata Alvaro bangga."Perlukah itu?" Saskia mengerling, tidak setuju dengan Alvaro. Pikirannya belum bisa menerima anak perempuannya akan mahir berkuda dan menembak seperti sang ayah."Kita lihat saja nanti, seberapa tomboy Mimo." Alvaro tersenyum. Dilihatnya sang istri mulai cemas. Jarinya yang besar
Saskia dan rombongan sampai di tempat acara yang super mewah. Ruangan didekorasi dengan warna gold dan coklat muda yang berkilau. Makanan mewah tersaji rapi di atas meja panjang. Orang-orang berpakaian mahal mengobrol dan tertawa.Rombongan itu menuju ke pelaminan. Saskia menatap pengantin wanita yang sangat cantik dalam balutan kebaya rancangan rumah mode ternama. Wajahnya tanpa emosi. Dia tersenyum, tapi hambar. Saskia ingat, namanya Vedrya. Wiji mendorong kursi roda Orlando naik ke pelaminan melalui area yang dibuat tidak bertangga. Itu adalah jalur khusus untuk undangan yang menggunakan kursi roda, karena undangan juga merupakan teman-teman dari Kakek mempelai, seperti Orlando yang usianya sudah lewat setengah Abad.Saskia menyapa kedua orangtua mempelai dan mengucapkan selamat. Dia belum pernah bertemu dengan mereka semua. "Maaf, apakah Nyonya dari keluarga Baroto yang mempunyai food truck terkenal itu?" Tiba-tiba ibu dari mempelai pria bertanya setelah mengamati Saskia sejak S
Andry sedang berjalan di bawah atap pepohonan jacaranda yang berwarna ungu ketika ada pesan masuk ke ponselnya. Lelaki tampan itu berhenti berjalan dan menatap sebuah file undangan yang dikirimkan oleh Ashley. Di sana, Tertera nama Vedrya sebagai mempelai wanita. Tiba-tiba hatinya terasa perih. Matanya pun panas, Andry mengerjapkannya beberapa kali. Andry menghampiri bangku terdekat dan duduk dengan napas sesak. Tangan kanan memegang dadanya yang nyeri. "Tuan baik-baik saja? Perlu saya panggil medis?" Denis yang mengikuti Andry kemanapun segera bertanya.Andry menggeleng. Tangan satunya melambai, menyuruh Denis menjauh. Maka Denis pun memberi jarak sambil terus mengawasi sang Tuan dan sekitarnya. 'Vedrya ... aku hanya bisa berdoa agar kau bahagia, Cantik.' Andry bermonolog di tengah usahanya untuk menahan sembilu yang menusuk jantungnya. Lelaki itu mengeluarkan dompet dari saku celananya. Di bagian dalam, ada foto dirinya bersama Vedrya saat mereka berdua mengunjungi pasar malam.
Riko mengintip dari pohon yang tumbuh di pinggir kebun. Kebun itu tak berpagar. Mungkin pemiliknya tidak tinggal di sekitar karena kebun itu bisa dimasuki oleh siapa saja. Pohon-pohonnya pun tak terurus.Bayang-bayang yang mengendap nampak memeriksa mobil yang ringsek. Bayangan itu ada lima. Riko melihat mereka menyeret keluar semua yang ada di dalam mobil dan meletakkannya begitu saja di pinggir jalan. Kemudian mereka nampak membicarakan sesuatu. Dari arah berlawanan, suara warga mulai terdengar. Ada beberapa yang berteriak, membuat bayangan hitam itu menoleh.Riko melihat satu dari mereka mengangkat tubuh kecil dan memanggulnya. Itu pasti tubuh Orlando. Jadi benar, mereka mengincar keluarga tuannya. Kecelakaan tadi bukanlah ketidaksengajaan. Darah kental yang mengalir dari garis rambutnya menutupi mata. Riko mengusapnya kasar. Dipikirnya cara untuk menggagalkan orang-orang itu membawa Orlando. Riko melompat ke tepi jalan. Sambil tetap berlindung di balik sebatang pohon, dia melep
"HANTU! HANTU NGESOT!" Opan berlari tunggang langgang ke arah pagar. Pak RT, Ibnu dan Gatot yang mendengar teriakan Opan mengarahkan cahaya ponsel ke asal suara. Tak lama kemudian muncul Opan yang ngibrit melewati mereka tanpa menoleh. Ketiganya bertukar pandang. "Gimana, Pak RT?" tanya Ibnu yang mendadak merasa punggungnya dingin."Apa yang dilihat Opan itu ... wanita yang dilihat Toni?" Gatot menimpali dengan suara gemetar. Lelaki itu berusaha terlihat tegar, tapi tangannya yang memegang ponsel juga gemetar sehingga cahaya ponselnya bergoyang-goyang."Ahhh, kalian ini! Mana ada Hantu di sini! Ayo kita lanjutkan pencarian! Ibnu, kamu jalan di depan!" Pak RT mendorong Ibnu semakin memasuki area kebun.Ibnu terpaksa melangkah. Gatot berjalan di belakangnya dengan gelisah. Pak RT mengekor keduanya. Ketiganya berjalan semakin jauh memasuki kebun yang luas itu. Kebun itu milik seseorang yang tinggal di luar kota. Dia mewarisinya dari sang Kakek. Beberapa kali ada yang menawar kebun itu
"Kurang ajar! Bajing*n! Aku akan membalas ini!" Alvaro memaki sembari memukuli dinding rumah sakit. Manik biru sang lelaki tampan basah oleh air mata. Hatinya hancur dan marah sekaligus. Dalam hati dia berjanji akan menghabisi semua yang terlibat dalam insiden ini. Dia langsung pulang dengan pesawat sewa setelah menonton video yang dikirimkan oleh Sega.Saskia masih berada di ruang operasi. Kondisi kandungannya sudah tak dapat dipertahankan. Pendarahannya parah dan mengancam nyawa Saskia. Dokter memutuskan untuk mengeluarkan bayi-bayi Saskia sebelum waktunya untuk menyelamatkan nyawa sang ibu.Sega duduk diam di kursi tunggu. Sega sampai di tempat kecelakaan tepat saat Orlando dibawa dengan brankar yang tertutup selimut ke dalam ambulans. Lelaki tua itu telah pergi tanpa sempat melihat cicit yang ditunggunya sekian lama.Orlando adalah korban terakhir yang dibawa oleh ambulans, karena ditemukan dalam keadaan sudah tidak bernyawa. Sedangkan Jubeb terluka parah, dia hanya bisa bernapas
Andry meneguk minuman ringan di sebelah tempat tidurnya. Hari sudah tengah malam, akan tetapi dia merasa gelisah. Televisi yang menyala di seberang tempat tidurnya menayangkan acara entah apa. Matanya kabur, tak bisa menangkap acara yang sedang ditayangkan. Sepertinya sejenis komedi situasi, karena berkali-kali terdengar suara tawa dari sana.Andry mengalihkan pandangan keluar jendela yang tirainya terbuka. Sinar lembut bulan seakan memanggilnya ke balkon apartemen. Dia turun dari ranjang, memakai sandal dan membuka pintu balkon. Udara dingin menyambutnya. Dia menggigil.Apartemennya terletak di lantai sepuluh. Terdiri dari tiga kamar dan kamar yang ditempatinya adalah kamar utama yang mempunyai balkon sendiri. Andry menoleh ke jendela tempat kamar Roni. Gelap. Mungkin Roni sudah terlelap. Sedangkan Denis menempati kamar terkecil yang tidak berjendela. Entah apakah pengawalnya itu sudah tidur atau belum.Andry mendongak. Wajah tampannya disinari cahaya bulan. Kenapa malam ini perasaan
Alvaro berdehem sambil menarik kursi di seberang Andry, lalu duduk."Apa yang kamu lakukan?" tanya Alvaro."Aku menu*uk perut ba*ingan yang mencelakai Saskia. Aku akan bertanggungjawab.""Apa kamu sudah mempertimbangkannya dengan baik? Aku akan mengirim pengacara terhebat di negara ini untuk membebaskanmu.""Aku tak memerlukannya. Pengacaraku akan membereskan semuanya. Kamu tak perlu ikut campur," tolak Andry tanpa ekspresi."Kamu keras kepala," kata Alvaro."Pergi. Jaga Saskia dan keponakanku baik-baik." Kali ini Andry berkata sambil memandang lurus pada manik biru Alvaro.Di bawah lampu ruangan yang tidak terlalu Terang, Alvaro melihat kalau mata Andry memerah dan kedua sudutnya basah. Andry membuang muka, menghindari tatapan Alvaro.Terdengar ketukan di pintu, menadakan waktunya telah habis. Alvaro berdiri, memindai sekali lagi adiknya yang akan mendekam lama di penjara. Andry masih membuang muka ke arah lain."Jaga dirimu baik-baik. Kami akan mengunjungimu," ucap Alvaro.Andry Tak
Alvaro berpikir keras setelah menerima laporan dari Sega. Pria yang mengaku bernama Bramantyo luka parah, apakah karena tertembak olehnya atau anak buahnya? Namun Alvaro tak melihat ceceran darah saat mengejar dua sosok yang melarikan diri ke belakang pondok. Jika Bramantyo tertembak, maka pasti ada jejak darahnya. Hmm ... aneh."Pil, apa kamu melihat orang lain selain kita di sekitar pondok? Drone Sega fokus pada kedatangan polisi dan mencari jalan keluar bagi kita. Dia tidak melihat ada yang lain." Alvaro menegur Pil yang sedang mengemudi."Hanya Tuan dan kedua orang itu yang saya lihat keluar dari pintu belakang. Saya dan anak buah lainnya keluar dari pintu depan. Saya tidak melihat orang lain, Tuan," sahut Pil yakin.Alvaro dan para pengawalnya sampai di rumah menjelang Subuh. Anak buah Pil sudah dilatih untuk tidak membuka mulut jika tertangkap. Mereka akan bilang kalau mereka diajak oleh Ketua geng yang berhasil melarikan diri. Mereka juga tidak membawa identitas diri. Kecuali a
Sega menerbangkan dronenya di ketinggian, di atas mobil yang hampir sampai di pondok.Seorang pria keluar dari dalam mobil. Sega memperbesar dan mengambil foto wajah pria itu. Seperti yang telah diduga Alvaro, wajah pria bernama Bramantyo lah yang muncul. Jadi benar, Bernard dan Bramantyo adalah orang yang sama. Sega segera mengirimkan hasil fotonya kepada Alvaro.Dua orang lelaki menyambut Bernard. Sega mengenalinya salah satunya. Dia Monte, karyawan yang pergi saat terjadi kebakaran di rumah Alvaro yang lama. Rupanya Monte lah pengkhianat yang membiarkan Bernard masuk ke dalam rumah!Sega kembali mengambil foto dan mengirimkannya pada Alvaro. Sega melihat lelaki yang bersama Bernard dan Monte menatap ke arah dronenya yang terbang di kegelapan malam. Sega segera meninggikan dronenya dan menyembunyikannnya di balik pepohonan sambil berharap agar lelaki yang tampak waspada itu tidak curiga. Jika musuh tahu kedatangan mereka, akan semakin sulit bagi Alvaro untuk meraih kemenangan karena
Atas permintaan Saskia, Alvaro mengantar Saskia melihat bayi-bayi mereka yang masih berada di inkubator. Alvaro mendorong kursi roda Saskia sampai di depan jendela besar ruang PICU, lalu berdiri di samping sang istri sambil berulang kali meliriknya. Alvaro sangat penasaran dengan reaksi Saskia.Saskia menatap kedua bayinya dengan mimik yang berubah-ubah. Kadang dia mengerutkan kening, kadang wajahnya kosong, kadang pula menggelengkan kepala, di waktu lain dia menggigit bibirnya sendiri.Melihat itu, diam-diam Alvaro menghembuskan napas panjang. Sepertinya Saskia belum mengingat Mimi dan Mimo."Ma, kita kembali ke kamar, yuk. Sebentar lagi jadwal visit dokter." Alvaro mengingatkan."Pa ... aku ... aku ... tak bisa mengingat anak-anak. Kurasa aku gila." Saskia mendongak kepada Alvaro. Air mata menganak sungai di pipinya yang pucat.Alvaro berjongkok di hadapan Saskia, lalu menggenggam kedua tangan istrinya."Mama hanya perlu istirahat. Jangan memaksakan diri, oke?" kata Alvaro lembut. S
"Sasi ... Sayang, kembalilah. Aku ingin membesarkan anak-anak kita bersama," ucap Alvaro sambil membelai rambut tebal Saskia. Suaranya serak dan air matanya tak bisa ditahannya lagi. Alvaro membiarkan air mata itu mengalir. Dia sudah tak peduli lagi pada rasa malu karena menangis. Dia tak pernah membiarkan orang lain melihatnya menangis, tetapi saat ini dia tak peduli. Bahkan kehadiran keluarga Saskia di belakangnya pun tak membuatnya berhenti menangisi sang istri.Ibunya Saskia dan Hendra berdiri diam, keduanya juga sibuk dengan air mata masing-masing. Sega dan Miranda sudah pulang karena Sega harus melakukan banyak pekerjaan.Alvaro mengangkat jemari Saskia yang ada dalam genggamannya lalu mengecupnya lama. Mata Alvaro terpejam rapat dan bulir bening terus mengalir di wajah tampannya."Jangan pergi, Sasi. Masih banyak yang ingin aku lakukan bersamamu. Hanya bersamamu aku bisa melakukan banyak hal yang tadinya tidak terpikir olehku. Kamulah Bintang paling terang yang pernah hadir di
Langkah tiga orang pria berderap ramai, menuju ke sebuah kamar yang pintunya tertutup rapat. Dua dari mereka berhenti di depan pintu yang menghalangi, sedangkan satu orang yang paling tampan bergegas masuk ke ruang rawat inap."Sasi!" Teriakan pria itu membangunkan Alvaro yang tertidur kelelahan sambil menggenggam tangan istrinya. Belum sempat Alvaro bangkit, Andry sudah berdiri di sebelahnya. Kedua tangan Andry bertumpu pada sisi ranjang Saskia. Dia memperhatikan Saskia dengan seksama, lalu menoleh pada Alvaro. Wajahnya berang."Apa ini? Kenapa kamu tidak bisa melindunginya?!" maki Andry pada sang kakak yang sudah berdiri dari kursinya.Biasanya Alvaro tidak akan menanggapi nada tinggi seperti itu, namun kali ini kelelahan hatinya sudah sampai pada puncaknya."Kamu yang menyebabkan semua ini terjadi! Berkacalah sebelum menyalahkan orang lain!" bentak Alvaro dingin."Aku?! Aku ada di luar negeri, ribuan kilometer jauhnya! Bagaimana bisa semua ini kesalahanku?" sangkal Andry."Jangan b
"Nak Al? Apa yang terjadi? Kenapa bisa seperti ini? Kemana cucu-cucuku?!" Teriakan histeris ibunya Saskia menyambut Alvaro yang baru saja memasuki ruang rawat inap Saskia. Wanita paruh baya itu datang bersama Hendra. Dea tidak bisa ikut karena masih punya anak kecil yang tidak boleh masuk ke rumah sakit.Ibunya Saskia berlari menghampiri Alvaro dan mengguncang lengan menantunya dengan kuat. Wajah tuanya shock dengan air mata bercucuran. Hendra segera mendekap ibunya dari belakang, agar tidak terus menyerang Alvaro."Sega, bawa ibu ke ruang sebelah dan ceritakan apa yang terjadi. Aku ingin di sisi Saskia. Nanti kalau Ibu sudah tenang, Ibu boleh kembali kemari." Alvaro menatap ibu mertuanya, memohon pengertian. Alvaro juga sangat lelah, tak ada tenaga untuk menangani mertuanya yang sedang tantrum."Silakan ikut saya dulu," ajak Sega sambil mempersilakan ibunya Saskia dan Hendra ke arah ruangan bersofa. "Anakku ... cucuku ...." Ibunya Saskia berucap lemah sementara Hendra menarik ibunya
Mang Deden memacu mobil secepat mungkin ke rumah sakit. Sega dan Miranda mengekor di belakang.Sesampainya di depan lobby rumah sakit, Alvaro langsung melompat turun dan berlari menuju kamar rawat inap Saskia. Dibukanya pintu kamar dengan tergesa. Pil yang berdiri di dekat pintu menoleh kaget.Kamar Saskia adalah kamar VVIP yang mempunyai ranjang tambahan dan sofa panjang di depan televisi. Warna coklat muda mendominasi ruangan itu. Tempat tidur pasien ada di ruang yang berbeda dengan ruang televisi.Alvaro berbicara dengan Pil sebelum masuk ke ruangan yang berisikan tempat tidur Saskia. Alvaro perlu memberi instruksi."Tuan," sapa Pil sopan. "Bagaimana keadaan Nyonya?" Alvaro bertanya dengan napas memburu. Pil pun menyampaikan yang dikatakan oleh dokter kepadanya."Oke. Kamu boleh pulang dan istirahat. Suruh Pakde Gito dan Bude Darsi kemari, bawakan aku dan Nyonya baju ganti untuk beberapa hari ke depan," perintah Alvaro."Apa Tuan baik-baik saja tanpa pengawal?" Piliang nampak bera
Alvaro mematung. Otaknya mencerna dan menghubungkan semua petunjuk yang berserakan di sekitarnya. Vedrya mencari Andry. Vedrya adalah keturunan dari keluarga terhormat, kecil kemungkinan kalau wanita itu mencari Andry karena masalah uang. Pasti lebih dari itu. Apakah mereka ... sepasang kekasih?"Kita harus menuntaskan semua ini segera. Hidupku tak tenang kalau ini belum selesai, " kata Alvaro kemudian."Ya, aku setuju denganmu," timpal Sega. "Aku akan mengerahkan lebih banyak orang untuk mencari dalang semalam dan China.""Aku punya firasat, lelaki yang mengobrol dengan Saskia semalam adalah Bernard Tumaritis. Dia sudah pulang dari oplas di Korea, 'kan? Kita tak akan mengenalinya jika dia muncul. Ini benar-benar berbahaya. Dia bisa berada di mana saja. Kita harus segera menangkapnya dan meminta pertanggungjawaban," kata Alvaro tegas."Jika itu Bernard, ada satu hal yang tak kumengerti. Kenapa dia mengincar keluargamu? Kenapa dia tidak membuat perhitungan dengan Andry saja?" Sega meng