Alvaro dan Saskia menuju ke dokter dengan diiringi Piliang dan Riko di mobil berbeda. Saskia menoleh, mengamati mux hitam itu."Kenapa, Ma?" Alvaro yang melihat gerakan Saskia bertanya."Nggak apa-apa. Aku cuma belum terbiasa dengan pengawal. Rasanya lucu," jawab Saskia."Kamu tak perlu khawatir. Mereka profesional." Alvaro menenangkan. "Oiya, kudengar Hanifah hendak full melanjutkan kuliah?"Saskia kembali duduk menghadap ke depan."Iya, dia diterima di Universitas negeri. Dia ingin bekerja part time di malam hari saja karena siang dia kuliah. Posisi apa yang bisa begitu?""Dia ambil jurusan apa?""Perawat.""Dia bisa shift dengan Wiji untuk mengurus Kakek. Wiji pasti senang juga karena tugasnya akan lebih ringan. Hanifah bisa bertugas delapan jam, di luar itu dipegang Wiji seperti biasa," kata Alvaro.Tadinya Alvaro hendak memberi pekerjaan di kantornya untuk Hanifah, tetapi setelah mendengar Hanifah mengambil jurusan perawat, Alvaro memutuskan untuk menugaskan gadis itu sebagai per
Alvaro mengamati rumah ketiga yang ada dalam listnya. Hari sudah menjelang gelap."Rumah ini sangat strategis dan lingkungannya aman. Tuan akan merasa senang di sini. Pemilik lamanya, sepasang suami istri yang sudah tua, pindah ke apartemen agar mudah mengurusnya, karena rumah sebesar ini lebih cocok untuk orang yang sedang membesarkan anak. Tuan lihat, sisi samping rumah ini mempunyai halaman yang cukup besar. Sangat aman untuk bermain anak-anak di sana. Sedangkan kolam renang terletak di sisi halaman yang berbeda." Agen penjual rumah menjelaskan."Apa pemilik sebelumnya tak memiliki anak?" tanya Alvaro."Mereka punya tiga anak, namun dua ada di luar negeri sedangkan yang di Indonesia pindah ke rumah suaminya. Mengurus rumah sebesar ini sangat merepotkan dan terasa sunyi bagi kedua orangtua itu. Tuan sendiri sudah punya anak berapa?" Agen balik bertanya.Tanpa sadar Alvaro tersenyum kecil, membayangkan dia akan menyandang gelar ayah sebentar lagi. Dibayangkannya dia dan Saskia duduk
Perjalanan yang ditempuh hampir tujuh jam pulang pergi itu membuahkan hasil yang memuaskan. Keluarga Bude Darsi mau memberikan sawonya walaupun Alvaro mengetuk dan mengejutkan mereka semua tengah malam. Seorang nenek dan cucu perempuannya telah membantu mewujudkan keinginan Saskia yang hamil muda.Alvaro menyodorkan sebuah amplop untuk mengganti sawo-sawo yang dipetik olehnya dan Mang Deden tengah malam itu, namun nenek dan cucu keluarga Bude Darsi tak mau menerimanya. Mereka sudah senang karena Bude Darsi mengunjungi Mereka dalam keadaan sehat. Bude Darsi berjanji akan berkunjung saat liburan. Alvaro pulang dengan hati puas. Sawo yang didapatnya bagus-bagus. Matangnya pas, tidak lembek dan tidak keras. Meskipun bajunya menjadi kotor dan badannya berkeringat, tetapi bayangan Saskia memakan sawo-sawo itu membuatnya senang."Bude, terimakasih. Nyonya pasti sangat senang melihat sawo-sawo ini," kata Alvaro tulus kepada Bude Darsi yang duduk di sebelah Mang Deden."Ah, Tuan tak perlu ber
"Hari ini aku boleh ikut Papa melihat rumah?" tanya Saskia saat sarapan. Wajahnya ceria, tak nampak lagi bekas kesedihan semalam. Sebaliknya, Alvaro beberapa kali menggaruk tubuhnya yang masih gatal akibat gigitan semut pohon sawo. Manik biru Alvaro pun terlihat mengantuk."Boleh dong. Nanti kita lihat rumah yang paling Papa suka dan kita bicarakan, ya," jawab Alvaro lembut. Sebenarnya dia ingin tidur lagi setelah sarapan, tetapi karena Saskia ingin keluar rumah, ya sudahlah. Tidurnya bisa ditunda nanti siang."Al, bagaimana keadaan Andry? Kamu sudah sempat menjenguknya?" sela Orlando. "Belum, Kek. Kemarin-kemarin aku repot sekali. Akan kuusahakan menjenguknya hari ini. Apa Kakek mau ikut?" Alvaro menatap Orlando. "Tidak. Badanku semakin lemah akhir-akhir ini. Rasanya sangat tak enak. Aku ingin istirahat saja," tolak Orlando."Apa kata dokter, Kek?" "Tak ada yang baru. Memang begitu, katanya. Disuruh rileks, tak banyak pikiran, menikmati hidup. Huh, bagaimana bisa menikmati hidup k
"Mama yakin mau ikut menjenguk Andry? Kudengar kondisinya cukup parah, aku takut Mama pingsan atau seperti itu." Alvaro memastikan setelah mereka selesai dengan rumah yang baru dibeli."Pa, aku pernah melihat kondisi Papa yang parah. Aku yakin tak akan pingsan karena sudah pernah melihat yang lebih parah," sahut Saskia percaya diri. Dia pernah melihat darah Alvaro yang tergeletak di jalanan, dan itu adalah pemandangan yang sangat mengerikan. Saskia yakin, kondisi Andry sekarang lebih baik dari itu."Baiklah." Alvaro memerintahkan Pil untuk mampir ke toko buah sebelum ke rumah sakit.Keduanya sampai di depan pintu kamar Andry. Ada Denis yang berdiri di samping pintu."Selamat siang, Tuan," sapa Denis hormat."Siang. Ada siapa di dalam?" tanya Alvaro."Ada Pak Roni, teman Tuan Andry. Saya akan mengabarkan kedatangan Tuan," jawab Denis, lalu bergegas masuk.Tak lama kemudian Denis kembali. Alvaro dan Saskia masuk, bertemu dengan Andry yang terbaring di tempat tidur rumah sakit bersama Ro
"Menurutmu, apa mungkin dia juga yang menyebabkanmu celaka? Dia bisa saja meminta itinerary-mu pada Ashley. Kulihat mereka berdua cukup dekat." Sega mengungkapkan pemikirannya."Dekat bagaimana? Kekasih?" tanya Alvaro. "Hmm ... seperti hubungan simbiosis mutualisme kubilang," jawab Sega."Ashley ... dia tipe wanita yang akan mendekat pada siapapun yang beruang, sedangkan Andry membutuhkan informasi tentang perusahaan. Yah, itu teori yang menarik," komentar Alvaro.Alvaro memerintahkan Sega untuk terus menggali informasi tentang Andry. Dia membutuhkan informasi akurat dan detil sebelum memutuskan tindakan yang diambilnya.Di perjalanan pulang, Alvaro Mencari berita tentang kecelakaan lalu lintas yang dialami Bernard Tumaritis. Pada satu foto dari saksi yang cukup dekat dengan tempat kejadian, Alvaro bisa melihat kalau sebagian wajah Bernard hancur terkena serpihan kaca. Serpihan itu menancap di pipinya dan mengucurkan darah segar. Bernard tampak pingsan di atas trotoar.Jadi, Andry ad
Alvaro keluar dari penthouse tapi tak melihat Saskia. Maka diteleponnya Pil. Kata Pil, Nyonya baru saja pergi bersama Mang Deden dan Jubeb. Alvaro pun mengajak Pil untuk menyusul Saskia."Tadi Nyonya terlihat buru-buru, Pil?" tanya Alvaro ketika mobil mulai berjalan."Benar, Tuan. Nyonya sempat berteriak pada Mang Deden karena lambat. Kami semua kaget, karena baru kali ini Nyonya berteriak. Kami pikir, Kami melakukan kesalahan," jawab Pil dengan hati-hati, takut menyinggung sang Tuan."Nyonya sedang hamil. Kalian harus memakluminya." Alvaro membela Saskia secara spontan."Kami mengerti, Tuan. Saya sendiri pernah menikah dan mempunyai dua anak. Wanita hamil kadang bersikap berbeda dari biasanya. Itu pengaruh hormon, Tuan.""Lalu sekarang anak-anakmu bersama siapa?""Anak-anak bersama ibu dan neneknya. Saya sering mengajak mereka jalan-jalan pada hari libur Saya. Mereka anak-anak yang baik." Suara Pil berubah ketika menceritakan tentang anak-anaknya. Rasa haru menguasai relung hatinya.
Ibunya Saskia menyampaikan apa yang dikatakan oleh Saskia kepada menantunya yang hanya bisa tercenung. Dalam kepalanya, Alvaro mengingat-ingat apa kesalahan yang dilakukannya sehingga sang istri tak ingin melihat wajahnya."Nak Al sabar, ya. Kadang wanita hamil membingungkan. Nanti ada waktunya semua akan kembali normal," hibur Ibunya Saskia."Tidak apa-apa, Bu. Kalau begitu, saya pamit ambil baju dan mengurus beberapa pekerjaan. Nanti malam saya akan kembali kesini. Kalau Saskia menginginkan sesuatu, tolong kabari saya," ucap Alvaro sopan.Kemudian lelaki tampan itu keluar dari rumah mertuanya dan menghampiri Jubeb serta Mang Deden."Kalian berdua, jaga Nyonya baik-baik. Nyonya ingin tinggal di rumah Ibu selama beberapa waktu. Jangan sampai Nyonya lepas dari pengawasan kalian. Akan kukirim Bude Darsi kemari," pesan Alvaro kepada kedua anak buahnya yang langsung menyanggupi. Lalu Alvaro dan Pil pergi menuju kantor pengacara untuk mengurus pembelian rumah yang baru disepakati.*****"