Andry bepergian keluar kota untuk urusan bisnis selama beberapa hari bersama Ashley. Sega menjadi lebih santai. Lelaki berkacamata itu mengunjungi Alvaro pada Minggu sore. Mereka bermain catur di teras samping dekat kolam renang. Alvaro sudah selesai menjalani sesi latihan berjalan."Mana Saskia?" tanya Sega setelah beberapa saat."Ngapain tanya-tanya istriku," jawab Alvaro, jelas terlihat kesal."Nggak perlu cemburu. Aku cuma mau memuji wawancaranya kemarin. Dia tampil dengan elegan." Sega menyahut santai tanpa merasa ada yang salah."Saskia pergi reuni teman SMA. Acara itu diundur beberapa minggu dan baru terlaksana sekarang. Ngomong-ngomong, bagaimana perkembangan informasi di Beijing?""Masih belum ada perkembangan signifikan. Orangku belum bisa melacak nomor terenkripsi itu." Sega menghembuskan napas. "Keberadaan Blade masih misterius. Kami masih mengecek setiap CCTV yang ada di kota itu. Jumlahnya ribuan, kau tahu kan, itu kota yang sangat padat.""Tak apa. Teruskan saja. Aku ha
"Aahh ...." Andry melenguh panjang, lalu berguling ke sisi perempuan muda yang baru saja dinikmatinya.Perempuan itu segera menyusup ke bahu Andry yang bidang. Jemarinya membuat pola di atas dada sang pria tampan."Kapan Kakak memutuskan Kakak tiriku?" Sang gadis bertanya manja. Andry mendengkus. Dia tak suka diburu-buru terus."Sabar, Irina. Aku belum menemukan alasan yang tepat," sahut Andry malas.Kenapa wanita selalu menuntut lebih jika sudah ditiduri? Kan, itu keinginan mereka berdua, bukan dengan paksaan? Andry merasa terbebani dengan tuntutan itu.Andry menerima apa yang Irina tawarkan karena iseng saja. Sebenarnya tak ada niat untuk melangkah lebih jauh. Andry lebih menyukai Vedrya yang dewasa dan bisa menjaga diri."Lalu apa alasan yang tepat? Bilang saja Kakak bosan." Irina mulai merajuk. Bibirnya maju dua senti. Jemarinya masih bermain di atas dada Andry, namun kukunya yang panjang semakin menancap. "Nanti kupikir alasannya. Aku mau tidur dulu, aku lelah." Andry mengelak
"Apa perlu kamu terlibat sendiri?" tanya sang ayah kepada anaknya yang sedang bersiap-siap hendak melaksanakan niatnya.Si anak berwajah rusak menyelipkan sebilah pisau tajam ke pinggangnya. Pakaian, celana dan sepatunya serba hitam. "Aku harus memastikan semuanya lenyap, Ayah. Tak boleh tersisa satupun dari keluarga itu, terutama lelaki brengsek itu. Aku akan menghadapinya sendiri. " Lelaki berwajah rusak memandang ke cermin dan segera membuang muka. Dadanya berdegup kencang dipenuhi amarah jika melihat pantulan dirinya sendiri. Entah sudah berapa cermin yang dipecahkannya setiap kali dia memandang ke cermin.Wajahnya sekarang menakutkan. Pipi kananya hancur terkena serpihan kaca yang merobek dalam. Tanpa operasi, robekan itu tak akan hilang.Bahkan istri yang dulu memujanya menjadi takut berdekatan dengannya. Wanita itu selalu menghindar. Demikian juga dengan anak-anaknya yang ikut menghindar seperti ibunya.Maka si wajah rusak memilih pindah ke rumah ayahnya sambil menunggu jadwal
Alvaro terduduk dengan Saskia yang ikut bangun sambil mengusap-usap matanya. Suara alarm kebakaran yang nyaring itu mestinya membangunkan semua orang."Ada apa, Pa? Kebakaran? Aku akan keluar memeriksa," kata Saskia. Dia hendak turun dari tempat tidur, namun tak jadi karena Alvaro menarik lengannya dengan keras."Tunggu! Aku cek CCTV dulu, jangan buka pintu!" cegah Alvaro."Aku pakai jilbab dulu." Saskia turun dari tempat tidur, mencari sembarang gamis dan jilbab.Dengan cepat Alvaro menyambar ponselnya dan melihat apa yang sedang terjadi di rumahnya. Alvaro melihat Rumahnya dimasuki oleh segerombolan orang yang berniat jahat. Api membesar di ruang makan. Alvaro juga melihat Bude Darsi dan beberapa pelayan diikat di dapur. Sedangkan di luar kamar Orlando tak nampak pergerakan. Mungkin Orlando tak mendengar keributan itu. Dia sudah tua, fungsi pendengarannya pun menurun.Alvaro mengeluarkan sebuah pistol dari laci meja di sebelahnya yang selama ini selalu terkunci."Bawa ponselmu dan i
Andry melompat dari tempat tidurnya dengan kaget. Suara alarm kebakaran membangunkannya. Kamarnya sudah dipenuhi asap, membuatnya sulit bernapas. Tanpa pikir panjang, sambil terbatuk-batuk dia menyambar ponsel lalu berlari keluar dari kamarnya.Dilihatnya asap tebal naik dari lantai satu bersama dengan bau bensin yang menyengat. Tirai-tirai panjang menyala semakin besar. Alat pemadam otomatis tidak menjangkau ke situ. Andry juga melihat sebuah sofa berselimut api. Teriakan-teriakan panik bersahutan, diiringi dengan bayangan-bayangan yang berlarian kesana kemari.Alat pemadam api otomatis di rumah itu lebih difokuskan di area dapur dan ruang makan yang letaknya dekat dengan sumber api. Di ruangan-ruangan lain, Alat pemadam api otomatis tidak dapat menjangkau keseluruhan ruang yang luas.Andry berusaha melihat pintu kamar Orlando dan Alvaro yang terletak di seberang tangga, akan tetapi asap yang tebal membutakan penglihatannya. Dia mendengar keributan dari arah itu. Suara orang berteri
Pakde Gito membuka pintu dapur yang terasa panas karena api menjalar ke seantero rumah. Pelayan wanita di sebelahnya tak sanggup lagi menahan rasa takut. Wanita itu berbalik dan lari tunggang langgang ke arah berlawanan.Pakde Gito tak mempedulikannya. Pria tua itu melanjutkan membuka pintu dapur. Asap semakin tebal dan pekat, membuatnya sulit bernapas. Matanya perih dan merah. Sambil mengucek-ucek mata, Pakde Gito memandang sekeliling ruangan yang terbakar. Tak ada orang-orang berpakaian hitam. Dilihatnya sepasang kaki menjulur dari balik kitchen set.Pakde Gito mendekati sepasang kaki itu dengan takut-takut. Bagaimanapun, dia harus siap dengan kemungkinan terburuk.Alangkah leganya Pakde Gito ketika kaki itu bergerak-gerak. Ketika sudah dekat, Pakde Gito melihat Bude Darsi terikat bersama dua pelayan lainnya. Mereka nampak lemas karena terlalu banyak menghirup asap.Pakde Gito mencari pisau lalu melepaskan tali yang mengikat mereka. Dipapahnya Bude Darsi keluar rumah. Tubuh Bude Dars
Takmir masjid mengikuti sosok-sosok gelap itu diam-diam. Dia berlindung dari satu pohon ke pohon yang lain.Sosok-sosok hitam mengarah ke rumah yang dihuni Pakde Gito. Dia mengenal Pakde Gito dengan baik. Pakde Gito selalu hadir sholat berjamaah di masjid.Orlando dan Alvaro sering berdonasi untuk kebutuhan masjid. Selain itu, setelah menikah, beberapa kali Alvaro muncul di masjid.Itu adalah suatu kemajuan yang baik. Dari yang tadinya tiada menjadi ada. Mungkin istri Alvaro yang menjadi perantara bagi Alvaro untuk memperoleh hidayah. Tak ada yang tahu bagaimana cara Tuhan bekerja.Takmir berhenti di balik sebuah pohon yang merupakan penyejuk jalan, lalu mengintip. Dia berada tak jauh dari rumah Alvaro. Sosok-sosok hitam yang diikutinya memasuki gerbang tinggi rumah mewah itu. Dilihatnya seseorang menemui rombongan berbaju hitam, lalu menaiki sepeda motor dan pergi.Takmir menyadari, orang-orang itu tak berniat baik. Maka diteleponnya Pak RT. Sayangnya ponsel Pak RT mati. Diapun bimba
Andry menatap langit-langit ruangan yang semakin samar. Warna merah api menjadi berbayang di matanya. Seluruh tubuhnya sakit sekali, membuat kesadarannya semakin menipis. Paru-parunya sudah tak mampu menghirup asap yang sedemikian tebal, namun dia tak punya pilihan.Pikirannya melayang pada waktu beberapa malam sebelum hari pemilihan CEO Bintang Terang Group. Dia bersama Roni duduk santai di sebuah kafe, membicarakan berbagai macam hal."Apa rencana loe?" Roni yang telah beberapa waktu tinggal di Jakarta dan banyak bergaul dengan warga pun mempunyai beberapa kebiasaan baru. Salah satunya menggunakan loe gue dalam percakapan."Gue mau Bernard nggak sampai ke tempat rapat. Bisa nggak, loe usahain?"' Andry menghembuskan asap rokok."Gampang. Gue jamin loe nggak bakal liat mukanya di rapat," sahut Roni santai. Dia telah menjadi tangan kanan Andry untuk melakukan berbagai hal, termasuk hal-hal tersembunyi. Pergaulannya telah meluas, bahkan ke sisi gelap Jakarta.Andry mengerjap. Memorinyq