Andry melompat dari tempat tidurnya dengan kaget. Suara alarm kebakaran membangunkannya. Kamarnya sudah dipenuhi asap, membuatnya sulit bernapas. Tanpa pikir panjang, sambil terbatuk-batuk dia menyambar ponsel lalu berlari keluar dari kamarnya.Dilihatnya asap tebal naik dari lantai satu bersama dengan bau bensin yang menyengat. Tirai-tirai panjang menyala semakin besar. Alat pemadam otomatis tidak menjangkau ke situ. Andry juga melihat sebuah sofa berselimut api. Teriakan-teriakan panik bersahutan, diiringi dengan bayangan-bayangan yang berlarian kesana kemari.Alat pemadam api otomatis di rumah itu lebih difokuskan di area dapur dan ruang makan yang letaknya dekat dengan sumber api. Di ruangan-ruangan lain, Alat pemadam api otomatis tidak dapat menjangkau keseluruhan ruang yang luas.Andry berusaha melihat pintu kamar Orlando dan Alvaro yang terletak di seberang tangga, akan tetapi asap yang tebal membutakan penglihatannya. Dia mendengar keributan dari arah itu. Suara orang berteri
Pakde Gito membuka pintu dapur yang terasa panas karena api menjalar ke seantero rumah. Pelayan wanita di sebelahnya tak sanggup lagi menahan rasa takut. Wanita itu berbalik dan lari tunggang langgang ke arah berlawanan.Pakde Gito tak mempedulikannya. Pria tua itu melanjutkan membuka pintu dapur. Asap semakin tebal dan pekat, membuatnya sulit bernapas. Matanya perih dan merah. Sambil mengucek-ucek mata, Pakde Gito memandang sekeliling ruangan yang terbakar. Tak ada orang-orang berpakaian hitam. Dilihatnya sepasang kaki menjulur dari balik kitchen set.Pakde Gito mendekati sepasang kaki itu dengan takut-takut. Bagaimanapun, dia harus siap dengan kemungkinan terburuk.Alangkah leganya Pakde Gito ketika kaki itu bergerak-gerak. Ketika sudah dekat, Pakde Gito melihat Bude Darsi terikat bersama dua pelayan lainnya. Mereka nampak lemas karena terlalu banyak menghirup asap.Pakde Gito mencari pisau lalu melepaskan tali yang mengikat mereka. Dipapahnya Bude Darsi keluar rumah. Tubuh Bude Dars
Takmir masjid mengikuti sosok-sosok gelap itu diam-diam. Dia berlindung dari satu pohon ke pohon yang lain.Sosok-sosok hitam mengarah ke rumah yang dihuni Pakde Gito. Dia mengenal Pakde Gito dengan baik. Pakde Gito selalu hadir sholat berjamaah di masjid.Orlando dan Alvaro sering berdonasi untuk kebutuhan masjid. Selain itu, setelah menikah, beberapa kali Alvaro muncul di masjid.Itu adalah suatu kemajuan yang baik. Dari yang tadinya tiada menjadi ada. Mungkin istri Alvaro yang menjadi perantara bagi Alvaro untuk memperoleh hidayah. Tak ada yang tahu bagaimana cara Tuhan bekerja.Takmir berhenti di balik sebuah pohon yang merupakan penyejuk jalan, lalu mengintip. Dia berada tak jauh dari rumah Alvaro. Sosok-sosok hitam yang diikutinya memasuki gerbang tinggi rumah mewah itu. Dilihatnya seseorang menemui rombongan berbaju hitam, lalu menaiki sepeda motor dan pergi.Takmir menyadari, orang-orang itu tak berniat baik. Maka diteleponnya Pak RT. Sayangnya ponsel Pak RT mati. Diapun bimba
Andry menatap langit-langit ruangan yang semakin samar. Warna merah api menjadi berbayang di matanya. Seluruh tubuhnya sakit sekali, membuat kesadarannya semakin menipis. Paru-parunya sudah tak mampu menghirup asap yang sedemikian tebal, namun dia tak punya pilihan.Pikirannya melayang pada waktu beberapa malam sebelum hari pemilihan CEO Bintang Terang Group. Dia bersama Roni duduk santai di sebuah kafe, membicarakan berbagai macam hal."Apa rencana loe?" Roni yang telah beberapa waktu tinggal di Jakarta dan banyak bergaul dengan warga pun mempunyai beberapa kebiasaan baru. Salah satunya menggunakan loe gue dalam percakapan."Gue mau Bernard nggak sampai ke tempat rapat. Bisa nggak, loe usahain?"' Andry menghembuskan asap rokok."Gampang. Gue jamin loe nggak bakal liat mukanya di rapat," sahut Roni santai. Dia telah menjadi tangan kanan Andry untuk melakukan berbagai hal, termasuk hal-hal tersembunyi. Pergaulannya telah meluas, bahkan ke sisi gelap Jakarta.Andry mengerjap. Memorinyq
Sega yang berada di belakang Alvaro juga heran melihat perubahan wajah Saskia yang menjadi cemberut. Tanpa sadar, Sega menahan langkahnya. Dia tak ingin ikut menjadi sasaran Saskia seperti beberapa waktu yang lalu saat sedang bermain catur.Alvaro tetap mendekat, walau hatinya bertanya-tanya."Stop! Papa jangan ke sini!" Tiba-tiba Saskia mengangkat kedua tangannya."Kenapa, Ma? Apa aku bau?" tanya Alvaro tak mengerti. Lelaki tampan itu mengendus tubuhnya sendiri. Dia merasa sudah mandi bersih dan pakaiannya beraroma pelembut pakaian. Memang sih, dia tak pakai parfum..."Kenapa Papa bilang begitu? Papa sedang menyindir aku?" tanya Saskia tajam.Alvaro bertukar pandang dengan Sega yang juga nampak kecut. Sega mengangkat bahu."Bukan ...." Alvaro hendak menjelaskan, akan tetapi Saskia malah menangis. Bahunya yang lecet-lecet bergerak naik turun seiring isaknya. Luka-lukanya sudah dibersihkan dan dirawat. Jilbabnya sobek sebagian, sebagian kecilnya hangus.Saat itulah seorang dokter wanit
Alvaro menelepon Pakde Gito, mengabarkan keadaan diri dan keluarganya. Pakde Gito, Geo dan para pelayan masih berada di kediaman Alvaro, menunggu api berhasil dipadamkan. Sebagian pekerja yang merasa sakit dilarikan ke rumah sakit. Orang banyak berkerumun di depan pagar yang dijaga oleh polisi. Banyak yang memvideokan kobaran api yang masih semangat menari di rumah itu. Beberapa berkasak kusuk memperkirakan kerugian akibat kebakaran.Alvaro ["Apa semua orang sudah keluar rumah, Pakde?"]Pakde Gito [" Kami tidak menemukan Monte dan seorang security bernama Jiran, Tuan."]Alvaro ["Monte? Anak muda yang baru bekerja beberapa bulan itu?"]Pakde Gito ["Benar, Tuan. Monte baru tujuh bulan di sini dan sekarang menghilang. Saya khawatir dia dan Jiran terjebak di dalam, Tuan."]Alvaro menghela napas panjang. Raut wajahnya muram.Alvaro ["Kita tunggu petugas selesai bekerja. Pakde dan lainnya bisa ke rumah temanku yang baru saja kusewa untuk sebulan. Akan kukirim alamatnya. Apa Geo membawa pon
Andry tersadar dengan rasa sakit di sebagian tubuhnya yang sudah terbebas dari obat bius. Wajahnya kebas dan matanya tak dapat melihat dengan jelas karena bengkak parah. Perutnya diperban tebal, rasanya kaku dan sakit sekali. Andry tak bisa bergerak sama sekali. Rahangnya pun kaku. Mulutnya kering kerontang. ."Tuan, Tuan sudah sadar?" Wiji yang duduk di sofa segera bangkit lalu mendekat. Andry hanya mengedipkan mata. "Saya akan memanggil dokter dan memberitahu Tuan Alvaro." Wiji berbalik untuk memanggil dokter. Dengan cepat, dokter datang bersama seorang perawat.Dokter selesai memeriksa Andry, lalu memberitahukan hasilnya kepada Wiji.Andry mendengarkan dokter itu bicara. Dia menjalani operasi besar termasuk pemotongan usus yang membuatnya harus berada dalam pengawasan medis selama beberapa bulan ke depan. Itu berarti, dia tak akan bisa juga menjalankan tugasnya sebagai CEO Bintang Terang Group. Wiji menelepon Alvaro untuk mengabarkan keadaan terkini. Alvaro memberinya beberapa
Alvaro dan Saskia menuju ke dokter dengan diiringi Piliang dan Riko di mobil berbeda. Saskia menoleh, mengamati mux hitam itu."Kenapa, Ma?" Alvaro yang melihat gerakan Saskia bertanya."Nggak apa-apa. Aku cuma belum terbiasa dengan pengawal. Rasanya lucu," jawab Saskia."Kamu tak perlu khawatir. Mereka profesional." Alvaro menenangkan. "Oiya, kudengar Hanifah hendak full melanjutkan kuliah?"Saskia kembali duduk menghadap ke depan."Iya, dia diterima di Universitas negeri. Dia ingin bekerja part time di malam hari saja karena siang dia kuliah. Posisi apa yang bisa begitu?""Dia ambil jurusan apa?""Perawat.""Dia bisa shift dengan Wiji untuk mengurus Kakek. Wiji pasti senang juga karena tugasnya akan lebih ringan. Hanifah bisa bertugas delapan jam, di luar itu dipegang Wiji seperti biasa," kata Alvaro.Tadinya Alvaro hendak memberi pekerjaan di kantornya untuk Hanifah, tetapi setelah mendengar Hanifah mengambil jurusan perawat, Alvaro memutuskan untuk menugaskan gadis itu sebagai per