Home / Romansa / Terjerat Gadis Manja / Hai Gadis Manja

Share

Terjerat Gadis Manja
Terjerat Gadis Manja
Author: R U M B L E

Hai Gadis Manja

Author: R U M B L E
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Kak!”

Satu panggilan yang berhasil menghentikan langkah Morgan. Lelaki itu menghembuskan napas kasar sekali sebelum membalikan tubuhnya berhadapan dengan gadis yang barusan memanggilnya.

“Kak Morgan nggak ngangkat telponku dan balas sms-ku. Sebenarnya kak Morgan kemana saja?” Gadis itu bergelanyut manja di lengan Morgan. Morgan tidak tertarik memandang kekasihnya yang bertubuh tinggi sepundaknya itu, bahkan ia berusaha melepaskan pegangan tangan ranting gadis yang cerewetnya melebihi Mama itu di lengannya.

Pantaskah Morgan mengklaim gadis bernama Bianca itu sebagai gadisnya sementara sikapnya tidak pernah menunjukkan rasa cintanya kepada Bianca? Morgan terkenal dengan sikapnya yang dingin, cuek dan tidak suka keramaian, berbanding terbalik dengan Bianca yang periang dan lebih sering terlihat manja kepada orang terdekatnya. Terkadang orang-orang tidak yakin bagaimana hubungan keduanya, Bianca terlihat seperti mengejar Morgan meskipun tak jarang Morgan berada di kampus untuk menemui Bianca ataupun menjemput gadis itu setelah berkuliah.

Ia dan Bianca memang hanya terlibat perjodohan, di mana orangtua Bianca yang menginginkan Morgan menjadi pendamping putri sulungnya serta orangtua Morgan yang juga berharap banyak untuk menjadi besan teman SMA-nya dulu itu. Sebenarnya kedua pihak orangtua tidak memaksa Morgan dengan kata lain memberikan kebebasan penuh untuk pria itu menolak atau menerima perjodohan itu. Namun, sebagai putra tunggal keluarga, Morgan menyadari orangtuanya berharap besar kepadanya. Siapa lagi yang bisa mengabulkan permintaan Papa dan Mama selain Morgan? Ditambah lagi orangtua Bianca yang juga berharap untuknya menerima Bianca.

Morgan memiliki pandangan sendiri terhadap Bianca. Baginya Bianca adalah gadis baik, pintar, periang, dan ramah terhadap siapapun meskipun ia merupakan putri sulung salah satu keluarga terkaya se-Indonesia. Morgan juga tidak bisa memungkiri kecantikan Bianca layaknya dewi dari langit, dengan kilauan mata rusa dan rambut cokelat madu sebahu yang menyilaukan.

Namun Morgan juga tidak menyukai salah satu sifat Bianca yaitu sifat manjanya. Hal yang membuat Morgan membenci Bianca adalah karena gadis itu mudah merengek, ingin semua keinginannya terpenuhi, dan sering marah tidak jelas hanya karena Morgan duduk satu kursi dengan klien-nya yang -demi Tuhan Morgan pastikan- hanya rekan bisnisnya. Morgan adalah pewaris tunggal perusahaan ayahnya, jadi bukan hal tabu jika ia membicarakan bisnis bersama manusia bergender wanita.

Seharusnya Bianca sadar dan memaklumi, namun yang ada dirinya tidak mau tahu. Bianca akan marah dan Morgan tidak memiliki pilihan lain selain mengalah dan membujuk Bianca sebaik mungkin.

Morgan berusaha melepas, namun Bi—nama panggilan Bianca—kembali melingkarkan tangannya tanpa peduli tolakan Morgan. Ia tahu Morgan tidak suka bermesraan di depan umum, tapi sekali lagi Bianca tidak peduli.

“Ayolah, Bi-”

“Jelaskan dulu pertanyaanku tadi!”

Pertanyaan yang mana? Morgan sibuk dengan pikirannya sendiri dan tidak mendengar pertanyaan Bianca.

“Ughh Kak Morgan menyebalkan!” Bianca merengek dan Morgan berdecak kesal. Ia sudah pusing dengan pekerjaan kantornya dan kini ditambah rengekan Bianca. “Kakak nggak nyoba selingkuh dibelakangku, kan?”

Pertanyaan yang sama ketika Bianca merajuk.

“Ya Tuhan, Bi. Aku baru selesai meeting, ketemuan sama tiga orang klien, terus jemput kamu yang nggak ngasih tau kalau udah selesai kuliah jam segini. Harusnya kamu ngasih tau dari awal, bukannya nelpon pas aku sedang meeting, Bianca!” jelas Morgan dengan mempertahankan nada suaranya. Meninggi sedikit saja, maka dipastikan Bianca menganggapnya marah dan gadis itu akan semakin merajuk nanti. Morgan masih memiliki jadwal lain selain membujuk Bianca yang merajuk parah.

“Oke. Aku ngerti.”

Lingkaran tangan di lengan Morgan berubah menjadi tarikan-tarikan halus di ujung kemeja Morgan. Siapa lagi pelakunya kecuali si gadis manja? “Maaf. Aku nggak akan curiga lagi!” ucapnya lirih.

Morgan menghiraukannya, ia sudah lama tidak mempercayai ucapan Bianca yang satu itu. Bagaimana bisa percaya Bianca tidak mencurigainya sedangkan hampir setiap hari alasan yang menjadikan bahan rengekan Bianca adalah karena kecurigaannya?

“Yaudah. Ayo kita pulang.”

Morgan meraih tangan kanan Bianca yang masih bertahan di ujung kemejanya. Si gadis tersenyum senang, menurutnya ini adalah salah satu tindakan romantis yang ia sukai. Meskipun tidak yakin itu romantis atau tidak bagi orang lain, tapi Bianca tetap menyukainya. Selama yang melakukan adalah Morgan.

***

Bianca yang tidur adalah satu-satunya wujud Bianca yang Morgan sukai. Entah kenapa melihat Bianca tertidur lebih menarik dibandingkan saat gadis itu terbangun beserta sifat manjanya yang memusingkan. Bianca nampak imut dan menggemaskan dalam tidurnya, bibirnya terbuka sedikit dan hembusan napas hangat terasa di sana. Posisinya menghadap ke kiri, memudahkan Morgan melihat campuran wajah imut dan cantik alami milik Bianca dengan leluasa. Tanpa sadar bibir Morgan melengkung ke atas kendati mata tajamnya tetap memperhatikan wajah Bianca yang masih tertidur meskipun mesin mobil sudah dimatikan.

Hingga beberapa menit Bianca belum juga terbangun membuat Morgan tergugah untuk memberikan kecupan singkat di bibir merah muda itu.

Satu kecupan dan Morgan kembali posisinya seolah tidak terjadi apa-apa. Kendati demikian, Morgan berusaha menyembunyikan debar jantungnya yang menggila dan tangannya yang tanpa diperintah menuju bibirnya. Mengelus bibirnya sendiri yang masih merasakan hangatnya bibir Bianca.

Dadanya berdebar dan hatinya menghangat. Seharusnya Morgan sudah menyadari bahwa si gadis manja berhasil mencuri perhatiannya, Dan hatinya, tentu saja.

Perlahan Morgan meletakkan tubuh Bianca di ranjang empuknya. Kamar Bianca terletak di lantai dua, didominasi oleh warna biru laut dan putih salju di dindingnya.

Morgan meninggalkan kamar Bianca setelah menutupi tubuh Bianca dengan selimut walaupun diluar cuaca panas. Maklum saja, sekarang masih pukul dua siang dan itu berarti Bianca sedang menikmati tidur siangnya.

“Kak Morgan!”

Seseorang memanggilnya saat Morgan baru menutup pintu. Dia adalah Adian, adik kandung Bianca yang kini menginjak usia tujuh belas tahun, berbeda tiga tahun dengan kakak perempuannya.

“Kamu baru pulang?” tanya Morgan—berbasa basi—sembari mengikuti langkah Adian menuju ruang televisi. Lelaki yang baru menginjak usia remaja itu mengangguk, dan meletakkan setoples keripik kentang di atas meja.

“Sebenernya ada latian dance. Tapi aku bolos. Capek banget abis mesra-mesraan sama soal ujian.” Adian menangkup keripik kentang di tangannya. “Apa Kak Bianca ketiduran?”

“Ya. Dia ketiduran di mobil, dan nggak bangun juga pas aku gendong dia ke dalem kamar.”

Adian meraih ponsel kesayangannya untuk ia mainkan. Sesekali tangannya sibuk memasukkan keripik kentang kemulutnya dan mengunyahnya. “Maklum, Kak. Kak Bianca memang begadang semalaman. Katanya sampe baru tidur jam dua pagi.”

Morgan mengangguk paham. Begadang memang bukan hal asing bagi mahasiswa pengenyam bangku kuliah. Apalagi minggu ini sedang jadwalnya ujian akhir semester gasal.

“Kak Morgan!”

Sosok yang menjadi bahan pembicaraan setengah jam lalu datang. Morgan menghentikan obrolan ringannya dengan Adian, sementara Bianca mengucek matanya sembari menuruni tangga, terlihat sekali ia masih mengantuk. “Kukira kakak sudah pulang!” ujarnya dan mengambil posisi ditengah antara Morgan dan Adian. “Hey! Geser sedikit!”

“Ck! Aku lagi main game, jangan ganggu!”

“Aku mau duduk di sebelah kak Morgan! Minggir!”

“Nggak mau!”

“Adian!”

Morgan memijat pelipisnya yang terasa pening. Morgan selalu tidak menyukai ini, mendengar keributan yang ditimbulkan oleh pasangan kakak beradik itu. Padahal hal yang diributkan juga bukan perkara besar.

“Bi, udahlah. Jangan gangguin adikmu.”

“Jadi kamu bela dia?!”

Ugh! Morgan merasakan kepalanya semakin berdenyut sakit menandakan emosinya sudah berada di ujung kepala dan bersiap meledak. Tidak, tidak! Morgan tidak boleh meledakkan emosi jika tidak ingin mendengar rengekan Bianca -lagi-.

“Bukan gitu maksudku, Bi. Tapi-” Morgan menghela napas kasar. “Udahlah. Aku mau balik ke kantor. Lanjutin aja kalo masih mau berantem.”

“Morgaan!!” Seperti yang Morgan duga, Bianca tidak akan membiarkannya pergi. Bianca selalu ingin Morgan membelanya dan membuatnya menang melawan adik laki-lakinya. Namun kali ini Morgan sedang lelah mengurusi rengekannya, bukankah seharusnya Bianca mengerti dilihat dari gurat wajah pria itu?

“Kak Morgan lagi capek, tau. Dasar nggak peka!”

Capek? Ya, Morgan memang capek. Bukan hanya capek karena pekerjaan kantornya yang setinggi gunung, tapi juga capek dengan sifat kekanakan dan manja Bianca.

Berterimakasihlah pada Adian yang jauh lebih peka daripada kakak kesayangannya.

“Yaudah. Kak Morgan nggak usah balik ke kantor. Istirahat aja di sini. Gimana?”

“Nggak bisa, Bi. Aku lagi ada jadwal penting. Lagian aku tadi nunda soalnya mau jemput kamu dulu.”

“Udahlah, kak. Kak Morgan butuh istirahat. Bolos satu hari nggak akan bikin perusahaan Papa bangkrut.”

Oh ya, Morgan lupa kalau Bianca juga memiliki kekeraskepalaan tinggi. Kalau Bianca sudah memaksa seperti itu, Morgan akan susah menjelaskan bahwa urusan kantor tidak semudah tugas kuliah di mana ia bisa membolos sesuka hati. Pekerjaan Morgan menyangkut ratusan pekerja dan Ia bertanggungjawab untuk itu. Aish, bagaimana cara menjelaskannya?

“Bi, cobalah buat nggak kekanakan sekali aja. Aku harus ngasih contoh yang baik buat bawahanku. Kalau aku bolos, itu bisa berdampak jelek pada kinerja mereka. Mereka akan semena-mena dengan kerjaan mereka. Kamu ngerti, kan?” ucap Morgan dengan pelan dan lembut. Semenjak menjadi kekasih Bianca dua bulan lalu, Morgan seakan diajarkan namanya kesabaran, terutama kesabaran dalam menghadapi sosok perempuan yang tidak pernah mendapat bentakan di hidupnya.

“Yaudahlah. Aku ngerti. Tapi abisnya dari kantor, Kak Morgan harus istirahat, oke?”

Morgan memberi anggukan setelah itu. Tidak ada senyuman di wajah tegasnya meski tangannya mengusap pipi Bianca lembut. Mengetahui Bianca menurut membuat Morgan bernapas lega. Morgan harus lebih dan lebih sabar menghadapi gadis itu.

“Kalau gitu aku pergi. Adian, aku pergi dulu!” pamit Morgan.

“Ya. Hati-hati!”

Morgan telah menghilang mengendarai mobilnya, tetapi Bianca masih tetap di posisinya. Diam-diam bibirnya mengulas senyum miris yang tidak pernah ia tunjukan oleh ekspresi wajah cerahnya. Bianca tidak ingin mengakui ini, namun perlakuan kaku dan keterpaksaan Morgan membuatnya sadar dengan jelas,

Morgan tidak menyukainya ....

Morgan tidak mencintainya ....

Dan Morgan hanya ingin menghormati orangtua Bianca tanpa memandang Bianca sebagai seorang gadis.

Related chapters

  • Terjerat Gadis Manja   Siapa yang Ngancurin Perasaan di sini?

    Bianca belum pernah sebahagia ini semenjak dua bulan menjadi kekasih Morgan. Tadi sore Morgan mengirimkan pesan untuk bersiap-siap menghadiri pesta ulangtahun putri relasi bisnis pria itu. Pria itu akan menjemputnya pukul tujuh malam, dan itu berarti dua jam dari sekarang. Selama ini Morgan tidak pernah mengajaknya ke acara penting seperti itu, karena Morgan tidak memiliki banyak waktu untuk acara selain bekerja di kantor. Jadi saat Morgan mengiriminya pesan, Bianca bahagia bukan main.Bianca harus tampil special untuk acara perdananya dengan Morgan, berharap tidak ada cela kesalahan sedikitpun pada tampilannya malam ini.Saat sedang disibukkan dengan memilih aksesoris yang cocok, tiba-tiba ponselnya berdering dan Bianca langsung mengangkatnya begitu tahu siapa subyeknya.“Mama!”'Ugh, ada apa, Sayang? Apa ada berita bagus?'Bianca tersenyum lebar sebelum menjawab. “Morgan ngajak Bianca ke pesta ulang tahun relasi bisnisnya, Ma.&r

  • Terjerat Gadis Manja   Prang-in Aja

    Bianca masih terdiam hingga Morgan bertemu dan berbincang ringan dengan relasi bisnisnya. Entah apa yang mereka bicarakan, Bianca tidak berminat mendengarnya.Baru setelah kantung kemihnya terasa penuh, Bianca menepuk pelan lengan Morgan dan berbisik ditelinganya. “Aku butuh toilet.”“Ya. Kau tahu tempatnya, kan?”Bianca mengangguk dan bergegas mencari toilet. Menurut pelayan yang ia tanyai, toiletnya terletak di sudut kiri ruangan. Setelah menyelesaikan urusannya, Bianca mencuci tangannya di wastafel dan memperhatikan wajahnya sendiri lamat-lamat. Riasannya masih baik-baik saja, jadi Bianca tidak perlu memperbaikinya.“Baiklah. Sekarang saatnya acara utama akan dimulai!”Suara MC yang bergema dan dapat didengar Bianca di toilet. Ia bergegas keluar agar tidak ketinggalan acara utama yang menurutnya adalah tiup lilin. Ia harus segera di samping Morgan jika tidak ingin Morgan bingung mencarinya.“Adria

  • Terjerat Gadis Manja   Cuman Temen Tapi Demen

    “Rafael!”Bianca terlihat gembira mendapati salah satu teman sekolahnya saat tingkat dasar dulu. Sungguh ia tidak menyangka Rafael yang dulu sering di ejeknya karena memiliki tubuh gendut justru kini tidak kalah dengan bintang film yang sering Bianca tonton di televisi. Hal itulah yang membuat Bianca sulit mengenali lelaki bertubuh tinggi itu ketika pertama bertemu.“Jahat sekali, sih! Padahal aku langsung inget pas pertama kali liat wajahmu.” gerutu Rafael dengan ekspresi sebal yang di buat-buat. Hal itu sukses membuat Bianca tergelak, dan memberikan sebuah pukulan kecil di bahu lelaki itu. Well¸dilihat dari gelakan tawa yang cukup keras membuktikan bahwa Bianca sedikit lupa dengan kekesalannya pada Morgan.“Maklumlah, kamu keliatan beda banget sekarang. Dulu gendut kayak boneka teddy bear. Haha!”“Sialan. Tapi sekarang aku keliatan ganteng, kan?”“Yah, sedikit.” Rafael memberikan p

  • Terjerat Gadis Manja   Hubungan dengan Presdir

    Bianca tahu hal ini akan terjadi. Menemukan Morgan berdiri bersandar di mobil mewahnya adalah salah satu hal menggembirakan. Bianca mengintip, setelah Pak Utomo -Kepala Pelayan di kediamannya- memberitahu soal Morgan yang menunggunya di bawah, Bianca tidak langsung menghampiri pria itu. Bianca sengaja membiarkan Morgan duduk diam di ruang tamu sementara ia bergembira di balik pintu kamarnya. Kejadian itu berlalu setengah jam yang lalu, kemudian Morgan mengetuk pintu kamar Bianca dan tentu saja tidak dijawab apapun oleh Bianca. Dan berikutnya pria itu menyerah, namun tidak langsung memasuki mobil dan malah berdiri di samping mobilnya.Bianca hanya tidak tahu jika Morgan menemukannya yang sedang mengintip dari jendela kamarnya. Hal itulah yang membuat Morgan mendesis malas dan menahan diri untuk tidak masuk mobil, kembali ke kantor, dan menggeluti berkas-berkas rumit yang tidak lebih rumit menghadapi perempuan berumur dua puluh tahun bernama Bianca.Morgan tidak habis pi

  • Terjerat Gadis Manja   Rapuh tak Diharapkan

    “Aku ... tunangannya.”Ekspresi terkejut didapatkan Bianca dari wanita itu. “Maafkan saya, Nona. Saya tidak tahu. Mari saya antar ke ruangan Direktur.”“Tidak perlu!” tolak Bianca halus. “Aku bisa kesana sendiri. Tapi, pastikan Morgan tidak tahu kedatanganku.”“Baik, Nona. Ruangan Presdir ada di lantai 6. Anda bisa menggunakan lift khusus Presdir di sebelah sana,” ucap resepsionis itu seraya memberitahu Bianca letak lift yang bisa ia gunakan.“Baiklah. Terima kasih.”Bianca berlalu menuju lift, dengan tangan kiri yang menggenggam box makanannya dan tas kecil tersampir di lengan kanannya.Tak butuh waktu lama bagi Bianca untuk sampai di lantai 15. Begitu keluar dari lift, Bianca sudah bisa menebak di mana ruangan Morgan karena satu-satunya pintu yang berada di koridor bertuliskan Ruang Presiden Direktur yang terletak di atas pintu berkaca buram, lalu sebuah meja lengkap d

  • Terjerat Gadis Manja   Si Ahli dalam Menyakiti Perasaan

    Setelah di kantor Morgan, menangis di tangga darurat, dan menghabiskan beberapa menit di toilet untuk membenahi penampilannya, Bianca memutuskan untuk keluar dari kantor perusahaan keluarga Morgan. Tak ia perdulikan siapa pun yang menyapanya, termasuk wanita di meja resepsionis yang sempat ia tanyai tadi. Bianca sudah terlalu lelah, hingga rasanya membalas sapaan-pun adalah hal yang berat untuknya.Dengan langkah kaki mungilnya, Bianca berjalan menyusuri taman kota yang letaknya cukup dekat dari kantor Morgan. Ia sengaja tidak menghubungi sopir pribadinya untuk menjemput, sebab Bianca masih ingin sendiri dan tidak di ganggu. Bianca memang lelah, namun ia membutuhkan suatu hiburan untuk mengusir kemarahannya pasca ia mendengar perkataan Morgan yang -sungguh- menyakiti hatinya. Bolehkah Bianca bertanya, di mana hati seorang Morgan hingga ia setega itu?Bianca menemukan satu bangku panjang yang kosong, disekitarnya-pun cukup sepi. Maklum saja, sekarang matahari tepat di p

  • Terjerat Gadis Manja   Lanjutkan Perjodohan Ini?

    Bianca memasuki rumah yang tampak sepi. Orangtuanya masih belum pulang dari perjalanan bisnis di luar kota dan Adian sepertinya asyik di kamarnya. Bianca tidak berniat melihat adiknya seperti yang selalu ia lakukan setiap malam. Entah mengganggu Adian bermain game atau malah membantunya mengerjakan tugas sekolah.Bianca merasakan kelelahan disekujur tubuhnya. Ia segera menghempaskan tubuhnya di ranjang kesayangannya dan mencoba memejamkan mata. Mencoba mengusir rasa sesak yang masih bersarang di paru-parunya.Tapi tidak berhasil, selanjutnya Bianca justru mengubah posisi tubuhnya menjadi meringkuk. Tangannya memeluk tubuhnya sendiri dan tangisan mulai memenuhi ruangan kamar luas itu.“Mama … aku harus gimana? Hiks .…” gumamnya lirih.Isakan mulai terdengar dan bahunya bergetar. Bianca tidak menyukai dirinya yang lemah, tapi mau bagaimana lagi? Hal yang membuatnya lemah hanyalah keluarganya dan Morgan.Morgan … Bianc

  • Terjerat Gadis Manja   Keputusan Berpisah sudah Bulat

    Satu menit, dua menit. Bianca dan Morgan masih bertatapan tajam sembari di kelilingi aura menegangkan. Mendapati Morgan bungkam tanpa merespon apa pun, Bianca melepaskan cengkraman Morgan di lengannya dengan pelan. Kemudian Bianca memasuki mobil cepat-cepat untuk mencegah Morgan menahannya kembali. Dan nyatanya Morgan tidak menahan ataupun melarang, dan tidak mampu mengeluarkan sepatah kata-pun dari bibirnya. “Jalan, Pak!” Meninggalkan Morgan yang mematung dengan berbagai pikirannya sendiri. Bianca menganggap keterdiaman Morgan adalah bentuk kegembiraan Morgan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Bianca ragu apakah keputusan ini tepat atau tidak, tapi mengingat Morgan yang tidak menginginkannya, akhirnya Bianca berniat untuk mengalah. Morgan berhak bahagia dan kebahagiaan Morgan adalah hidup bebas tanpa dirisaukan oleh keberadaan Bianca sebagai pendampingnya. Bianca tidak pantas untuk menghalangi kebahagiaan Morgan itu.

Latest chapter

  • Terjerat Gadis Manja   PELET LIDAH

    “Kami hanya makan siang. Astaga! Kau bahkan bisa menghabiskan waktu semalaman dengan adikku. Bertemu dia sepanjang pagi, sedangkan aku hanya bertemu saat makan siang. Come on, gorila,” sahut Gregory mulai ngedumel juga.Jawaban yang diterima Gregory hanya Ethan yang memeletkan lidahnya pada pria itu. Ethan lalu membawa Megan pergi begitu saja dan meninggalkan Gregory bersama para tamu undangan yang tidak menyadari kepergian yang punya acara ulang tahun. Gregory terpaksa menjadi tuan rumah pengganti untuk sementara sampai semua tamu itu pamit undur diri dengan sederet pesan untuk Ethan.“Kenapa aku merasa sedang jadi asisten pribadi gorila itu ya?” keluh Gregory pada Alex, setelah kesekian kalinya dia menerima titipan ucapan selamat ulang tahun dari para tamu yang berpamitan pulang.“Tuan, Yuna mendekat kesini,” bisik Alex cepat saat melihat Yuna berdiri di antara para tamu undangan yang akan berpamitan pada Gregory.“Hmm,” sahut Gregory lalu melanjutkan perannya melepas kepergian para

  • Terjerat Gadis Manja   Derita Sang Jomblo

    “Berjanjilah ini terakhir kalinya kalian melibatkan diri dalam situasi yang berbahaya seperti kemarin.”Maudy meremas lembut kedua telapak tangan dalam genggamannya. Sangat bersyukur mengetahui dirinya masih mampu menatap pemilik telapak tangan itu tanpa harus kehilangan salah satunya. “Tante percaya, Morgan ataupun Vyan, mereka pasti bisa memperbaiki kehancuran karena si keparat itu.”Bianca mengangguk. Ia mengusap pipinya yang basah. Di otaknya terlintas sosok Morgan yang tengah tersenyum menenangkan kepadanya. “Aku-pun percaya. Sangat percaya. Kita harus memperbaiki hidup kita setelah ini.”“Ya, itu benar.” Karen menanggapi. “Setelah itu aku akan hidup tanpa bayang-bayang Pak Candra. Bahkan aku nggak sudi panggil dia ayah.”“Ibu juga akan mengurus surat cerai secepatnya.”Bianca dan Karen sontak saling berpandangan dan terkejut. Keterkejutan mereka tentu beralasan kare

  • Terjerat Gadis Manja   Dua Bogem Saja Tidak Cukup

    “T-tante Maudy ...”Suara itu terdengar, bersamaan dengan pintu yang terbuka dan memperlihatkan tiga orang di sana. Sementara itu, Maudy dan Vyan yang terkejut, lantas terpaku pada seseorang yang duduk di atas kursi roda, mengenakan baju rumah sakit yang sama seperti milik Maudy dan dengan mata berkaca-kaca.“B-Bianca ...”(Flashback)“Bolehkah aku mengunjungi Karen bersama Kak Nesha? Aku harus tau keadaan sepupuku.”Morgan sempat terkejut sebelum mengembalikan ekspresi datarnya. “Tapi.”“Maaf Bi, sepertinya belum bisa sekarang Karen perlu perawatan intensif untuklukanya dan ia belum diperbolehkan untukbanyak berbicara terlebih dahulu. Mungkin kamu bisa menemuinya besok atau lusa,” ujar Reynald menginterupsi.“Reynald benar, Bi.” Nesha menambahkan setelah ia melihat raut kecewa Bianca. Ia sangat paham dengan kekhawatiran Bianca, namun seperti yang Reynald ka

  • Terjerat Gadis Manja   Rasa Disekap

    Morgan berjongkok, meraih rahang Candra dengan ujung jarinya. Candra sama sekali tidak melawan karena tengah berperang melawan rasa sakit, namun matanya menyiratkan kebencian yang hanya dibalas Morgan dengan kekehan.“Gimana rasanya disekap dalam ruangan kotor ini? Dengan tangan terikat dan ancaman di depan mata lo, hm?” tanya Morgan, mempertahankan nada rendah dalam suaranya. Terdengar menusuk dan cukup membuat Candra kehilangan sedikit demi sedikit keberaniannya.“C-cukup menyenangkan. A apa kau ingin balas dendam atas istrimu? Cih!” Tapi rupanya Candra tidak ingin terlihat lemah. Ia masih sempat memberikan decihan, sementara Morgan mulai dikuasai emosi.Sial! Kalau saja Morgan tidak ingat jika dirinya tidak boleh menjadi pembunuh mungkin Morgan akan melenyapkan nyawa pria itu dengan tangannya sendiri. Berani beraninya ia membicarakan Bianca di depan Morgan!“Sepuluh kali lipat.” Morgan mencengkeram rahang Candra deng

  • Terjerat Gadis Manja   Berperan Layaknya Tokoh Antagonis

    “Apa yang mereka omongin? Kayaknya super penting,” gumam Nesha yang mampu didengar oleh Bianca. Bedanya, Bianca sama sekali tidak ambil pusing dengan urusan dua pria itu.“Aku juga nggak tau, Kak ...”“Ah ya, Bi, gimana Karen? Aku dengar dia terluka.”Detik berikutnya, Bianca harus kembali murung, mengingat ia belum bertemu Karen kembali setelah insiden penyerangan tadi malam. Dan jujur saja, Bianca ingin menemui Karen, memastikan gadis itu baik-baik saja dan mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikannya.“Aku ... aku belum ketemu sama dia kak Morgan yang ngelarang, katanya aku harus memulihkan kondisiku dulu dan nggak perlu cemas karena Karen sudah berhasil di operasi. Tapi ... tapi tetap saja. Aku merasa bersalah udah bikin dia terluka.”“Aku setuju tentang Morgan yang ngelarang kamu.” Nesha duduk di sisi Bianca, meraih tangan kanan Bianca yang terbebas dari selang infuse dan me

  • Terjerat Gadis Manja   Bicara Sebagai Sesama Wanita

    “K-kamu … kamu menyembunyikannya dariku?”Bianca menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Sungguh, ia tidak bermaksud menyembunyikan kehamilannya dari Morgan. Ia ingin memberitahu Morgan, namun waktu masih belum mengizinkannya. Toh Bianca tidak memiliki satu alasanpun mengapa ia harus menyembunyikan calon buah hati mereka.“T-tidak … A-aku nggak m-menyembunyikannya … a-aku … t-tadi malam mau b-bilang-”Semuanya berjalan terlalu cepat. Bianca yang berusaha menjelaskan semuanya, lalu Morgan yang tiba-tiba mendekati Bianca dan membawa gadis itu dalam pelukan eratnya. Bianca kehilangan kemampuan bicara, tubuhnya menegang dan matanya mengerjab bingung. Semakin bingung ketika ia mendengar isakan dari samping telinganya.Apa Morgan menangis?Tangan Bianca mengambang di udara. Ia ingin membalas pelukan Morgan, tapi Morgan tiba-tiba melepas pelukannya. Membuat wajah sembabnya terlih

  • Terjerat Gadis Manja   Mual Mengidam Manja

    “A-aku ... -Ugh!” Morgan semakin bingung ketika Bianca tidak berucap dan justru menutup mulutnya dengan telapak tangan. Gadis itu tampak gelisah tanpa bisa Morgan ketahui penyebabnya.“Hey ada apa? Jangan bikin aku takut-”“Toilet!” Bianca kembali menutup mulutnya setelah menyerukan satu kata yang membuat kernyitan muncul di dahi Morgan.“A-apa?” tanya Morgan. Otaknya penuh dengan tanda tanya besar, terlebih melihat Bianca yang tiba-tiba turun dari ranjang dan melangkah menuju kamar mandi sambil membawa stand infuse-nya.Morgan terdiam bengong. Beberapa detik kemudian, ia tersentak saat mendengar suara muntah dari toilet di ujung ruangan. Morgan lantas menghampiri Bianca yang berjongkok di depan closet seraya memuntahkan isi perutnya.“Bianca,” Bianca menoleh mendengar panggilan Morgan. Wajah pucatnya terlihat jelas oleh Morgan yang langsung menghampiri Bianca dan memijat pelan tengk

  • Terjerat Gadis Manja   Percobaan Pembunuhan

    Sejak awal, Vyan selalu mensugesti dirinya untuk menerima apa pun risiko yang harus ia terima setelah mendapatkan Karenina dalam dekapannya.Ia tahu, dan bahkan hafal di luar kepala, jika Karenina bukanlah sosok perempuan remaja kebanyakan yang menghabiskan waktu untuk bergossip, bersolek, merawat diri di salon, ataupun bersikap manja kepada pasangannya.Tapi, mungkin itu pula yang membuat Vyan bertekuk lutut pada sosok gadis bernama Karen itu. Vyan terlanjur terpesona dengan kepribadian Karen, dan mungkin juga kekurangan gadis itu.Tidak ada satu hal-pun yang tidak membuat Vyan terpesona dari diri Karenina. Hanya saja, Vyan juga tidak menampik jika ia merasa kesal ketika Karen selalu mementingkan orang lain dibandingkan dirinya sendiri.Jujur saja, Vyan merasa marah. Marah untuk siapa? Vyan-pun tidak tahu. Ia hanya tidak suka melihat Karen menderita karena pengorbanannya.“Janji kalo ini terakhir kalinya.” Sisa-sisa amarah

  • Terjerat Gadis Manja   Cahaya Putih Misterius

    [Still FLASHBACK ...]Karen merintih kesakitan dan Bianca memekik shock. Darah segar mulai mengalir, membasahi bagian depan blouse biru muda yang dikenakan Karen, menimbulkan aroma anyir yang menyengat.“Karen! Sadarlah!”Karen ambruk dan Bianca dengan sigap membawa Wanita itu ke pangkuannya. Tangisan Bianca pecah melihat Karen meringis menahan sakit, bulir-bulir keringat di dahinya dan bibirnya yang mulai memucat. Tangannya gemetar menggenggam tangan Karen yang berlumuran darah, mencoba menguatkan Wanita itu dengan pikiran kacau tak tentu arah.Sementara itu, Eric berdecak sebal. “Lagi-lagi lo ngancurin rencana gue, Karenina!” geramnya yang mampu di dengar Bianca namun Wanita itu sama sekali tak perduli.Dan Eric lalu berlari keluar untuk kabur menyelamatkan diri sebelum seseorang menyadari teriakan Karen.Bianca terisak semakin parah. Ia ingin berteriak meminta tolong, namun suaranya hilang entah kemana. Kepalanya m

DMCA.com Protection Status