Debaran jantung Nero dan Patra masih saling berkejaran dengan tatapan yang saling terkunci satu sama lain. Tatapan itu saling bertaut begitu dalam tanpa ada yang berniat menyudahinya sama sekali. Perlahan kenangan demi kenangan indah saat mereka bersama pun terputar dengan sendirinya di otak mereka. Saat pertama kali mereka bertatapan waktu Ayah Patra memperkenalkan Patra pada Nero, anak dari majikannya. "Nero, perkenalkan ini anak pertama Pak Herdi namanya Patra, kakaknya Patrick. Umurnya masih 10 tahun, 3 tahun lebih muda daripada Nero," kata Herdi waktu itu."Halo, aku Nero!" Nero kecil mengulurkan tangannya pada Patra sambil tersenyum ramah. Patra kecil pun hanya tersenyum malu waktu itu sebelum ia menyambut uluran tangan Nero. "Patra," sahutnya singkat. Dan di sanalah semuanya berawal.Dari satu tatapan, satu senyuman, satu tautan tangan, lambat laun membentuk perasaan yang begitu kuat dalam diri Nero dan Patra. Bahkan, hubungan persahabatan itu terus terjalin sampai mere
Benar atau salah?Pertanyaan itu terus berputar di otak Patra saat ia sudah keluar dari ruang kerja Nero. Di satu sisi, ada keinginan yang sangat besar untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya pada Nero. Bahwa Patra sama sekali tidak seperti yang Nero pikirkan atau yang Nero dengarkan dari siapa pun dan tadi adalah kesempatan bagus yang sudah Patra sia-siakan. Namun di sisi lain, keinginan untuk pergi dari hidup Nero juga sangat besar. Biarkan saja Nero dengan semua pikirannya. Itu tidak penting selama mereka bisa menjalani kehidupan mereka masing-masing. Susah payah Patra bangkit dari keterpurukannya enam tahun lalu dan Patra tidak sanggup kalau harus melaluinya lagi. Untung saja Nero tidak sempat menciumnya tadi atau mungkin pertahanan diri Patra juga akan runtuh.Patra pasti akan mengungkapkan perasaannya dan menceritakan kebenarannya agar Nero kembali padanya karena Patra juga masih menyimpan perasaan yang besar pada pria itu. Namun, Patra masih cukup waras untuk tidak ber
Nero termenung dan berpikir keras di ruang kerjanya setelah Patra pergi meninggalkannya. Ia sudah memakai kemeja baru karena ia memang punya cadangan baju ganti di kantornya. Namun, bukan kemeja yang ia pikirkan, tapi ucapan Patra. Semua ucapan Patra begitu membekas di otak Nero. "Apa mungkin selama ini aku sudah salah sangka padanya? Apakah selama ini aku sudah membenci wanita yang salah?""Tapi tidak! Semua bukti sudah jelas! Uang itu memang sudah diterima oleh Patra bahkan bibik di rumah, teman baik dari ibu Patra pun sudah memberitahu kebenarannya bagaimana keluarga Patra yang gila harta.""Dan foto-foto itu ... orang yang kusuruh mencari tahu tentang Patra selalu memberikan foto Patra bersama para pria hidung belang.""Ya, tidak mungkin salah! Wanita itu hanyalah wanita murahan yang gila harta dan aku tidak boleh sampai tertipu oleh wajah polosnya."Nero mengepalkan tangannya geram. "Sial! Pasti semua ucapannya tadi hanya untuk membuatku menyesal dan bersikap lebih baik padany
Patra membongkar sebuah kotak kecil di kamar tidurnya malam itu dan mengambil buku rekeningnya yang ada di sana. Dengan seksama, Patra menatap angka yang ada di bukunya dan mulai menghitung. "Biaya pengobatan Ayah dan uang yang sudah terkumpul untuk kuliah Patrick tiap semester. Walaupun Patrick sudah bisa mencari uang sendiri, tapi gaji paruh waktunya tidak akan cukup tanpa bantuanku.""Baiklah, aku tidak akan menyentuh uang itu. Tapi sisanya ...." Patra pun membuat coretan sederhana di kertas dan mendesah kecewa melihat sisa uang yang ia miliki. "Uangnya tidak akan cukup untuk membayar denda kalau aku mengundurkan diri ...."Patra mengembuskan napas panjangnya. "Ibu, apa yang harus aku lakukan sekarang?" gumam Patra frustasi. Patra pun menggenggam buku rekeningnya lalu menatap beberapa barang lain yang ada di kotak itu.Tidak ada barang yang bernilai secara materi, tapi semua barang itu begitu berharga untuk Patra. Patra melirik sekilas pada cincin kecil, cincin dari emas maina
"Kau sudah selesai, Patra?" tanya karyawan pria yang sudah berdiri di depan ruang ganti cleaning service."Eh, iya, sebentar!" sahut Patra yang masih merapikan kemejanya.Patra sengaja menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat malam itu lalu ia mandi dan berganti kemeja serta rok span agar ia terlihat lebih pantas.Patra pun sedikit melongokkan kepalanya ke arah pintu masuk."Entah dia akan merasa kelamaan atau tidak, ah, tapi biar saja, aku harus tampak sedikit lebih cantik agar tidak memalukan," gumam Patra sambil memoles wajahnya dengan make up tipisnya.Setelah memastikan penampilannya lagi, Patra pun menggerai dan menyisir rambutnya lalu ia tersenyum mendapati penampilannya yang menurutnya sempurna.Patra segera keluar dan menemui karyawan pria yang sudah menunggunya itu sampai membuat pria itu tertegun sejenak menatap Patra."Eh, Patra ... kau ... cantik sekali! Astaga, melihatmu tanpa sera
"S-selamat malam semuanya! Aku Patra ... aku ...."Susah payah Patra membuka mulutnya menyapa semua, tapi Maya langsung menyelanya dengan nada meremehkan."Cleaning service kan? Kami sudah tahu!" Maya menatap Patra dari atas ke bawah dan tersenyum menyeringai.Tanpa sengaja, Maya mengetahui rencana manager proyek dan dua karyawannya untuk menggoda Patra dan Maya yang memang kesal pada Patra karena insiden di kantin pun menawarkan diri untuk membantu mengerjai Patra."Kau ini kenapa, Maya? Hei, Patra, ayo kemari!" ajak Timo, manager proyek yang langsung bangkit berdiri dan memeluk bahu Patra dengan santainya.Refleks Patra menepis lengan Timo sampai Timo pun membelalak kaget."Ah, maaf ya! Aku hanya bersikap santai dan akrab saja.""Ah, iya, apa ... hanya ada ... kita?" tanya Patra sungkan.Entah mengapa rasa antusias Patra yang tadi mendadak menghilang merasakan atmosfer yang berbeda begitu masuk k
"Sial! Mengapa perasaanku seperti ini?"Nero tidak berhenti mengumpat saat ia sudah duduk di dalam mobilnya.Bahkan, ia tidak juga berniat menjalankan mobilnya dan hanya terus memukul setirnya dengan geram."Dia sengaja berdandan untuk mereka kan?" gumam Nero sambil tertawa begitu frustasi."Sial! Mengapa aku harus mendengar obrolan mereka kemarin malam? Mengapa harus aku? Mengapa juga aku harus memakai toilet karyawan pada saat seharusnya aku bisa memakai toiletku sendiri? Sial!" geram Nero lagi sambil berusaha menenangkan napasnya.Nero pun memejamkan matanya dan bayangan Patra muncul di sana.Patra yang begitu cantik dengan kemeja dan rambutnya yang tergerai, make up tipisnya pun membuat wajah cantik itu menjadi makin cantik.Namun sedetik kemudian, Nero mengepalkan tangannya mengingat bagaimana Patra bersandar di pelukan pria tadi."Cukup, Nero! Berhenti memikirkannya! Para pria itu brengsek! Ya, o
"Pergi ke mana dia?"Nero melangkah cepat ke toilet wanita di dekat ruangan Timo dan membuka satu persatu biliknya, tapi Patra tidak ada."Sial! Bukankah wanita suka bersembunyi di toilet? Di mana dia sebenarnya?"Nero pun keluar dari toilet dan meraih ponselnya, bermaksud menelepon bagian CCTV untuk mencari Patra, tapi ia teringat karyawan CCTV sedang berada di ruangan Timo.Dengan tidak sabar, Nero mencari Patra ke ruangan cleaning service. Dan benar saja, Patra memang ada di sana.Awalnya Nero mau langsung masuk saja karena pintunya tidak tertutup rapat, tapi mendengar suara isakan dari dalam, Nero pun menghentikan langkahnya.Sebagian hati Nero merasa perih mendengar tangisan Patra. Saat masih bersama dulu, Nero selalu melindungi Patra dan tidak pernah membiarkan Patra menangis sedikit pun, walaupun tetap saja Patra pernah menangis di depan Nero dan setiap mendengar tangisan Patra, Nero pun merasa sedih.&nbs
Ya, Nero adalah tunangan Kania selama tiga tahun terakhir ini. Ada banyak alasan mengapa Nero setuju bertunangan dengan Kania, namun yang pasti tidak ada alasan cinta di dalamnya. Sepanjang hidupnya, Nero hanya mencintai satu wanita. Dan salah satu cara untuk melupakan wanita yang dicintainya itu adalah berhubungan dengan wanita lain, walaupun setelah dijalani, ternyata cara itu juga tidak berpengaruh apa pun. Nero pun masih menatap Kania sambil tersenyum tipis. "Welcome home, Kania!""Hmm, kau selalu tidak romantis. Maafkan aku tidak memberitahumu kapan aku pulang dan baru menghubungimu setelah aku sudah sampai karena aku tahu kau juga tidak akan menjemputku kan?" seru Kania pengertian sambil melangkah mendekati Nero. Nero tertawa pelan mendengarnya. Alasan lain mengapa Nero bertunangan dengan Kania adalah karena Kania sangat pengertian, bahkan Kania tetap menerima walaupun tahu kalau Nero sama sekali tidak mencintainya. "Hmm, aku senang kalau sedikit kata-kata dariku bisa memb
"Kau baik-baik saja, Patra?" Greedy memeluk bahu Patra dengan sayang saat mereka sudah duduk bersama di kantin, sedangkan Selly sendiri memeluk lengan Patra yang satunya. "Hmm, aku baik-baik saja," sahut Patra sambil mencoba tersenyum singkat. Greedy dan Selly saling melirik seolah memberi kode untuk menghibur Patra. Selly pun mengangguk dan langsung memasang senyum cerahnya. "Hei, Patra! Baguslah kalau kau baik-baik saja! Jangan dipikirkan lagi ya! Sebenarnya ada bagusnya juga kau tetap di sini jadi kita bisa terus bersama. Pokoknya kau jangan khawatir, selama ada Selly dan Greedy di sini, tidak akan ada yang bisa menjahatimu lagi!""Benar, Patra! Setiap siang aku juga akan memasak makanan khusus untukmu, semua makanan yang enak-enak agar kau senang! Bagaimana? Ayolah, tersenyumlah!" Greedy terus menyenggol bahu Patra. Selly kembali mengangguk bersemangat. "Kalau pekerjaanku sudah selesai pun aku akan membantumu, jadi kau tidak akan merasa berat!" ucap Selly dengan penuh keyaki
"Ayo cepat, Greedy!""Tunggu dulu! Kau tahu tubuhku sebesar ini, aku tidak bisa berlari cepat! Kau duluan saja, cari Patra di ruang cleaning service, aku akan menyusul!" sahut Greedy dengan napas yang sudah tersengal karena berlari mengikuti Selly. Selly dan Greedy baru saja datang bersama ke kantor tadi saat beberapa karyawan lain bergosip tentang insiden kemarin malam.Awalnya Selly hanya memasang telinganya untuk sekedar ingin tahu saja, tapi begitu mendengar nama Patra disebut, Selly langsung panik dan mereka pun mencari Patra. Patra sendiri baru saja selesai mengganti seragam cleaning servicenya, tapi hatinya sendiri tidak tenang. "Apa benar para karyawan itu menatapku dengan aneh atau itu hanya perasaanku saja? Mengapa rasanya seperti ini? Apa karena masalah kemarin?"Patra mengernyit dan mengingat kembali lirikan para karyawan lain saat ia masuk ke lobby tadi, bahkan baru saja teman sesama cleaning service juga buru-buru keluar saat ia masuk. Entah masalah apa lagi ini. Pat
Cukup sudah!Kesabaran Patra sudah habis mendengar semua hinaan Nero. Setiap kata yang terucap dari bibir pria itu seolah meremat hatinya dan Patra sudah tidak sanggup lagi.Sekalipun Patra bukan orang kaya, sekalipun sekarang ia hanya seorang cleaning service, tapi ia tidak terima terus direndahkan seperti ini. Cara Nero membalas sakit hatinya terasa sangat menyesakkan dan Patra tidak mau lagi. Itulah yang membuat Patra begitu berani berteriak dan melawan Nero tadi. "Ya, aku tidak menyesal! Aku sama sekali tidak menyesal sudah membela martabatku sendiri! Dan apa yang aku katakan adalah kebenaran! Mengenal Nero adalah penyesalan terbesar dalam hidupku! Hidupku berantakan karena mengenal pria itu dan jatuh cinta padanya!"Sesaat setelah mengatakannya, Patra memeluk dirinya makin erat sambil meringkuk di atas ranjang kamarnya. Patra menangis. Lagi-lagi ia menangis. Saat semua emosi dalam diri tidak cukup diungkapkan hanya dengan kata-kata, maka tangisan adalah satu-satunya cara unt
Gila!Nero pasti sudah gila saat mengajukan syarat untuk Patra.Pertama karena Nero tidak sungguh-sungguh ingin mengijinkan Patra keluar dari perusahaan ini.Dan kedua, mengapa syaratnya harus tidur bersama?Entahlah, Nero hanya tidak bisa berpikir jernih saat ini, tapi kebutuhan untuk mempertahankan Patra mendadak ia rasakan sangat mendesak.Nero pun hanya bisa menatap Patra dengan hati yang galau, menunggu respon Patra.Namun tanpa disadari, hatinya diam-diam berharap, bukan karena ia ingin melecehkan Patra, tapi karena ia sungguh menginginkan wanita itu.Sedangkan Patra yang mendengarnya sudah membelalak begitu lebar."Apa? Apa yang Anda katakan?" tanya Patra dengan syok.Nero menelan salivanya dengan samar sambil berusaha mempertahankan ekspresinya."Kau mendengarku, Patra! Tidur denganku!" ulang Nero yang merasa tidak ada jalan untuk kembali lagi.Nero su
"Lepaskan aku, Pak Nero! Apa lagi yang mau Anda dengar, hah?" Patra menatap Nero dengan berani.Nero pun terdiam sambil menatap Patra dengan tatapan yang sulit diartikan."Aku tidak menyangka kau benar-benar murahan, Patra! Sepenting itukah uang untukmu sampai mengorbankan harga dirimu?""Tadinya aku masih berharap semua yang aku tahu tentangmu itu salah, tapi apa yang aku lihat sudah membuktikan semuanya! Kau menghalalkan segala cara hanya demi uang! Kau berakting polos padahal kau ... KAU MURAHAN, PATRA!" teriak Nero begitu keras.Dan Patra yang mendengarnya kembali tertawa frustasi.Tubuh Patra lemas setelah berjuang melawan traumanya, Patra menangis begitu keras tadi dan Patra sangat lelah, namun saat ini, otak dan hatinya kembali dipaksa berperang melawan Nero tanpa ampun hingga seluruh bagian dalam diri Patra pun meledak."Benar!" sahut Patra akhirnya. "BENAR! AKU MURAHAN!" teriak Patra dengan sama k
"Pergi ke mana dia?"Nero melangkah cepat ke toilet wanita di dekat ruangan Timo dan membuka satu persatu biliknya, tapi Patra tidak ada."Sial! Bukankah wanita suka bersembunyi di toilet? Di mana dia sebenarnya?"Nero pun keluar dari toilet dan meraih ponselnya, bermaksud menelepon bagian CCTV untuk mencari Patra, tapi ia teringat karyawan CCTV sedang berada di ruangan Timo.Dengan tidak sabar, Nero mencari Patra ke ruangan cleaning service. Dan benar saja, Patra memang ada di sana.Awalnya Nero mau langsung masuk saja karena pintunya tidak tertutup rapat, tapi mendengar suara isakan dari dalam, Nero pun menghentikan langkahnya.Sebagian hati Nero merasa perih mendengar tangisan Patra. Saat masih bersama dulu, Nero selalu melindungi Patra dan tidak pernah membiarkan Patra menangis sedikit pun, walaupun tetap saja Patra pernah menangis di depan Nero dan setiap mendengar tangisan Patra, Nero pun merasa sedih.&nbs
"Sial! Mengapa perasaanku seperti ini?"Nero tidak berhenti mengumpat saat ia sudah duduk di dalam mobilnya.Bahkan, ia tidak juga berniat menjalankan mobilnya dan hanya terus memukul setirnya dengan geram."Dia sengaja berdandan untuk mereka kan?" gumam Nero sambil tertawa begitu frustasi."Sial! Mengapa aku harus mendengar obrolan mereka kemarin malam? Mengapa harus aku? Mengapa juga aku harus memakai toilet karyawan pada saat seharusnya aku bisa memakai toiletku sendiri? Sial!" geram Nero lagi sambil berusaha menenangkan napasnya.Nero pun memejamkan matanya dan bayangan Patra muncul di sana.Patra yang begitu cantik dengan kemeja dan rambutnya yang tergerai, make up tipisnya pun membuat wajah cantik itu menjadi makin cantik.Namun sedetik kemudian, Nero mengepalkan tangannya mengingat bagaimana Patra bersandar di pelukan pria tadi."Cukup, Nero! Berhenti memikirkannya! Para pria itu brengsek! Ya, o
"S-selamat malam semuanya! Aku Patra ... aku ...."Susah payah Patra membuka mulutnya menyapa semua, tapi Maya langsung menyelanya dengan nada meremehkan."Cleaning service kan? Kami sudah tahu!" Maya menatap Patra dari atas ke bawah dan tersenyum menyeringai.Tanpa sengaja, Maya mengetahui rencana manager proyek dan dua karyawannya untuk menggoda Patra dan Maya yang memang kesal pada Patra karena insiden di kantin pun menawarkan diri untuk membantu mengerjai Patra."Kau ini kenapa, Maya? Hei, Patra, ayo kemari!" ajak Timo, manager proyek yang langsung bangkit berdiri dan memeluk bahu Patra dengan santainya.Refleks Patra menepis lengan Timo sampai Timo pun membelalak kaget."Ah, maaf ya! Aku hanya bersikap santai dan akrab saja.""Ah, iya, apa ... hanya ada ... kita?" tanya Patra sungkan.Entah mengapa rasa antusias Patra yang tadi mendadak menghilang merasakan atmosfer yang berbeda begitu masuk k