Sesampainya di Apartment milik Hanzero, Azkayra langsung berbaring di ranjang yang cukup besar milik kamar itu.Sementara Hanz, sibuk membenahi baju dari dalam koper yang di bawa Azka tadi."Azka, mandilah dulu, kau belum mandi kan.? Atau mau aku hangatkan air untukmu.?" ucap Hanz menatap Azka yang masih tengkurap di atas kasur."Aku mau mandi air dingin Hanz, gerah. Tapi nanti, kamu duluan saja ya.?" sahut nya tak bergerak dari tempatnya."Baik lah,"Hanz segera memasuki kamar mandinya untuk membersihkan diri. Dengan kilat ia menyelesaikan mandinya dan segera keluar berganti piyama."Azka, aku sudah selesai. Mandi lah. Kalau kemalaman kamu akan menggigil." kembali Hanz mengingatkan."Emm,." hanya itu balasan Azka."Azka, kamu tidur..?" Hanz mendekatinya."Azka.." merasa tak ada jawaban Hanz lalu mengusap rambut Azka.Istinya menggeliat, "Nona Azkayra..! Bangunlah." Hanz menggelitik pinggang Azka membuat Azka langsung terlonjak."Hanz,.. Kamu menggangguku.!""Memang kamu sudah tidur.?
Hanzero masih menatap lekat wajah yang masih terlelap itu menggeser kepalanya dengan pelan dan menarik lembut tangan nya serta meletakannya kembali kepala istrinya itu di bantal."Sudah siang rupanya." gumamnya melirik jam , lalu beranjak bangun.Dengan duduk di tepi ranjangnya, Pria itu masih tak berkedip memperhatikan wanita yang semalam ia nikmati berkali-kali setiap inci tubuhnya itu.Tangannya menyentuh lembut bibir itu,"Aku sangat bangga Azka, sekian banyak pria yang menggilaimu, kamu memilih aku. Kamu menerima aku yang tidak sepadan ini denganmu. Aku merasa sangat beruntung sekali bisa memilikimu seutuhnya. Aku berjanji akan menjagamu sampai pada batas nyawaku terlepas dari raga ini." ucap Hanz.Kini ia bangun dan bergegas ke kamar mandi.Melihat wajahnya di cermin, dan menepuk pipinya."Hanzero, kamu sangat beruntung sekali." bisiknya , tersenyum dan mulai mengguyur tubuhnya dengan air.Tak lama ia sudah keluar dari kamar mandi, segera memakai baju dan kembali mendekati istri
Masih di ruangan yang sama, tapi dalam waktu yang berbeda. Pasangan pengantin baru itu masih saja setia di dalam kamar kesayangan Azkayra itu. Kamar yang ada di apartemen Hanzero tersebut.Ini adalah malam ketiga mereka di sana.Nampak Hanz selesai membersihkan diri dan mendekati Azka yang sudah duluan mandi, dan kini terbaring tak berdaya di ranjang empuk milik kamar Hanz itu."Azka.. biar ku pijit kakimu ya.?" ucap Hanz menawarkan diri."Benarkah, kamu sungguh baik sekali. Kakiku memang sangat ngilu, Hanz." timbal Azka ceria."Baiklah,." Hanz segera meraih betis istri nya."Eits.. tunggu dulu. Ini iklhas atau ada imbalannya.?" tanya Azka untuk memastikan kebaikan suaminya , siapa tau saja Hanz punya embel-embel setelahnya , itu pikiran Azka."Azka, aku tau kamu lelah. Aku tidak akan meminta imbalan apapun. Serius." jawab Hanz mulai memijat betis Azka.'Aku memang selalu ingin serakah Azka jika menyentuhmu. Tapi aku juga tidak mungkin tega jika melihatmu sudah seperti ini.:Hanz den
Malam itu di kamar Azkayra yang sudah kedap suara, pasangan pengantin baru itu sedang berduaan.Hanzero masih saja dengan sikap rakus nya, melanjutkan aksinya yang terus mendekap dan mellumatt bibir seksi milik istrinya, bahkan tak membiarkan tubuh Azka bergeser sedikit pun darinya.Kedua tangannya yang kini telah berubah liar tiap saat dekat dengan Azka, menerobos ke balik baju Azka dan terus meraba dan meremas di sana.Azka yang memang selalu merindukan sentuhan Hanz pun tak merasa keberatan , ia sangat menikmati setiap sentuhan yang di berikan suaminya.Tanpa ada pembicaraan sedikit pun dari mulut kedua nya, hanya bahasa kalbu dan tubuh yang di lontarkan mereka , seolah memahami keinginan satu sama lain.Kedua nya kini saling menyerang , desahan dan rintihan manja ,hanya itu yang terdengar di kamar itu.Peluh Hanzero terus mengalir membasahi rahangnya. Sementara Azka sesekali menggigit bibir bawah nya membuat Hanz semakin menggila melihat itu."Azka, aku mencintaimu.!" ucap Hanz m
Rasa tegang menguasai kedua pria gagah itu, Shaka Adiwiguna dan Hanzero yang tetap berdiri sambil menyandarkan punggung mereka masing-masing ke dinding.Wajah Frustrasi kedua pria itu tergambar begitu jelas, tampak juga sebuah kekhawatiran yang mendalam di wajah keduanya menunggu hasil kerja keras Dokter Abraham yang tengah berjuang menyelamatkan Azkayra di dalam sana.Tanpa ada yang saling berbicara kecuali hanya saling melempar pandangan dan kemudian berdoa di dalam hati. Hanya itu yang bisa di lakukan mertua dan menantu itu saat ini.Tidak akan terjadi apa-apa, Azkayra adalah wanita yang kuat.Kedua hati Pria itu saling berbicara demikian, hanya untuk sekedar menguatkan hati mereka masing+masing.Setelah sekian lama menunggu, Dokter Abraham muncul membuka pintu ruangan rumah sakit tersebut."Bagaimana keadaan putriku?" Shaka Adiwiguna langsung menghampirinya, begitu juga Hanz yang tak sempat bertanya karena sudah di dahului oleh Sang Ayah mertuanya."Nona Azkayra selamat Tuan dan s
Dengan sangat hati-hati Hanzero merebahkan tubuh Azkayra di atas tempat tidur dibantu oleh Shaka.Sedangkan Dokter Abraham dan beberapa asistennya pun mulai memasang Alat infus untuk Azka."Apa hanya ini saja.?" tanya Hanz pada Dokter Abraham, mengetahui hanya selang infus saja yang di pasang kan untuk istrinya."Sebenarnya Nona Azkayra sudah tidak membutuhkan perawatan insentif lagi, Nona hanya butuh waktu untuk memulihkan kesehatannya. Kami akan terus mengontrol kondisinya, Anda tidak perlu khawatir, Tuan." jelas Dokter Abraham hanya di balas anggukan ringan Hanz."Lalu kenapa putriku belum juga sadar.?" Ginanjar pun ikut bertanya."Kami memang memberikan obat penenang pada Nona, agar nona bisa sedikit lebih tenang. Tolong jangan membuat Nona kembali berpikir atau terpaksa mengingat sesuatu, itu sangat berbahaya bagi kesembuhan otaknya. Buat Nona Serileks mungkin dan kalau bisa Nona harus selalu senang. Itu akan sangat membantu pemulihannya." kembali Dokter Abraham menjelaskan."Kam
"Benar begitu..?" tanya Azka menatap Hanz dan kini mereka beradu pandangan , sejenak Hanz langsung berusaha menghindari tatapan itu, ia takut Azka akan terus berusaha mengingat nya."Benar Nona, Anda boleh bertanya pada Ayah Nona." sahut Hanz."Lalu di mana Ayah ku sekarang, Aku ingin bertemu.""Berlinda, panggil Tuan besar.!" Hanz segera menyuruh Berlinda untuk memanggil Shaka. Dan Berlinda pun langsung melangkah."Siapa namamu tadi.. Hanz?" Azka kembali menatap Hanz ."Hanzero Nona, anda biasa memanggil saya Hanz." jawab Hanz, perih itu lah hati nya harus berpura pura , kembali menjadi sekretaris Azka. Namun ia harus melakukannya, jika Azka tau kebenaran tentang dirinya, Azka pasti akan terus berusaha mengingat , dan Hanz tidak mau mengambil resiko kemungkinan yang akan terjadi pada Azka istrinya."Apa kita sudah lama saling kenal.?" kembali Azka bertanya."Lama Nona , sangat lama. Saya bahkan selalu bersama Nona, setiap saat. " jawab Hanz, ingin rasa nya Hanz menjerit.Azka... aku
Hanzero mengguyur tubuhnya dengan air dingin dengan sesekali membuang nafas kasarnya. Ia segera menyelesaikan mandi dan kembali ke kamarnya untuk berganti.Menatap dirinya di cermin dan mengusap wajahnya dengan kasar. Kembali mengingat istrinya yang kini benar-benar sudah melupakannya."Secepat ini aku tersingkir dari pikiranmu Azka. Dulu kamu yang terus berusaha mendekatiku, dan kini aku harus berjuang untuk mendekatimu, sedangkan kali ini kamu seperti tidak menyukaiku. Benar-benar berat ujian ini." keluh Hanz.Kini ia duduk di sofa , menyeruput kopi dan memakan beberapa potong kue yang sudah disiapkan seorang pelayan.Hanz meraih Hpnya dan menggeser Layar Hpnya, memperhatikan beberapa foto mesranya dengan Azka."Seberat ini ujian pernikahan kita Azka, saat aku sedang bahagia bahagianya bisa memilikimu, kamu telah melupakan aku." Hanz berkata pada diri nya sendiri.Ia beranjak dari duduk nya dan melangkah keluar menuju kamar Azka, sejenak ia berdiri di depan pintu dan dengan perlahan
Hari itu, Azkayra sudah di perbolehkan pulang oleh Dokter Lisa. Perawatan akan di lanjutkan di Rumah utama. Dengan sangat bahagia Hanzero berkemas di bantu Arwan dan juga Berlinda.Ia terus mendekap sang Hanz Juniornya dengan tatapan mesra pada mata jagoan ciliknya yang mungil itu.Setelah semua siap,mobil mereka pun segera meninggalkan Rumah Sakit itu perasaan yang begitu bahagia.Hanz duduk di jok belakang bersama Azka dengan memangku sang buah hatinya, sementara Berlinda duduk di depan bersama Arwan yang mengemudi.Tak lama setelah melintasi jalan aspal hitam itu, mobil mereka telah memasuki halaman luas milik Rumah Utama keluarga Samudra. Di sambut puluhan penjaga dan juga pelayan dengan ucapan Selamat yang menggebu dari mulut mereka mengelu-elukan Calon Tuan muda mereka. Hanz menuruni mobil dengan senyum lebar menatap mereka.Hanz mengulurkan sang buah hati nya kepada Berlinda yang dengan sigap mengambil alih menggendong tuan muda kecil nya. Sementara Hanz membopong istri nya u
Peluh sudah membasahi wajah dan seluruh tubuh Azkayra, rasanya ia sudah tidak tahan lagi . Namun lagi-lagi Dokter Lisa mengucapkan kata sebentar lagi, karena memang pembukaan belum sepenuh /nya terjadi.Di ruang lain ,Hanzero terus meringis kesakitan. Tapi kali ini, entah mendapat kekuatan dari mana ia berusaha sekuatnya untuk menahannya dan mencoba bangun."Berlinda , kemarilah." ucapnya.Berlinda segera mendekati Tuannya yang sudah duduk di tepi ranjang."Lebih mendekat.!"Berlinda masih dengan kebingungan makin mendekatkan kakinya lagi."Bantu aku berjalan. Aku harus menemui Nona.!" ucap Hanz segera meraih pundak Berlinda."Tuan, anda sedang sakit, Dokter sebentar lagi datang. Suster sedang memanggilnya." cegah Berlinda."Tidak Berlinda, aku harus mendampingi Nona. Pasti dia sedang kesakitan yang lebih dari aku. Ayo Berlinda..! Mumpung sakit ini sedikit berkurang." Hanz langsung berdiri dengan berpegangan pada pundak Berlinda.Mau tidak mau, dengan perasaan sungkan Berlinda akhirny
Hanzero masih saja berguling di atas kasur sambil terus merintih. Sakit perut yang di alaminya bukan hanya biasa , namun lebih dari sekedar sakit perut biasa, mules tingkat tinggi dan kram. Sebentar menghilang dengan sendirinya dan sebentar akan datang kembali lebih sakit dari yang pertama,. Rasanya seperti diremas, dan pinggangnya pun terkadang sakit luar biasa.Sementara Azkayra hanya bisa kebingungan melihat suaminya kesakitan."Hanz,.!" Azka sudah meneteskan air mata."Azka, mana Arwan..? Sakit Azka , aku tidak tahan...!" Hanz yang biasanya selalu kuat menahan rasa sakit, kali ini benar-benar harus merintih menahannya."Sabar ya, sebenar lagi Arwan kemari. Dia sedang menyiapkan mobil." jawab Azka terus mengurut perut Hanz."Azka, aku ingin ke kamar mandi lagi." Hanz merangkak menuruni Ranjang."Biarku bantu Hanz," ucap Azka."Tidak tidak, aku masih kuat. Sakitnya berkurang." sahut Hanz, dengan memegangi pinggangnya mirip seorang kakek-akek osteoporosis ia berjalan tertatih ke kam
Hanzero masih terus berkutat dengan perut Azkayra yang sudah sangat membuncit.Hari ini kandungan istrinya sudah memasuki bulan kesembilan, walau pun baru memasuki dan belum penuh sembilan bulan, namun Hanzero sudah menyiapkan segala sesuatunya. Semua keperluan bayinya pun di siapkan olehnya sendiri. Dari tempat tidur dan seluruh keperluan bayi.Dengan panduan buku , ia bisa mengetahui semua apa yang di butuhkan bayi setelah lahir."Hanz, menurut lmu bayi lmu ini akan laki-laki apa perempuan.?" tanya Azka malam itu."Laki-laki ." jawab Hanz dengan mantapnya."Dari mana kamu tau?" Azka menyerngitkan dahinya."Entahlah, tapi aku begitu yakin." jawab Hanz lagi."Karena kamu menginginkan anak laki-laki.?""Tidak juga, aku malah ingin perempuan. Tapi aku selalu bermimpi menggendong anak laki-laki." jawab Hanz mendekati istrinya ."Laki-laki atau perempuan sama saja Azkayra. Aku akan sangat senang menyambutnya. Asal jangan kembar saja." ucap Hanz."Kenapa kalau kembar ?""Aku tidak tega me
Masih dengan penderitaan yang belum berubah, malah terkesan lebih sengsara, namun membuat Hanzero semakin bersemangat menghadapinya.Meski kadang lelah menggerogoti tulangnya, tapi rasa bahagia menepis kelelahannya. Ia bahkan semakin sabar dan telaten dalam menghadapi masa masa ngidam Azkayra yang baginya menjadi kekuatan tersendiri untuk nya itu.Kulit mulus Azka yang terlihat semakin indah di mata Hanz, namun badan Azka sedikit lebih kurus di banding hari hari sebelum ia di positif kan hamil. Mungkin karena Azka terus memuntahkan asupan gizi yang setiap saat menyinggahi perutnya.Sore itu, Hanz terus menatap perut istrinya yang nampak datar dan belum terlihat membuncit itu. Dalam hati nya ,ia tidak sabar menantikan kapan perut indah itu akan membesar?Ia melangkah menghampiri," Azka, malam ini kamu ingin makan apa.?" mengelus perut istirnya."Tidak ada." jawaban singkat dari Azka tanpa mempedulikan si pemberi pertanyaan."Jangan begitu. Kamu harus punya keinginan.""Hah, kenapa mema
Hanzero tetap saja melangkah menuruni tangga untuk mencari buah strawbery putih yang minta istri nya, padahal ia sendiri masih ragu, Apa ada?"Arwan.!" sempat terkejut ketika menatap Arwan sudah di depan pintu."Tuan, anda mau kemana.?""Kebetulan kamu sudah pulang, ayo ikut aku." Hanz bersemangat, setidaknya ada teman untuk berbagi pusing.Tanpa bertanya Arwan pun mengikuti langkah tuannya dan membuka kan pintu mobil."Kemana ini l, Tuan.?" tanya Arwan masih menginjak gas."Huh.!" menghela nafas."Tuan," Arwan menoleh."Ah, kemana saja . Yang penting bisa mendapatkannya.""Mendapatkan apa Tuan.?" Arwan bingung dengan ucapan Hanz."Arwan, apa ada buah strawberry berwarna putih? Kamu pernah melihatnya ? Mendadak Nona menginginkannya.""Ada, Tuan." spontan Arwan menjawab."Hei, aku sedang tidak bercanda!" Hanz mengira Arwan mengada-ngada."Ada Tuan, serius. Saya pernah melihatnya di internet. Kalau tidak salah, itu tanaman liar dari Amerika Selatan." jawab Arwan."Yang benar saja , apa
Hanzero masih terus menggenggam tangan istrinya dan mengusap wajah Azkayra yang terlihat pucat itu. Sesekali melirik pintu."Kenapa Dokter Lisa lama sekali ya.?" gumamnya.Baru saja Hanz bergumam, Berlinda sudah membuka pintu dengan dokter Lisa di belakangnya. Dengan sedikit tergesa Dokter Lisa menghampiri ."Maaf Tuan, sedikit terlambat. Jalanan macet." ucap Dokter Lisa ."Tolong periksa Nona Azkayra, dia terus mual dan muntah." sahut Hanz tak ingin berbasa basi.Dokter Lisa menagangguk, sementara Hanz langsung beranjak menjauh.Dokter Lisa pun langsung memeriksa Azka.Hanz duduk menunggu dengan cemas, begitu juga dengan Berlinda, masih saja berdiri di sudut ruangan itu.Lama Dokter Lisa memeriksa Azka, dan akhirnya menghampiri Hanz."Tuan,""Bagaimana keadaan Nona, apa sakitnya parah?" tanya Hanz spontan saat mendengar Dokter Lisa memanggilnya.Dokter Lisa tersenyum."Nona Azkayra baik-baik saja Tuan,!""Baik-baik saja bagaimana.? Bahkan dia tadi sempat pingsan!" pekik Hanz ."Tuan,
Hanzero masih memeluk istrinya dengan erat, namun entah mengapa, perasaan Azkayra yang biasanya selalu damai jika berada di pelukan suaminya kini seperti tak di rasakannya.Gelisah, ya kata itu yang tepat untuk suasana hati Azkayra saat ini.Ide gila, hah.! Sungguh kah ia harus mengatakan itu pada Hanz.?Huh, berat rasanya Azka untuk memulai ucapannya. Tapi itulah satu-satunya caranya agar kegelisahannya berakhir.Apa Hanz akan setuju,? Apa Hanz akan menurutinya kali ini.? Benarkah jalan ini yang harus mereka tempuh.?Lagi-lagi Azka berperang dengan pikiran nya.Kembali Azka menimbang."Azka, katakan padaku apa yang ingin kamu bicarakan? Hari ini aku milikmu sepenuhnya. Waktuku akan kupersembahkan untukmu." ucap Hanz masih dalam posisi memeluk pinggang istrinya."Hanz , aku.. Em, kamu tidak akan marah jika aku mengatakannya.?""Tidak Azka, asal itu masuk akal. Katakan saja." jawab Hanz, sudah menangkap hal lain dari istrinya.Azka memutar tubuhnya, menatap dalam mata suaminya. Kedua t
Kini Hanzero tidak lagi banyak menuntut istrinya, dan Azkayra bisa sedikit leluasa untuk sekedar memasak yang memang sudah menjadi impian nya itu. Ia pun sudah sering pergi belanja walau pun harus tetap dengan pengawalan yang super ketat.Namun setidak nya Azka bisa menikmati hari hari nya dengan keceriaan.Hanz pun tersenyum melihat senyum kebahagiaan istrinya yang selalu berkembang mengawali pagi nya dan menyambut nya pulang dari Kantor.Rasa cinta dan sayang nya pun semakin meluap pada istri nya.Waktu terasa cepat berjalan, bulan kini sudah berganti tahun .Tak terasa setahun sudah usia pernikahan mereka.Kebahagiaan dan masa tenang mereka pun kini terusik oleh perasaan khawatir Azka, karena ia tak juga kunjung hamil.Padahal program hamil sudah di lakukan dengan sempurna, belum lagi cara cara lain seperti terapi, ramuan penyubur kandungan bahkan Azka pernah pergi ke Mbah Mbah untuk meminta jampi jampi kuno yang di yakini bisa menolong nya tanpa sepengetahuan Hanz.Hingga akhirnya