Semenjak bertemu dengan Clarissa, perasaan Tommy bagai terombang-ambing di pinggir jurang.
Benar kata Alexander, Tommy belum sepenuhnya bisa melepaskan wanita yang menjadi kekasihnya selama empat tahun itu. Padahal, wanita itu yang lebih dulu menghianatinya dengan pria lain.
Tommy menunduk, melihat pada wanita yang sudah berstatus sebagai istrinya, memeluk erat padanya. Kebimbangan itu perlahan pudar. Tergantikan ekspresi penuh cinta.
‘Jangan mengingat masa lalu, Tommy!’
‘Ingatlah! Saat ini ada wanita yang memasrahkan seluruh hidupnya hanya untuk bersamamu.’
‘Kamu pun sudah berjanji di hadapan Tuhan bahwa akan membahagiakannya sepenuh hati.’
‘Jangan bertindak bodoh dengan mengingat wanita itu!’
Hati kecil Tommy mengingatkan pria itu untuk tak lagi melakukan hal-hal yang memicu pertengkaran dengan sang istri. Apalagi mereka baru saja menikah.
“Maafkan aku, Honey. Ternya
“Dasar pria brengsek! Aku membencimu Tommy!” teriak Jenny dengan kencang. Kedua kakinya lemas, jatuh di atas pasir pantai.Jenny meluapkan semua emosi yang bercokol di hatinya. Meneriakkan umpatan kasar yang jelas ditujukan untuk Tommy.‘Bagaimana bisa pria itu memeluk wanita lain yang jelas-jelas masih menginginkannya?‘‘Apa dia lupa jika dirinya sudah menikah?’‘Bagaimana jika posisi itu dibalik?’Jenny meratapi bagaimana keadaannya yang mengenaskan. Pernikahan yang baru berjalan beberapa hari sudah dihantam oleh kehadiran seseorang di masa lalu suaminya.“Kenapa kamu melakukannya padaku, Tommy? Kenapa?”Tangisan yang menyayat pilu menjadi irama pengantar air laut yang sedang pasang. Riak-riak gelombang air yang datang dan pergi mengisyaratkan luka yang begitu menyakitkan.Alih-alih menyakiti diri, Jenny bertekad akan mengakhiri semuanya. Wanita itu mencoba ber
Layaknya pria sejati yang selalu menepati ucapannya, Tommy menerima semua ketentuan yang telah Jenny terapkan. Meskipun dengan bibir yang menekuk. Kecewa.Tidak boleh menciumnya sembarangan.Menjaga jarak.Dan tidak boleh melarangnya melakukan hal apa pun yang wanita itu suka.Adalah tiga dari sepuluh ketentuan yang cukup membuat kepala Tommy menjadi pening.‘Astaga, Tuhan. Apa tidak ada ujian selain ini?’Hati Tommy meronta layaknya remaja tujuh belas tahun yang baru mengenal cinta. Padahal, jika dilihat dari jam terbangnya sebagai pria penggila ONS, hal seperti ini harusnya tak perlu membuatnya pusing.Apalagi saat kedua matanya menangkap bagaimana para pria dengan tatapan liar, menatap tanpa kedip ke arah Jenny.Rasa-rasanya kedua tangan Tommy terasa gatal hanya untuk mencongkel mata-mata liar itu.‘Kuatkan aku, Tuhan.’Kalimat pendek itu seperti mantra bagi Tommy untuk meredakan g
Bukan hal yang mengejutkan jika Maria Johnson menanyakan perihal kepulangan bulan madu yang mendadak kepada putrinya. Wanita paruh baya itu terlalu peka dengan apa yang terjadi di sekitar.“Jadi .... apa yang membuat kalian pulang mendadak?”Satu pertanyaan dari Maria yang telah Jenny tunggu akhirnya muncul juga.Jenny sendiri sudah menduga jika hal itu akan terjadi, sehingga ia sudah menyiapkan jawaban itu sejak berada di unit. Tentu saja semua itu sudah ia bicarakan dengan Tommy.“Ada sesuatu yang membuat Jenny tak nyaman, Mom. Jadi ... kami memutuskan untuk pulang lebih awal.”Jenny menghembuskan napasnya, lega. Seolah ada beban yang sudah terangkat dari pundaknya.“Kami ... atau kamu?” selidik Maria.“Ehm, lebih tepatnya Jenny, Mom,” jawabnya melirih.Mendengar itu, Maria menghembuskan napasnya.“Kamu sudah dewasa, Jenny. Kamu harus ingat posisi kamu sebagai seora
Warning 21+Dalam sekejap pipi Jenny memanas. Rona merah muda itu berganti menjadi warna merah yang lain. Tersipu mendengar ungkapan lugas sang suami.“Aku menginginkanmu, Honey,” ucapnya lagi. “Sekarang dan selamanya. Hanya kamu yang aku inginkan.”Pernyataan itu ditutup dengan sebuah ciuman lembut yang selanjutnya jatuh di bibir Jenny.Kedua bibir itu menempel. Meresapi satu kehangatan yang lumrah dirasakan oleh sepasang pengantin baru.Dan selanjutnya, Tommy berinisiatif bergerak lebih dulu untuk memulai pergerakan bibirnya. Melumat, mencecap, dan menghisap kedua belah bibir Jenny yang terasa lembut, dengan rasa manis buah-buahan di dalamnya.Rasa yang membuat Tommy menjadi candu dan menginginkan lebih. Rasa yang membuat pria itu menjadi semakin cinta, atau lebih tepatnya tergila-gila kepada istrinya.Ya, siapa yang bisa menolak pesona dan keindahan yang ditawarkan oleh seorang istri secantik J
Sejatinya, tidak ada pasangan yang menginginkan ada pertengkaran dalam rumah tangga mereka. Apalagi jika masih tergolong sebagai pengantin baru yang hanya ingin menghabiskan setiap detik untuk saling mencurahkan kehangatan.Namun, sering kali pertengkaran itu tak terelakkan hanya karena takdir. Ya, tidak ada manusia di dunia ini yang bisa menghalau takdir.Hal itu pula yang dirasakan Tommy dan Jenny. Di saat mereka baru saja berbahagia, pernikahan yang baru seumur jagung harus dihantam oleh kehadiran masa lalu Tommy yang tak sengaja bertemu saat keduanya berbulan madu.Tommy mengingat betul bagaimana marahnya Jenny hingga mendiamkannya hanya karena kesalahpahaman di antara mereka. Dan berujung kepulangan mendadak.Tommy akan menjadikan kejadian itu sebagai pengingat agar dirinya lebih berhati-hati. Terutama jika berhubungan dengan wanita lain. Ia tidak akan sanggup diacuhkan oleh istrinya yang hingga kini masih terlelap di sampingnya.Tommy y
Keinginan semua orang tua kepada anaknya di dunia ini rata-rata adalah sama. Semua pasti menginginkan sang anak bahagia dengan kehidupannya. Termasuk yang diinginkan William dan Maria.William yang kini bersantai di halaman belakang bersama Maria tampak saling bercanda dan tertawa layaknya pasangan pengantin baru.William selalu punya cara membuat sang istri bahagia bersamanya sejak dulu. Bahkan sejak kesulitan mempertahankan kebersamaan mereka.“Aku selalu ingat bagaimana kamu tak mau ditinggalkan olehku, Dad.”“Dan menjadikan hal itu untuk meledekku, hm?”“Ha ha ha,” Tawa Maria berderai. “Bukan begitu, Dad. Tapi, saat itu –““Ma-maaf Nyonya.” Shelly datang dengan napas terengah-engah dan gemetar di tangannya.“Kenapa Shel?” tanya Maria bingung melihat kepala pelayan di rumahnya tiba-tiba datang.“Nona Jenny ... mengalami kecelakaan, Nyonya,&rd
Dalam hidupnya, Tommy tak pernah mengucapkan janji kepada siapa pun itu. Bahkan, pada sang ibu yang sebelum kepergiannya meminta satu hal padanya.Bagi Tommy, janji hanya sebuah ungkapan tanpa makna. Yang mana bisa saja diingkari tanpa persetujuan kedua belah pihak.Terlebih lagi Tommy pernah mengalami hal buruk dari cinta pertamanya. Ya, Clarissa pernah mengucapkan janji kepada Tommy bahwa hanya pria itu yang dicintainya. Namun, kenyataan berbanding terbalik.Sejak saat itu, Tommy tak percaya dengan janji. Dan ia pun tak pernah memberikan hal itu kepada setiap wanita yang pernah menghangatkan ranjangnya.Akan tetapi, semuanya berubah saat Tommy melabuhkan hatinya pada sosok cantik yang masih terlelap dalam pelukannya ini.Seorang wanita manja yang memiliki sejuta pesona dan keindahan. Ah, Tommy tak pernah bermimpi untuk menjadi suaminya. Meskipun dahulu, ia pernah jatuh hati di saat Jenny masih berusia belasan tahun.Dan saat ini, Tuhan men
“Bagaimana kamu bisa melakukannya, Hubby?” tanya Jenny dengan kedua mata membulat. Tak percaya dengan apa yang ia dengar dari Mommy-nya, selepas makan malam berakhir.Ya, setelah satu minggu lamanya tinggal di rumah utama, malam ini Maria mengizinkan mereka kembali ke unit.“Bagaimana bisa?” pikir Jenny.“Sejatinya, Mommy juga pernah muda. Beliau mengerti bagaimana perasaan anak-anaknya.” Tommy menarik dagu Jenny. Memberikan kecupan sekilas. “Hanya saja, kamu belum tahu trik jitu meluluhkan hatinya.”“Aku sudah mencobanya berkali-kali. Bahkan semua jurus yang Kak Felix gunakan pun tak mampu menggoyahkan hati Mommy. Wajah Jenny berubah sendu. Teringat akan semua ketetapan Maria yang sempat membuatnya seperti burung yang selalu diikat oleh peraturan.“Sebenarnya kalau kamu bisa lebih dekat dengan beliau, semuanya akan menjadi lebih mudah,” tukas Tommy.“Bahkan aku selalu m
“Apa kau yakin ini semua akurat?” “Tentu, Sir,” jawab pria di seberang sana dengan yakin. Bahkan Alexander tidak perlu bertanya dua kali untuk hal seperti itu.“Dan apa kau tahu di mana tempat tinggal Gabriel sekarang?” tanya Alexander penasaran. Karena sampai saat ini ia tidak berhasil menemukan keberadaan putranya.Terdengar helaan napas singkat di seberang sana. “Maaf Sir, saya tidak bisa mencari tahu. Semua akses tentang Gabriel Johnson telah dikunci. Pun dengan keberadaan Rebecca Annastasia.”Tangan Alexander mengepal hingga urat-uratnya menonjol. Emosi seketika mendominasi otak pintarnya yang menjadi bodoh karena merasa dikelabuhi oleh anak-anak muda nakal.“Tapi, saya bisa mencari tahu lewat akses orang tua Rebecca Annastasia jika Anda mengijinkan.”Mengingat siapa orang tua Becca saja membuat Alexander terus murka. Apalagi jika diingatkan bagaimana Gerald membuat kekacauan hingga nyaris membuat keluarganya berantakan. Ingat! Gara-gara ulah Gerald bukan hanya Adelia, tapi Jenn
Suasana meja makan di Keluarga Johnson tampak hening setelah Maria dan William duduk di tempatnya. Alexander yang sedari tadi lebih banyak diam pun hanya membalas tatapan Maria sebentar sebelum kembali berpura-pura fokus dengan sarapan di piringnya.“Besok kita akan pergi berlibur,” ucap Maria yang kemudian menatap satu per satu anggota keluarga di sana. “Kalian bisa berkemas mulai hari ini.”Christian dan Christopher mengangkat wajahnya sejenak hanya untuk memperhatikan atmosfer dingin, lalu berpaling ke arah sang nenek. Mereka tersenyum sebelum kembali kompak menundukkan wajah. Tak terkecuali Clara yang diam-diam hanya mengintip tanpa berani menyela seperti kebiasaannya.Namun berbeda dengan Alexander yang memang tak bisa menerima begitu saja. Putra satu-satunya William dan Maria itu menegakkan punggung untuk menatap kedua orang tuanya yang masih terlihat sangat santai.“Kita tidak akan pergi tanpa Gabriel!” tolak Alexander tiba-tiba.Bukan Maria dan William saja yang terkejut, tapi
“Sungguh, aku sangat malu.” Kedua pipi Becca masih merona setelah William dan Maria meninggalkan ruang perawatan sejak satu jam yang lalu. Jelas, tuntutan yang terang-terangan ditujukan padanya menjadi tanggung jawab.Melihat tingkah sang istri Gabriel justru tersenyum geli. “Kemari.”Membawa langkahnya yang lesu, Becca segera mendekat. “Bagaimana nanti aku bertemu mereka lagi, Gabriel?”Dada Gabriel bergetar menahan tawa. Lalu, tangannya meraih pipi merona sang istri yang membuatnya sangat gemas. Ia tersenyum. “Kenapa mesti malu, hm? Mereka pernah muda, tentu saja hal seperti tadi sangat wajar.”“Tapi tetap saja aku malu,” kelit Becca masih tak mampu menjabarkan perasaannya sendiri. “Bagaimanapun juga kau masih sakit dan bisa-bisanya aku berbuat seperti tadi. Oh ….”Melihat kegusaran Becca, Gabriel mengabaikan tangannya yang cedera hanya untuk mencium bibir sang istri. Hal spontan itu tentu saja membuat Becca terkejut hingga kedua matanya membulat sempurna.“Daripada memikirkan hal
Jari-jari yang memiliki kuku panjang itu mengepal erat. Amarahnya sudah mendominasi hingga ia nyaris berbuat ceroboh.“Dasar jalang tak tahu malu!” desisnya tak suka. Masih memperhatikan aktivitas kedua orang di atas ranjang perawatan, pemilik nama Celine Addison mengambil kamera dan membidik beberapa foto.“Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan Uncle Alexander mengetahui ini.”Seolah mendapat kemenangan, Celine menatap sinis wanita yang baru saja turun dari tubuh pria yang ia inginkan.“Tunggu pembalasanku!”**Bukan hanya Adelia yang pulang setelah memastikan Gabriel dan Becca baik-baik saja. Gerald yang melihat bagaimana pasangan muda dimabuk asmara itu bersama juga memutuskan untuk memberi mereka privasi.Pria yang saat ini telah tiba di halaman rumahnya langsung masuk dan mengabaikan sapaan para pelayan. Tentu saja mereka bingung, tapi tak berani bertanya.“Bagaimana keadaan menantu kita, Gerald?” tanya Lucia cemas karena sepulang dari rumah sakit Gerald belum mengatakan apa pun
“Belum puas memandangiku, hm?”Becca menggeleng. Bibirnya masih terasa kebas setelah Gabriel menciumnya dengan isapan dalam.“Sini.” Gabriel menepuk tempat di sampingnya yang masih muat untuk Becca berbaring, tapi hingga beberapa saat lamanya wanita yang telah ia nikahi itu masih tak bergeming. Hanya menatap tanpa berucap sepatah kata pun.Gabriel maklum. Pasti sang istri masih syok. Dan bukan Gabriel jika tak mampu membujuk.“Ayolah, Baby. Jika kau ingin aku sembuh, kau juga harus menemaniku tidur,” bujuk Gabriel yang sudah tak sabar untuk memeluk sang istri setelah beberapa hari ia harus tidur sendiri di apartemen mereka.“Kau membuatku takut,” ucap Becca lirih. Matanya kemudian terpejam demi menghalau butiran-butiran kristal yang telah menggenang.Gabriel tertegun.“Kau begini karena aku.” Lagi, Becca masih menyalahkan dirinya sendiri sebagai penyebab Gabriel celaka. Jika saja ia tidak menolak untuk permintaan pria itu, maka kecelakaan ini tidak akan terjadi.“Kalau kau menyesal, s
Entah apa kalimat yang cukup untuk menggambarkan perasaan Becca saat ini. Belum kering air mata mengalir di pipinya, ia kembali dikejutkan oleh kabar dari sang ibu mertua.Becca syok hingga ponsel yang masih tersambung dengan Adelia jatuh ke lantai. Tenggorokannya seketika kering dan kedua kakinya gemetar.“Mama!” teriak Becca begitu kesadaran menghampirinya.Lucia yang kebetulan akan keluar dari kamar pun segera mencari sumber suara. Matanya membulat saat putri semata wayangnya sudah terduduk di lantai dengan tangisan yang tersendat.Buru-buru Lucia turun setelah memanggil Gerald yang tak lama kemudian menyusulnya keluar. Lucia segera mendekat dan memeluk Becca yang masih menangis.“Kenapa, Sayang?” tanya Lucia cemas. Namun sayangnya, Becca tak mampu menjawab. Wanita dengan wajah memerah dan basah karena air mata itu balas memeluk dan malah histeris.“Ada apa?” Gerald terkejut melihat keadaan putrinya, tapi ia mencoba tenang saat kedua wanita yang menempati posisi tertinggi di hatiny
Suasana di meja makan sangat hening. Hanya ada suara alat makan yang mengisi kesunyian di sana. Lucia dan Gerald yang tak ingin ikut campur pun segera beranjak begitu makanan di atas piring telah habis.“Jaga putri Daddy, Gabriel,” pesan Gerald sebelum ia benar-benar pergi dari ruangan itu.Tak ada sahutan dari bibir Gabriel yang masih mengunyah dan tampaknya Gerald pun tidak sedang menuntut balasan.Lima menit telah berlalu. Waktu terasa lambat bagi Becca yang baru saja menghabiskan bubur di dalam mangkoknya. Tanpa menoleh ke arah Gabriel yang juga selesai sarapan, Becca meneguk air putih di gelas miliknya. Hal itu tak luput dari lirikan mata Gabriel yang mengintai.“Masih tak mau bicara,” gumam Gabriel seraya menunggu. Ia ingin melihat seberapa lama wanita yang telah menjadi istrinya itu bertahan. Namun, prediksi Gabriel lagi-lagi salah. Buktinya, setelah air dalam gelas itu tandas, Becca hendak bangkit tanpa menoleh ke arah Gabriel.Dengan gerakan lincah Gabriel menahan tangan Bec
“Bagaimana hasilnya, Derick?” tanya seorang pria dengan tatapan tajam yang kini duduk di kursi kebesarannya. Rahang yang dipenuhi bulu halus itu terlihat mengeras hingga urat-uratnya menonjol.“Maaf Tuan, saya tidak menemukan petunjuk apa pun.”Brak!Meja tak bersalah itu digebrak dengan kencang hingga pria bernama Derick itu terlonjak kaget.“Apa kau bilang?” desis pria itu dingin.Derick meneguk ludahnya kasar. Ia tak mampu menatap mata pria yang telah beberapa tahun menjadi bosnya.“Kau tahu ... aku paling tidak suka mendengar kegagalan.”“Maaf Tuan. Ini semua benar-benar di luar kendali saya. Tuan tentunya sudah tahu kinerja Baron selama ini,” jawab Derick mencoba menjelaskan. Berharap setelah ini sang tuan bisa menerima. Brak!Lagi, meja bersalah itu menjadi pelampiasan pemilik nama Albert Dominic dalam menuntaskan amarahnya. Ia seketika bangkit dan menghampiri sang asisten dan langsung menarik kemeja pria itu hingga terdongak.BUGH!Satu pukulan tangan Albert melayang ke pipi D
Sesuai kata dokter, keesokan harinya Lucia sudah diperbolehkan pulang. Betapa bahagia wanita yang sejak beberapa menit lalu tak meredupkan senyumannya.Ya. Tepatnya setelah dokter mengatakan dirinya bisa pulang. Dengan begitu, ia bisa membawa putri satu-satunya itu pulang bersamanya.“Becca.”Wanita dengan rambut ikal sebahu itu menoleh. Ia tersenyum setelah memasukkan pakaian sang ibu ke dalam tas.“Ada apa, Ma?”Lucia tersenyum. “Kemarilah.”Mau tak mau pemilik nama Rebecca Annastasia itu mendekat. Mencoba mempertahankan senyuman di wajahnya.“Duduklah,” perintah Lucia dengan lembut.Becca menurut. Sejurus kemudian ia menggenggam tangan Lucia erat.“Ada yang ingin Mama katakan?” tanya Becca tanpa mengurai genggaman tangannya. Napas Lucia berembus pelan. “Apakah hubunganmu dengan Gabriel baik-baik saja?” Deg!Mendapat pertanyaan yang tak pernah Becca duga mampu membuat debaran dadanya bertalu. Lebih kencang daripada saat ia mendengar tawa wanita yang sudah tidur dengan suaminya sen