Dalam hidupnya, Tommy tak pernah mengucapkan janji kepada siapa pun itu. Bahkan, pada sang ibu yang sebelum kepergiannya meminta satu hal padanya.
Bagi Tommy, janji hanya sebuah ungkapan tanpa makna. Yang mana bisa saja diingkari tanpa persetujuan kedua belah pihak.
Terlebih lagi Tommy pernah mengalami hal buruk dari cinta pertamanya. Ya, Clarissa pernah mengucapkan janji kepada Tommy bahwa hanya pria itu yang dicintainya. Namun, kenyataan berbanding terbalik.
Sejak saat itu, Tommy tak percaya dengan janji. Dan ia pun tak pernah memberikan hal itu kepada setiap wanita yang pernah menghangatkan ranjangnya.
Akan tetapi, semuanya berubah saat Tommy melabuhkan hatinya pada sosok cantik yang masih terlelap dalam pelukannya ini.
Seorang wanita manja yang memiliki sejuta pesona dan keindahan. Ah, Tommy tak pernah bermimpi untuk menjadi suaminya. Meskipun dahulu, ia pernah jatuh hati di saat Jenny masih berusia belasan tahun.
Dan saat ini, Tuhan men
“Bagaimana kamu bisa melakukannya, Hubby?” tanya Jenny dengan kedua mata membulat. Tak percaya dengan apa yang ia dengar dari Mommy-nya, selepas makan malam berakhir.Ya, setelah satu minggu lamanya tinggal di rumah utama, malam ini Maria mengizinkan mereka kembali ke unit.“Bagaimana bisa?” pikir Jenny.“Sejatinya, Mommy juga pernah muda. Beliau mengerti bagaimana perasaan anak-anaknya.” Tommy menarik dagu Jenny. Memberikan kecupan sekilas. “Hanya saja, kamu belum tahu trik jitu meluluhkan hatinya.”“Aku sudah mencobanya berkali-kali. Bahkan semua jurus yang Kak Felix gunakan pun tak mampu menggoyahkan hati Mommy. Wajah Jenny berubah sendu. Teringat akan semua ketetapan Maria yang sempat membuatnya seperti burung yang selalu diikat oleh peraturan.“Sebenarnya kalau kamu bisa lebih dekat dengan beliau, semuanya akan menjadi lebih mudah,” tukas Tommy.“Bahkan aku selalu m
Dalam kehidupan Tommy selama beberapa tahun terakhir, petualangan malam bersama wanita malam, adalah satu kebiasaan yang menemani hari-harinya.Maka, tak akan menjadi hal yang mengejutkan jikalau setiap wanita malam di pusat Kota California mengenalnya sebagai pemuja One Night Stand.Bahkan, bisa jadi setiap wanita itu rela mengantre hanya untuk membuktikan bagaimana liarnya ia di ranjang.Namun, dari sederet pengalamannya di dunia wanita, Tommy belum pernah merasakan dirinya kalah oleh bisikan nakal yang bisa membangkitkan hasratnya.Bisikan yang kini keluar dari wanita berstatus istrinya.Dan untuk itu, Tommy harus menahan napas ketika sang istri mendekatkan bibirnya. Hanya untuk menggoda hasratnya yang telah bangun sejak tadi.“Jangan bermain-main, Honey!” peringat Tommy dengan wajah memerah.‘Sial! Aku tidak akan bisa bertahan jika dia menggodaku seperti ini.’“Sssttt .... aku akan
Semenjak pelayanan Jenny yang membuat Tommy tak bisa berkata-kata waktu itu, kehidupan mereka telah berubah tiga ratus enam puluh derajat.Aktivitas ranjang mereka menjadi lebih bergairah dan membara dari sebelumnya. Apalagi, saat Jenny menyudahi masa menstruasinya. Tommy tak melewatkan sehari pun untuk tak menyentuh sang istri.Seperti pagi ini, di saat waktu menjelang berangkat ke kantor, mereka masih berada di atas ranjang. Saling memuja dan mendesah.“Aku tak akan bisa lepas jika kamu seperti ini, Honey,” geram Tommy seraya menggoyangkan pinggulnya. Menhunjam dengan dengan irama intens. Menekan sedalam mungkin. Meraup semua kenikmatan, akibat cengkeraman otot-otot kewanitaan Jenny yang mengerat.Mendengar itu, Jenny yang masih menikmati sisa-sisa pelepasannya tersenyum puas.“Argh!” geram Tommy ketika gelombang kenikmatan itu menghantamnya. Kejantanannya berkedut, menumpahkan semua cairan cinta miliknya.Tubuh Tom
Tommy menatap sendu pada Jenny yang kini terbaring di ruang perawatan. Lagi, untuk kedua kalinya setelah mereka menikah. Tommy pikir, sebagai seorang suami yang baik, ia sudah berhati-hati untuk menjaga istrinya. Tapi, ia salah. Nyatanya, dalam dua bulan ini, sang istri harus masuk ke rumah sakit. Semua itu karena kelalaiannya dalam memenuhi kenyamanan istrinya. “Kenapa aku bisa lengah lagi? Seharusnya aku tahu jika akhir-akhir ini dia tidak bisa ditinggalkan sendirian,” gumam Tommy meratapi kebodohannya. Tommy kembali duduk di samping istrinya yang masih belum sadarkan diri. Meraih tangan dingin itu ke dalam genggamannya. “Cepat bangun, Honey. Jangan membuatku takut,” lirih Tommy seraya mengeratkan genggaman tangannya. Setetes air mata mengalir dari kedua matanya. Untuk pertama kalinya, Tommy menangisi seorang wanita selain maminya. “Maafkan aku telah lalai menjagamu, Honey.” Berulang kali kata maaf yang sama keluar da
Tak bisa dipungkiri jika hati Jenny menjadi lebih baik setelah mendapat nasehat dari mommynya. Meskipun begitu, ada kegugupan dan ketakutan di dalam hati yang masih belum sirna. Masih ada setitik rasa tak nyaman mengingat ia belum mengutarakan kepada sang suami, mengenai keadaannya. “Apakah semua akan baik-baik saja seperti ucapan Mommy?” gumam Jenny gusar. Ia memilin kedua jarinya bergantian yang mengisyaratkan rasa gugup yang berlebih. Bagaimana jika keberuntungan tidak berpihak padaku? Bagaimana jika setelah ini aku ditinggalkan? Bagaimana jika aku benar-benar tidak bisa mengandung? Pertanyaan itu berputar-putar seperti kaset rusak di benak Jenny. Mengakibatkan rasa pening di kepalanya. “Bagaimana aku mulai pembicaraan ini dengan Tommy nantinya?” Ya, sebelum Maria pulang bersama William, Jenny sudah berjanji akan mengatakannya sendiri. Karena ia sudah mempersiapkan kemungkinan terburuk yang terjadi. Nam
“Apakah kamu tidak berniat ke kantor, Hubby?” rengek Jenny ke sekian kalinya. Pasalnya, sang suami tak melepaskan dirinya sejak semalam. “Tidak.” “Tapi, ak –“ Tommy merenggut bibir Jenny dalam pagutan liar, seiring gerakan pinggulnya yang menghunjam semakin dalam. Ia tak ingin melewatkan setiap kenikmatan dari tubuh sang istri. “Argh!” Tak lama kemudian, Tommy menggeram saat otot-otot kewanitaan Jenny memberikan cengkeraman yang memanjakan kejantanannya. Membuat ia harus mengertakkan rahang demi menikmati pijatan hangat yang memacu adrenalinnya. Nikmat, itulah yang ia rasakan. “Sial! Aku bisa bercinta selamanya seperti ini bersamamu, Honey,” racau Tommy di sela hunjamannya. “Hubby, aku sudah lelah,” rengek Jenny yang memang sudah merasa tak kuat lagi. Suaminya seperti tak mengenal lelah sejak semalam. Apakah ini efek karena ia harus tidur bersama Mommynya kemarin malam? Kalau iya, Jenny tak akan mengulan
Sepanjang waktu hari ini, Tommy lebih banyak melamun ketimbang bekerja. Itu terbukti dari dokumen yang ia buka sejak beberapa jam lalu di mejanya. Benda itu dibiarkan begitu saja, sedangkan si empunya malah melamun.“Bagaimana perasaan Jenny mengetahui ini?” gumamnya frustrasi.Tommy meremas rambutnya dengan sekuat tenaga. Pikirannya begitu kacau hanya karena memikirkan perasaan istrinya. Padahal, baru beberapa hari ini wanita itu mulai bisa menerima keadaannya. Mulai mau membuka diri dan bermanja dengannya.Lalu, apa yang akan terjadi ketika wanita itu mendengar berita yang akan ia dengar nanti?Bagaimana kalau ia kembali terluka dan mendiamkan Tommy?Yang lebih parahnya, bagaimana jika ia kehilangan semangat hidupnya. Seperti saat itu.“Argh!” geram Tommy.Tak ingin berlama-lama berkutat dengan dokumen di mejanya, Tommy memilih meraih kunci mobil, ponsel, dan tas kerjanya. Mengabaikan pekerjaannya
[Kejujuran hati kepada setiap pasangan selalu menjadi prioritas. Apalagi bagi kalian yang sudah menikah. Meskipun itu pahit dan menyakitkan, usahakan selalu terbuka agar tak menjadi bumerang di masa depan. Ingat! Satu tahun pertama pernikahan adalah masa uji coba untuk menerima ujian di tahun berikutnya.]Nasehat William Johnson sejak satu bulan yang lalu terngiang di benak Tommy. Tepatnya saat keluarga Johnson mengumumkan kehadiran anggota baru yang tujuh bulan lagi akan lahir ke dunia. Buah cinta antara Alexander Johnson dan Adelia Johnson.Semula, Tommy takut jika kabar tersebut akan membuat istrinya syok dan tertekan. Pada kenyataannya, reaksi wanita itu berbeda dari dugaannya.Dan mulai saat itu, ketakutan di dalam diri Tommy perlahan memudar. Ia mulai bisa mengendalikan kekhawatirannya. Apalagi saat sang istri selalu mengatakan ‘Aku baik-baik saja asal selalu denganmu’.Meskipun begitu, Tommy tak pernah sekalipun meninggalkan
“Apa kau yakin ini semua akurat?” “Tentu, Sir,” jawab pria di seberang sana dengan yakin. Bahkan Alexander tidak perlu bertanya dua kali untuk hal seperti itu.“Dan apa kau tahu di mana tempat tinggal Gabriel sekarang?” tanya Alexander penasaran. Karena sampai saat ini ia tidak berhasil menemukan keberadaan putranya.Terdengar helaan napas singkat di seberang sana. “Maaf Sir, saya tidak bisa mencari tahu. Semua akses tentang Gabriel Johnson telah dikunci. Pun dengan keberadaan Rebecca Annastasia.”Tangan Alexander mengepal hingga urat-uratnya menonjol. Emosi seketika mendominasi otak pintarnya yang menjadi bodoh karena merasa dikelabuhi oleh anak-anak muda nakal.“Tapi, saya bisa mencari tahu lewat akses orang tua Rebecca Annastasia jika Anda mengijinkan.”Mengingat siapa orang tua Becca saja membuat Alexander terus murka. Apalagi jika diingatkan bagaimana Gerald membuat kekacauan hingga nyaris membuat keluarganya berantakan. Ingat! Gara-gara ulah Gerald bukan hanya Adelia, tapi Jenn
Suasana meja makan di Keluarga Johnson tampak hening setelah Maria dan William duduk di tempatnya. Alexander yang sedari tadi lebih banyak diam pun hanya membalas tatapan Maria sebentar sebelum kembali berpura-pura fokus dengan sarapan di piringnya.“Besok kita akan pergi berlibur,” ucap Maria yang kemudian menatap satu per satu anggota keluarga di sana. “Kalian bisa berkemas mulai hari ini.”Christian dan Christopher mengangkat wajahnya sejenak hanya untuk memperhatikan atmosfer dingin, lalu berpaling ke arah sang nenek. Mereka tersenyum sebelum kembali kompak menundukkan wajah. Tak terkecuali Clara yang diam-diam hanya mengintip tanpa berani menyela seperti kebiasaannya.Namun berbeda dengan Alexander yang memang tak bisa menerima begitu saja. Putra satu-satunya William dan Maria itu menegakkan punggung untuk menatap kedua orang tuanya yang masih terlihat sangat santai.“Kita tidak akan pergi tanpa Gabriel!” tolak Alexander tiba-tiba.Bukan Maria dan William saja yang terkejut, tapi
“Sungguh, aku sangat malu.” Kedua pipi Becca masih merona setelah William dan Maria meninggalkan ruang perawatan sejak satu jam yang lalu. Jelas, tuntutan yang terang-terangan ditujukan padanya menjadi tanggung jawab.Melihat tingkah sang istri Gabriel justru tersenyum geli. “Kemari.”Membawa langkahnya yang lesu, Becca segera mendekat. “Bagaimana nanti aku bertemu mereka lagi, Gabriel?”Dada Gabriel bergetar menahan tawa. Lalu, tangannya meraih pipi merona sang istri yang membuatnya sangat gemas. Ia tersenyum. “Kenapa mesti malu, hm? Mereka pernah muda, tentu saja hal seperti tadi sangat wajar.”“Tapi tetap saja aku malu,” kelit Becca masih tak mampu menjabarkan perasaannya sendiri. “Bagaimanapun juga kau masih sakit dan bisa-bisanya aku berbuat seperti tadi. Oh ….”Melihat kegusaran Becca, Gabriel mengabaikan tangannya yang cedera hanya untuk mencium bibir sang istri. Hal spontan itu tentu saja membuat Becca terkejut hingga kedua matanya membulat sempurna.“Daripada memikirkan hal
Jari-jari yang memiliki kuku panjang itu mengepal erat. Amarahnya sudah mendominasi hingga ia nyaris berbuat ceroboh.“Dasar jalang tak tahu malu!” desisnya tak suka. Masih memperhatikan aktivitas kedua orang di atas ranjang perawatan, pemilik nama Celine Addison mengambil kamera dan membidik beberapa foto.“Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan Uncle Alexander mengetahui ini.”Seolah mendapat kemenangan, Celine menatap sinis wanita yang baru saja turun dari tubuh pria yang ia inginkan.“Tunggu pembalasanku!”**Bukan hanya Adelia yang pulang setelah memastikan Gabriel dan Becca baik-baik saja. Gerald yang melihat bagaimana pasangan muda dimabuk asmara itu bersama juga memutuskan untuk memberi mereka privasi.Pria yang saat ini telah tiba di halaman rumahnya langsung masuk dan mengabaikan sapaan para pelayan. Tentu saja mereka bingung, tapi tak berani bertanya.“Bagaimana keadaan menantu kita, Gerald?” tanya Lucia cemas karena sepulang dari rumah sakit Gerald belum mengatakan apa pun
“Belum puas memandangiku, hm?”Becca menggeleng. Bibirnya masih terasa kebas setelah Gabriel menciumnya dengan isapan dalam.“Sini.” Gabriel menepuk tempat di sampingnya yang masih muat untuk Becca berbaring, tapi hingga beberapa saat lamanya wanita yang telah ia nikahi itu masih tak bergeming. Hanya menatap tanpa berucap sepatah kata pun.Gabriel maklum. Pasti sang istri masih syok. Dan bukan Gabriel jika tak mampu membujuk.“Ayolah, Baby. Jika kau ingin aku sembuh, kau juga harus menemaniku tidur,” bujuk Gabriel yang sudah tak sabar untuk memeluk sang istri setelah beberapa hari ia harus tidur sendiri di apartemen mereka.“Kau membuatku takut,” ucap Becca lirih. Matanya kemudian terpejam demi menghalau butiran-butiran kristal yang telah menggenang.Gabriel tertegun.“Kau begini karena aku.” Lagi, Becca masih menyalahkan dirinya sendiri sebagai penyebab Gabriel celaka. Jika saja ia tidak menolak untuk permintaan pria itu, maka kecelakaan ini tidak akan terjadi.“Kalau kau menyesal, s
Entah apa kalimat yang cukup untuk menggambarkan perasaan Becca saat ini. Belum kering air mata mengalir di pipinya, ia kembali dikejutkan oleh kabar dari sang ibu mertua.Becca syok hingga ponsel yang masih tersambung dengan Adelia jatuh ke lantai. Tenggorokannya seketika kering dan kedua kakinya gemetar.“Mama!” teriak Becca begitu kesadaran menghampirinya.Lucia yang kebetulan akan keluar dari kamar pun segera mencari sumber suara. Matanya membulat saat putri semata wayangnya sudah terduduk di lantai dengan tangisan yang tersendat.Buru-buru Lucia turun setelah memanggil Gerald yang tak lama kemudian menyusulnya keluar. Lucia segera mendekat dan memeluk Becca yang masih menangis.“Kenapa, Sayang?” tanya Lucia cemas. Namun sayangnya, Becca tak mampu menjawab. Wanita dengan wajah memerah dan basah karena air mata itu balas memeluk dan malah histeris.“Ada apa?” Gerald terkejut melihat keadaan putrinya, tapi ia mencoba tenang saat kedua wanita yang menempati posisi tertinggi di hatiny
Suasana di meja makan sangat hening. Hanya ada suara alat makan yang mengisi kesunyian di sana. Lucia dan Gerald yang tak ingin ikut campur pun segera beranjak begitu makanan di atas piring telah habis.“Jaga putri Daddy, Gabriel,” pesan Gerald sebelum ia benar-benar pergi dari ruangan itu.Tak ada sahutan dari bibir Gabriel yang masih mengunyah dan tampaknya Gerald pun tidak sedang menuntut balasan.Lima menit telah berlalu. Waktu terasa lambat bagi Becca yang baru saja menghabiskan bubur di dalam mangkoknya. Tanpa menoleh ke arah Gabriel yang juga selesai sarapan, Becca meneguk air putih di gelas miliknya. Hal itu tak luput dari lirikan mata Gabriel yang mengintai.“Masih tak mau bicara,” gumam Gabriel seraya menunggu. Ia ingin melihat seberapa lama wanita yang telah menjadi istrinya itu bertahan. Namun, prediksi Gabriel lagi-lagi salah. Buktinya, setelah air dalam gelas itu tandas, Becca hendak bangkit tanpa menoleh ke arah Gabriel.Dengan gerakan lincah Gabriel menahan tangan Bec
“Bagaimana hasilnya, Derick?” tanya seorang pria dengan tatapan tajam yang kini duduk di kursi kebesarannya. Rahang yang dipenuhi bulu halus itu terlihat mengeras hingga urat-uratnya menonjol.“Maaf Tuan, saya tidak menemukan petunjuk apa pun.”Brak!Meja tak bersalah itu digebrak dengan kencang hingga pria bernama Derick itu terlonjak kaget.“Apa kau bilang?” desis pria itu dingin.Derick meneguk ludahnya kasar. Ia tak mampu menatap mata pria yang telah beberapa tahun menjadi bosnya.“Kau tahu ... aku paling tidak suka mendengar kegagalan.”“Maaf Tuan. Ini semua benar-benar di luar kendali saya. Tuan tentunya sudah tahu kinerja Baron selama ini,” jawab Derick mencoba menjelaskan. Berharap setelah ini sang tuan bisa menerima. Brak!Lagi, meja bersalah itu menjadi pelampiasan pemilik nama Albert Dominic dalam menuntaskan amarahnya. Ia seketika bangkit dan menghampiri sang asisten dan langsung menarik kemeja pria itu hingga terdongak.BUGH!Satu pukulan tangan Albert melayang ke pipi D
Sesuai kata dokter, keesokan harinya Lucia sudah diperbolehkan pulang. Betapa bahagia wanita yang sejak beberapa menit lalu tak meredupkan senyumannya.Ya. Tepatnya setelah dokter mengatakan dirinya bisa pulang. Dengan begitu, ia bisa membawa putri satu-satunya itu pulang bersamanya.“Becca.”Wanita dengan rambut ikal sebahu itu menoleh. Ia tersenyum setelah memasukkan pakaian sang ibu ke dalam tas.“Ada apa, Ma?”Lucia tersenyum. “Kemarilah.”Mau tak mau pemilik nama Rebecca Annastasia itu mendekat. Mencoba mempertahankan senyuman di wajahnya.“Duduklah,” perintah Lucia dengan lembut.Becca menurut. Sejurus kemudian ia menggenggam tangan Lucia erat.“Ada yang ingin Mama katakan?” tanya Becca tanpa mengurai genggaman tangannya. Napas Lucia berembus pelan. “Apakah hubunganmu dengan Gabriel baik-baik saja?” Deg!Mendapat pertanyaan yang tak pernah Becca duga mampu membuat debaran dadanya bertalu. Lebih kencang daripada saat ia mendengar tawa wanita yang sudah tidur dengan suaminya sen