"Jika kau ragu cepat katakan sekarang." Suara Ray parau.
Leticia menggeleng cepat. Tubuh Ray membeku saat mengartikan itu adalah penolakkan. Leticia melihat jelas perubahan raut wajah pria itu. Tak perlu berkata-kata untuk memberi tahu Ray bahwa Leticia sangat yakin. Wanita itu mundur satu langkah dari Ray.
Ray semakin yakin bahwa Leticia ragu, tetapi pria itu tidak memaksakan hasratnya pada Leticia.
"Aku tidak ragu, aku menginginkanmu," ujar Leticia sambil menurunkan kedua tali gaun hitam itu.
Leticia melucuti pakaiannya hingga menyisakan kain tipis yang menutupi tubuh bagian bawah. Ray menatap keindahan tubuh Leticia. Tubuh wanita itu lebih indah dari yang biasa dia lihat sebelumnya. Ray me
Leticia menggeleng sambil membuka mata. "Aku malu," jawab Leticia. Dia mengelus bulu-bulu halus di rahang pria itu.Ray memeluk Leticia lalu mencium pucuk kepalanya. "Istirahatlah, kau sangat lelah."Leticia mendongak menatap lekat wajah pria itu, tiba-tiba bening kristal menumpuk di kelopak matanya."Apa kau memperlakukan semua wanita seperti ini? Kenapa kau begitu perhatian?" tanya wanita itu dengan Lirih. Ray menggeleng tak mengatakan apa pun."Maaf ...." Leticia menyentuh pipi kiri Ray yang dia tampar tadi pagi."Sakit tidak?" tanya Leticia sambil menatap mata Ray yang menenangkan.
Leticia membuka mata melihat langit-langit putih dengan tatapan kosong. Kepalanya berdenyut kencang, tumpukan bening kristal seolah tertahan di kelopak matanya.Ray yang menyadari mata Leticia terbuka segera berdiri dan menghampirinya. Dia duduk di samping Leticia, membelai lembut pucuk kepala wanita itu, lalu menghapus air mata dengan ibu jarinya."Mana yang sakit?" tanya Ray lirih.Leticia bergeming, matanya seolah enggan berkedip. Raga yang terbaring lemah itu bagai tak bernyawa."Leticia ...." Ray menelungkupkan tangan di pipi Leticia.Air mata Leticia mengalir lebih banyak mendengar suara lembut Ray, tetapi mulutnya seolah terku
Belum sempat Leticia menjawab pertanyaan Max, ponsel Dokter itu berdering. Max berdecak kesal saat Alex menghubunginya agar segera kembali ke kediaman Marco. Akhirnya Max pergi dengan raut wajah tak mengenakan.Ray baru saja kembali dari dapur, membawa secangkir espresso dan secangkir coklat panas untuk Leticia. Mata Leticia masih begitu sembab karena terlalu lama menangis. Ray duduk di samping Leticia sambil menyodorkan minuman."Nona Leticia, sekarang katakan kenapa kamu mencariku?" tanya Ray dengan ekspresi serius."Ayahku memintamu untuk menangani proyek pembangunan hotel, resort, dan … entahlah aku lupa lagi. Apa Tuan Ray bersedia?" Leticia balik bertanya penuh harap.Ray menaikkan alis, terh
"Apa kamu akan minum obat kontrasepsi darurat? Semalam kita tak pakai pengaman. Bagaimana kalau kamu hamil?"Ray berkata sangat hati-hati, tak ingin menyinggung Leticia. Namun, Leticia mengartikan lain, ekspresi wajahnya berubah kaku. Dia sadar bahwa Ray telah memiliki wanita, apa pria itu takut Leticia akan meminta pertanggung jawaban jika dia hamil?Pandangan Leticia tertuju pada kalender yang terpasang di dinding di belakang tubuh Ray. Jadwal menstruasinya selalu teratur dan akan datang dalam dua minggu."Tenanglah, Tuan. Semalam aku yang memaksamu melakukan itu padamu, aku tahu diri. Aku tidak akan meminta pertanggung jawaban darimu jika aku hamil," kata Leticia tegas."Bukan begitu maksu
Ray tertegun, untuk kesekian kalinya dia kembali terguncang dengan penuturan Leticia. Ray menghela napas panjang mengendalikan diri, wanita di sampingnya ini benar-benar menghantam telak mental Ray sebagai laki-laki."Leticia …." Suara Ray lirih saat menyentuh bahu Leticia yang memunggunginya. Leticia bergeming, dia terisak pilu.Ray melepas sabuk pengaman lalu mendekatkan tubuhnya, dia meraih pinggang Leticia memeluknya dari belakang."Leticia, maaf … aku tak tahu kau sangat kesulitan," kata Ray.Leticia mengangguk menyeka air mata sebelum menjawab dengan suara bindeng. "Ya, aku memaafkanmu."Apa yang bisa dia lakukan
Keesokan harinya.Setelah selesai sarapan, Ray bersiap mengantar Leticia ke Bandara. Wajah Leticia tampak berseri-seri setelah mendapat perlakuan lembut dan dimanjakan oleh Ray.Sepanjang pagi, Ray tak henti-hentinya memeluk Leticia. Seolah tak rela membiarkan wanita itu pergi. Ingin sekali rasanya Ray membawa Leticia kemana pun dia pergi. Seperti saat ini, Ray masih saja tak melepaskan Leticia yang duduk di atas pangkuannya di atas sofa."Ray, ayo pergi. Aku akan terlambat tiba di Ragusa jika kamu terus menahanku," kata Leticia merajuk."Tetap menetap bersamaku, bisa tidak?" Ray menghidu leher Leticia. Menghirup dalam-dalam aroma parfume apel yang menyegarkan dari tubuh wanita itu.
Ketika Leticia tiba di kediamannya, dia mengernyit terheran. Kenapa mobil sang ayah terparkir di depan rumah saat siang hari? Apa ayahnya tak berangkat bekerja? Akhirnya dia melangkah cepat memasuki rumah.Tampak sang ayah sedang duduk bersandar di sofa one seater hitam. Wajahnya terlihat begitu tajam menatap Leticia yang menghampirinya."Bagaimana hasilnya?" David langsung bertanya saat Leticia mendaratkan bokong di sofa two seater, sebelah kanannya."Tuan Vanderson bersedia menangani proyek bulan depan," jawab Leticia jujur. Dia menatap lekat sosok pria tua berpakaian perlente hitam itu.David menyeringai sebelum menuduh, "Beraninya kau berbohong padaku? Katakan sebenarnya, kemana kau pergi?"
Tiga minggu berlalu, hari-hari yang Leticia lalui terasa begitu berat. Semakin hari, hubungan dia dan sang Ayah semakin parah. Tak ada sosok David yang penuh kasih sayang, Leticia tak lagi mengenali sisi lain dari sang Ayah semenjak dia kembali. Lelaki tua itu menjadi asing bagi Leticia. Tamparan, hardikan, dan makian tak jarang David lakukan ketika Leticia melakukan kesalahan meski hal kecil sekalipun. Resah. Itulah yang Leticia rasakan. Leticia tengah dilanda kegelisahan saat ini. Meskipun hari yang dilewati begitu berat, tetapi dia merasa waktu berlalu sangat cepat, dan dia telah melewati jadwal datang bulannya. Bukan hanya satu atau dua hari, tetapi sudah satu pekan. Leticia tak pernah terlambat datang bulan. Pikirannya benar-benar kacau saat ini, tak hanya itu. Kantung mata Letici
Ray menghela napas panjang, dia menutup lembaran dokumen dan beranjak dari kursi di balik meja kerja. Air wajah Ray begitu dingin saat menghadapi Nikita. Dia berjalan dan membuka pintu lebih lebar. "Nikita, jaga batasanmu. Aku masih menghormatimu karena kamu adalah istri adikku. Sekarang cepat pergi, jangan sampai keluargaku salah paham," ucap Ray sambil berdiri di ambang pintu. Nikita tersenyum maut sebelum menyahut, "Ray, kita bisa mengulang hubungan kita diam-diam. Aku tahu kamu masih mencintaiku, lagi pula kamu dan Leticia menikah belum ...."Ucapan Nikita terhenti saat Ray menarik paksa tangannya. Saat Ray akan mendorong keluar, Nikita memutar tubuh dan melingkarkan tangan di leher Ray dan memeluk dengan erat. Wanita itu bahkan dengan berani mencium leher Ray. "Jalang!" bentak Ray sambil mendorong bahu Nikita hingga wanita itu hampir terjatuh. Ray langsung menutup pintu setelah berhasil mendorong Nikita keluar."Sialan," desis Nikita, jengkel. Saat dia memutar badan akan kemba
Saat Ray pulang bekerja malam hari, dia memarkirkan Audy S8 hitam di pelataran. Dari awal masuk gerbang, Ray sudah melihat mobil BMW milik Ayres sudah terparkir di sana. Pria itu menjadi sedikit cemas kala mengingat Nikita pasti ikut bersama. Gegas Ray mempercepat langkahnya sambil menggusur koper ke dalam rumah. Ketika dia tak melihat Leticia ikut berkumpul di ruang keluarga, Ray menjadi semakin gelisah."Bu, Istriku mana?" tanya Ray pada Mila yang sedang berbincang dengan Ayres, Nikita, dan Alfonso. Chery tentu saja sudah tinggal bersama Alex, suamimya. Sedangkan Chico, dia lebih memilih tinggal di apartemennya sendiri. masing-masing. "Dia sedang beristirahat. Sejak sore sudah masuk kamar," jawab Mila dengan lembut. Saat Ray akan menaiki tangga, Ayres tiba-tiba berkata dengan nada sedikit merajuk, "Kak Ray, kamu tidak menyapaku?"Ray melirik Nikita yang duduk di samping Ayres. Hingga saat ini, tak ada yang tahu bahwa Ray pernah menjalin hubungan dengan Nikita. Terutama Ayres, dia
Leticia akhirnya patuh dengan keputusan Ray untuk kembali tinggal di kediaman Ray. Selain mengutus orang untuk mengelola toko perhiasan, Ray juga siaga mengantar jemput Leticia kuliah di tengah kesibukannya mengurus VR Group.Hal itu berlangsung lama hingga usia kandungan Leticia menginjak enam bulan. Leticia sangat bersyukur karena kehamilannya saat ini tak mengalami morning sick terlalu parah. Hanya saja, tubuhnya yang sedikit kecil membuat wanita itu lebih cepat lelah. Setiap akhir bulan, Leticia selalu pergi untuk memeriksa kondisi tokonya. Sesekali dia dan Ray juga pergi ke kediaman Alfonso. Seperti saat ini, sejak pagi Leticia berkunjung ke kediaman mertuanya. "Cia, Ibu selalu mengkhawatirkan kamu akhir-akhir ini. Apa tak sebaiknya kamu menetap di sini saja?" ucap Mila sambil menyiapkan makanan untuk makan malam. "Ray merawatku dengan sangat baik, Bu. Ibu jangan terlalu cemas," sahut Leticia, lembut. "Tapi kandunganmu semakin besar. Ray juga tidak 24 jam berada di rumah." Mi
Leticia menghela napas pelan sebelum menjelaskan pada Mila bahwa dia harus mengurus toko perhiasan di pusat kota. Terlebih lagi, dirinya baru saja memulai kuliah satu bulan lalu. Jarak dari toko miliknya ke universitas hanya butuh waktu lima belas menit perjalanan. Namun, kediaman Alfonso ke universitas terlalu jauh, tidak mungkin Leticia harus menempuh perjalanan pulang pergi selama tiga jam setiap hari. Ray terdiam mendengar ucapan Leticia. Dia baru tersadar, saat itu sudah mengatur rumah, universitas, dan toko perhiasan di pusat kota untuk Leticia. "Sayang, aku akan mengatur orang untuk mengelola toko perhiasan. Jangan terlalu lelah, kamu sedang hamil. Ambil kelas siang hari saja, ya?" Ray akhirnya memusatkan fokusnya pada kehamilan sang istri. Leticia menoleh sambil melambaikan tangan, tak setuju dengan saran sang suami. "Tidak bisa, Ray. Aku masih sanggup menanganinya. Lagi pula kuliahku hanya sampai pukul sepuluh malam," jawab Leticia. Ekspresi Ray berubah dingin mendengar
Ekspresi Ray berubah muram dan tak sedap dipandang. Kecemburuan mulai merebak di matanya. Walaupun Chico adalah adiknya, tetapi dia tahu bahwa Alfonso sempat akan menjodohkan dengan Leticia. Leticia tersenyum simpul melihat wajah Ray yang tiba-tiba murung. 'Apa Ray sedang cemburu?' batin Leticia bertanya-tanya."Ray," kata Leticia saat memegang punggung tangan Ray. "Temani aku memasak untuk makan malam, ya?"Ray membalikkan telapak tangan, menautkan jemarinya dengan jemari Leticia. Tatapan penuh memanjakan perlahan tersebar di manik matanya."Dengan senang hati, Nyonya Ray." Ray menyahut dengan lembut saat berdiri sambil menggandeng pinggang ramping Leticia. Chico mendecakkan lidah melihat kemesraan Ray dan Leticia yang begitu intim. Chico mengakui bahwa dirinya tak kalah tampan dari sang Kakak. Mata hazelnya sama-sama diwarisi dari Alfonso, hidungnya juga mancung dengan bibir tipis. Hanya saja, Chico mengakui bahwa tubuhnya tak setinggi dan segagah Ray. "Cia, biar Ibu saja yang m
Keesokan harinya. Seperti yang Leticia inginkan, Ray membawa Leticia untuk bertemu dengan ayah dan ibunya. Sebenarnya, Leticia meminta Ray mengajaknya semalam. Hanya saja~Semalam Ray tak bisa menahan kerinduan yang sudah memuncak pada Leticia. Jadi, pria itu membawanya kembali ke rumah pernikahan mereka terlebih dulu. Pun demikian dengan Leticia, wanita itu juga tak kalah merindu Ray. Siang ini, di sepanjang perjalanan menuju kediaman Alfonso, bibir Leticia merekah dengan wajah merona. Teringat adegan panas semalam yang mereka lakukan. Ray meminta banyak hal dari Leticia, dan wanita itu memberikan lebih dari apa yang Ray inginkan. Dia ingat betul saat Ray dengan mesra berbisik, "You got it, My Lovely Wife."'Sepertinya aku harus membuat kejutan untuk Ray,' batin Leticia bermonolog sambil tersenyum mesem manis.Lamunan Leticia buyar saat Ray memegang tangannya setelah memanuver persneling, mengatur kecepatan mobil
Leticia berjalan mendekati pria bermata hazel itu hingga berjarak satu langkah. Tatapan mereka beradu di udara untuk beberapa detik. "Jangan digigit terus, kamu bisa terluka." Ray berkata dengan lembut saat mengangkat tangan menyentuh bibir ranum Leticia. Leticia memejamkan mata, dia menunduk menyembunyikan wajahnya yang tiba-tiba terasa panas. Tubuh wanita itu sedikit gemetaran saat Ray menyentuhnya. "Ray, kenapa kamu tidak pernah memberitahuku?" Leticia bertanya tanpa mengangkat pandangan, ucapannya terdengar begitu gugup. Ray meraih dagu Leticia agar mendongak menatapnya. Tampaklah butiran bening kristal menumpuk di kelopak mata wanita itu. "Umm?" gumam Ray sebelum bertanya dengan cemas. "Kenapa bersedih?" Leticia tak bisa menahan diri untuk tidak menabrakan diri ke pelukan Ray. Dia terisak-isak di dada bidang pria itu sambil memeluknya dengan erat. "Kenapa tak pernah memberitahuku bahwa Cheryl adalah adikmu?
Satu bulan kemudian.Seperti yang Leticia inginkan, Ray mendaftarkan wanita itu di universitas yang Ray rekomendasikan. Leticia awalnya menolak saat Ray memfasilitasi rumah, mobil, dan toko perhiasan di pusat Kota Ragusa. Meski Leticia pernah mengatakan bahwa dia tak ingin dilupakan, tetapi justru dia lah yang menutup komunikasi langsung dengan Ray. Bahkan, wanita itu sengaja mengganti nomor agar Ray tidak menghubunginya. Leticia tak ingin menjadi bayang-bayang dalam hubungan Ray dan Cheryl. Demi tak ingin menjadi orang ketiga, dan demi kebahagiaan pria itu, dia menutup rapat perasaannya. Rasa cinta yang besar, tak ingin terbagi dan dibagi. "Apa aku hamil lagi?" Leticia bertanya pada diri sini.Resah~Itulah yang Leticia rasakan saat ini. Di tengah kepadatan aktivitasnya mengurus toko di siang hari, dan kuliah di malam hari, Leticia saat ini sedang dilanda rasa gelisah.Sebab, dia kembali terlambat datang bulan setelah berpisah dengan Ray satu bulan lalu. Namun, memang besar harapan
Tiba di depan kamar presidential suite. Leticia sedikit ragu apakah akan melakukan hal itu bersama Ray."Kenapa, umm?" tanya Ray sambil mengulurkan tangan ketika masuk ke kamar hotel.Leticia mengembuskan napas panjang sebelum menjawab, "Tidak, aku hanya …."Ucapan Leticia terhenti saat Ray memeluknya dengan erat."Kamu ragu? Kamu yang mengajakku menghabiskan malam sebelum kita berpisah. Apa sekarang kita akan pulang, umm?" Ray berbisik dengan lembut.Embusan napas Ray begitu hangat membuat debar jantung Leticia menjadi tak karuan.Wanita itu menengadah, melingkarkan lengan di leher pria berwajah tampan di hadapannya.