Home / Romansa / Terjerat Cinta Duda Ting-Ting / Mengatasi Masalah dengan Masalah

Share

Mengatasi Masalah dengan Masalah

last update Last Updated: 2025-01-16 17:58:42

Aku duduk dengan tegak dan posisi kaki mengatup rapat di sofa ruang tamu. Meski tentu saja sofa itu empuk, tetapi rasanya aku seperti duduk di atas kursi besi yang di bagian bawahnya ada tungku yang menyala. Rasanya super duper tidak nyaman!

"Nen, sebenarnya aku di sini ngapain, sih?" Bayu berbisik dari tempatnya di sofa sebelah kiriku. Matanya melirik gelisah ke arah sekat yang memisahkan ruang tamu dan bagian dalam rumah. Tampak keadaan di sana masih hiruk-pikuk akibat Ibu yang mendadak pingsan lagi. Namun, bukannya dibebaskan, kami malah disetrap berdua di ruang tamu.

"Nen, kok kamu diem aja?" Bayu berbisik lebih keras karena aku tak menanggapi. Dia lalu mencolek punggung tanganku yang melekat di atas paha. "Aku pulang, ya?"

Sontak aku langsung menoleh dan memasang ekspresi paling horor yang pernah aku buat. Mataku terbuka lebar-lebar, seolah hendak meloncat dari lubangnya. Hidungku kembang-kempis. Saat ini aku pasti hampir sama menyeramkannya dengan hantu Nang-Nak, dedemit paling terkenal dari negeri gajah putih.

"Yu, ingat, ya. Kalau kamu sampai bergerak satu senti pun dari tempat ini ..." Aku menatap matanya lekat-lekat.

"Lo-gue-end!" ancamku penuh penekanan sambil menggesekkan tangan kanan di leher dengan dramatis, menirukan gerakan seperti kang jagal yang menggorok korbannya.

Glek! Bayu tampak susah payah menelan ludah. Meski berat, aku yakin dia tidak akan membiarkan ikatan di antara kami yang terjalin sejak orok putus begitu saja.

Aku kembali memfokuskan pandangan ke depan. Obrolan absurd singkat dengan Bayu barusan rupanya bisa membuatku tanpa sadar sedikit rileks. Tidak bisa kubayangkan jika aku terus duduk tegang seperti tadi selama berjam-jam. Bisa-bisa saat bangkit nanti encok pinggangku! Maklum, tulang-belulang jompo!

Sayangnya, di saat yang hampir bersamaan Bapak muncul tanpa pemberitahuan, seperti tukang parkir yang suka tiba-tiba nongol saat kita mau kembali ke jalanan. Punggungku langsung menegak dengan cepat. Sampai-sampai terdengar bunyi 'krek' diikuti ekspresiku yang meringis kesakitan. Astaga, semoga saja tidak ada sarafku yang kecetit!

"Neni. Kamu tahu kalau kamu sudah bikin masalah besar?" Bapak yang sudah duduk di sofa berhadapan dengan kami bertanya dengan suara berat sambil memijit keningnya.

"Siap, tahu, Pak!"

"Calon suami yang kamu bawa itu ternyata bukan pria baik-baik dan malah bikin kacau rumah ini."

"Siap, betul, Pak!"

"Coba kalau kamu lebih selektif dan hati-hati ..."

Bapak masih terlihat marah, lelah, dan kesal. Tangannya tak henti memijit. Jadi, aku kembali menjawab dengan suara lantang, "Siap, salah, Pak

Mendadak gerakan tangan Bapak terhenti. Beliau lantas melirikku tajam. "Kamu ini dibilangin malah 'siap-siap

' terus! Memangnya militer?"

"Siap—eh." Buru-buru aku merevisi ucapan. "Maaf, Pak. Kebawa suasana. Habisnya dari tadi duduk tegang rasanya kayak mau dikirim ke medan perang aja," terangku sambil menyengir.

"Ppfft!" Bayu tampaknya tidak bisa menahan rasa geli mendengar alasan konyolku. Untung saja dia masih bisa menahan tawa sehingga tidak sampai menyembur di depan muka Bapak.

Bapak hanya geleng-geleng kepala. Beliau kemudian menarik napas dalam. "Kita lagi nggak dalam posisi bercanda, Nen. Ini masalah serius." Nada bicaranya berubah, tidak lagi naik.

"Iya, Neni tahu, Pak," sahutku yang langsung dapat sodokan di siku dan pelototan dari Bayu.

"Sst! Dengerin dulu, Nek! Jangan nyahut mulu kayak kabel korslet!" tegurnya dengan volume rendah, tetapi aku masih bisa mendengar konsentrasi kekesalan yang pekat dalam suara Bayu.

Wajah Bapak terlihat sangat frustrasi. "Lalu, gimana kalau ternyata dia kabur kayak gini? Pernikahannya batal?

Aku mengangkat bahu tak acuh. "Ya mau gimana lagi."

Bukannya senang mendengar jawabanku yang tidak lagi memakai kata "siap-siap", Bapak malah semakin memelototkan mata seperti singa jantan hendak menerkam mangsa.

"Terus undangan, katering, segala macem yang udah disiapkan gimana?! Ya Allah Gusti, Neniii!"

Usai melolong seperti itu sambil menepuk jidat, bahu Bapak merosot lemas. Begitu pula dengan tubuhnya yang langsung ambruk ke sandaran sofa. Aku sampai khawatir kalau Bapak pingsan juga seperti Ibu. Nanti siapa yang mau memindahkan ke kasur? Orang bapakku badannya sebelas-dua belas sama Mat Solar saat main di sitkom Bajaj Bajuri!

"Pak, kan masih bisa dibatalin," ujarku lembut, berusaha meredakan amarahnya. "Nanti bisa minta uangnya dibalikin, kok. Meski kena biaya charge. Toh masih kurang seminggu lagi."

Daripada nggak sama sekali! sambungku dalam hati. Andai saja aku tidak tertipu si Anggara curut itu, pasti dengan sukarela aku akan memberikan seluruh tabunganku untuk menambal kerugian materiil akibat kegagalan pernikahan ini. Apalah daya, saat ini pun saldo rekeningku dalam kondisi mengenaskan.

"Bukan perkara duitnya aduh, Neeen!" Bapak berseru. Suaranya seperti hampir ingin menangis.

"Mau ditaruh di mana muka Ibu dan Bapak?! Kamu itu udah hampir 30 tahun! Keluarga besar udah pada seneng akhirnya kamu mau nikah. Tapi kok ... aduh, aduh!"

"Sabar, Pak. Sabar ...." Bayu berinisiatif bangkit dan beranjak merangkul Bapak, serta menepuk-nepuk bahu beliau yang tampak bergetar. Sementara aku hanya mematung di tempat, menyaksikan Bapak yang biasanya tegar dan kuat seperti arca Gajah Mada, kini terlihat begitu rapuh seperti bisa pecah kapan saja.

"Mmm ... gini, mohon maaf sebelumnya kalau kesannya saya ikut campur. Tapi biar Pak Bambang dan Bu Ani nggak malu, terus vendor, katering, dan segala macamnya nggak rugi-rugi amat, gimana kalau diganti aja acaranya?" saran Bayu takut-takut. Mungkin khawatir kalau tiba-tiba Bapak kalap dan menelannya karena murka.

"Acaranya diganti gimana maksud kamu?" tanya Bapak sambil melempar lirikan tajam.

"Anu, yaaa ... mungkin ada saudara atau sepupunya Neni yang sudah punya calon dan mau nikah dalam waktu dekat." Bayu menoleh ke arahku saat menyampaikan ide itu, tetapi aku menggeleng karena di keluarga besar kami sama sekali tidak ada yang memenuhi kriteria itu.

"Atau ganti acara sunat?" Bayu menyarankan lagi.

Bapak langsung menegakkan badan. "Siapa yang mau disunat? Kamu?"

Refleks Bayu menutupi bagian bawah perutnya dengan kedua tangan. "Eits, jangan dong, Pak! Wah ...." Dia lalu garuk-garuk kepala, bingung.

Setelah beberapa saat, kami terdiam, berusaha mencari jalan keluar lewat pikiran masing-masing. Sebenarnya apa yang disarankan Bayu adalah ide yang bagus. Selain menyelamatkan wajah Bapak dan Ibu dari tamu undangan, tidak rugi dan mubazir juga uang yang sudah dikeluarkan untuk membiayai ini dan itu. Hanya saja yang jadi masalah, siapa objek yang mau ditumbalkan?

Memikirkan jawaban dari pertanyaan itu seperti berlari-lari dalam labirin yang ujungnya buntu. Aku merasa lelah dan haus, apalagi Bayu tidak membelikan minum apa pun usai mengajak makan cilok tadi. Lantas tanganku bergerak meraih air gelasan yang selalu disediakan Ibu di meja tamu, tidak ketinggalan juga dengan sedotannya.

Bunyi renyah ujung tajam sedotan yang menembus plastik tipis penutup gelas mengusik sejenak keheningan yang ada. Aku pun menyeruput air dengan nikmat, melupakan sejenak keruwetan yang membelit hidupku.

"Yu." Tiba-tiba Bapak memanggil Bayu yang sudah kembali duduk di sebelahku dengan suara berat dan pandangan lekat. Jika sudah dalam mode seperti ini, aku bisa memastikan kalau Bapak sedang serius.

"Ya, Pak?" Bayu masih bisa menjawab enteng tanpa beban.

"Gimana kalau kamu?"

"Ya? Apa? Tapi kan saya sudah su—"

Bapak dengan cepat memotong, "Bukan! Maksud saya, gimana kalau kamu yang jadi mempelai prianya?"

Buuurr!!

Seketika air yang hendak kutelan menyembur keluar mengenai muka Bapak.

Related chapters

  • Terjerat Cinta Duda Ting-Ting    Protes Keras

    “Yu! Bayu! Tunggu!”Aku berusaha sekuat tenaga menyusul langkah Bayu yang lebar dan cepat. Dengan tinggi badan mencapai 185 sentimeter sedangkan aku 155 saja hasil dari pembulatan agar tidak susah ditulis, maka tak heran jika aku seperti marmut yang susah payah berlari mengejar jerapah yang kabur. Padahal jarak kami tidak sampai 10 meter, tetapi Bayu seolah menulikan telinga, tidak mau mengacuhkan panggilanku.Dengan tergopoh aku turun dari teras dan memakai sandal milik siapa pun yang berada paling dekat di bawah kakiku. Aku bahkan tidak melihat apakah pasangan dan kanan-kirinya benar atau tidak.“Bayu! Berhen–”Brukk!!Gara-gara terlalu buru-buru dan tidak memperhatikan, aku malah terbelit kaki sendiri. Alhasil, aku jatuh terjerembab alias nyungsep di halaman. Namun, sudah sampai seperti itu tetap saja Bayu tidak mau berhenti dan terus berjalan menuju motornya yang tadi diparkir di luar pagar.Keterlaluan! Bener-bener, ya! Aku mendengkus kesal. Teramat kesal. Rasanya seperti ada yan

    Last Updated : 2025-01-16
  • Terjerat Cinta Duda Ting-Ting    Siapa yang Salah, Siapa yang Tanggung Jawab?

    “Astagaaa!!” Aku meraup wajah dengan kedua tangan, lalu mengacak-acaknya gemas. Reka ulang kejadian di ruang tamu tadi membuat rasa frustrasiku seketika mencapai ubun-ubun.“Lhoo … Nen, Nen, tenang! Ada apa, tho?” Pakde Jamil, suami Bude Sri lekas mengulurkan tangan untuk menenangkanku, tetapi Bapak yang duduk paling dekat denganku sudah lebih dulu menahan kedua tanganku agar tidak semakin beringas.Kusapukan pandangan ke wajah orang-orang yang kini menatapku, termasuk Bapak. Padahal aku bukan anak kecil berumur 5 tahun, tetapi entah kenapa di saat seperti ini aku merasa mereka memandangiku seperti tengah berhadapan dengan bocah kecil yang tantrum.“Sssh … Nen, jangan keras-keras ngomongnya! Nanti ibumu pingsan lagi,” tegur Bapak dengan suara rendah. “Kamu ini kenapa? Ada apa? Kan tadi Bayu sendiri yang bilang setuju mau menikahi kamu,” cecar Bapak kemudian.Lekas aku menggeleng menepis semua ucapannya. “Nggak, Pak. Dia itu cuma bingung. Linglung. Bapak kayak nggak tahu Bayu aja!”“Li

    Last Updated : 2025-01-16
  • Terjerat Cinta Duda Ting-Ting    Alasan Bayu

    “Aduh, Neen! Kira-kira dong kalau ngelempar! Kamu pikir kepalaku ini garis pendaratan cakram apa?!” omel Bayu sambil menggosok-gosok keningnya yang kini memerah akibat kapur yang tadi melesat dengan kecepatan penuh.Aku nyengir, mencoba menutupi rasa bersalah yang lebih banyak jadi hiburan buatku. “Hehe, maaf. Nggak sengaja.”Bayu mendengus, ekspresi mukanya seperti aktor drama yang gagal memenangkan penghargaan. “Nggak sengaja? Tadi aku kena timpuk sendal, sekarang kapur. Besok-besok lagi apa? Kompor gas? Blender? Atau kulkas sekalian biar langsung KO?”Aku berusaha menahan tawa, tapi gagal total. “Kalau kamu nggak segera jawab, mungkin aja,” kataku santai sambil menyeringai. “Kamu sendiri yang bikin aku harus ambil tindakan ekstrem. Dipanggilin kayak patung.”“Maksud kamu aku ini patung Liberty apa patung Pancoran?” jawab Bayu dengan ekspresi sewot yang malah bikin aku makin pengen ngakak.“Patung Pancoran juga mending, Yu. Setidaknya d

    Last Updated : 2025-01-17
  • Terjerat Cinta Duda Ting-Ting    Tiba-tiba Putus

    [Nen, maaf sebelumnya. Tapi kayaknya hubungan kita nggak bisa dilanjut lagi. Aku bener-bener menyesal dan mohon maaf sebesar-besarnya. Kamu wanita yang baik. Kamu pasti bisa dapat pendamping yang lebih baik dari aku. Sekali lagi maaf, kita putus. Salam —Anggara]"APA?! PUTUS???!"Gara-gara terlalu fokus dengan ponsel, tanpa sadar aku menjerit. Lupa kalau di sekelilingku ada bude, bulik, dan kerabat lain yang sedang duduk melingkar sambil memasukkan bungkusan kacang telur ke dalam stoples."Ada apa tho, Nduk? Kok teriak-teriak begitu?" tanya Bude Sri, saudara tertua Ibu."Iya, nih! Untung Bulik nggak njingkat terus toplesnya kelempar. Nanti morat-marit semua!" Sekarang ganti Bulik Narni yang berkomentar. Bungkusan kacang telur dan stoples-stoples itu rencananya akan dibagikan sebagai suvenir di resepsi pernikahanku nanti."Memang siapa yang putus, Mbak? Kok sampai histeris begitu?" Dina, anak Bulik Narni yang tertua menatapku penasaran. Begitu pun dengan orang-orang lain di sekitar, te

    Last Updated : 2025-01-16
  • Terjerat Cinta Duda Ting-Ting    Memburu Calon Suami

    "SIAPA YANG BATAL NIKAH?!"Jantungku seolah melorot ke perut. Dengan gerakan patah-patah bak robot dan ekspresi ngeri bukan main, aku memutar kepala. Di sana, di depan pintu kamar, sudah berdesakan Bapak, Ibu, para Bude dan Bulik, entah sejak kapan. Apa jangan-jangan mereka dengar semua curhatanku ke Bayu?"Itu ...""Bicara yang jelas, Naini Ritta!"Mataku refleks terpejam erat mendengar suara menggelegar Bapak. Apalagi beliau memanggil dengan nama lengkap, sudah pasti aku tidak bisa memakai alasan konyol untuk berkelit.Kupandangi wajah yang menanti jawabanku satu per satu. Mereka seperti peserta acara reality show Super Deal 2 Miliar yang sedang harap-harap cemas menantikan apa yang ada di balik tirai—akankah aku membawa pulang hadiah atau tidak. Sayangnya, aku yang menjadi peserta terpilih justru sudah mendapat spill kalau tirai yang kupilih ternyata isinya zonk.Kutarik napas dalam-dalam sebelum mengembuskannya perlahan. Pandanganku terakhir berhenti di sosok Ibu yang paling terli

    Last Updated : 2025-01-16
  • Terjerat Cinta Duda Ting-Ting    Kaburnya Sang Calon Mempelai Pria

    "Maaf, Mbak siapa, ya? Ribut-ribut di depan rumah saya," tanya wanita cantik itu sambil menatapku tajam dengan kedua tangan bersedekap, membuat dadanya kian tampak menonjol.Bayu berusaha menurunkan tanganku, tetapi aku mati-matian menepisnya agar dia diam saja."Saya mau cari cowok yang namanya Anggara," jawabku tak gentar. Meski ada kemungkinan wanita di hadapanku ini adalah selingkuhan atau justru istrinya.Alis wanita itu tampak menukik saat dia berpikir sejenak. "Anggara? Ooh ... Mas-mas sales selang gas yang dari Sumatera itu, ya?"Ha? Sales selang gas? Perasaan Anggara bilang padaku kalau dia kerja di perusahaan minyak, deh!Namun, aku mengabaikan rasa keterkejutanku itu dan kembali ke fokus utama sebelum Bayu mencuri-curi lihat dari sela jariku. "I-iya, Mbak. Mbak-nya tahu?""Tuh, kamarnya paling pojok! Tapi kayaknya udah pindah, deh. Kelihatan kosong sejak 3 hari yang lalu," terangnya membuatku terkejut.Aku segera memutar tubuh, berniat mengecek dengan mata kepala sendiri ka

    Last Updated : 2025-01-16

Latest chapter

  • Terjerat Cinta Duda Ting-Ting    Alasan Bayu

    “Aduh, Neen! Kira-kira dong kalau ngelempar! Kamu pikir kepalaku ini garis pendaratan cakram apa?!” omel Bayu sambil menggosok-gosok keningnya yang kini memerah akibat kapur yang tadi melesat dengan kecepatan penuh.Aku nyengir, mencoba menutupi rasa bersalah yang lebih banyak jadi hiburan buatku. “Hehe, maaf. Nggak sengaja.”Bayu mendengus, ekspresi mukanya seperti aktor drama yang gagal memenangkan penghargaan. “Nggak sengaja? Tadi aku kena timpuk sendal, sekarang kapur. Besok-besok lagi apa? Kompor gas? Blender? Atau kulkas sekalian biar langsung KO?”Aku berusaha menahan tawa, tapi gagal total. “Kalau kamu nggak segera jawab, mungkin aja,” kataku santai sambil menyeringai. “Kamu sendiri yang bikin aku harus ambil tindakan ekstrem. Dipanggilin kayak patung.”“Maksud kamu aku ini patung Liberty apa patung Pancoran?” jawab Bayu dengan ekspresi sewot yang malah bikin aku makin pengen ngakak.“Patung Pancoran juga mending, Yu. Setidaknya d

  • Terjerat Cinta Duda Ting-Ting    Siapa yang Salah, Siapa yang Tanggung Jawab?

    “Astagaaa!!” Aku meraup wajah dengan kedua tangan, lalu mengacak-acaknya gemas. Reka ulang kejadian di ruang tamu tadi membuat rasa frustrasiku seketika mencapai ubun-ubun.“Lhoo … Nen, Nen, tenang! Ada apa, tho?” Pakde Jamil, suami Bude Sri lekas mengulurkan tangan untuk menenangkanku, tetapi Bapak yang duduk paling dekat denganku sudah lebih dulu menahan kedua tanganku agar tidak semakin beringas.Kusapukan pandangan ke wajah orang-orang yang kini menatapku, termasuk Bapak. Padahal aku bukan anak kecil berumur 5 tahun, tetapi entah kenapa di saat seperti ini aku merasa mereka memandangiku seperti tengah berhadapan dengan bocah kecil yang tantrum.“Sssh … Nen, jangan keras-keras ngomongnya! Nanti ibumu pingsan lagi,” tegur Bapak dengan suara rendah. “Kamu ini kenapa? Ada apa? Kan tadi Bayu sendiri yang bilang setuju mau menikahi kamu,” cecar Bapak kemudian.Lekas aku menggeleng menepis semua ucapannya. “Nggak, Pak. Dia itu cuma bingung. Linglung. Bapak kayak nggak tahu Bayu aja!”“Li

  • Terjerat Cinta Duda Ting-Ting    Protes Keras

    “Yu! Bayu! Tunggu!”Aku berusaha sekuat tenaga menyusul langkah Bayu yang lebar dan cepat. Dengan tinggi badan mencapai 185 sentimeter sedangkan aku 155 saja hasil dari pembulatan agar tidak susah ditulis, maka tak heran jika aku seperti marmut yang susah payah berlari mengejar jerapah yang kabur. Padahal jarak kami tidak sampai 10 meter, tetapi Bayu seolah menulikan telinga, tidak mau mengacuhkan panggilanku.Dengan tergopoh aku turun dari teras dan memakai sandal milik siapa pun yang berada paling dekat di bawah kakiku. Aku bahkan tidak melihat apakah pasangan dan kanan-kirinya benar atau tidak.“Bayu! Berhen–”Brukk!!Gara-gara terlalu buru-buru dan tidak memperhatikan, aku malah terbelit kaki sendiri. Alhasil, aku jatuh terjerembab alias nyungsep di halaman. Namun, sudah sampai seperti itu tetap saja Bayu tidak mau berhenti dan terus berjalan menuju motornya yang tadi diparkir di luar pagar.Keterlaluan! Bener-bener, ya! Aku mendengkus kesal. Teramat kesal. Rasanya seperti ada yan

  • Terjerat Cinta Duda Ting-Ting    Mengatasi Masalah dengan Masalah

    Aku duduk dengan tegak dan posisi kaki mengatup rapat di sofa ruang tamu. Meski tentu saja sofa itu empuk, tetapi rasanya aku seperti duduk di atas kursi besi yang di bagian bawahnya ada tungku yang menyala. Rasanya super duper tidak nyaman!"Nen, sebenarnya aku di sini ngapain, sih?" Bayu berbisik dari tempatnya di sofa sebelah kiriku. Matanya melirik gelisah ke arah sekat yang memisahkan ruang tamu dan bagian dalam rumah. Tampak keadaan di sana masih hiruk-pikuk akibat Ibu yang mendadak pingsan lagi. Namun, bukannya dibebaskan, kami malah disetrap berdua di ruang tamu."Nen, kok kamu diem aja?" Bayu berbisik lebih keras karena aku tak menanggapi. Dia lalu mencolek punggung tanganku yang melekat di atas paha. "Aku pulang, ya?"Sontak aku langsung menoleh dan memasang ekspresi paling horor yang pernah aku buat. Mataku terbuka lebar-lebar, seolah hendak meloncat dari lubangnya. Hidungku kembang-kempis. Saat ini aku pasti hampir sama menyeramkannya dengan hantu Nang-Nak, dedemit paling

  • Terjerat Cinta Duda Ting-Ting    Kaburnya Sang Calon Mempelai Pria

    "Maaf, Mbak siapa, ya? Ribut-ribut di depan rumah saya," tanya wanita cantik itu sambil menatapku tajam dengan kedua tangan bersedekap, membuat dadanya kian tampak menonjol.Bayu berusaha menurunkan tanganku, tetapi aku mati-matian menepisnya agar dia diam saja."Saya mau cari cowok yang namanya Anggara," jawabku tak gentar. Meski ada kemungkinan wanita di hadapanku ini adalah selingkuhan atau justru istrinya.Alis wanita itu tampak menukik saat dia berpikir sejenak. "Anggara? Ooh ... Mas-mas sales selang gas yang dari Sumatera itu, ya?"Ha? Sales selang gas? Perasaan Anggara bilang padaku kalau dia kerja di perusahaan minyak, deh!Namun, aku mengabaikan rasa keterkejutanku itu dan kembali ke fokus utama sebelum Bayu mencuri-curi lihat dari sela jariku. "I-iya, Mbak. Mbak-nya tahu?""Tuh, kamarnya paling pojok! Tapi kayaknya udah pindah, deh. Kelihatan kosong sejak 3 hari yang lalu," terangnya membuatku terkejut.Aku segera memutar tubuh, berniat mengecek dengan mata kepala sendiri ka

  • Terjerat Cinta Duda Ting-Ting    Memburu Calon Suami

    "SIAPA YANG BATAL NIKAH?!"Jantungku seolah melorot ke perut. Dengan gerakan patah-patah bak robot dan ekspresi ngeri bukan main, aku memutar kepala. Di sana, di depan pintu kamar, sudah berdesakan Bapak, Ibu, para Bude dan Bulik, entah sejak kapan. Apa jangan-jangan mereka dengar semua curhatanku ke Bayu?"Itu ...""Bicara yang jelas, Naini Ritta!"Mataku refleks terpejam erat mendengar suara menggelegar Bapak. Apalagi beliau memanggil dengan nama lengkap, sudah pasti aku tidak bisa memakai alasan konyol untuk berkelit.Kupandangi wajah yang menanti jawabanku satu per satu. Mereka seperti peserta acara reality show Super Deal 2 Miliar yang sedang harap-harap cemas menantikan apa yang ada di balik tirai—akankah aku membawa pulang hadiah atau tidak. Sayangnya, aku yang menjadi peserta terpilih justru sudah mendapat spill kalau tirai yang kupilih ternyata isinya zonk.Kutarik napas dalam-dalam sebelum mengembuskannya perlahan. Pandanganku terakhir berhenti di sosok Ibu yang paling terli

  • Terjerat Cinta Duda Ting-Ting    Tiba-tiba Putus

    [Nen, maaf sebelumnya. Tapi kayaknya hubungan kita nggak bisa dilanjut lagi. Aku bener-bener menyesal dan mohon maaf sebesar-besarnya. Kamu wanita yang baik. Kamu pasti bisa dapat pendamping yang lebih baik dari aku. Sekali lagi maaf, kita putus. Salam —Anggara]"APA?! PUTUS???!"Gara-gara terlalu fokus dengan ponsel, tanpa sadar aku menjerit. Lupa kalau di sekelilingku ada bude, bulik, dan kerabat lain yang sedang duduk melingkar sambil memasukkan bungkusan kacang telur ke dalam stoples."Ada apa tho, Nduk? Kok teriak-teriak begitu?" tanya Bude Sri, saudara tertua Ibu."Iya, nih! Untung Bulik nggak njingkat terus toplesnya kelempar. Nanti morat-marit semua!" Sekarang ganti Bulik Narni yang berkomentar. Bungkusan kacang telur dan stoples-stoples itu rencananya akan dibagikan sebagai suvenir di resepsi pernikahanku nanti."Memang siapa yang putus, Mbak? Kok sampai histeris begitu?" Dina, anak Bulik Narni yang tertua menatapku penasaran. Begitu pun dengan orang-orang lain di sekitar, te

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status