"Kenapa diam aja? Apa yang aku bilang tadi itu benar, kan?" desak Ayu.Bunga menggeleng, percuma! Ayu tak melihatnya."Atau kamu lagi mikir mau ngeles apa lagi sama aku? Udah nggak mempan, Bunga. Nggak mempan! Ternyata selama ini diam-diam kamu lebih gila dari aku ya." Ayu tertawa miris dari ujung sana."Itu semua nggak benar!" Bunga membela diri, walau suaranya tampak bergetar."Apanya yang nggak benar? Bisa kamu jelasin? Sadar, Bunga, dia itu majikan kamu, dia itu udah punya istri. Jangan kamu jadikan batu loncatan supaya kamu kaya. Kamu menyakiti hati seseorang. Bayangkan, majikan kamu yang perempuan rela nampung kamu, kamu di sana juga digaji, tapi kayak gini balasan kamu? Jahat banget kamu jadi manusia, Bunga!" ucap Ayu menggebu-gebu."Kamu itu nggak ngerti, Yu, sebelum kamu merasakan hal yang sama kayak aku, kamu nggak bakal paham sama kehidupan aku!" jerit Bunga."Nah, udah ketahuan baru ngomong kayak gini. Playing victim banget jadi orang."Bunga mengerang frustrasi. "Terserah
"Kapan semua ini akan berakhir?" tanya Bunga dengan pandangan menerawang ke langit-langit kamar."Kenapa?" tanya Gama dengan senyum miring."Aku lelah," ungkap Bunga jujur.Gama tak menjawab, dia malah sibuk membenahi pakaiannya satu persatu."Apa selamanya akan seperti ini?" Bunga tak putus asa, dia harus tegas agar semuanya tampak terang, tidak ada yang ditutup-tutupi."Aku tidak berencana ke arah sana. Jadi ... jangan terlalu berharap."Bunga bangkit dari tidurnya, dia biarkan tubuh telanjangnya terpampang jelas pada Gama."Aku sama sekali tidak berharap, aku hanya butuh kepastian.""Kepastian?" Gama bertanya remeh, "apa kamu ingin meminta aku untuk bertanggung jawab? CK! Ternyata semua wanita sama saja," cibirnya kemudian."Aku nggak minta itu, aku cuma minta kejelasan kapan semua ini berakhir, aku capek menjalani seperti ini. Menjadi wanita rahasia, yang jelas-jelas salah!"Gama tertawa terbahak-bahak. "Harusnya dari awal kamu berkata seperti itu sebelum menandatangani kontrak pe
Setelah itu, Ayu tampak diam. Dia menatap Bunga cukup lama, Ayu bingung menjabarkannya. Merasa iba, sedih, kasihan, dan juga kesal."Maaf kalau selama ini aku nggak jujur sama kamu, aku cuma takut kalau aku cerita, kamunya nggak bisa dipercaya, takut kalau kamu bakal cerita sana-sini dan berakhir didengar oleh kedua orangtuaku," jelas Bunga lagi. "Selain itu, kita dulu nggak sedekat ini, makanya aku milih bungkam.""Suruh siapa dulu kamu nggak mau berteman sama aku?" tanya Ayu kesal."Bukannya nggak mau berteman, dulu kamu dekat banget sama si Tika. Terus kalian itu keluarganya lebih mampu dari aku, selain itu kalian itu cantik, jadi aku pikir mana mungkin kalian mau berteman sama aku," jelas Bunga seraya menerawang jauh."Apaan!" sentak Ayu, "kita itu sama aja, nggak ada bedanya. Kamu bilang keluargaku lebih mampu dari kamu? Hei, kalau emang iya, nggak mungkin aku merantau dan kerja melacur kayak gini. Aku tuh miskin, Bunga. Perihal cantik, kamu juga cantik kok, malah kamu lebih natu
"Ehem."Baik Ayu maupun Bunga tersentak, mereka langsung menoleh ke arah sumber suara.Awalnya Ayu tercengang, tapi setelah dia ingat siapa pria itu, barulah memasang wajah tak ramah."Ngapain lama-lama di sini?""Aku ketemu sama teman, ngobrol," jawab Bunga acuh.Gama melirik jam yang ada di tangannya, lalu mendesah berat."Udah dua jam kamu ada di sini, nanti kalau Sofia cari kamu gimana?""Bu Sofia tadi pergi sama teman-temannya, dia bilang pulangnya malam," sahut Bunga lagi.Gama tampak manggut-manggut, dia menatap wanita rahasianya yang sudah mulai berani padanya, lalu pandangannya beralih ke arah Ayu yang sedari tadi memperhatikannya.Gama menduga kalau keberanian Bunga pasti asal muasalnya dari Ayu, entah mengapa dari awal Gama tidak suka dengan Ayu, menurutnya wanita itu membawa pergaulan buruk, apalagi dilihat dari pekerjaannya yang tidak beres."Oke, aku tunggu di rumah. Jangan sampai telat kalau kamu nggak mau menanggung akibatnya," ancam pria itu.Belum sempat Bunga menjaw
Gama tampak manggut-manggut ketika melihat kedatangan Bunga."Bagus, jam berapa ini? Kenapa baru sampai rumah?" sindir pria itu.Bunga sengaja menulikan telinga, dia melewati Gama begitu saja, sialnya Gama langsung menyentak tangan Bunga."Dengar nggak aku ngomong? Apa akhir-akhir ini aku terlalu baik sama kamu, terlalu membebaskan kamu, makanya kamu sudah mulai berani sama aku, huh!" bentak Gama.Bunga meringis kesakitan, kendati demikian Gama tak melepaskan cekalan tangannya."Bukannya sudah kubilang? Jangan terlalu dekat temanmu itu, lihat sendiri hasilnya, kamu sekarang udah mulai membangkang. Sadar diri, kamu itu di sini siapa, kamu itu pekerja yang seharusnya selalu menurut apa kata bos kamu. Kamu di sini dituntut untuk disiplin, kan? Kenapa ucapanku kamu abaikan?"Benar, Bunga kembali membuat kesalahan yang dilakukan berkali-kali. Dia memang sadar diri, tapi kenapa selalu melakukannya? Dan lagi-lagi karena bertemu dengan Ayu.Apa memutuskan berteman dengan Ayu keputusan yang sa
"Sebenarnya aku sudah pasang beberapa cctv, bahkan suamiku juga tahu. Sesekali kami mengeceknya. Ini ide suamiku, awal nikah dia nggak percaya sama aku, dan ya ... sampai sekarang dia pun masih nggak percaya. Makanya cctv itu masih berjalan, dan sekarang aku menambah lagi di area tertentu, sesuai keinginan kalian. Nyatanya apa? Sedingin-dinginnya suamiku, dia tetap nggak tertarik sama perempuan lain, meskipun perempuan itu cantik sekalipun."Usai Sofia berkata seperti itu, tatapan dari teman-temannya tampak berbeda-beda."Ish! Jangan terlalu percaya deh sama laki-laki, mungkin sekarang dia begitu, tapi siapa tahu ke depannya berubah? Apalagi sampai saat ini kalian masih belum berdamai, kan?" semprot Sasya."Iya, kenapa sih kalian nggak coba bicara pake kepala dingin gitu? Iya, kami semua juga tahu kalau kalian dijodohin. Banyak loh teman kita yang awalnya dijodohin tapi ujung-ujungnya saling mencintai, bahkan udah punya anak banyak. Lah kamu gimana kabarnya? Udah hampir tujuh bulan, k
"Aku punya dua pilihan untukmu, dan aku harap kamu mau memilih salah satunya.""Apa itu?" tanya Bunga penasaran."Sebenarnya mudah kalau kamu paham."Bunga mengernyit heran. Ucapan Gama agak sulit untuk dicerna, apa pria itu akan memberikan pilihan yang sulit?"Bisa diperjelas maksudnya apa?" tanya Bunga tak sabaran."Kita akan menikah."Mulut Bunga menganga lebar, syok, pandangannya beralih ke sana-sini lalu pipinya ditepuk-tepuk berkali-kali. Takut kalau dia sedang halusinasi, kenyataannya tidak."Aku nggak salah dengar, kan?" Bunga terus menggeleng, dia berasumsi kalau sedang bermimpi."Menurutmu?""Atas dasar apa mengajakku menikah? Bukannya aku ini statusnya kerja yang digaji dapat uang? Kenapa--""Intinya kamu mau apa tidak?"Bunga menggeleng cepat. "Nggak!" katanya tegas."Alasannya?" Gama menaikkan dagu, sifat songongnya pun muncul, merasa tertantang karena baru saja ditolak secara mentah-mentah."Banyak. Banyak banget. Kamu itu suami orang, kamu itu orang kaya, kamu itu orang
Bunga frustrasi, semakin ke sini Gama tampak terang-terangan menunjukkan gelagat di depan Sofia.Dan Sialnya sepertinya Sofia sudah mulai curiga pada mereka, setidaknya itulah yang Bunga pikirkan."Jangan terang-terangan kayak gini," tegur Bunga, karena Gama tampak mendekat dan menepuk bokongnya."Kenapa? Takut?" tanya Gama remeh. Pria itu mengambil air minum di kulkas lalu menandasnya sampai air sisa setengah.'Pake ditanya lagi, jelas aja iya,' gerutu Bunga dalam hati. Sayangnya dia tidak berani berucap dengan lantang, karena takut akan menyinggung Gama."Bukannya aku udah memberimu dua pilihan? Dan sayangnya kamu malah memilih opsi yang kedua, yaitu terima konsekuensinya. Jadi, hari ini aku akan memutuskan untuk memberitahu Sofia tentang masalah kita." Gama mengedipkan sebelah mata."Jangan gila!" Tiba-tiba suara Bunga meninggi."No! Siapa yang gila? Kamulah yang memilihnya."'Arggghhh! Gama sialan! Gama berengsek!' umpat Bunga dalam hati."Beri aku waktu untuk menjawab ulang, tapi
"Aku nggak tahu kamu ngadu apa ke Mas Gama, Bunga."Bunga mendongak, dia tercenung beberapa saat."Maksud Anda apa ya, Bu?" tanya Bunga tak paham."Nggak usah pura-pura polos deh sekarang. Aku yakin kamu kan yang ngerayu Mas Gama supaya aku mau nurut sama dia?"Kening Bunga semakin mengkerut, semakin tak paham."Kamu kemarin bilang mau berhenti kerja, nggak kukasih izin bukannya nurut malah ngadu yang nggak-nggak ke suamiku."Barulah Bunga paham.'Hah? Secepat itu. Memangnya dia ngomong apa sih, kok Bu Sofia sampai semarah ini?'"Saya tidak mengadu apa-apa ke beliau, Bu. Tapi saya memang meminta bantuan ke Pak Gama, karena saya memang harus berhenti bekerja, orang tua saya--""Lama-lama kok aku yakin ya kalau kamu sekarang pintar cari alasan?" sinis Sofia.Bunga menggeleng, tangannya gemetar. Jelas saja dia ketakutan karena apa yang diucapkan Sofia memang benar."Saya memang ingin berhenti, Bu. Tolong jangan tahan saya," lirih Bunga."Beruntung sekali ya hidupmu. Cari pembelaan sana-s
"Aku nggak dikasih keluar sama Bu Sofia."Kedua alis Gama mengkerut. "Kok bisa?""Aku juga nggak ngerti. Aku bilang mau ngundurin diri, tapi dia bilang cuma dia yang berhak," keluh wanita itu."Kamu cari alasan apa gitu yang masuk akal, masa cuma ngurusin kayak gini nggak mampu?"Bunga menatap Gama sebal. "Aku juga udah usaha, aku udah kasih alasan yang masuk akal, tapi namanya Bu Sofia tetap nggak mau ya gimana?""Oke, nanti biar aku yang ngomong sama dia."Bunga menggeleng. "Nggak bisa, nanti kalau dia curiga gimana?""Kenapa itu terus yang kamu takutkan? Masalah itu biar aku yang atur, kamu cukup patuhi aturanku saja. Kalau kamu mau denger, maka selalu selamat hidupmu, tapi kalau tidak, maka hidupmu akan hancur dalam sekejap, ngerti?"Bunga menghela napas secara perlahan, kemudian mengangguk mengerti."Bagus, aku suka dengan wanita penurut. Jika kamu sudah menikah denganku, jadilah istri yang penurut."Bunga diam, dia hanya memperhatikan Gama pergi meninggalkannya."Sepertinya aku
"Jadi gimana? Apa kamu sudah mengambil keputusan? Kira-kira kamu pilih yang mana?""Emangnya harus banget ya kita nikah?" Bukannya menjawab, Bunga malah balik bertanya. "Nikah itu kan janji suci, bukan untuk main-main. Sementara kamu dan Bu Sofia masih suami-istri. Kalau Bu--""Aku cuma minta kamu pilih yang mana, bukan ngurusin yang lain. Kamu nggak perlu ikut campur rumah tanggaku dengan Sofia, paham?!" bentak Gama.Bunga mengangguk, dia ketakutan."Sekarang aku butuh jawabanmu.""Aku--""Dan aku nggak mau dengar kata tidak," sela Gama cepat.Bunga mengatupkan bibirnya dengan rapat. Sepertinya Gama membaca isi pikiran Bunga."Jadi gimana?"'Apa aku masih berhak menjawab? Bukannya tadi dia bilang aku nggak boleh jawab tidak? Dasar manusia sombong!' decih Bunga dalam hati."Aku--""Kita akan menikah secepatnya. Ya, itu lebih cepat lebih baik. Baiklah, kamu tunggu kabar baik dariku, kamu cukup duduk manis dan patuhi perintahku, paham?"Bunga menghela napas berat, dia hanya bisa memand
Bunga menggeleng cepat. "Sa--saya tidak tahu orang itu, Bu," katanya gugup."Kamu yakin?" Mata Sofia memicing. "Tapi ... Mas Gama sendiri loh yang ngomong kalau kamu tahu orangnya seperti apa, bahkan kalian sempat ngobrol, malah kata suamiku kalian akrab banget. Kamu nggak menusukku dari belakang, kan, Bunga?""Saya beneran nggak tahu, Bu. Saya malah bingung kenapa Pak Gama bicara seperti itu, padahal pernah bertemu sama orang itu aja tidak pernah," sangkalnya.Sofia diam, dia mengamati gerak-gerik Bunga yang terlihat tenang. Sialnya dia tidak bisa membaca pikiran orang lain.'Jadi siapa yang benar? Mas Gama atau Bunga? Kenapa diantara mereka berdua seperti berbicara dengan sungguh-sungguh? Dan yang bohong sebenarnya siapa?' Sofia bertanya-tanya dalam hati."Saya juga tidak menusuk Ibu dari belakang." Bunga menelan salivanya dengan susah payah. Lidah ini benar-benar sudah lihai untuk berdusta."Terus kenapa sampai saat ini kamu belum membuktikan kalau Mas Gama ada main belakang sama p
Bunga frustrasi, semakin ke sini Gama tampak terang-terangan menunjukkan gelagat di depan Sofia.Dan Sialnya sepertinya Sofia sudah mulai curiga pada mereka, setidaknya itulah yang Bunga pikirkan."Jangan terang-terangan kayak gini," tegur Bunga, karena Gama tampak mendekat dan menepuk bokongnya."Kenapa? Takut?" tanya Gama remeh. Pria itu mengambil air minum di kulkas lalu menandasnya sampai air sisa setengah.'Pake ditanya lagi, jelas aja iya,' gerutu Bunga dalam hati. Sayangnya dia tidak berani berucap dengan lantang, karena takut akan menyinggung Gama."Bukannya aku udah memberimu dua pilihan? Dan sayangnya kamu malah memilih opsi yang kedua, yaitu terima konsekuensinya. Jadi, hari ini aku akan memutuskan untuk memberitahu Sofia tentang masalah kita." Gama mengedipkan sebelah mata."Jangan gila!" Tiba-tiba suara Bunga meninggi."No! Siapa yang gila? Kamulah yang memilihnya."'Arggghhh! Gama sialan! Gama berengsek!' umpat Bunga dalam hati."Beri aku waktu untuk menjawab ulang, tapi
"Aku punya dua pilihan untukmu, dan aku harap kamu mau memilih salah satunya.""Apa itu?" tanya Bunga penasaran."Sebenarnya mudah kalau kamu paham."Bunga mengernyit heran. Ucapan Gama agak sulit untuk dicerna, apa pria itu akan memberikan pilihan yang sulit?"Bisa diperjelas maksudnya apa?" tanya Bunga tak sabaran."Kita akan menikah."Mulut Bunga menganga lebar, syok, pandangannya beralih ke sana-sini lalu pipinya ditepuk-tepuk berkali-kali. Takut kalau dia sedang halusinasi, kenyataannya tidak."Aku nggak salah dengar, kan?" Bunga terus menggeleng, dia berasumsi kalau sedang bermimpi."Menurutmu?""Atas dasar apa mengajakku menikah? Bukannya aku ini statusnya kerja yang digaji dapat uang? Kenapa--""Intinya kamu mau apa tidak?"Bunga menggeleng cepat. "Nggak!" katanya tegas."Alasannya?" Gama menaikkan dagu, sifat songongnya pun muncul, merasa tertantang karena baru saja ditolak secara mentah-mentah."Banyak. Banyak banget. Kamu itu suami orang, kamu itu orang kaya, kamu itu orang
"Sebenarnya aku sudah pasang beberapa cctv, bahkan suamiku juga tahu. Sesekali kami mengeceknya. Ini ide suamiku, awal nikah dia nggak percaya sama aku, dan ya ... sampai sekarang dia pun masih nggak percaya. Makanya cctv itu masih berjalan, dan sekarang aku menambah lagi di area tertentu, sesuai keinginan kalian. Nyatanya apa? Sedingin-dinginnya suamiku, dia tetap nggak tertarik sama perempuan lain, meskipun perempuan itu cantik sekalipun."Usai Sofia berkata seperti itu, tatapan dari teman-temannya tampak berbeda-beda."Ish! Jangan terlalu percaya deh sama laki-laki, mungkin sekarang dia begitu, tapi siapa tahu ke depannya berubah? Apalagi sampai saat ini kalian masih belum berdamai, kan?" semprot Sasya."Iya, kenapa sih kalian nggak coba bicara pake kepala dingin gitu? Iya, kami semua juga tahu kalau kalian dijodohin. Banyak loh teman kita yang awalnya dijodohin tapi ujung-ujungnya saling mencintai, bahkan udah punya anak banyak. Lah kamu gimana kabarnya? Udah hampir tujuh bulan, k
Gama tampak manggut-manggut ketika melihat kedatangan Bunga."Bagus, jam berapa ini? Kenapa baru sampai rumah?" sindir pria itu.Bunga sengaja menulikan telinga, dia melewati Gama begitu saja, sialnya Gama langsung menyentak tangan Bunga."Dengar nggak aku ngomong? Apa akhir-akhir ini aku terlalu baik sama kamu, terlalu membebaskan kamu, makanya kamu sudah mulai berani sama aku, huh!" bentak Gama.Bunga meringis kesakitan, kendati demikian Gama tak melepaskan cekalan tangannya."Bukannya sudah kubilang? Jangan terlalu dekat temanmu itu, lihat sendiri hasilnya, kamu sekarang udah mulai membangkang. Sadar diri, kamu itu di sini siapa, kamu itu pekerja yang seharusnya selalu menurut apa kata bos kamu. Kamu di sini dituntut untuk disiplin, kan? Kenapa ucapanku kamu abaikan?"Benar, Bunga kembali membuat kesalahan yang dilakukan berkali-kali. Dia memang sadar diri, tapi kenapa selalu melakukannya? Dan lagi-lagi karena bertemu dengan Ayu.Apa memutuskan berteman dengan Ayu keputusan yang sa
"Ehem."Baik Ayu maupun Bunga tersentak, mereka langsung menoleh ke arah sumber suara.Awalnya Ayu tercengang, tapi setelah dia ingat siapa pria itu, barulah memasang wajah tak ramah."Ngapain lama-lama di sini?""Aku ketemu sama teman, ngobrol," jawab Bunga acuh.Gama melirik jam yang ada di tangannya, lalu mendesah berat."Udah dua jam kamu ada di sini, nanti kalau Sofia cari kamu gimana?""Bu Sofia tadi pergi sama teman-temannya, dia bilang pulangnya malam," sahut Bunga lagi.Gama tampak manggut-manggut, dia menatap wanita rahasianya yang sudah mulai berani padanya, lalu pandangannya beralih ke arah Ayu yang sedari tadi memperhatikannya.Gama menduga kalau keberanian Bunga pasti asal muasalnya dari Ayu, entah mengapa dari awal Gama tidak suka dengan Ayu, menurutnya wanita itu membawa pergaulan buruk, apalagi dilihat dari pekerjaannya yang tidak beres."Oke, aku tunggu di rumah. Jangan sampai telat kalau kamu nggak mau menanggung akibatnya," ancam pria itu.Belum sempat Bunga menjaw