Nyonya Paxley mengangguk, "Begitulah, apa kau sudah menemukan jawabannya?"
Celia sedikit terperanjat, kemudian menggeleng pelan, "Aku belum menemukan perkembangan apa pun. Tadi itu, apa anda membawaku ke alam perantara Rei, Hima-sama? "
Alis nyonya Paxley mengkerut, "Apa di sana kau melihat Rei?" tanyanya bingung, dari cara ia berekspresi nampaknya yang terjadi pada Celia barusan hanya kebetulan besar.
"Uhmm ... Lebih tepatnya, aku bertemu sosok yang mirip Rei ..." jelasnya, tapi kemudian tiba-tiba Celia memegang kepalanya terkejut sendiri, "Aku lupa bertanya siapa namanya!!" sahutnya panik.
"Ah, begitu ya. Meski bukan Rei, tampaknya orang yang kau temui itu cukup membuatmu terkesan," ujar nyonya Paxley tersenyum padanya.
"Itu karena dia punya sepasang sayap hitam dan tampak mengerikan, Hima-sama! Aku bahkan bertemu dengan seseorang yang sangat mirip denganku di sana!" tambah Celia.
"Ara, tampaknya yang terjadi lagi-lagi di luar perkir
"Apa yang terjadi padanya, bu?" Nonoa tak tahan segera bertanya pada seseorang yang hanya menemani Celia di ruangan itu."Oh tidak, sihirku tidak kuat menanganinya!" sahut Violet cemas mendapati sihir penyembuhannya tak sampai ke tubuh Celia. Tubuh gadis ituaa terkulai dalam pangkuan Violet, ia sepenuhnya tak sadarkan diri sekarang."Sebaiknya kita bawa dia dulu ke kamarnya sekarang," perintah Aamon. Enhem yang berada di sampingnya menganggguk lalu membawa tubuh Celia keluar kamar, diikuti beberapa orang yang tadi masuk ke dalam ruangan kecuali Nonoa yang masih menatap ibunya penuh tanda tanya."Maafkan aku Nonoa," ujar Hima Paxley mengalihkan wajahnya dari tatapan putri bungsunya itu.Nonoa yang degup jantungnya masih berdetak cepat berusaha melunak, "Tidak apa, bu," Nonoa tersenyum ringan, "apa yang telah terjadi padanya?" tanyanya kemudian."Kau ingat saat kejadian malam dimana Celia-dono muntah darah?" tanyanya dengan raut wajah sedih.N
Ini kali kedua Celia menapakkan kakinya di ibu kota. Tepatnya halaman istana, karena yang membawa mereka bukan kereta kuda sewaan seperti yang pernah ia naiki bersama Enhem, kereta pribadi ini langsung menurukan mereka di sana.Tak hanya kereta mereka, beberapa kereta yang juga membawa pejabat terpakir berjajar rapi. Istana yang masuk dalam objek pandang Celia kemudian tampak begitu megah dilapisi batu pualam putih hampir di semua permukaannya."Aamon-dono, Gossen-dono, selamat pagi," seorang pria paruh baya yang menggunakan setelan jas rapi menyambut mereka begitu turun."Oh, Paman Talkay, selamat pagi," Aamon dan Gossen membungkukkan setengah badan mereka padanya, "Celia-chan, perkenalkan, dia adalah Talkay, tetua kami di bagian diplomat. Paman Talkay, seperti yang kita bahas di pertemuan sebelumnya, hari ini ia akan menjabat sebagai kepala diplomat baru," jelas Aamon."Salam kenal, Pamam Talkay, juga mohon bantuannya," Celia ikut membungkukkan ba
Celia spontan berdiri lalu membungkukkan badannya untuk meminta maaf, "Mohon maaf atas kelalaianku Nirin-sama,""Apakah gadis kecil ini yang kau maksud Gossen-san?" tanyanya beralih pada pemuda yang baru saja duduk setelah menyambutnya. Batin Celia spontan mengumpat, kau bahkan tampak lebih muda dariku! pekiknya dalam hati.Gossen mengangguk sebagai jawaban "Benar, Nirin-sama.""Hee, tapi, kenapa aku meragukannya, ya?" cibir Nirin tersenyum kecut menatap Celia.Sejak awal, Celia sudah tau kehadirannya akan diremehkan, sebagai putri CEO yang keras kepala dan penuh ambisi, ini saat yang tepat baginya untuk menunjukkan siapa dia sebenarnya."Maaf Nirin-sama, orang pandai lebih memperhatikan detil dari suatu hal daripada mementingkan sampul yang tidak perlu. Mungkin sosokku ini gadis kecil, tapi apa kau juga berpikir bahwa umurku ini belasan tahun?" tanya Celia dingin, padahal i
Sore harinya, mereka bertiga kembali ke kediaman. Turun dari kereta kuda, menatap ke arah meja taman yang sedang ditempati tiga gadis muda cantik. Mereka asyik bercengkrama, berseru riang mendengar pembahasan yang terdengar menyenangkan. Bayang-bayang masa lalu yang sebelumnya kelam tanpa dilupakan dari ingatan mereka.Lain dengan dua tuan muda yang kini berdiri di kedua sisi Celia. Pikiran mereka sedang dibebani rasa bersalah.Tiga gadis cantik itu menyadari kedatangan penghuni lain kediaman ini. Masing-masing pasang mata yang diciptakan begitu indah spontan terarah pada siapa yang berdiri di sana. Bibir ranum yang sebelumnya tersenyum kini semakin melebar, memperlihatkan deretan gigi putih dan lesung pipi di kedua sisi."Celia-chan! Ah ternyata tanpamu rasanya begitu kurang," Nonoa berseru setelah ia berlari antusias lalu memeluknya."Bagaimana, apa kau menikmatinya Celia-san?" Tanoa bertanya penasaran."Ah, begitulah. Ayolah, apa kalian ti
Karoi Rei - Setelah tertidur di malam-malam penantian.Kejadian malam itu menjadi fragmen memori yang kembali terekam. Bekas-bekas ciuman pertama yang belum lama ini dicuri. Tombak cahaya yang meluncur cepat dari angkasa lalu menghancurkan tubuhnya."Dimana aku?" Kepala terasa sedikit berat, badan rasanya seperti habis bekerja seharian penuh, lalu kedua mata Rei terbuka, mendapati semua yang masuk dalam objek pandangnya sama sekali tak dikenal.Sebuah taman bunga. Pagar tanaman dibuat melingkar. Putih, kuning, dan jingga di setiap kelopak yang bermekaran. Lalu sebuah air mancur tiga tingkat berdiri tepat di tengah-tengahnya. Kursi yang terbuat dari kayu mahogani menjadi tempat yang diduduki Rei saat kedua matanya tengah melihat semua itu"Selamat malam," sapa salah seorang. Rei mendongak, mendapati seorang gadis cantik berdiri di sampingnya.Fitur wajahnya lebih seperti ras kaukasoid di dunianya. Hidungnya mancung, alisnya tebal, dan kedua matanya
Benar, Rei sama sekali tidak tau apa yang diharuskannya sekarang, ia menghentikan langkah, wajahnya tertunduk. Sedikit tak terima mereka harus menahannya tanpa alasan."Jiwamu sudah dipanggil ke sini, kau tidak bisa pergi kecuali kami mengizinkannya," jelas Eliza kemudian.Rei mengepalkan tangan, sedikit geram dengan apa yang telah terjadi, ia berbalik lalu menjawab, "Aku sama sekali tidak menemukan tujuanmu untuk melakukan itu padaku, apa itu hanya untuk hiburan semata? Maaf saja, tapi aku tidak cocok untuk itu," balasnya. Hilang sudah wajah yang sebelumnya penuh kekaguman itu."Kau sungguh berbicara seperti itu?"Rei mengangguk, "Ah, dan jangan bilang kalau yang melemparkan tombak cahaya itu adalah salah satu dari kalian."Mendengar itu, Eliza tak kalah geram, kakinya lalu melangkah berderap cepat menghampiri Rei, dan sesampainya, di luar dugaan kalau yang didapat Rei kemudian adalah sebuah tamparan keras di pipi."PLAAK!!"Re
Sedikit terkejut, tapi keraguannya selama ini menguatkan dugaannya sudah."Ce-Celia-chan?"Suara familiar itu membuat seisi ruangan terkejut."Rei-kun?""Rei-sama?""Reicchi!!""Ah, syukurlah ternyata itu memang kalian.""Apa maksudmu, dasar bodoh?! Kau tidak tau betapa kami mengkhawatirkanmu?!" gerutu Celia kemudian, jauh di lubuk hatinya ia merasa sangat bersyukur."Eh, Memangnya apa yang terjadi? kau seperti belum pernah mengalaminya saja.""Bodoh! Kau tak sadar sampai tiga hari lebih!""Yah, baru tiga hari ...""Reicchi! Ibu bilang bahkan kau tidak akan kembali dalam waktu yang cukup lama. Pahamilah perasaan Celia."Violet mengangguk setuju "Rei-kun, kami sangat mengkhawatirkanmu." Buru-buru menghilangkan atmosfer kecanggungan, tatapan Rei tepat tertuju pada Tanoa dan Nonoa yang duduk bersebelahan."Bukankah kau Tanoa-san? Akhirnya kau sudah kembali," ucapnya syukur.
"Hee? Kita akan tinggal di istana mulai sekarang?"Bersiap untuk berangkat. Tak hanya Gossen dan Aamon, keterkejutan datang dari dua saudari kembar dan Violet yang akan ikut bersama mereka."Tapi kenapa?"Celia baru saja membantu Violet untuk naik dan duduk di sebelahnya."Yah, bagaimanapun itu keputusan Nirin. Kita juga tidak bisa terus mengulur waktu hanya karena masalah kursi kosong." Aamon menyandarkan kepalanya ke dinding kereta.Terdengar suara pecutan, sedikit hentakan, kereta itu melaju di jalanan yang sudah dipasangi paving."Lagipula, itu hanya kau berdua dan Nonoa saja yang tetap tinggal, yang lain tetap pulang di waktu sore," tambahnya."Nonoa juga?"Nonoa mengangguk, "Jujur aku belum bisa mempercayai mereka sepenuhnya. Jadi, sekalian saja aku terima tawaran itu dan melihat agar mereka tidak memperlakukan kalian semena-mena."Jawaban yang cukup melegakan untuk didengar. Tak terasa, keretapun sampai. Tanoa dan