Malam ini, malam terakhirku bersama Ayah berada di Berlin. Tidak sengaja aku bertemu dengan Kimberly Feodora, seseorang yang akhir-akhir menjadi buah bibir banyak orang. Aku melihatnya dari kejauhan, dia tengah berdiri di depan sebuah restaurant mengenakan baju berwarna hitam terlihat seperti sedang menunggu seseorang. Dia mematung di bawah salju yang membuat beberapa orang melihat ke arahnya. Ku kira dia mannequin. Aku tidak begitu mengenalnya dan hanya beberapa kali melihatnya di iklan. Meski aku tidak begitu mengenalnya, aku ingin meminta tanda tangannya karena dia cantik. Aku ragu dan sangat takut untuk mendekat, aku takut dia memakiku seperti dia memaki orang-orang yang mengganggunya di televisi. Wajahku terlihat jelek, aku takut dia terganggu dengan wajah dan tubuhku. Meski takut, namun kakiku tetap bergerak mendekat karena dia terlalu cantik. Semakin aku mendekat, semakin aku melihat kecantikannya yang tidak masuk akal hingga aku harus mencubit tanganku jika dia memang
Malam yang gelap, lampu-lampu di lintasan sirkuit menyala menyinari bangku-bangku penonton dan jalanan. Derung keras dan cepatnya bayangan mobil yang lewat tidak ada dalam perhatian. Marius, pria itu duduk sendirian di bangku penonton yang kosong, pria itu termenung, terus terbayang kenangan tindakan konyol yang di lakukan gadis gemuk yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang begitu tinggi hingga berani menciumnya di depan umum. Ciuman yang hanya sebatas kecupan di bibir itu berhasil membuat Marius terus teringat Winter hingga membuat Marius merasa cukup gila karena tidak mengerti dengan apa yang dia rasakan sekarang. Berciuman, bercumbu, bahkan setelah tidak bisa berjalan, Marius masih sering tidur dengan beberapa wanita. Namun mengapa? Kecupan sederhana di bibirnya yang di lakukan oleh gadis bertubuh gemuk, bermulut tajam dan satu persenpun bukan tipe Marius. Namun mengapa kejadian kemarin terus menghantui pikiran Marius seakan itu adalah sesuatu yang berkesan. “Marius.” M
Segala persiapan telah di lakukan, Marius segera masuk ke dalam mobilnya dan sedikit berbicara dengan Felix sebelum memutuskan pergi. Tribun penonton terlihat penuh, mereka berdiri untuk melihat idola mereka yang melintas. Langit yang baru malam terlihat masih menyisakan warna biru cerah, beberapa mobil yang sudah melakukan pemanasan, kini sudah diam di garis start. Marius terlihat tenang dan siap untuk kembali memulai balapan, seorang pembawa acara yang menyiarkan berbicara beberapa patah kata mengenai persiapan para pembalap malam ini. Derung suara mesin terdengar keras, para pembalap mulai memacu kendaraan mereka dengan cepat begitu bendera di kibarkan. Marius, pria yang baru menjadi bintang dan mendapatkan banyak sorotan membuat para penonton tersenyum bangga karena pria itu mengambil posisi paling depan dan memacu mobilnya dengan sangat cepat seperti balapan-balapan yang terjadi sebelumnya. Putaran demi putaran Marius lewati dengan sempurna, komentator balapan berbicara den
Akhir pekan yang mendung, Winter sudah berdiri di depan panthouse Marvelo pagi-pagi sekali. Mata Winter masih terlihat sembap setelah sepanjang malam menangis karena membaca tulisan pemilik tubuh Winter yang asli. Ada banyak tulisan yang tertuang dalam beberapa buku, semua keresahan dan kesedihan Winter yang asli sangat menguras emosi dan hatinya. Jiwa Kimberly sangat frustasi di sulut banyak rasa marah dan kesedihan yang kuat. Tidak hanya Paula, ada banyak anak yang membully Winter di masa lalu. Usai membaca semuanya, sepanjang malam Winter mencari siapa-siapa saja yang sudah pernah membully Winter di masa lalu. Kini, dia akan membalas mereka satu persatu secara langsung. Winter berjinjit dan menekan bel beberapa kali menunggu Marvelo membukakan pintu. Marvelo membuka pintu dengan cepat, pria itu berdiri di hadapan Winter dan terlihat sudah rapi hanya mengenakan pakaian biasa. Kedatangan Winter sudah Marvelo ketahui karena sebelumnya Winter sudah memberitahu bahwa dia akan dat
Maxim membuang napasnya semakin berat. Maxim membenarkan tas di gendongannya, pria itu berjalan dengan kaki yang sedikit terpincang-pincang, Maxim memutuskan untuk duduk di bangku kosong sekadar meredakan rasa lelahnya. Maxim terpaku melihat keindahan dan keramaian di depannya dengan perasaan berkecamuk. Sudah dua minggu dia keluar dari penjara. Selama dua minggu itu dia berusaha mencari Paula karena merindukannya, namun ini yang dia dapatkan setelah Sembilan tahun lamanya dia di penjara demi berkorban untuk anak dan isterinya. Selama Maxim berada di penjara, Paula tidak pernah sekalipun menampakan dirinya apalagi menjenguknya setelah pengorbanan yang Maxim lakukan untuk menggantikan Paula sebagai tersangka. Namun ini balasan puterinya. Tidak hanya Paula, Lana pun begitu. Usai Maxim di penjara, tidak pernah sekalipun Lana menemuinya, yang datang hanyalah sepucuk surat perceraian yang di ajukan Lana. Suara helaan napas kasar terdengar dari mulut Maxim, pria itu tertunduk sedih
Bayangan tubuh Winter terlihat di dinding lift yang berkilauan, gadis itu bergerak beberapa kali melakukan pose dengan percaya diri, melihat perubahan demi perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Dengan percaya diri dia melakukan pose sama seperti seperti apa yang sering dia lakukan di masa lalu saat melakukan photoshoot untuk melakukan pemotretan di majalah. Jiwa Kimberly merasa bangga dengan perubahan yang terjadi. Hari semakin hari keadaan tubuhnya menyusut meski sedikit demi sedikit. Satu persatu pakaian milik Winter yang semula dia pakai, kini pakaian itu terbuang karena kini tubuhnya sudah perlahan mengecil. Lingkar pinggang yang mengecil, lemak-lemak di lengan, perut, paha, dagu yang mengganggu setiap kali dia bergerak, kini sudah menghilang perlahan berkat dokter, olahraga dan diet. Tumpukan dan lipatan lemak di perutnya tidak lagi begitu tersiksa dan menyakitkan ketika di pakaikan korset. Wajahnya yang semula bulat dengan dagu yang berlipat-lipat seperti roti itu, kini s
“Kau sudah melepaskan masa perjakamu?” Tanya Winter lagi dengan gamblang tidak saring sedikitpun, repleks Marvelo yang tengah menyetir langsung menginjak rem dengan keras. Duk! Kepala Winter langsung di buat terbentur ke lekukan sisi dashbor mobil dengan cukup keras. “Arght, sialan. Menyetirlah dengan benar brengsek!” Maki Winter dengan ringisan sambil mengusap pelipisnya yang berdenyut kesakitan. Marvelo tidak bereaksi apapun, pria itu masih mematung terngiang-giang pertanyaan frontal yang keluar dari mulut Winter beberapa detik yang lalu. “Winter, apa yang kau tanyakan barusan?.” Winter meringis kesakitan merasakan keningnya berdenyut, Winter melihat kaca spion, gadis itu menyingkirkan rambutnya dan memperlihatkan keningnya yang kini sedikit terluka. “Astaga” Marvelo terlihat panik dan segera melepaskan sabuk pengamannya, meraih wajah Winter dan melihatnya lebih dekat. Winter yang kesakitan hanya bisa menatap sebal Marvelo karena sudah berani-beraninya membuat wajahnya yang b
Winter terus berjalan cepat menerobos hujan yang masih turun. “Winter!” Teriak Marvelo ikut berlari dan mengejar Winter di bawah derasnya hujan yang turun. Begitu berada di jangkauan, Marvelo menarik lengan Winter dan menghentikan langkahnya “Winter, apa yang kau lakukan? Berhenti bertindak sembarangan!.” Winter menengok, ada air mata yang terjatuh di antara air hujan yang membasahi wajahnya. Sorot mata Winter yang menunjukan rasa sakit dan marah begitu kuat membuat Marvelo sedikit bingung dengan gadis itu. “Ada masalah apa lagi?” tanya Marvelo. Winter menepis tangan Marvelo agar terlepas. “Pulanglah, aku akan pulang sendiri. Jangan ikuti aku!” titah Winter dengan dingin. Gadis itu berbalik dan melengos pergi meninggalkan Marvelo yang terdiam bingung, namun pria tu segera berlari mengikuti ke mana Winter akan pergi. Di depan pintu bar ada sebuah penjagaan yang meminta identitas, Winter mengambil dompetnya dan mengeluarkan banyak lembaran uang. Dengan uang, siapapun memiliki leb
Dua tahun kemudian.. Kota Den Haag Sebuah gedung hotel tampak sibuk dan ramai malam ini karena ada pesta besar yang sedang merayakan ulang tahun hotel Lessy yang berpusat di kota Neydish. Di dalam sebuah ruangan besar orang-orang berkumpul, mereka terlihat anggun dan tenang, saling berbicara satu sama lainnya menikmati pesta yang sedang berlangsung. Seorang wanita bergaun putih memainkan cello opera di tengah pesta, wanita itu memainkan musik Romeo & Julliet Love Theme. Para tamu undangan yang berdiri dan sibuk bicara di buat terkesima mendengarkan alunan musik yang begitu dalam menghiasi malam pesta. Mereka berbalik melihat sepenuhnya ke arah orang-orang yang bermain musik dan sejenak menghentikan pembicaraan mereka. Di antara banyak orang yang melihat musik, seorang pria berdiri di depan jendela, pria itu sibuk dengan kesendiriannya, memandangi langit malam yang begitu gelap. Alunan musik dalam pendengarannya membawa dia dalam sebuah ingatan indah ketika dia belajar menari di
Sebuah photo terbingkai di pajangkan di atas meja belajar, Winter menopang dagunya melihat photo dirinya saat pelulusan sekolah di hadiri Benjamin dan Vincent. Tidak terasa, tiga bulan telah berlalu sejak kematian Marius dan kepergian Marvelo, kini Winter bisa duduk santai di meja belajarnya, tidak tahu apa yan harus dia lakukan karena semua tujuan hidupnya yang dia cari sudah berada dalam genggaman, yaitu kebahagiaan dan balas dendamnya yang sudah di tuntaskan. Setiap akhir pekan Winter akan mengunjungi makam Kimberly dan Marius, sudah dua kali juga Winter bertemu Jenita akhir-akhir ini. Keadaan Jenita terlihat lebih baik dari sebelumnya, Jenita bersama Levon membangun lebih luas panti asuhan tempat tumbuhnya Kimberly. Keduanya tampak mulai menikmati masa-masa tua mereka, Felix menjaga mereka dengan baik sebagaimana keinginan Marius. Sejak hukuman Paula di tetapkan, kini Winter tidak lagi bertemu dengannya. Untuk Marvelo, sejak kepergiannya ke Belanda, dia tidak memberikan kabar
Satu bulan setelah kepergian Marius, kini Winter kembali harus melanjutkan kehidupannya seperti biasa, sedikit demi sedikit gadis itu berusaha menyembuhkan hatinya dan kembali menemukan kekuatannya lagi. Winter harus berjuang lebih kuat karena Marvelo juga sudah menghilang dari sisinya, tidak ada lagi seseorang yang bisa menjadi teman penghapus kesedihannya. Jiwa Kimberly sempat berpikir, melepaskan Marvelo akan membuat perasaan dia lebih baik karena tidak lagi membuat Marvelo tersiksa karena memendam perasaannya. Rupanya tidak semudah itu, karena jiwa Kimberly merasakan kekosongan besar di dalam hatinya. Ternyata, Marvelo memiliki tempat yang begitu spesial dia dalam hati Winter Benjamin. Meski kini mereka berpisah jauh, kini Winter hanya bisa mendo’akan yang terbaik untuk Marvelo. Hari ini adalah hari persidangan pertama Paula, persidangan akan di adakan secara terbuka sehingga siapapun dapat menyaksikannya. Winter sudah siap untuk menghadirinya. Winter berdiri di depan jende
Marvelo menarik kopernya melewati beberapa orang yang ada di depannya, sekilas pria itu melihat ke belakang, Marvelo tersenyum hangat melihat Charlie dan Lessy melambaikan tangan mereka mengantar kepergian Marvelo. Marvelo kembali melangkah, pria itu tetap tersenyum menyembunyikan suatu perasaan yang mengganjal di hatinya. Kepergian Marvelo terasa tidak begitu menyenangkan karena dia meninggalkan Winter dalam keadaan sedang terluka. Tidak ada maksud untuk dia meninggalkan Winter sendirian, namun keadaan yang memaksa Marvelo harus mengambil keputusan ini. Meski Marvelo ingin menemaninya dan membantu gadis itu bangkit dari kesedihannya, namun Marvelo juga tidak berani terus mendekat karena dia harus segera melenyapkan perasaannya. Marvelo tidak ingin menjadi pria lemah yang hidup tanpa tujuan dan tidak berani mengambil keputusan karena sebuah keraguan. Marvelo harus melangkah ke depan. Andaipun suatu hari nanti dia masih tidak bisa melupakan Winter dan masih memiliki kesempatan un
Payung yang meneduhi Winter menghilang, Nai pergi ke belakang dan berdiri dengan para pengawal lainnya. Sementara Winter, gadis itu masih tetap berdiri di tempatnya melihat makam dirinya dan Marius yang berdampingan berada di tempat yang jauh dari pemakaman yang lainnya. “Aku akan merindukanmu Marius, sama seperti saat kau merindukanku ketika aku hilang. Namun aku juga akan bangkit Marius, seperti apa yang kau inginkan, aku akan bahagia dan menjalani kehidupanku dengan baik. Terima kasih telah menjadikanku cinta pertama dan terakhirmu, aku merasa begitu terhormat.” Winter membungkuk,meletakan bunga yang sejak tadi tidak lepas dari pelukannya. “Aku tidak akan melupakanmu Marius, aku mencintaimu.” Matahari yang turun mulai kehilangan cahayanya, pohon-pohon besar yang berdiri menjulang mengelilingi area pemakaman mulai menghalangi sore terakhir hari ini. Angin berhembus lebih kuat menggerakan rumput-rumput dan bunga liar di sekitarnya. Winter tercekat kaget, samar dia melihat bayang
Marvelo terduduk di kursinya melihat keluar jendela, memperhatikan Irina yang kini tengah makan siang bersama Lessy dan juga Charlie. Marvelo menghela napasnya dengan berat, dua hari ini terakhir ini dia sempat di buat galau karena mendengar pengakuan Winter, rupanya gadis itu sudah tahu mengenai perasaannya, sayangnya Winter tidak ingin mendengarkan pengakuan cinta Marvelo. Marvelo sedikit marah dan kecewa, jika saja Winter tidak terlalu menggodanya dan menunjukan sikap seperti seseorang yang suka kepadanya, mungkin Marvelo tidak akan menaruh harapan yang banyak dan berpikir bahwa gadis itu memiliki perasaan juga kepadanya. Marvelo malu karena ternyata dia terlalu terbawa perasaan dengan kebaikan yang Winter berikan kepadanya. Ini sangat menyakitkan, mengecewakan dan membuat Marvelo beberapa kali harus duduk termenung memikirkan bagaimana cara mengatasi patah hatinya. Kini, tidak ada lagi alasan yang bisa menahan Marvelo berlama-lama di Neydish, Marvelo akan segera pergi. Di am
Winter tertunduk mengenggam tangan Marius, gadis itu bernapas dengan tersenggal tidak mampu menutupi apapun lagi yang selama ini dia rahasiakan. Winter meletakan bunga itu tangan Marius agar pria itu menggenggamnya. Rahasia yang begitu sulit untuk Winter beritahu mengenai siapa dia sebenarnya kini akhirnya meledak mendorong Winter lebih berani berkata jujur. “Dulu, saat masih kecil, tepat di hari kasih sayang, kita menjual bunga mawar di jalanan hingga malam hari agar aku kita bisa membeli sepatu baru karena sepatu lamaku harus di pakai adik-adikku. Aku masih ingat, saat itu tiba-tiba saja kau berlari pergi mengambil sebuah simpul kain berwarna biru yang mengikat beberapa cangkang kado, kau menutup mataku dan memaksaku untuk pergi dari tempat itu. Kau bilang kau akan memberiku kejutan. Sebenarnya aku tahu, alasan kenapa saat itu kau terburu-buru membawaku. Di dekat toko kita berjualan, ada ayahku yang tengah makan malam bersama isteri dan anaknya, mereka terlihat bahagia, kau membaw
Levon dan Jenita yang tertidur di sofa langsung di buat terbangun begitu merasakan pergerakan orang yang lewat. Mereka melihat ke penjuru ruangan, memperhatikan kedatangan dua dokter dan satu perawat memasuki ruangan tempat Marius berada, para ahli medis itu mereka langsung menuju ranjang dan melakukan suatu tindakan yang terlihat darurat karena Marius semakin kesulitan bernapas. Perlahan Levon bangkit, dari balik kaca Levon melihat para pekerja medis yang terlihat sangat berusaha membantu Marius agar kembali stabil. Wajah Levon tampak pucat di penuhi oleh kekhawatiran, padahal dua jam yang lalu keadaan Marius terlihat membaik bahkan Marius sempat berbicara dengan akrab bersamanya dan juga Jenita, namun ternyata kini keadaan dia kembali memburuk. Jenita meminta Levon terduduk lemah, rapalan do’a dan harapan tidak pernah putus, namun suara kesakitan Marius yang teramat dalam begitu menyiksa pendengaran Jenita dan Levon. “Masa depanku sudah gelap semenjak melihat Marius kembali ter
Levon duduk dengan tegak di samping Marius, pria itu kembali datang dengan cepat dan memilih mengesampingkan semua pekerjaannya yang selama ini selalu menjadi prioritasnya. Sejak Marius terbangun kembali, tidak ada pembicaraan yang berarti terjadi di antara mereka. Levon sendiri sadar, terlalu banyak kesalahan yang telah dia buat hingga tidak dapat lagi di jabarkan dengan kata-kata. Kini Levon sedang berusaha membuka kasus di balik penyerangan yang di alami puteranya, namun yang menjadi masalahnya adalah Shanom dan Sean tiba-tiba menghilang sejak beberapa hari yang lalu. Perginya mereka secara bersamaan semakin menguatkan kecurigaan Levon jika keduanya memang dalang dari semua masalah yang terjadi. Jika Marius semakin tidak berdaya dengan keadaan tubuhnya, hal ini akan menciptakan guncangan hebat untuk perusahaan dan Sean akan terpilih sebagai peminpin selanjutkan ketika Levon pensiun di karenakan Sean lebih berpengalaman. Hak Marius tidak mungkin juga di ambil Jenita begitu saja