Winter terus berjalan cepat menerobos hujan yang masih turun. “Winter!” Teriak Marvelo ikut berlari dan mengejar Winter di bawah derasnya hujan yang turun. Begitu berada di jangkauan, Marvelo menarik lengan Winter dan menghentikan langkahnya “Winter, apa yang kau lakukan? Berhenti bertindak sembarangan!.” Winter menengok, ada air mata yang terjatuh di antara air hujan yang membasahi wajahnya. Sorot mata Winter yang menunjukan rasa sakit dan marah begitu kuat membuat Marvelo sedikit bingung dengan gadis itu. “Ada masalah apa lagi?” tanya Marvelo. Winter menepis tangan Marvelo agar terlepas. “Pulanglah, aku akan pulang sendiri. Jangan ikuti aku!” titah Winter dengan dingin. Gadis itu berbalik dan melengos pergi meninggalkan Marvelo yang terdiam bingung, namun pria tu segera berlari mengikuti ke mana Winter akan pergi. Di depan pintu bar ada sebuah penjagaan yang meminta identitas, Winter mengambil dompetnya dan mengeluarkan banyak lembaran uang. Dengan uang, siapapun memiliki leb
“Siapa kau?” tanya Nathan lagi yang mulai merasakan ada dingin darah yang keluar dari belakang telinganya. Samar Nathan melihat wajah Winter, pria itu berkedip, rasa takut mencekik dirinya begitu kuat setelah beberapa tahun merasakan ketenangan dan kesenangan karena uang Kimberly yang dia bawa. “Siapa aku?” Seringai Winter. Winter meraih wajah Nathan dan mencengkram wajah Nathan dengan kuat agar Nathan melihat matanya. “Aku adalah orang yang akan membalas semua kejahatan yang telah kau perbuat. Camkan itu.” Mata Nathan berubah nanar, “Aku tidak membuat kesalahan apapun.” “Oh. Seperti kau mulai amnesia.” Winter segera berdiri, kemarahannya kian berkobar hanya dengan mendengar penyangkalan Nathan. Winter menarik pakaian Nathan yang tergeletak di atas ranjang, Winter segera mengikat tangan dan mulut Nathan dengan pakaiannya. Tanpa ragu Winter menginjak keras tangan Nathan berulang kali tanpa mempedulikan jeritan tertahan Nathan dengan mulut tersumpal. Air mata tumpah dari sudut
“Jangan mengkhawatirkan apapun, aku akan menemui ayahmu dan berbicara dengannya jika kau merasa tidak nyaman jika berada satu kota dengannya,” ucap Lana dengan enteng. Paula memijat pelipisnya dengan kuat, gadis itu menghela napasnya dengan berat “Segeralah lakukan.” “Ada denganmu hari ini Paula?” Lana memperhatikan Paula yang kini hanya duduk diam dan terlihat tidak baik-baik saja dengan keadaannya. Sejak tadi Paula terlihat di bebani banyak pikiran yang mendesak dan membuatnya menjadi gelisah. Paula merasa cukup frustasi karena uang jajannya tidak dia terima lagi dan tidak ada penjelasan apapun alasan di balik pemberhentian bantuan keuangan Puala. Sumber keuangan Paula hanya ada dari kelurga Benjamin yang dermawan, tanpa mereka, Paula akan kembali ke jalan kehidupan yang menyedihkan. Yaitu, kemiskinan. Di sisi lain Paula juga harus mulai merasa ketakutan karena ayahnya, Maxim telah keluar dari penjara. Maxim adalah sosok yang pekerja keras, sayangnya dia tetap miskin meski t
Flashback Salju turun di malam itu, suasana senang hari natal di rasakan banyak orang, kecuali keluarga sederhana Paula. Paula, gadis kecil itu hidup dalam kesederhanaan, dia tumbuh dari seorang ayah yang bekerja sebagai karyawan biasa dan seorang ibu yang bekerja di sebuah pabrik. Paula adalah anak yang ceria dan pandai, dia memiliki seorang kakak laki-laki yang bernama Jared. Kehidupan sederhana Paula sama seperti anak-anak yang tumbuh di keluarga sederhana, mereka tidak kaya, tidak pula miskin, namun semua kebutuhan hidupnya sehari-hari sudah bisa tercukupi. Maxim sebagai kepala keluarga tampaknya tidak begitu memiliki banyak pengaruh di keluarga, dia yang muda dan lemah terkadang tidak begitu di hargai di dalam keluarganya. Lana isteri Maxim, wanita itu terkadang sering meragukan Maxim dan membuat keputusan-keputusan yang di buat Maxim sering di anggap angin berlalu olehnya. Maxim yang masih muda bertemu dengan Lana seorang janda beranak satu, anak itu adalah Jared. Seperti
Tanpa ragu, Paula mendekati Jared dan menghunuskan pisau itu ke punggung Jared beberapa kali hingga memukul kepala Jared dengan pisaunya. Jared yang tidak memiliki kesempatan untuk menghindar langsung menerima hunusan itu, pria itu jatuh ke ranjang bersimbah darah menatap nanar Paula yang kini wajahnya di hiasai cipratan darah segar miliknya. Lana terpaku kaget melihat apa yang di lakukan puterinya kepada Jared, kakanya sendiri. Sementara Paula yang baru menyadari bahwa tindakannya salah, gadis itu langsung di landa panik dan takut, kepanikan Paula membuat gadis itu kembali menghubuskan pisau pada dada Jared beberapa kali agar kakaknya segera meninggal. Lana menjerit ketakutan melihat kebruntalan Paula yang menghabisi Jared. Wanita bangkit menarik Paula mundur agar menghentikan tindakannya. Tidak berapa lama setelah Paula melakukan tindakan jahatnya kepada Jared, Maxim datang, begitu pria itu mendengar jeritan Lana, dia langsung menyusul naik ke atas dan masuk ke kamar untuk meli
Biru indahnya bola mata Kimberly menatap langit yang gelap di malam itu. Binar matanya yang indah itu terlihat sedikit gelap, warnanya sama seperti sebuah palung, dalam dan pekat. Hembusan angin yang lembut menggerakan rambutnya yang indah berkilauan. Kimberly berkedip beberapa kali, tangan mungilnya mengusap pipinya yang kemerahan untuk menyingkirkan beberapa helai anak rambut yang menempel di wajahnya. Kimberly mengenakan gaun tidurnya berwarna putih, gadis itu hanya menopang dagunya dan masih terdiam melihat langit di antara keramaian teman-teman panti asuhannya yang tengah bermain, belajar dan beberapa di antara mereka sudah tertidur. Bibir mungil merah muda Kimberly sedikit terbuka hanya untuk membuang napasnya dalam-dalam. Tanpa sengaja, Kimberly melihat sebuah mobil mewah yang datang kembali ke panti asuhan di malam hari. Untuk yang kedua kalinya mobil itu ke panti asuhan setelah beberapa hari yang lalu. Perhatian Kimberly teralihkan pada sebuah butik yang keberadaannya
“Saya mengizinkannya. Namun ada sesuatu yang harus Anda ketahui sebelum Anda menemuinya.” Kimberly yang mengintip dan melihat percakapan yang terjadi kini sedikit gemetar. Samar dia penasaran ingin melihat pria yang bisa di pastikan bahwa dia adalah ayahnya, namun pria itu tetap memunggungi pintu. “Kimberly sangat berharga untuk kami. Dia adalah anak yang sangat cerdas, ceria, pemberani dan berwawasan, meskipun usianya masih Sembilan tahun, namun cara berpikirnya sudah cukup dewasa. Meskipun begitu, Kimberly tetaplah anak kecil yang polos. Dia sering menagis setiap kali ada keluarga yang ingin mengadopsinya, Kimberly selalu menolak dan tidak ingin pergi ke manapun, karena dia percaya bahwa suatu saat nanti kedua orang tuanya akan datang menjemputnya. Tolong, temui Kimberly sebagai orang biasa. Jika Anda tidak bisa membawanya. Jangan memperkenalkan diri Anda sebagai ayahnya, jangan merusak mimpi dan harapan Kimberly, saya tidak akan mengizinkan Kimberly menjatuhkan sedikitpun air mat
Kesalahan apa lagi yang telah dia perbuat hingga membuat seseorang melakukan hal ini kepadanya?. Beberapa kali Winter harus mengatur napas dan mengontrol emosinya. Perlakuan buruk di depan umum dan menjadi sebuah tontonan menyenangkan bagi semua orang membangkitkan ingatan buruk pada Winter mengenai masa lalunya ketika menjadi Kimberly. Ini tidak seberapa.. Hal-hal mengerikan yang pernah terjadi kepada Kimberly sepuluh kali lipat lebih kejam dari ini. Winter mengacungkan jari tengahnya di hadapan anak-anak yang sudah mengguyurnya. “Pecundang” sindir Winter dengan kata yang cukup keras. Dengan tubuh basah kuyup dan bau, Winter pergi melanjutkan pejalanannya tidak mempedulikan tatapan dan cemoohan kecil banyak orang kepadanya. Winter harus segera sampai ke kelasnya untuk melihat pertunjukan apalagi yang di lakukan para pecundang kecil dalam membullynya. Keadaan Winter mencuri perhatian semua orang, tidak jarang dia mendengar banyak celaan dari mulut beberapa gadis saat melihatnya
Dua tahun kemudian.. Kota Den Haag Sebuah gedung hotel tampak sibuk dan ramai malam ini karena ada pesta besar yang sedang merayakan ulang tahun hotel Lessy yang berpusat di kota Neydish. Di dalam sebuah ruangan besar orang-orang berkumpul, mereka terlihat anggun dan tenang, saling berbicara satu sama lainnya menikmati pesta yang sedang berlangsung. Seorang wanita bergaun putih memainkan cello opera di tengah pesta, wanita itu memainkan musik Romeo & Julliet Love Theme. Para tamu undangan yang berdiri dan sibuk bicara di buat terkesima mendengarkan alunan musik yang begitu dalam menghiasi malam pesta. Mereka berbalik melihat sepenuhnya ke arah orang-orang yang bermain musik dan sejenak menghentikan pembicaraan mereka. Di antara banyak orang yang melihat musik, seorang pria berdiri di depan jendela, pria itu sibuk dengan kesendiriannya, memandangi langit malam yang begitu gelap. Alunan musik dalam pendengarannya membawa dia dalam sebuah ingatan indah ketika dia belajar menari di
Sebuah photo terbingkai di pajangkan di atas meja belajar, Winter menopang dagunya melihat photo dirinya saat pelulusan sekolah di hadiri Benjamin dan Vincent. Tidak terasa, tiga bulan telah berlalu sejak kematian Marius dan kepergian Marvelo, kini Winter bisa duduk santai di meja belajarnya, tidak tahu apa yan harus dia lakukan karena semua tujuan hidupnya yang dia cari sudah berada dalam genggaman, yaitu kebahagiaan dan balas dendamnya yang sudah di tuntaskan. Setiap akhir pekan Winter akan mengunjungi makam Kimberly dan Marius, sudah dua kali juga Winter bertemu Jenita akhir-akhir ini. Keadaan Jenita terlihat lebih baik dari sebelumnya, Jenita bersama Levon membangun lebih luas panti asuhan tempat tumbuhnya Kimberly. Keduanya tampak mulai menikmati masa-masa tua mereka, Felix menjaga mereka dengan baik sebagaimana keinginan Marius. Sejak hukuman Paula di tetapkan, kini Winter tidak lagi bertemu dengannya. Untuk Marvelo, sejak kepergiannya ke Belanda, dia tidak memberikan kabar
Satu bulan setelah kepergian Marius, kini Winter kembali harus melanjutkan kehidupannya seperti biasa, sedikit demi sedikit gadis itu berusaha menyembuhkan hatinya dan kembali menemukan kekuatannya lagi. Winter harus berjuang lebih kuat karena Marvelo juga sudah menghilang dari sisinya, tidak ada lagi seseorang yang bisa menjadi teman penghapus kesedihannya. Jiwa Kimberly sempat berpikir, melepaskan Marvelo akan membuat perasaan dia lebih baik karena tidak lagi membuat Marvelo tersiksa karena memendam perasaannya. Rupanya tidak semudah itu, karena jiwa Kimberly merasakan kekosongan besar di dalam hatinya. Ternyata, Marvelo memiliki tempat yang begitu spesial dia dalam hati Winter Benjamin. Meski kini mereka berpisah jauh, kini Winter hanya bisa mendo’akan yang terbaik untuk Marvelo. Hari ini adalah hari persidangan pertama Paula, persidangan akan di adakan secara terbuka sehingga siapapun dapat menyaksikannya. Winter sudah siap untuk menghadirinya. Winter berdiri di depan jende
Marvelo menarik kopernya melewati beberapa orang yang ada di depannya, sekilas pria itu melihat ke belakang, Marvelo tersenyum hangat melihat Charlie dan Lessy melambaikan tangan mereka mengantar kepergian Marvelo. Marvelo kembali melangkah, pria itu tetap tersenyum menyembunyikan suatu perasaan yang mengganjal di hatinya. Kepergian Marvelo terasa tidak begitu menyenangkan karena dia meninggalkan Winter dalam keadaan sedang terluka. Tidak ada maksud untuk dia meninggalkan Winter sendirian, namun keadaan yang memaksa Marvelo harus mengambil keputusan ini. Meski Marvelo ingin menemaninya dan membantu gadis itu bangkit dari kesedihannya, namun Marvelo juga tidak berani terus mendekat karena dia harus segera melenyapkan perasaannya. Marvelo tidak ingin menjadi pria lemah yang hidup tanpa tujuan dan tidak berani mengambil keputusan karena sebuah keraguan. Marvelo harus melangkah ke depan. Andaipun suatu hari nanti dia masih tidak bisa melupakan Winter dan masih memiliki kesempatan un
Payung yang meneduhi Winter menghilang, Nai pergi ke belakang dan berdiri dengan para pengawal lainnya. Sementara Winter, gadis itu masih tetap berdiri di tempatnya melihat makam dirinya dan Marius yang berdampingan berada di tempat yang jauh dari pemakaman yang lainnya. “Aku akan merindukanmu Marius, sama seperti saat kau merindukanku ketika aku hilang. Namun aku juga akan bangkit Marius, seperti apa yang kau inginkan, aku akan bahagia dan menjalani kehidupanku dengan baik. Terima kasih telah menjadikanku cinta pertama dan terakhirmu, aku merasa begitu terhormat.” Winter membungkuk,meletakan bunga yang sejak tadi tidak lepas dari pelukannya. “Aku tidak akan melupakanmu Marius, aku mencintaimu.” Matahari yang turun mulai kehilangan cahayanya, pohon-pohon besar yang berdiri menjulang mengelilingi area pemakaman mulai menghalangi sore terakhir hari ini. Angin berhembus lebih kuat menggerakan rumput-rumput dan bunga liar di sekitarnya. Winter tercekat kaget, samar dia melihat bayang
Marvelo terduduk di kursinya melihat keluar jendela, memperhatikan Irina yang kini tengah makan siang bersama Lessy dan juga Charlie. Marvelo menghela napasnya dengan berat, dua hari ini terakhir ini dia sempat di buat galau karena mendengar pengakuan Winter, rupanya gadis itu sudah tahu mengenai perasaannya, sayangnya Winter tidak ingin mendengarkan pengakuan cinta Marvelo. Marvelo sedikit marah dan kecewa, jika saja Winter tidak terlalu menggodanya dan menunjukan sikap seperti seseorang yang suka kepadanya, mungkin Marvelo tidak akan menaruh harapan yang banyak dan berpikir bahwa gadis itu memiliki perasaan juga kepadanya. Marvelo malu karena ternyata dia terlalu terbawa perasaan dengan kebaikan yang Winter berikan kepadanya. Ini sangat menyakitkan, mengecewakan dan membuat Marvelo beberapa kali harus duduk termenung memikirkan bagaimana cara mengatasi patah hatinya. Kini, tidak ada lagi alasan yang bisa menahan Marvelo berlama-lama di Neydish, Marvelo akan segera pergi. Di am
Winter tertunduk mengenggam tangan Marius, gadis itu bernapas dengan tersenggal tidak mampu menutupi apapun lagi yang selama ini dia rahasiakan. Winter meletakan bunga itu tangan Marius agar pria itu menggenggamnya. Rahasia yang begitu sulit untuk Winter beritahu mengenai siapa dia sebenarnya kini akhirnya meledak mendorong Winter lebih berani berkata jujur. “Dulu, saat masih kecil, tepat di hari kasih sayang, kita menjual bunga mawar di jalanan hingga malam hari agar aku kita bisa membeli sepatu baru karena sepatu lamaku harus di pakai adik-adikku. Aku masih ingat, saat itu tiba-tiba saja kau berlari pergi mengambil sebuah simpul kain berwarna biru yang mengikat beberapa cangkang kado, kau menutup mataku dan memaksaku untuk pergi dari tempat itu. Kau bilang kau akan memberiku kejutan. Sebenarnya aku tahu, alasan kenapa saat itu kau terburu-buru membawaku. Di dekat toko kita berjualan, ada ayahku yang tengah makan malam bersama isteri dan anaknya, mereka terlihat bahagia, kau membaw
Levon dan Jenita yang tertidur di sofa langsung di buat terbangun begitu merasakan pergerakan orang yang lewat. Mereka melihat ke penjuru ruangan, memperhatikan kedatangan dua dokter dan satu perawat memasuki ruangan tempat Marius berada, para ahli medis itu mereka langsung menuju ranjang dan melakukan suatu tindakan yang terlihat darurat karena Marius semakin kesulitan bernapas. Perlahan Levon bangkit, dari balik kaca Levon melihat para pekerja medis yang terlihat sangat berusaha membantu Marius agar kembali stabil. Wajah Levon tampak pucat di penuhi oleh kekhawatiran, padahal dua jam yang lalu keadaan Marius terlihat membaik bahkan Marius sempat berbicara dengan akrab bersamanya dan juga Jenita, namun ternyata kini keadaan dia kembali memburuk. Jenita meminta Levon terduduk lemah, rapalan do’a dan harapan tidak pernah putus, namun suara kesakitan Marius yang teramat dalam begitu menyiksa pendengaran Jenita dan Levon. “Masa depanku sudah gelap semenjak melihat Marius kembali ter
Levon duduk dengan tegak di samping Marius, pria itu kembali datang dengan cepat dan memilih mengesampingkan semua pekerjaannya yang selama ini selalu menjadi prioritasnya. Sejak Marius terbangun kembali, tidak ada pembicaraan yang berarti terjadi di antara mereka. Levon sendiri sadar, terlalu banyak kesalahan yang telah dia buat hingga tidak dapat lagi di jabarkan dengan kata-kata. Kini Levon sedang berusaha membuka kasus di balik penyerangan yang di alami puteranya, namun yang menjadi masalahnya adalah Shanom dan Sean tiba-tiba menghilang sejak beberapa hari yang lalu. Perginya mereka secara bersamaan semakin menguatkan kecurigaan Levon jika keduanya memang dalang dari semua masalah yang terjadi. Jika Marius semakin tidak berdaya dengan keadaan tubuhnya, hal ini akan menciptakan guncangan hebat untuk perusahaan dan Sean akan terpilih sebagai peminpin selanjutkan ketika Levon pensiun di karenakan Sean lebih berpengalaman. Hak Marius tidak mungkin juga di ambil Jenita begitu saja