Winter membungkuk melihat Shanom yang kini semakin ketakutan hingga terkencing-kencing di celana, tatapan Winter dan gerak tubuhnya yang menyiksa dirinya membuat Shanom tersadar seberapa dekat dirinya sekarang dengan kematiannya. “Siapa aku?” bisik Winter dengan tenang, “Aku adalah Kimberly Feodora. Wanita yang kau hancurkan hidupnya bersama puteramu. Aku kembali untuk membalas apa yang telah kau lakukan padaku.” “Ti.. tidak mungkin” Shanom terbata. Winter menendang kursi Shanom dan memutarnya, membuat Shanom menungging, wajah dan lututnya menumpu di lantai, sementara kursi yang mengikat seluruh tubuhnya kini berada di atas dirinya. “Tidak mungkin, jangan main-main. Lepaskan aku, akan aku berikan semua yang kau mau, aku mohon, lepaskan aku,” rintih Shanom terdengar putus asa. “Benarkah?” Winter tersenyum menatap tajam Sean yang kini bernapas begitu cepat tidak dapat mengendalikan kemarahannya. “Perlu kau tahu, yang aku mau adalah nyawamu jalang.” Shanom terbelalak, tubuhnya meng
“Wanita sialan, ke nerakan saja kau!” teriak Sean. Winter terdiam, melihat sosok Sean yang murka kesetanan, kemarahan Sean yang tertuju kepadanya membuat Winter terbayang-bayang masa lalunya dulu ketika Sean marah dan main tangan memukulinya. Kimberly diam seperti orang dungu karena Sean memiliki kekuasaan yang begitu kuat dan mendapatkan perlindungan dan Levon, Kimberly diam harus menyembunyikan lukanya dari Marius agar pria itu tidak terluka dan tidak berurusan begitu jauh dengan keluarganya yang beracun. Kini Kimberly mendapatkan tubuh Winter Benjamin, dia tidak perlu lagi diam dan menerima semua tindasan karena kini dia memiliki banyak uang dan perlidungan dari Benjamin meski kini jiwa Kimberly sangat membenci Benjamin. Kemarahan Sean menggebu membuat sisi rasionalnya menghilang, satu tujuan pria saat ini adalah menghabisi Winter, sama seperi Winter menghabisi ibunya. Dalam langkah lebarnya Sean berjalan mendekati Winter, emosi yang menyelimuti pikiran dan hati Sean membuat pr
Winter duduk di atas atap gedung dengan tubuh yang basah usai membersihkan diri, gadis itu menggenggam segelas kopi yang membuat telapak tangannya yang terluka itu menghangat. Wajah Winter tertutup banyak perban, beberapa luka di bagian tubuhnya yang lain sudah di tangani berkat kebaikan Mante Hemilton yang memanggil dokter pribadinya. Tubuh Winter menyisakan rasa sakit luar biasa karena memiliki banyak luka, namun ada sebongkah kelegaan setelah sekian lama menjejal hatinya. Winter merasa lega karena orang yang dulu menghancurkan dirinya, kini mereka sudah mendapatkan balasannya. Winter menatap lembut matahari yang sebentar lagi akan muncul. Rasa sesak di hatinya terasa hilang entah ke mana, kemarahan dan dendamnya tidak lagi menguasai jiwanya. Balas dendamnya telah usai, semua orang yang menghancurkan hidupnya dan Marius telah dia balas dengan setimpal. Kepulan asap di lantai sembilan samar terlihat, Jach telah selesai membakar mayat Sean dan Shanom, kini dia tengah membersihkan
Sudah tiga hari terbaring tidak sadarkan diri, kini akhirnya Marius membuka matanya lagi, ada banyak teriakan yang dia keluarkan karena seluruh tubuhnya terasa sakit di akibatkan kerusakan sumsum tulang belakang. Hati Levon dan Jenita begitu hancur melihat kondisi Marius yang menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Rencana operasi yang akan di lakukan harus di batalkan karena kondisi Marius yang tidak memungkikan. Sementara Winter yang tidak pernah pergi jauh dari sekitar Marius, kini gadis itu di landa kekhawatiran dan kesedihan yang bergelayut di hatinya. Sepanjang hari Winter hanya diam mengurung diri di apartement Marius, melihat setiap detail kenangan yang pernah dia lewatkan bersama Marius di masa lalu. Di malam hari Winter akan datang ke rumah sakit dan berusaha mengambil celah melihat keadaan Marius meski hanya dengan melihatnya di balik kaca. Dalam langkah putus asanya kini Winter berjalan, gadis itu tertunduk menekan-nekan bel beberapa kali. Winter tidak memiliki tempat yang
“Ke mana sebenarnya perginya Winter?” Vincent bersedekap kesal duduk di hadapan Benjamin. Dia sudah kembali sejak satu hari yang lalu, namun kedatangannya tidak di sambut siapapun karena Winter memberi kabar bahwa dia pergi untuk liburan. Winter sama sekali tidak memberitahu dia pergi liburan ke mana, dia meninggalkan handponenya dan hanya membawa Nai sebagai pengawalnya. Sialnya Nai juga sama sekali tidak bisa di hubungi. “Aku juga tidak tahu” jawab Benjamin sambil fokus melihat layar komputer di hadapannya, Benjamin mengulang-ulang rekaman cctv yang memperlihatkan Winter masuk ke ruangan kerjanya mengambil uang dan bereaksi histeris menangis ketika melihat isi amplop rahasia miliknya. Selama ini Benjamin sering menjauhkan Winter dari hal-hal yang bersangkutan dengan Kimberly, namun Winter tidak pernah mau berhenti, terkadang dia merelakan untuk diam-diam menemui Kimberly. Benjamin melarang Winter tanpa memberikan alasan yang pasti kepada puterinya, namun satu hal yang pasti, in
Paula membuang napasnya dengan lega karena akhirnya Lana mengirimkan pengacara untuknya, ternyata selama ini Lana berusaha mencari pengacara untuknya. “Ingin berdiskusi apa?” Kevan menggeleng dengan berat. “Saya tidak datang untuk berdiskusi, namun membawa kabar untuk Anda,” jawabnya dengan berat dan penuh tekanan, mengisyaratkan jika pria itu membawa kabar yang benar-benar sangat penting. Kening Paula mengerut samar, gadis itu menatap Kevan dengan serius. “Kabar apa?” “Sejak satu minggu lalu saya tidak bertemu lagi dengan ibu Anda. Namun tiga hari yang lalu saya di hubungi oleh pihak kepolisian, mereka memberitahu bahwa nyonya Lana di temukan tewas karena bunuh diri, dia melompat menabrakan diri pada rel kereta,” jelas Kevan seraya mendorong Koran yang memuat berita kematian Lana. Genggaman Paula pada gagang telepon terlepas, gadis itu tecekat kaget dan napasnya tertahan di dada. Paula berkedip dengan cepat, wajahnya pucat pasi, dengan ragu Paula menurunkan pandangannya, melihat
Dua jam setelah kedatangan Vincent ke apartement, Winter memutuskan pulang bersama Nai, kedatangannya kembali ke rumah di sambut oleh beberapa orang dokter yang langsung ingin menangani lukanya, namun Winter menolak dan memilih akan kembali pergi jika Benjamin tidak memulangkan mereka. Winter tidak membutuhkan perawatan apapun, yang dia butuhkan sekarang adalah penjelasan langsung dari mulut Benjamin. Penjelasan Benjamin akan membuat Winter memutuskan apakah dia pergi meninggalkan keluarga Benjamin atau memaafkan mereka. Benjamin membawa Winter ke dalam ruangan kerjanya, Benjamin tidak bisa langsung berbicara begitu merasakan ada sesuatu yang berbeda pada diri Winter. Benjamin sangat gelisah, dia terlihat kacau hingga tidak tahu harus memulai perbincangan mereka dari mana. Pembicaraan ini adalah sesuatu yang paling tidak ingin Benjamin lakukan seumur hidupnya karena harus mengorek luka lama. Luka lama lama itu masih belum kering, masih sangat menyakitkan dan membutuhkan banyak pen
“Apa Winter menghubungimu?” tanya Benjamin. Vincent menggeleng, sejak pembicaraan serius keluarga mereka kemarin, Winter masih belum memberikan tanda-tanda bahwa dia akan kembali pulang. “Bagaimana dengan keadaannya?” tanya Benjamin lagi. “Dia mau menerima dokter yang kita kirimkan,” jawab Vincent dengan pelan. Vincent sedikit bisa bernapas dengan lega, meski Winter kecewa padanya dan Benjamin, setidaknya Winter mau menerima tawaran penyembuhan lukanya. “Ayah,” panggil Vincent dengan lembut. Benjamin menengok, menatap sendu Vincent. Rasa lelah dan sedih tergambar jelas di mata Benjamin, namun dia tidak bisa mengeluh karena dia seorang kepala keluarga. “Ada apa?” tanya Benjamin. Vincent menelan salivanya dengan kesulitan. “Maaf,” ungkap Vincent begitu dalam. “Aku minta maaf, karena kehadiranku, aku merenggut kebahagiaan Ayah.” Benjamin terdiam, bibirnya bergerak samar membentuk senyuman. Vincent yang begitu keras dan tidak pernah membicarakan masalah ini, kini akhirnya mau memb
Dua tahun kemudian.. Kota Den Haag Sebuah gedung hotel tampak sibuk dan ramai malam ini karena ada pesta besar yang sedang merayakan ulang tahun hotel Lessy yang berpusat di kota Neydish. Di dalam sebuah ruangan besar orang-orang berkumpul, mereka terlihat anggun dan tenang, saling berbicara satu sama lainnya menikmati pesta yang sedang berlangsung. Seorang wanita bergaun putih memainkan cello opera di tengah pesta, wanita itu memainkan musik Romeo & Julliet Love Theme. Para tamu undangan yang berdiri dan sibuk bicara di buat terkesima mendengarkan alunan musik yang begitu dalam menghiasi malam pesta. Mereka berbalik melihat sepenuhnya ke arah orang-orang yang bermain musik dan sejenak menghentikan pembicaraan mereka. Di antara banyak orang yang melihat musik, seorang pria berdiri di depan jendela, pria itu sibuk dengan kesendiriannya, memandangi langit malam yang begitu gelap. Alunan musik dalam pendengarannya membawa dia dalam sebuah ingatan indah ketika dia belajar menari di
Sebuah photo terbingkai di pajangkan di atas meja belajar, Winter menopang dagunya melihat photo dirinya saat pelulusan sekolah di hadiri Benjamin dan Vincent. Tidak terasa, tiga bulan telah berlalu sejak kematian Marius dan kepergian Marvelo, kini Winter bisa duduk santai di meja belajarnya, tidak tahu apa yan harus dia lakukan karena semua tujuan hidupnya yang dia cari sudah berada dalam genggaman, yaitu kebahagiaan dan balas dendamnya yang sudah di tuntaskan. Setiap akhir pekan Winter akan mengunjungi makam Kimberly dan Marius, sudah dua kali juga Winter bertemu Jenita akhir-akhir ini. Keadaan Jenita terlihat lebih baik dari sebelumnya, Jenita bersama Levon membangun lebih luas panti asuhan tempat tumbuhnya Kimberly. Keduanya tampak mulai menikmati masa-masa tua mereka, Felix menjaga mereka dengan baik sebagaimana keinginan Marius. Sejak hukuman Paula di tetapkan, kini Winter tidak lagi bertemu dengannya. Untuk Marvelo, sejak kepergiannya ke Belanda, dia tidak memberikan kabar
Satu bulan setelah kepergian Marius, kini Winter kembali harus melanjutkan kehidupannya seperti biasa, sedikit demi sedikit gadis itu berusaha menyembuhkan hatinya dan kembali menemukan kekuatannya lagi. Winter harus berjuang lebih kuat karena Marvelo juga sudah menghilang dari sisinya, tidak ada lagi seseorang yang bisa menjadi teman penghapus kesedihannya. Jiwa Kimberly sempat berpikir, melepaskan Marvelo akan membuat perasaan dia lebih baik karena tidak lagi membuat Marvelo tersiksa karena memendam perasaannya. Rupanya tidak semudah itu, karena jiwa Kimberly merasakan kekosongan besar di dalam hatinya. Ternyata, Marvelo memiliki tempat yang begitu spesial dia dalam hati Winter Benjamin. Meski kini mereka berpisah jauh, kini Winter hanya bisa mendo’akan yang terbaik untuk Marvelo. Hari ini adalah hari persidangan pertama Paula, persidangan akan di adakan secara terbuka sehingga siapapun dapat menyaksikannya. Winter sudah siap untuk menghadirinya. Winter berdiri di depan jende
Marvelo menarik kopernya melewati beberapa orang yang ada di depannya, sekilas pria itu melihat ke belakang, Marvelo tersenyum hangat melihat Charlie dan Lessy melambaikan tangan mereka mengantar kepergian Marvelo. Marvelo kembali melangkah, pria itu tetap tersenyum menyembunyikan suatu perasaan yang mengganjal di hatinya. Kepergian Marvelo terasa tidak begitu menyenangkan karena dia meninggalkan Winter dalam keadaan sedang terluka. Tidak ada maksud untuk dia meninggalkan Winter sendirian, namun keadaan yang memaksa Marvelo harus mengambil keputusan ini. Meski Marvelo ingin menemaninya dan membantu gadis itu bangkit dari kesedihannya, namun Marvelo juga tidak berani terus mendekat karena dia harus segera melenyapkan perasaannya. Marvelo tidak ingin menjadi pria lemah yang hidup tanpa tujuan dan tidak berani mengambil keputusan karena sebuah keraguan. Marvelo harus melangkah ke depan. Andaipun suatu hari nanti dia masih tidak bisa melupakan Winter dan masih memiliki kesempatan un
Payung yang meneduhi Winter menghilang, Nai pergi ke belakang dan berdiri dengan para pengawal lainnya. Sementara Winter, gadis itu masih tetap berdiri di tempatnya melihat makam dirinya dan Marius yang berdampingan berada di tempat yang jauh dari pemakaman yang lainnya. “Aku akan merindukanmu Marius, sama seperti saat kau merindukanku ketika aku hilang. Namun aku juga akan bangkit Marius, seperti apa yang kau inginkan, aku akan bahagia dan menjalani kehidupanku dengan baik. Terima kasih telah menjadikanku cinta pertama dan terakhirmu, aku merasa begitu terhormat.” Winter membungkuk,meletakan bunga yang sejak tadi tidak lepas dari pelukannya. “Aku tidak akan melupakanmu Marius, aku mencintaimu.” Matahari yang turun mulai kehilangan cahayanya, pohon-pohon besar yang berdiri menjulang mengelilingi area pemakaman mulai menghalangi sore terakhir hari ini. Angin berhembus lebih kuat menggerakan rumput-rumput dan bunga liar di sekitarnya. Winter tercekat kaget, samar dia melihat bayang
Marvelo terduduk di kursinya melihat keluar jendela, memperhatikan Irina yang kini tengah makan siang bersama Lessy dan juga Charlie. Marvelo menghela napasnya dengan berat, dua hari ini terakhir ini dia sempat di buat galau karena mendengar pengakuan Winter, rupanya gadis itu sudah tahu mengenai perasaannya, sayangnya Winter tidak ingin mendengarkan pengakuan cinta Marvelo. Marvelo sedikit marah dan kecewa, jika saja Winter tidak terlalu menggodanya dan menunjukan sikap seperti seseorang yang suka kepadanya, mungkin Marvelo tidak akan menaruh harapan yang banyak dan berpikir bahwa gadis itu memiliki perasaan juga kepadanya. Marvelo malu karena ternyata dia terlalu terbawa perasaan dengan kebaikan yang Winter berikan kepadanya. Ini sangat menyakitkan, mengecewakan dan membuat Marvelo beberapa kali harus duduk termenung memikirkan bagaimana cara mengatasi patah hatinya. Kini, tidak ada lagi alasan yang bisa menahan Marvelo berlama-lama di Neydish, Marvelo akan segera pergi. Di am
Winter tertunduk mengenggam tangan Marius, gadis itu bernapas dengan tersenggal tidak mampu menutupi apapun lagi yang selama ini dia rahasiakan. Winter meletakan bunga itu tangan Marius agar pria itu menggenggamnya. Rahasia yang begitu sulit untuk Winter beritahu mengenai siapa dia sebenarnya kini akhirnya meledak mendorong Winter lebih berani berkata jujur. “Dulu, saat masih kecil, tepat di hari kasih sayang, kita menjual bunga mawar di jalanan hingga malam hari agar aku kita bisa membeli sepatu baru karena sepatu lamaku harus di pakai adik-adikku. Aku masih ingat, saat itu tiba-tiba saja kau berlari pergi mengambil sebuah simpul kain berwarna biru yang mengikat beberapa cangkang kado, kau menutup mataku dan memaksaku untuk pergi dari tempat itu. Kau bilang kau akan memberiku kejutan. Sebenarnya aku tahu, alasan kenapa saat itu kau terburu-buru membawaku. Di dekat toko kita berjualan, ada ayahku yang tengah makan malam bersama isteri dan anaknya, mereka terlihat bahagia, kau membaw
Levon dan Jenita yang tertidur di sofa langsung di buat terbangun begitu merasakan pergerakan orang yang lewat. Mereka melihat ke penjuru ruangan, memperhatikan kedatangan dua dokter dan satu perawat memasuki ruangan tempat Marius berada, para ahli medis itu mereka langsung menuju ranjang dan melakukan suatu tindakan yang terlihat darurat karena Marius semakin kesulitan bernapas. Perlahan Levon bangkit, dari balik kaca Levon melihat para pekerja medis yang terlihat sangat berusaha membantu Marius agar kembali stabil. Wajah Levon tampak pucat di penuhi oleh kekhawatiran, padahal dua jam yang lalu keadaan Marius terlihat membaik bahkan Marius sempat berbicara dengan akrab bersamanya dan juga Jenita, namun ternyata kini keadaan dia kembali memburuk. Jenita meminta Levon terduduk lemah, rapalan do’a dan harapan tidak pernah putus, namun suara kesakitan Marius yang teramat dalam begitu menyiksa pendengaran Jenita dan Levon. “Masa depanku sudah gelap semenjak melihat Marius kembali ter
Levon duduk dengan tegak di samping Marius, pria itu kembali datang dengan cepat dan memilih mengesampingkan semua pekerjaannya yang selama ini selalu menjadi prioritasnya. Sejak Marius terbangun kembali, tidak ada pembicaraan yang berarti terjadi di antara mereka. Levon sendiri sadar, terlalu banyak kesalahan yang telah dia buat hingga tidak dapat lagi di jabarkan dengan kata-kata. Kini Levon sedang berusaha membuka kasus di balik penyerangan yang di alami puteranya, namun yang menjadi masalahnya adalah Shanom dan Sean tiba-tiba menghilang sejak beberapa hari yang lalu. Perginya mereka secara bersamaan semakin menguatkan kecurigaan Levon jika keduanya memang dalang dari semua masalah yang terjadi. Jika Marius semakin tidak berdaya dengan keadaan tubuhnya, hal ini akan menciptakan guncangan hebat untuk perusahaan dan Sean akan terpilih sebagai peminpin selanjutkan ketika Levon pensiun di karenakan Sean lebih berpengalaman. Hak Marius tidak mungkin juga di ambil Jenita begitu saja