Tetesan air mata membasahi layar handpone dan tangan Winter, jiwa Kimberly terguncang hebat melihat hal mengerikan yang di lakukan Paula melalui kata-kata beracunnya yang membunuh Winter. Jiwa Kimberly terluka hebat menyaksikan ketidak beradayaan Winter yang merasa kesepian dan tidak mempercayai bahwa dirinya berharga. Hal itu di jadikan senjata oleh Paula. Kata-kata Paula membunuh Winter, gadis itu begitu jahat melebihi pembunuh, dia menyiksa kehidupan Winter, merusak kebahagiaan Winter, merusak pemikirannya dan menginjak-injak derita Winter, betapa bahayanya rasa iri Paula hanya karena dia merasa tidak seberuntung Winter. Tangis sesak jiwa Kimberly tidak terbendung, hati dan tubuh Winter terasa sangat sakit, reaksi tubuh Winter saat ini seakan memberitahu seberapa menderitanya dia selama ada Paula di sisinya. Tangis Winter yang terdengar keras dapat di dengar Marvelo yang saat ini tengah memasak, pria itu tertunduk tampak merasa berasalah. Sudah bisa Marvelo duga akan seberapa h
Paula segera memasuki mobilnya, Paula mengendarainya dan pergi menuju sekolah. Suasana hati Paula semakin tidak baik pagi ini, namun dia tidak bisa diam saja. Paula harus kembali berjuang mendapatkan kembali apa yang sudah dia miliki, salah satunya dengan bertahan di sekolah. Paula sangat berharap bahwa dia akan mendapatkan nilai yang lebih baik dari sebelumnya agar bisa tetap bertahan di sekolah Kirin, sekolah itu adalah satu-satunya hal yang bisa menyelamatkan masa deopan Paula yang saat ini sedang begitu suram. Butuh waktu satu jam bagi Paula berkendara, gadis itu segera memarkirkan mobilnya. Paula terdiam duduk menunggu di dalam mobil, memperhatikan anak-anak sekolah yang kini ramai masuk ke dalam gedung sekolah. Mereka terlihat sangat berantusias karena hari ini adalah pengumuman hasil ujian. Jika Paula keluar dari mobilnya, mungkin tidak ada lagi yang mengenalnya karena kini Paula sudah sangat begitu berubah. Meskipun begitu, dia tetap merasakan ketakutan yang begitu besar.
Selina terduduk lemas setelah selesai melihat nilai hasil ujiannya yang tidak sesuai dengan apa yang di harapkan oleh orang tuanya. Gadis itu duduk termenung di atap gedung sekolah memikirkan apa yang harus dia katakan kepada mereka karena nilainya tidak mencapai target. Selina tidak tahu, tekanan dan hinaan apalagi yang akan dia dengar bila dia sudah mengatakan semuanya kepada orang tuanya. Selina menggenggam erat handponenya yang kini tidak berhenti bergetar, dapat dia lihat nama ayah dan ibunya yang tertera berusaha menelponnya beberapa kali sejak tadi. Dapat Selina tebak, kemungkinan kini mereka sudah tahu kabar mengenai hasil nilainya dari wali kelas. Selina bernapas dengan cepat mengambil pasokan udara, gadis itu sempat menjatuhkan air matanya, namun dia menghapusnya dengan cepat dengan punggung tangan. “Seharusnya aku mencuri kunci jawabannya sejak awal,” bisik Selina penuh sesal. Selina sempat ingin mencuri kunci jawaban karena dia tahu seberapa sulit dan setresnya menghad
Kepulan asap rokok bergerak di udara, Selina menghisapnya beberapa kali dengan kuat. Suasana hatinya yang buruk membuat Selina membutuhkan sesuatu pelarian yang bisa membuatnya tenang. Sudah lebih dari lima menit Selina dan Winter duduk, namun tidak ada percakapan apapun yang terjadi di antara mereka. Suasana hati Winter juga sedang kacau meski dia merasa sangat senang dan begitu puas dengan hasil nilai ujiannya. Entah mengapa, sejak dia melihat video yang Marvelo tunjukan, hati Winter terus di landa rasa gundah. Jiwa Kimberly tidak dapat berhenti memikirkan bagaimana Paula berbicara begitu semaunya kepada Winter hingga mendorong Winter untuk mengakhiri hidupnya. Jiwa Kimberly akan menuntaskan pembalasannya hari ini dengan tangannya sendiri sebelum menyeret Paula membusuk di dalam penjara. “Selamat.” Suara lembut dan berat Selina menyentak lamunan kecil Winter. Winter menghisap rokoknya, lalu menatap Selina dengan penuh tanya. “Selamat, kau mendapatkan nilai yang sempurna,” Se
“Selamat atas nilaimu” Marvelo mengangkat kaleng minumannya, dengan senyuman lebar Winter mengajaknya bersulang. Nilai Winter yang terpampang di selurung layar penjuru sekolah membuat gebrakan, Winter takjub karena kini semua orang berpikir bahwa selama ini Winter Benjamin berpura-pura bodoh dan sengaja berpenampilan buruk. Winter sengaja memilih soal esai dalam menjalani ujian, hal itu sengaja dia lakukan untuk berantisifasi terhindar dari segala rumor dan tuduhan kecurangan karena selama ini Winter selalu berada di peringkat paling bawah dengan nilai merah. Beruntung sekolah Kirin menyediakan soal esai dan pilihan ganda, karena itulah Winter bisa bebas memilih meski sebelumnya, Cleo sang wali kelas cukup khawatir dengan pilihan Winter hingga di hadapkan bimbingan konseling. Soal esai Kirin bertarap internasional yang sama rata dengan soal untuk masuk perguruan tinggi. Hanya para professor yang bisa menilainya. Karena itu, soal esai lebih banyak di gemari anak-anak yang mendapatka
Tangan Paula mengepal kuat meremas rumput, gadis itu tertunduk di bawah hinaan Winter yang kini mendominasinya. “Winter, berhenti bicara omong kosong,” ucap Paula dengan suara bergetar. Bugh Kaki Winter melayang di udara menendang kepala Paula tepat di wajahnya hingga membuat Paula terjungkal dan mengerang kesakitan. “Kau yang harusnya berhenti beromong kosong, setan sialan,” geram Winter penuh peringatan. Dengan kesulitan Paula berusaha bangkit, gadis itu mulai beringsrut ketakutan. Winter membungkuk di hadapan Paula dan menantang gadis itu untuk melakukan sesuatu padanya. “Berhentilah berpura-pura, aku sudah tidak tahan dan ingin muntah mendengarnya. Tunjukan saja dirimu yang sebenarnya padaku Paula,” tantang Winter lagi memancing Paula sebelum mengakhiri semuanya. Rasa takut mencekik Paula, Winter sangat mengintimidasinya, kemarahannya yang kuat membuat Paula tidak memiliki sedikitpun nyali. Desakan Winter membuat Paula sangat ketakutan, dia tidak memiliki keberanian untuk me
Baru beberapa menit Felix pergi, kini suara ketukan di pintu kembali terdengar. Namun orang yang datang kali ini adalah adalah orang yang paling Marius tidak ingin lihat. Yaitu, Sean.Kedatangan Sean untuk pertama kalinya ke tempat terapi tidak membuat Marius banyak bereaksi. Marius bersikap acuh terus melanjutkan latihannya, pria itu tertunduk melihat lantai, memperhatikan kaki kanannya mengayun tidak bertenaga seperti benda mati yang hanya menjadi pajangan semata.Sudah lama mereka tidak bertemu, terakhir bertemu saat pembagian warisan, sejak saat itu mereka tidak saling bertemu lagi. Sean terlihat sangat sibuk mengatur banyak rencana dan meminta dukungan dari pemilik saham lain, namun nampaknya usahanya tidak begitu berhasil.Sean masuk ke dalam ruangan terapi Marius, pria itu mengedarkan pandangannya melihat penjuru ruangan dengan senyuman meremehkan. Langkah Sean terhenti di hadapan Marius sambil, pria itu memasukan tangannya ke saku celana.“Sudah lama tidak melihatmu berdiri,”
Marvelo keluar dari mobilnya tampak gugup, malam ini dia berpakaian formal tidak seperti biasanya. Tubuhnya terbalut dalam tuxedo dan kemeja hitam, rambutnya di tata lebih rapi, di bawah cahaya-cahaya lampu yang menyala pria itu terlihat bersinar seperti sebuah bintang di bawah langit yang hitam. Marvelo terlihat gugup di balik penampilannya yang sempurna malam ini karena ini untuk pertama kalinya Marvelo akan makan malam secara formal dengan Winter.Beberapa kali Marvelo mengatur napasnya dan mengepal-ngepal tangannya mencari keberaniannya yang tiba-tiba hilang entah kemana hanya karena ingin menjemput Winter untuk makan malam bersama.Ada adrenalin besar yang mengganggu Marvelo, sebuah perasaan hebat semakin tidak bisa dia tutupi layaknya bunga yang bermekaran dan tidak bisa selamanya menahan diri untuk menjadi kuncup.Marvelo menekan-nekan bel di sisi pintu beberapa kali.Pintu di depan Marvelo terbuka, kaki Marvelo sedikit mundur begitu melihat Benjamin yang membuka pintu.Benjam