“Selamat atas nilaimu” Marvelo mengangkat kaleng minumannya, dengan senyuman lebar Winter mengajaknya bersulang. Nilai Winter yang terpampang di selurung layar penjuru sekolah membuat gebrakan, Winter takjub karena kini semua orang berpikir bahwa selama ini Winter Benjamin berpura-pura bodoh dan sengaja berpenampilan buruk. Winter sengaja memilih soal esai dalam menjalani ujian, hal itu sengaja dia lakukan untuk berantisifasi terhindar dari segala rumor dan tuduhan kecurangan karena selama ini Winter selalu berada di peringkat paling bawah dengan nilai merah. Beruntung sekolah Kirin menyediakan soal esai dan pilihan ganda, karena itulah Winter bisa bebas memilih meski sebelumnya, Cleo sang wali kelas cukup khawatir dengan pilihan Winter hingga di hadapkan bimbingan konseling. Soal esai Kirin bertarap internasional yang sama rata dengan soal untuk masuk perguruan tinggi. Hanya para professor yang bisa menilainya. Karena itu, soal esai lebih banyak di gemari anak-anak yang mendapatka
Tangan Paula mengepal kuat meremas rumput, gadis itu tertunduk di bawah hinaan Winter yang kini mendominasinya. “Winter, berhenti bicara omong kosong,” ucap Paula dengan suara bergetar. Bugh Kaki Winter melayang di udara menendang kepala Paula tepat di wajahnya hingga membuat Paula terjungkal dan mengerang kesakitan. “Kau yang harusnya berhenti beromong kosong, setan sialan,” geram Winter penuh peringatan. Dengan kesulitan Paula berusaha bangkit, gadis itu mulai beringsrut ketakutan. Winter membungkuk di hadapan Paula dan menantang gadis itu untuk melakukan sesuatu padanya. “Berhentilah berpura-pura, aku sudah tidak tahan dan ingin muntah mendengarnya. Tunjukan saja dirimu yang sebenarnya padaku Paula,” tantang Winter lagi memancing Paula sebelum mengakhiri semuanya. Rasa takut mencekik Paula, Winter sangat mengintimidasinya, kemarahannya yang kuat membuat Paula tidak memiliki sedikitpun nyali. Desakan Winter membuat Paula sangat ketakutan, dia tidak memiliki keberanian untuk me
Baru beberapa menit Felix pergi, kini suara ketukan di pintu kembali terdengar. Namun orang yang datang kali ini adalah adalah orang yang paling Marius tidak ingin lihat. Yaitu, Sean.Kedatangan Sean untuk pertama kalinya ke tempat terapi tidak membuat Marius banyak bereaksi. Marius bersikap acuh terus melanjutkan latihannya, pria itu tertunduk melihat lantai, memperhatikan kaki kanannya mengayun tidak bertenaga seperti benda mati yang hanya menjadi pajangan semata.Sudah lama mereka tidak bertemu, terakhir bertemu saat pembagian warisan, sejak saat itu mereka tidak saling bertemu lagi. Sean terlihat sangat sibuk mengatur banyak rencana dan meminta dukungan dari pemilik saham lain, namun nampaknya usahanya tidak begitu berhasil.Sean masuk ke dalam ruangan terapi Marius, pria itu mengedarkan pandangannya melihat penjuru ruangan dengan senyuman meremehkan. Langkah Sean terhenti di hadapan Marius sambil, pria itu memasukan tangannya ke saku celana.“Sudah lama tidak melihatmu berdiri,”
Marvelo keluar dari mobilnya tampak gugup, malam ini dia berpakaian formal tidak seperti biasanya. Tubuhnya terbalut dalam tuxedo dan kemeja hitam, rambutnya di tata lebih rapi, di bawah cahaya-cahaya lampu yang menyala pria itu terlihat bersinar seperti sebuah bintang di bawah langit yang hitam. Marvelo terlihat gugup di balik penampilannya yang sempurna malam ini karena ini untuk pertama kalinya Marvelo akan makan malam secara formal dengan Winter.Beberapa kali Marvelo mengatur napasnya dan mengepal-ngepal tangannya mencari keberaniannya yang tiba-tiba hilang entah kemana hanya karena ingin menjemput Winter untuk makan malam bersama.Ada adrenalin besar yang mengganggu Marvelo, sebuah perasaan hebat semakin tidak bisa dia tutupi layaknya bunga yang bermekaran dan tidak bisa selamanya menahan diri untuk menjadi kuncup.Marvelo menekan-nekan bel di sisi pintu beberapa kali.Pintu di depan Marvelo terbuka, kaki Marvelo sedikit mundur begitu melihat Benjamin yang membuka pintu.Benjam
“Paula,” panggil Lana lagi. “Katakan, siapa yang melakukan ini semua padamu.”Paula terduduk dengan kesulitan, gadis itu melihat Lana dengan tatapan putus asa, air mata kembali berjatuhan membasahi wajahnya. “Winter yang melakukan ini padaku,” isak Paula dengan gemetar.“Ba, bagaimana bisa?” gagap Lana begitu terkejut.“Aku bertemu dengan dia dan terlibat perdebatan, aku tidak menyangka dia akan melakukan ini kepaku.”“Jangan berbohong Paula. Winter Benjamin adalah gadis yang lemah,” Lana tidak percaya.“Ibu masih tidak percaya padaku setelah melihat tanganku hampir cacat seperti ini?”Lama Lana terdiam saking tidak percayanya dengan apa yang sudah Paula katakan kepadanya. Mustahil bagi Lana, anak selembut Winter bisa melakukan penyerangan yang begitu gila seperti ini kepada Paula.“Kau sudah di larang bertemu dengan Winter oleh Vincent, kenapa kau ingin bertemu dengan dia, Paula? Kau masih meminta uang kepadanya? Kau masih mau memonopoli pikiran dia?” bisik Lana hati-hati.“Bu, berhe
“Astaga,” Winter berdecak kagum melihat sebuah restaurant di pinggiran pantai. “Kau mereservasi restaurant?”Marvelo berdeham malu, dia tidak perlu mereservasinya karena restaurant itu bagian dari milik keluarganya. “Besok kita akan pentas, tidak ada salahnya kan jika merayakannya lebih dulu tanpa mempedulikan kemenangan ataupun kekalahan. Kita harus bersenang-senang malam ini, tidak boleh tertekan.”Mata Winter menyipit, jawaban Marvelo tidak meyakinkan dirinya jika alasan Marvelo mereservasi satu restaurant hanya untuk merayakan pentas yang akan di laksanakan besok.“Ku pikir kau melakukannya karena menganggap malam ini akan ada kencan.”“Sudahlah Winter, duduklah.”Tangan Winter terangkat mengisyaratkan Marvelo untuk bergandengan tangan. Gadis itu berdiri dengan anggun seperti seorang tuan puteri yang ingin di perlakukan dengan special.Marvelo menerima uluran tangan Winter dan membawanya pergi masuk ke dalam.“Kau benar-benar tidak menganggap ini makan malam kencan kan?” Tanya Wi
“Kenapa kau melakukannya?” Jenita mengobati tangan Marius yang terluka.“Memangnya kenapa? Haruskah selamanya aku tidak melawan hinaan dan kejahatan orang menjijikan itu?” Tanya balik Marius dengan dengusan kesalnya.Jenita tersenyum, “Ibu tidak melarangnya Marius, namun sekarang bukan saat yang tepat.”“Sampai kapanpun tidak ada waktu yang tepat bila itu berhubungan dengan melakukan kekerasan.”“Marius, saat ini ibu hanya mengharapkan operasi yang akan kau jalani berjalan lancar dan kau bisa kembali bejalan. Jika kau terlibat pertengkaran seperti ini bersama Sean, ibu sangat khawatir Sean membawanya ke jalur hukum dan terlibat masalah. Ibu takut perusahaan Julian Giedon akan mencari orang untuk menggantikanmu.”Kali ini Marius diam tidak mengelak sedikitpun. Marius memahami kekhawatiran ibunya.“Aku mengerti.”Jenita memasukan beberapa obat ke dalam kotak. “Minta maaflah pada Felix. Selama ini dia selalu berada di sampingmu dan melakukan yang terbaik untuk menolongmu.”“Aku mengerti
“Ayah akan pergi malam ini?”“Ya, mungkin sekitar satu minggu ayah akan di sana. Ayah akan menemani Vincent sebentar” Benjamin mengepak beberapa pakaiannya ke dalam koper, keberangkatannya ke Manchester dua jam lagi. “Bagaimana dengan makan malam kamu?”“Lancar.”Benjamin tersenyum puas karena Winter tidak pergi terlalu lama dan pulang tepat pada waktunya. “Ayah menyimpan hadiah untukmu di atas ranjang.”“Nanti aku akan melihatnya,” jawab Winter dengan nada menggantung. “Ayah mau aku antar?”“Tidak perlu Winter, tidurlah dan istirahatlah dengan cukup,” Benjamin tersenyum lebar, dia tahu jika besok Winter akan ikut kontes di babak kedua, Benjamin tidak ingin membuat Winter kelelahan dan kekurangan tidur.Winter menyandarkan bahunya ke sisi pintu, gadis itu terdiam memperhatikan Benjamin yang sudah siap akan pergi.“Ada apa? Apa ada sesuatu?” Tanya Benjamin yang menyadari sesuatu pada puterinya. Tidak seperti biasanya Winter diam dan hanya memperhatikan.Winter berdeham terlihat ragu, “
Dua tahun kemudian.. Kota Den Haag Sebuah gedung hotel tampak sibuk dan ramai malam ini karena ada pesta besar yang sedang merayakan ulang tahun hotel Lessy yang berpusat di kota Neydish. Di dalam sebuah ruangan besar orang-orang berkumpul, mereka terlihat anggun dan tenang, saling berbicara satu sama lainnya menikmati pesta yang sedang berlangsung. Seorang wanita bergaun putih memainkan cello opera di tengah pesta, wanita itu memainkan musik Romeo & Julliet Love Theme. Para tamu undangan yang berdiri dan sibuk bicara di buat terkesima mendengarkan alunan musik yang begitu dalam menghiasi malam pesta. Mereka berbalik melihat sepenuhnya ke arah orang-orang yang bermain musik dan sejenak menghentikan pembicaraan mereka. Di antara banyak orang yang melihat musik, seorang pria berdiri di depan jendela, pria itu sibuk dengan kesendiriannya, memandangi langit malam yang begitu gelap. Alunan musik dalam pendengarannya membawa dia dalam sebuah ingatan indah ketika dia belajar menari di
Sebuah photo terbingkai di pajangkan di atas meja belajar, Winter menopang dagunya melihat photo dirinya saat pelulusan sekolah di hadiri Benjamin dan Vincent. Tidak terasa, tiga bulan telah berlalu sejak kematian Marius dan kepergian Marvelo, kini Winter bisa duduk santai di meja belajarnya, tidak tahu apa yan harus dia lakukan karena semua tujuan hidupnya yang dia cari sudah berada dalam genggaman, yaitu kebahagiaan dan balas dendamnya yang sudah di tuntaskan. Setiap akhir pekan Winter akan mengunjungi makam Kimberly dan Marius, sudah dua kali juga Winter bertemu Jenita akhir-akhir ini. Keadaan Jenita terlihat lebih baik dari sebelumnya, Jenita bersama Levon membangun lebih luas panti asuhan tempat tumbuhnya Kimberly. Keduanya tampak mulai menikmati masa-masa tua mereka, Felix menjaga mereka dengan baik sebagaimana keinginan Marius. Sejak hukuman Paula di tetapkan, kini Winter tidak lagi bertemu dengannya. Untuk Marvelo, sejak kepergiannya ke Belanda, dia tidak memberikan kabar
Satu bulan setelah kepergian Marius, kini Winter kembali harus melanjutkan kehidupannya seperti biasa, sedikit demi sedikit gadis itu berusaha menyembuhkan hatinya dan kembali menemukan kekuatannya lagi. Winter harus berjuang lebih kuat karena Marvelo juga sudah menghilang dari sisinya, tidak ada lagi seseorang yang bisa menjadi teman penghapus kesedihannya. Jiwa Kimberly sempat berpikir, melepaskan Marvelo akan membuat perasaan dia lebih baik karena tidak lagi membuat Marvelo tersiksa karena memendam perasaannya. Rupanya tidak semudah itu, karena jiwa Kimberly merasakan kekosongan besar di dalam hatinya. Ternyata, Marvelo memiliki tempat yang begitu spesial dia dalam hati Winter Benjamin. Meski kini mereka berpisah jauh, kini Winter hanya bisa mendo’akan yang terbaik untuk Marvelo. Hari ini adalah hari persidangan pertama Paula, persidangan akan di adakan secara terbuka sehingga siapapun dapat menyaksikannya. Winter sudah siap untuk menghadirinya. Winter berdiri di depan jende
Marvelo menarik kopernya melewati beberapa orang yang ada di depannya, sekilas pria itu melihat ke belakang, Marvelo tersenyum hangat melihat Charlie dan Lessy melambaikan tangan mereka mengantar kepergian Marvelo. Marvelo kembali melangkah, pria itu tetap tersenyum menyembunyikan suatu perasaan yang mengganjal di hatinya. Kepergian Marvelo terasa tidak begitu menyenangkan karena dia meninggalkan Winter dalam keadaan sedang terluka. Tidak ada maksud untuk dia meninggalkan Winter sendirian, namun keadaan yang memaksa Marvelo harus mengambil keputusan ini. Meski Marvelo ingin menemaninya dan membantu gadis itu bangkit dari kesedihannya, namun Marvelo juga tidak berani terus mendekat karena dia harus segera melenyapkan perasaannya. Marvelo tidak ingin menjadi pria lemah yang hidup tanpa tujuan dan tidak berani mengambil keputusan karena sebuah keraguan. Marvelo harus melangkah ke depan. Andaipun suatu hari nanti dia masih tidak bisa melupakan Winter dan masih memiliki kesempatan un
Payung yang meneduhi Winter menghilang, Nai pergi ke belakang dan berdiri dengan para pengawal lainnya. Sementara Winter, gadis itu masih tetap berdiri di tempatnya melihat makam dirinya dan Marius yang berdampingan berada di tempat yang jauh dari pemakaman yang lainnya. “Aku akan merindukanmu Marius, sama seperti saat kau merindukanku ketika aku hilang. Namun aku juga akan bangkit Marius, seperti apa yang kau inginkan, aku akan bahagia dan menjalani kehidupanku dengan baik. Terima kasih telah menjadikanku cinta pertama dan terakhirmu, aku merasa begitu terhormat.” Winter membungkuk,meletakan bunga yang sejak tadi tidak lepas dari pelukannya. “Aku tidak akan melupakanmu Marius, aku mencintaimu.” Matahari yang turun mulai kehilangan cahayanya, pohon-pohon besar yang berdiri menjulang mengelilingi area pemakaman mulai menghalangi sore terakhir hari ini. Angin berhembus lebih kuat menggerakan rumput-rumput dan bunga liar di sekitarnya. Winter tercekat kaget, samar dia melihat bayang
Marvelo terduduk di kursinya melihat keluar jendela, memperhatikan Irina yang kini tengah makan siang bersama Lessy dan juga Charlie. Marvelo menghela napasnya dengan berat, dua hari ini terakhir ini dia sempat di buat galau karena mendengar pengakuan Winter, rupanya gadis itu sudah tahu mengenai perasaannya, sayangnya Winter tidak ingin mendengarkan pengakuan cinta Marvelo. Marvelo sedikit marah dan kecewa, jika saja Winter tidak terlalu menggodanya dan menunjukan sikap seperti seseorang yang suka kepadanya, mungkin Marvelo tidak akan menaruh harapan yang banyak dan berpikir bahwa gadis itu memiliki perasaan juga kepadanya. Marvelo malu karena ternyata dia terlalu terbawa perasaan dengan kebaikan yang Winter berikan kepadanya. Ini sangat menyakitkan, mengecewakan dan membuat Marvelo beberapa kali harus duduk termenung memikirkan bagaimana cara mengatasi patah hatinya. Kini, tidak ada lagi alasan yang bisa menahan Marvelo berlama-lama di Neydish, Marvelo akan segera pergi. Di am
Winter tertunduk mengenggam tangan Marius, gadis itu bernapas dengan tersenggal tidak mampu menutupi apapun lagi yang selama ini dia rahasiakan. Winter meletakan bunga itu tangan Marius agar pria itu menggenggamnya. Rahasia yang begitu sulit untuk Winter beritahu mengenai siapa dia sebenarnya kini akhirnya meledak mendorong Winter lebih berani berkata jujur. “Dulu, saat masih kecil, tepat di hari kasih sayang, kita menjual bunga mawar di jalanan hingga malam hari agar aku kita bisa membeli sepatu baru karena sepatu lamaku harus di pakai adik-adikku. Aku masih ingat, saat itu tiba-tiba saja kau berlari pergi mengambil sebuah simpul kain berwarna biru yang mengikat beberapa cangkang kado, kau menutup mataku dan memaksaku untuk pergi dari tempat itu. Kau bilang kau akan memberiku kejutan. Sebenarnya aku tahu, alasan kenapa saat itu kau terburu-buru membawaku. Di dekat toko kita berjualan, ada ayahku yang tengah makan malam bersama isteri dan anaknya, mereka terlihat bahagia, kau membaw
Levon dan Jenita yang tertidur di sofa langsung di buat terbangun begitu merasakan pergerakan orang yang lewat. Mereka melihat ke penjuru ruangan, memperhatikan kedatangan dua dokter dan satu perawat memasuki ruangan tempat Marius berada, para ahli medis itu mereka langsung menuju ranjang dan melakukan suatu tindakan yang terlihat darurat karena Marius semakin kesulitan bernapas. Perlahan Levon bangkit, dari balik kaca Levon melihat para pekerja medis yang terlihat sangat berusaha membantu Marius agar kembali stabil. Wajah Levon tampak pucat di penuhi oleh kekhawatiran, padahal dua jam yang lalu keadaan Marius terlihat membaik bahkan Marius sempat berbicara dengan akrab bersamanya dan juga Jenita, namun ternyata kini keadaan dia kembali memburuk. Jenita meminta Levon terduduk lemah, rapalan do’a dan harapan tidak pernah putus, namun suara kesakitan Marius yang teramat dalam begitu menyiksa pendengaran Jenita dan Levon. “Masa depanku sudah gelap semenjak melihat Marius kembali ter
Levon duduk dengan tegak di samping Marius, pria itu kembali datang dengan cepat dan memilih mengesampingkan semua pekerjaannya yang selama ini selalu menjadi prioritasnya. Sejak Marius terbangun kembali, tidak ada pembicaraan yang berarti terjadi di antara mereka. Levon sendiri sadar, terlalu banyak kesalahan yang telah dia buat hingga tidak dapat lagi di jabarkan dengan kata-kata. Kini Levon sedang berusaha membuka kasus di balik penyerangan yang di alami puteranya, namun yang menjadi masalahnya adalah Shanom dan Sean tiba-tiba menghilang sejak beberapa hari yang lalu. Perginya mereka secara bersamaan semakin menguatkan kecurigaan Levon jika keduanya memang dalang dari semua masalah yang terjadi. Jika Marius semakin tidak berdaya dengan keadaan tubuhnya, hal ini akan menciptakan guncangan hebat untuk perusahaan dan Sean akan terpilih sebagai peminpin selanjutkan ketika Levon pensiun di karenakan Sean lebih berpengalaman. Hak Marius tidak mungkin juga di ambil Jenita begitu saja