Meta yang hendak berbicara segera di seret pergi oleh Nurma seraya membekap mulutnya. Kini tinggal Shony dan Maxim yang masih terlihat kebingungan dan ingin tahu. “Apa Anda tahu Paula?” Tanya Maxim yang semakin di buat penasaran ingin mengetahui apa yang terjadi. Shony mengusap dagunya dan terlihat berpikir keras, “Aku tidak tahu apakah aku boleh menceritakannya atau tidak. Ini bukan cerita yang menyenangkan untuk di dengar.” “Ceritakan saja,” jawab Maxim tidak sabaran. “Begini” Shony menyesap kopinya beberapa kali sebelum melanjutkan ucapannya. “Paula, ingat nama itu baik-baik. Dia salah satu orang yang namanya di blacklist keluarga Benjamin sejak dua minggu yang lalu. Jadi, jika nanti kau sudah bekerja, jangan biarkan orang yang bernama Paula masuk ke rumah ini, jika kau membiarkan dia masuk, tuan Vincent akan memotong tanganmu. Ini serius.” Maxim semakin terbelalak begitu kaget mendengar masalah yang baru dia ketahui. Namun apa masalahnya? Bukankah Paula berteman dengan Winter
Marvelo membuka pintu panthouse dan mempersilahkan Winter masuk, sesuai dengan apa yang mereka bicarakan kamarin siang, malam ini mereka bertemu untuk karena alasan yang penting. “Kau akan lama?” tanya Marvelo mengikuti langkah Winter yang berjalan di depannya. Kepala Winter mendongkak, “Kenapa? Kau ingin aku berlama-lama atau malam ini kau tengah sibuk?” Marvelo membasahi bibirnya sesaat, “Aku ingin mengajakmu makan malam,” ucap Marvelo nyaris tidak terdengar. “Baiklah.” Bibir Marvelo gemetar menahan senyuman menawannya, ada sebuah perasaan senang yang dia rasakan mendengar jawaban sederhana Winter. Tidak sia-sia jika tadi dia sempat pergi ke supermarket membeli banyak bahan makanan, sekarang dia bisa memasak untuk makan malam bersama Winter. “Ikut aku,” ajak Marvelo. Kini giliran Winter yang mengikuti Marvelo menuju kamarnya, Winter duduk di pinggiran ranjang memperhatikan Marvelo yang kini tengah mengambil sebuah handpone dan memberikanya kepada Winter. “Semua buktinya ada
Flashback Sore itu langit terlihat mendung, angin berhembus sedikit lebih kencang dari biasanya, awan-awan berkumpul terlihat pekat. Keadaan sekolah sudah mulai sepi karena sudah memasuki jam pulang sekolah. Winter berjalan dengan cepat menarik tangan Paula dengan paksa tanpa menghiraukan teriakan dan makian Paula karena tiba-tiba di seret paksa olehnya. Cengkraman Winter semakin kuat, Winter terus menarik Paula, membawanya pergi. Ini untuk pertama kalinya Winter memiliki sebuah keberanian untuk mengambil tindakan dan tidak mendengarkan apapun yang Paula perintahkan kepadanya. Hal itu di dasari oleh ledakan kemarahan yang tidak bisa dia bendung lagi. Winter sangat marah dan kecewa karena di tengah-tengah kegaduhan atas kenekatan Winter yang menembak Hendery, Paula membuat banyak hasutan yang membuat banyak orang membenci Winter dan membuat mereka salah paham kepada Winter. Begitu suah sampai di atap gedung sekolah, dengan kasar Winter melepaskan cengkramannya. Winter menatap taja
“Dasar tidak tahu diri, setelah sekian lama aku menjagamu dan menemanimu hingga mengorbankan waktuku, kau dengan percaya dirinya membutuhkan waktu pribadi untuk bersenang-senang tanpa aku.” Dengan napas tersenggal Winter menangis, gadis itu semakin kuat menggenggam erat sisi roknya. Telinga Winter terasa berdenging, kepalanya terasa sakit karena harus menerima dua kali pukulan Paula. “Kimberly sudah mati tiga tahun lalu, apalagi yang kau ingin cari dan lihat darinya? Setelah dia mati, kau masih saja memburu barang-barang peninggalannya.” “Kau bebas berbicara buruk mengenaiku Paula, namun jangan berbicara buruk tentang indolaku,” isak Winter dengan geraman. Plak Sekali lagi Paula menempeleng kepala Winter hingga Winter terhuyung ke belakang dan terjatuh tersungkur ke lantai. “Memangnya kenapa jika aku berbicara buruk tentang Kimberly? Apa yang kau dapat dari mengindolakan dia Winter?” tanya Paula dengan geraman. “Ah.. sekarang aku tahu, pantas saja kau mengidolakan dia, kau dan d
Tetesan air mata membasahi layar handpone dan tangan Winter, jiwa Kimberly terguncang hebat melihat hal mengerikan yang di lakukan Paula melalui kata-kata beracunnya yang membunuh Winter. Jiwa Kimberly terluka hebat menyaksikan ketidak beradayaan Winter yang merasa kesepian dan tidak mempercayai bahwa dirinya berharga. Hal itu di jadikan senjata oleh Paula. Kata-kata Paula membunuh Winter, gadis itu begitu jahat melebihi pembunuh, dia menyiksa kehidupan Winter, merusak kebahagiaan Winter, merusak pemikirannya dan menginjak-injak derita Winter, betapa bahayanya rasa iri Paula hanya karena dia merasa tidak seberuntung Winter. Tangis sesak jiwa Kimberly tidak terbendung, hati dan tubuh Winter terasa sangat sakit, reaksi tubuh Winter saat ini seakan memberitahu seberapa menderitanya dia selama ada Paula di sisinya. Tangis Winter yang terdengar keras dapat di dengar Marvelo yang saat ini tengah memasak, pria itu tertunduk tampak merasa berasalah. Sudah bisa Marvelo duga akan seberapa h
Paula segera memasuki mobilnya, Paula mengendarainya dan pergi menuju sekolah. Suasana hati Paula semakin tidak baik pagi ini, namun dia tidak bisa diam saja. Paula harus kembali berjuang mendapatkan kembali apa yang sudah dia miliki, salah satunya dengan bertahan di sekolah. Paula sangat berharap bahwa dia akan mendapatkan nilai yang lebih baik dari sebelumnya agar bisa tetap bertahan di sekolah Kirin, sekolah itu adalah satu-satunya hal yang bisa menyelamatkan masa deopan Paula yang saat ini sedang begitu suram. Butuh waktu satu jam bagi Paula berkendara, gadis itu segera memarkirkan mobilnya. Paula terdiam duduk menunggu di dalam mobil, memperhatikan anak-anak sekolah yang kini ramai masuk ke dalam gedung sekolah. Mereka terlihat sangat berantusias karena hari ini adalah pengumuman hasil ujian. Jika Paula keluar dari mobilnya, mungkin tidak ada lagi yang mengenalnya karena kini Paula sudah sangat begitu berubah. Meskipun begitu, dia tetap merasakan ketakutan yang begitu besar.
Selina terduduk lemas setelah selesai melihat nilai hasil ujiannya yang tidak sesuai dengan apa yang di harapkan oleh orang tuanya. Gadis itu duduk termenung di atap gedung sekolah memikirkan apa yang harus dia katakan kepada mereka karena nilainya tidak mencapai target. Selina tidak tahu, tekanan dan hinaan apalagi yang akan dia dengar bila dia sudah mengatakan semuanya kepada orang tuanya. Selina menggenggam erat handponenya yang kini tidak berhenti bergetar, dapat dia lihat nama ayah dan ibunya yang tertera berusaha menelponnya beberapa kali sejak tadi. Dapat Selina tebak, kemungkinan kini mereka sudah tahu kabar mengenai hasil nilainya dari wali kelas. Selina bernapas dengan cepat mengambil pasokan udara, gadis itu sempat menjatuhkan air matanya, namun dia menghapusnya dengan cepat dengan punggung tangan. “Seharusnya aku mencuri kunci jawabannya sejak awal,” bisik Selina penuh sesal. Selina sempat ingin mencuri kunci jawaban karena dia tahu seberapa sulit dan setresnya menghad
Kepulan asap rokok bergerak di udara, Selina menghisapnya beberapa kali dengan kuat. Suasana hatinya yang buruk membuat Selina membutuhkan sesuatu pelarian yang bisa membuatnya tenang. Sudah lebih dari lima menit Selina dan Winter duduk, namun tidak ada percakapan apapun yang terjadi di antara mereka. Suasana hati Winter juga sedang kacau meski dia merasa sangat senang dan begitu puas dengan hasil nilai ujiannya. Entah mengapa, sejak dia melihat video yang Marvelo tunjukan, hati Winter terus di landa rasa gundah. Jiwa Kimberly tidak dapat berhenti memikirkan bagaimana Paula berbicara begitu semaunya kepada Winter hingga mendorong Winter untuk mengakhiri hidupnya. Jiwa Kimberly akan menuntaskan pembalasannya hari ini dengan tangannya sendiri sebelum menyeret Paula membusuk di dalam penjara. “Selamat.” Suara lembut dan berat Selina menyentak lamunan kecil Winter. Winter menghisap rokoknya, lalu menatap Selina dengan penuh tanya. “Selamat, kau mendapatkan nilai yang sempurna,” Se
Dua tahun kemudian.. Kota Den Haag Sebuah gedung hotel tampak sibuk dan ramai malam ini karena ada pesta besar yang sedang merayakan ulang tahun hotel Lessy yang berpusat di kota Neydish. Di dalam sebuah ruangan besar orang-orang berkumpul, mereka terlihat anggun dan tenang, saling berbicara satu sama lainnya menikmati pesta yang sedang berlangsung. Seorang wanita bergaun putih memainkan cello opera di tengah pesta, wanita itu memainkan musik Romeo & Julliet Love Theme. Para tamu undangan yang berdiri dan sibuk bicara di buat terkesima mendengarkan alunan musik yang begitu dalam menghiasi malam pesta. Mereka berbalik melihat sepenuhnya ke arah orang-orang yang bermain musik dan sejenak menghentikan pembicaraan mereka. Di antara banyak orang yang melihat musik, seorang pria berdiri di depan jendela, pria itu sibuk dengan kesendiriannya, memandangi langit malam yang begitu gelap. Alunan musik dalam pendengarannya membawa dia dalam sebuah ingatan indah ketika dia belajar menari di
Sebuah photo terbingkai di pajangkan di atas meja belajar, Winter menopang dagunya melihat photo dirinya saat pelulusan sekolah di hadiri Benjamin dan Vincent. Tidak terasa, tiga bulan telah berlalu sejak kematian Marius dan kepergian Marvelo, kini Winter bisa duduk santai di meja belajarnya, tidak tahu apa yan harus dia lakukan karena semua tujuan hidupnya yang dia cari sudah berada dalam genggaman, yaitu kebahagiaan dan balas dendamnya yang sudah di tuntaskan. Setiap akhir pekan Winter akan mengunjungi makam Kimberly dan Marius, sudah dua kali juga Winter bertemu Jenita akhir-akhir ini. Keadaan Jenita terlihat lebih baik dari sebelumnya, Jenita bersama Levon membangun lebih luas panti asuhan tempat tumbuhnya Kimberly. Keduanya tampak mulai menikmati masa-masa tua mereka, Felix menjaga mereka dengan baik sebagaimana keinginan Marius. Sejak hukuman Paula di tetapkan, kini Winter tidak lagi bertemu dengannya. Untuk Marvelo, sejak kepergiannya ke Belanda, dia tidak memberikan kabar
Satu bulan setelah kepergian Marius, kini Winter kembali harus melanjutkan kehidupannya seperti biasa, sedikit demi sedikit gadis itu berusaha menyembuhkan hatinya dan kembali menemukan kekuatannya lagi. Winter harus berjuang lebih kuat karena Marvelo juga sudah menghilang dari sisinya, tidak ada lagi seseorang yang bisa menjadi teman penghapus kesedihannya. Jiwa Kimberly sempat berpikir, melepaskan Marvelo akan membuat perasaan dia lebih baik karena tidak lagi membuat Marvelo tersiksa karena memendam perasaannya. Rupanya tidak semudah itu, karena jiwa Kimberly merasakan kekosongan besar di dalam hatinya. Ternyata, Marvelo memiliki tempat yang begitu spesial dia dalam hati Winter Benjamin. Meski kini mereka berpisah jauh, kini Winter hanya bisa mendo’akan yang terbaik untuk Marvelo. Hari ini adalah hari persidangan pertama Paula, persidangan akan di adakan secara terbuka sehingga siapapun dapat menyaksikannya. Winter sudah siap untuk menghadirinya. Winter berdiri di depan jende
Marvelo menarik kopernya melewati beberapa orang yang ada di depannya, sekilas pria itu melihat ke belakang, Marvelo tersenyum hangat melihat Charlie dan Lessy melambaikan tangan mereka mengantar kepergian Marvelo. Marvelo kembali melangkah, pria itu tetap tersenyum menyembunyikan suatu perasaan yang mengganjal di hatinya. Kepergian Marvelo terasa tidak begitu menyenangkan karena dia meninggalkan Winter dalam keadaan sedang terluka. Tidak ada maksud untuk dia meninggalkan Winter sendirian, namun keadaan yang memaksa Marvelo harus mengambil keputusan ini. Meski Marvelo ingin menemaninya dan membantu gadis itu bangkit dari kesedihannya, namun Marvelo juga tidak berani terus mendekat karena dia harus segera melenyapkan perasaannya. Marvelo tidak ingin menjadi pria lemah yang hidup tanpa tujuan dan tidak berani mengambil keputusan karena sebuah keraguan. Marvelo harus melangkah ke depan. Andaipun suatu hari nanti dia masih tidak bisa melupakan Winter dan masih memiliki kesempatan un
Payung yang meneduhi Winter menghilang, Nai pergi ke belakang dan berdiri dengan para pengawal lainnya. Sementara Winter, gadis itu masih tetap berdiri di tempatnya melihat makam dirinya dan Marius yang berdampingan berada di tempat yang jauh dari pemakaman yang lainnya. “Aku akan merindukanmu Marius, sama seperti saat kau merindukanku ketika aku hilang. Namun aku juga akan bangkit Marius, seperti apa yang kau inginkan, aku akan bahagia dan menjalani kehidupanku dengan baik. Terima kasih telah menjadikanku cinta pertama dan terakhirmu, aku merasa begitu terhormat.” Winter membungkuk,meletakan bunga yang sejak tadi tidak lepas dari pelukannya. “Aku tidak akan melupakanmu Marius, aku mencintaimu.” Matahari yang turun mulai kehilangan cahayanya, pohon-pohon besar yang berdiri menjulang mengelilingi area pemakaman mulai menghalangi sore terakhir hari ini. Angin berhembus lebih kuat menggerakan rumput-rumput dan bunga liar di sekitarnya. Winter tercekat kaget, samar dia melihat bayang
Marvelo terduduk di kursinya melihat keluar jendela, memperhatikan Irina yang kini tengah makan siang bersama Lessy dan juga Charlie. Marvelo menghela napasnya dengan berat, dua hari ini terakhir ini dia sempat di buat galau karena mendengar pengakuan Winter, rupanya gadis itu sudah tahu mengenai perasaannya, sayangnya Winter tidak ingin mendengarkan pengakuan cinta Marvelo. Marvelo sedikit marah dan kecewa, jika saja Winter tidak terlalu menggodanya dan menunjukan sikap seperti seseorang yang suka kepadanya, mungkin Marvelo tidak akan menaruh harapan yang banyak dan berpikir bahwa gadis itu memiliki perasaan juga kepadanya. Marvelo malu karena ternyata dia terlalu terbawa perasaan dengan kebaikan yang Winter berikan kepadanya. Ini sangat menyakitkan, mengecewakan dan membuat Marvelo beberapa kali harus duduk termenung memikirkan bagaimana cara mengatasi patah hatinya. Kini, tidak ada lagi alasan yang bisa menahan Marvelo berlama-lama di Neydish, Marvelo akan segera pergi. Di am
Winter tertunduk mengenggam tangan Marius, gadis itu bernapas dengan tersenggal tidak mampu menutupi apapun lagi yang selama ini dia rahasiakan. Winter meletakan bunga itu tangan Marius agar pria itu menggenggamnya. Rahasia yang begitu sulit untuk Winter beritahu mengenai siapa dia sebenarnya kini akhirnya meledak mendorong Winter lebih berani berkata jujur. “Dulu, saat masih kecil, tepat di hari kasih sayang, kita menjual bunga mawar di jalanan hingga malam hari agar aku kita bisa membeli sepatu baru karena sepatu lamaku harus di pakai adik-adikku. Aku masih ingat, saat itu tiba-tiba saja kau berlari pergi mengambil sebuah simpul kain berwarna biru yang mengikat beberapa cangkang kado, kau menutup mataku dan memaksaku untuk pergi dari tempat itu. Kau bilang kau akan memberiku kejutan. Sebenarnya aku tahu, alasan kenapa saat itu kau terburu-buru membawaku. Di dekat toko kita berjualan, ada ayahku yang tengah makan malam bersama isteri dan anaknya, mereka terlihat bahagia, kau membaw
Levon dan Jenita yang tertidur di sofa langsung di buat terbangun begitu merasakan pergerakan orang yang lewat. Mereka melihat ke penjuru ruangan, memperhatikan kedatangan dua dokter dan satu perawat memasuki ruangan tempat Marius berada, para ahli medis itu mereka langsung menuju ranjang dan melakukan suatu tindakan yang terlihat darurat karena Marius semakin kesulitan bernapas. Perlahan Levon bangkit, dari balik kaca Levon melihat para pekerja medis yang terlihat sangat berusaha membantu Marius agar kembali stabil. Wajah Levon tampak pucat di penuhi oleh kekhawatiran, padahal dua jam yang lalu keadaan Marius terlihat membaik bahkan Marius sempat berbicara dengan akrab bersamanya dan juga Jenita, namun ternyata kini keadaan dia kembali memburuk. Jenita meminta Levon terduduk lemah, rapalan do’a dan harapan tidak pernah putus, namun suara kesakitan Marius yang teramat dalam begitu menyiksa pendengaran Jenita dan Levon. “Masa depanku sudah gelap semenjak melihat Marius kembali ter
Levon duduk dengan tegak di samping Marius, pria itu kembali datang dengan cepat dan memilih mengesampingkan semua pekerjaannya yang selama ini selalu menjadi prioritasnya. Sejak Marius terbangun kembali, tidak ada pembicaraan yang berarti terjadi di antara mereka. Levon sendiri sadar, terlalu banyak kesalahan yang telah dia buat hingga tidak dapat lagi di jabarkan dengan kata-kata. Kini Levon sedang berusaha membuka kasus di balik penyerangan yang di alami puteranya, namun yang menjadi masalahnya adalah Shanom dan Sean tiba-tiba menghilang sejak beberapa hari yang lalu. Perginya mereka secara bersamaan semakin menguatkan kecurigaan Levon jika keduanya memang dalang dari semua masalah yang terjadi. Jika Marius semakin tidak berdaya dengan keadaan tubuhnya, hal ini akan menciptakan guncangan hebat untuk perusahaan dan Sean akan terpilih sebagai peminpin selanjutkan ketika Levon pensiun di karenakan Sean lebih berpengalaman. Hak Marius tidak mungkin juga di ambil Jenita begitu saja