Cinta Terlarang
“Nah, kamu sudah datang, sini cepat!” kata seorang gadis manis berkulit putih, saat Jayid berjalan ke arahnya.Jayid melongo, karena heran kenapa gadis berkebaya pengantin itu, memanggil dan melambaikan tangan padanya. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri mencari orang lain di sekitarnya.Nawa Lawira, nama gadis itu yang biasa dipanggil Nawa melihat Jayid dengan takjub. Pria itu sangat luar biasa di matanya, begitu berkilau dalam balutan busana yang rapi dan sangat elegan.Jayid pun tidak mengalihkan tatapan matanya pada gadis yang, tiba-tiba saja membuat jiwanya seperti tersengat lebah, karena wajahnya tampak memukau walau dengan riasan sederhana.“Ini bayaranmu!” kata Nawa, sambil menyerahkan uang pada Jayid, dan berkata lagi, “Dan, lakukan dengan baik, seperti yang dikatakan Neti padamu, apa kau mengerti?”Neti? Siapa dia? Melakukan apa maksudnya? Pikir Jayid, heran.Saat itu dia tengah berada di dekat tempat parkir sebuah hotel mewah yang, sedang menyelenggarakan sebuah pesta pernikahan antara Marhan, tunangan Nawa dan Aida, sahabatnya sendiri.Beberapa bulan yang lalu, Nawa dan Marhan, sudah merencanakan pesta pernikahan jauh-jauh hari, sebagai muara perjalanan cinta untuk memulai biduk baru yang lebih nyata. Namun, semua cita-cita indah itu kandas, setelah Nawa memergoki kekasih dan sahabatnya memadu kasih di depan matanya.Lalu, dia bersama dengan Neti, teman sekaligus tetangganya, membuat rencana untuk merusak pesta pernikahan yang, seharusnya diperuntukkan bagi dirinya itu, bersama seorang pria yang dijanjikan untuk, menyukseskan rencana mereka.“Acara apa?” kata Jayid heran karena kurang paham akan maksud gadis yang sama sekali tidak dikenalnya.Dia baru saja menerima panggilan dari kolega bisnisnya, saat turun dari mobil dan, sengaja melewati tempat itu karena dia pikir akan lebih cepat.Namun, ponsel di tangannya mengalihkan perhatian, hingga dia melangkah ke arah Nawa lalu, terjebak bersama gadis yang kini justru mengalihkan minatnya. Jayid merasa harus meluruskan kesalahpahaman di antara mereka, apalagi gadis itu menyodorkan sejumlah uang sebagai bayaran. Tentu saja dia tidak terima. Namun, dia belum sempat berkata, gadis itu sudah menepuk bahu, membuatnya mengerutkan alisnya.“Jangan pura-pura bodoh dan jangan banyak bertanya, lakukan saja sesuai rencana!” kata Nawa.“Apa maksudmu?”“Ini, cepat ambil!” kata Nawa, terkesan tidak peduli, sambil menyelipkan uang lima ratus ribu ke saku jas berwarna dark brow yang dikenakan Jayid.Demi melihat gerakan tangan Nawa yang begitu kurang ajar padanya, Jayid sedikit mundur, dan berkata, “Uang apa ini?”Walaupun kaget karena tidak pernah diperlakukan demikian, Jayid tetap tenang sambil menahan tangan Nawa.“Ini bayaranmu, karena mau jadi calon suami bohonganku ... tapi, lakukan akting dengan benar seperti kesepakatan kita, oke?”Ada seringai licik di sudut bibir Jayid saat mendengar ucapan Nawa, dia mulai memahami situasinya sambil melirik ke arah lobby hotel.“Ini terlalu sedikit, aku biasa mendapatkan uang lebih banyak dari ini!” kata Jayid membuat Nawa melotot, ekspresi gadis yang lucu, membuat Jayid kembali tersenyum tipis.“Apa kau bercanda? Rencana kita, tidak akan sampai satu jam, dan kau bilang sedikit! Kau gila!” Nawa berkata sambil meletakkan telunjuk secara miring di keningnya.“Janji, tidak lebih dari satu jam! Waktuku sangat berharga!”Mendengar ucapan Jayid, Nawa menelisik dari ujung rambut sampai ujung kaki, dan tersenyum miring meremehkannya, dia pikir pria itu memang tampan dengan pakaian yang disewa.“Berharga katamu? Mana ada pria sewaan sepertimu punya waktu berharga!”“Ya! Kalau lebih dari satu jam, maka kau harus memberiku kompensasi!”“Akh! Iya, iya, cerewet!” Nawa begitu yakin, karena dia pikir tidak akan menambah uang buat pria sewaan itu. Dia berkata lagi, “Ya sudah, ayo masuk!”Meskipun Jayid tidak mengerti, dia tetap mengangguk dan berjalan mendampingi Nawa. Membiarkan gadis itu merangkul satu lengannya. Sementara satu tangan lain berada di saku celana.Dia tetap tenang dan anggun, seperti biasanya, bahkan tampak begitu cantik dan tampan secara bersamaan, kala memasuki ruangan.Tiba-tiba seorang pria mendekat dan berjalan di sisi Jayid dengan tatapan heran.“Bos, apa Anda mendapatkan undangan dari acara pernikahan, siapa gadis ini?” tanya Rizal setengah berbisik, saat melihat Jayid berjalan memasuki ballroom dan bukannya memasuki ruang meeting yang sudah disepakati, bahkan bersama seorang wanita yang memakai pakaian pengantin.“Beri aku waktu satu jam, katakan pada sekretaris Jin dan Pak Sander untuk menunggu, aku akan memberinya kompensasi lima ratus ribu!” Jayid menjawab dengan tersenyum simpul, membuat Rizal heran.Bagaimana mungkin Bos memberi kompensasi serendah itu sedangkan kerja sama antara dirinya dan orang yang bernama Sander itu berjumlah miliaran? Pikir Rizal—asistennya.Namun, pria itu tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya mengikuti sang bos, dia duduk di kursi paling pinggir di antara tamu undangan.Saat Jayid berbisik dengan Rizal, Nawa berjalan memasuki ruangan ballroom hotel mewah itu, sambil mengirim pesan pada Neti—temannya, melalui telepon genggam.“Neti! Makasih ya, udah ngirim cowok yang ganteng banget, buat balas Si Marhan Bengek itu! Dia cocok!”Lalu mengetik emoticon tertawa lebar.Setelah selesai, Nawa memasukkan telepon genggamnya ke dalam tas dan mengeluarkan sebuah pengeras suara. Dia berjalan memasuki ruangan di mana akad nikah baru saja selesai. Sontak saja kedatangannya menarik perhatian, karena dia memakai baju pengantin dan masuk dengan menggunakan pengeras suara, bersama seorang pria tampan.❤️❤️❤️Tidak Diundang“Saya terima pengkhianatan kalian berdua, dengan ikhlas! Dibayar tunai!” teriak Nawa, dengan alat itu. “Nawa!” pekik pengantin pria yang bernama Marhan, sambil berdiri, karena terkejut. Semua pengunjung ribut, terjadi kekacauan dan kegaduhan baik di mimbar akad nikah atau di tempat para tamu undangan. “Ya, aku Nawa, orang yang seharusnya duduk menjadi pengantinmu, apa kau lupa?” saat bicara, Nawa berdiri tepat di depan area pelaminan. “Kenapa kamu datang ke sini, kamu tidak di undang!” kata Rima, ibunda Marhan. Wanita itu pun berdiri dari duduknya, dengan emosi. “Aku datang ke sini mau menikah juga!” sahut Nawa seraya menahan emosi, lalu menoleh pada Jayid sambil berkata, “Dan, dia suamiku!” “Apa kau bilang? Kau tidak bercanda, kan? Apa kau tahu siapa dia?” tanya Marhan lagi, dia tahu betul siapa pria yang berdiri di samping Nawa dengan tenang itu. “Ya! Dia suamiku!” ‘’Sial! Kenapa aku tidak tanya siapa namanya?” Batin Nawa. “Tidak mungkin secepat ini kau menda
Punya HutangNawa diam sejenak, dia bukannya tidak ingat kalau sudah merelakan semuanya, tapi ini hanya pembalasan saja, untuk merusak pesta mereka. “Ya! Sebaiknya kau pergi sana! Aida jauh lebih baik darimu!” kata Rima sambil melangkah lebih dekat dan menarik tangan Nawa yang memegang ponsel, tapi Nawa menepisnya. “Aku tidak membuat kegaduhan, aku hanya mau menunjukkan padamu, kalau aku juga sudah menikah!” kata Nawa kembali bergelayut di lengan Jayid yang masih saja diam, dia melirik jam di tangannya. “Aku tidak peduli kau menikahi pria seperti apa? Cepat pergi dari sini! Aku sudah tahu sejak lama kalau kau tidak pantas untuk anakku!” kata Rima lagi, sambil mendorong Nawa, tanpa melihat sedikit pun ke arah pria yang mengerutkan kening disebelahnya. Pakaian kebaya yang dipakai Nawa saat itu memiliki bawahan span Maxi dan, sepatu hak tinggi, membuat keseimbangannya goyah, hingga dia terhuyung ke belakang. Jayid dengan sigap memapah tubuh Nawa dan membawanya dalam pelukan, hingga
Punya Rekening“Aku sudah mau mengaku di depan semua orang sebagai suamimu, dan kau masih bilang tidak menikmati tubuhku?”“Cuma akting! Ingat itu Cuma akting!”“Aku tidak mau tahu, kau harus membayar lima ratus ribu atau aku bongkar semua kebohongan ini sekarang juga!” Ancaman Jayid sukses membuat Nawa takut dan panik, dan dia langsung melambaikan tangannya sebagai isyarat dia tidak mau.“Baiklah, baiklah, kirim nomor rekeningmu, dan aku akan mentransfer uangnya, kalau aku sudah punya!” kata Nawa pada akhirnya.“Bayar sekarang juga!”“Sekarang aku tidak punya uang, sialan!”“Aku tidak punya rekening, jadi bayar saja kalau kau punya uang, berikan nomor ponselmu!” kata Jayid sambil mengeluarkan ponsel dan memberikannya pada Nawa.Nawa mengambil ponsel dari tangan Jayid dan mengetikkan nomornya sendiri. Setelah itu, Jayid memanggil nomor yang sudah diketik Nawa, hingga tersambung ke ponsel dalam tas Nawa.“Ingat, jangan mencoba mengganti nomormu atau kabur dariku, aku bisa me
Pengasuh BayiKeesokan harinya, Nawa berangkat untuk bekerja menjadi seorang pengasuh, pada keluarga Misela. Seperti biasa dia diantar oleh Rasyid sampai di pintu gerbang rumah mewah itu, sekaligus melanjutkan perjalanan ke tempatnya bekerja di sebuah perusahaan swasta. Sebenarnya, Rasyid mampu menanggung kehidupan mereka berdua, hingga Nawa tidak perlu bekerja, tapi, adik perempuannya tidak mau. Dengan alasan, tidak akan selamanya bergantung pada sang kakak, karena dia pun harus kuat seorang diri bila Rasyid menikah suatu hari nanti.Nawa tidak memiliki ijazah sarjana karena dia berhenti kuliah saat kedua orang tuanya tiada. Jadi, dia memilih menjadi pengasuh anak di keluarga kaya itu, untuk menyambung hidup. Apalagi dia memang menyukai anak-anak. Gadis itu beraktivitas seperti biasa begitu sampai di sana, membersihkan dan memberi makan si kembar, Anna dan Anne, yang sekarang sudah berumur tiga bulan. Soyu, teman seprofesinya sudah tiba lebih dulu. Mereka bekerja sejak bayi kembar
Aku Mau Keluar “Hai! Aku sibuk dan tidak mungkin meninggalkan acaraku sekarang, bagaimana kalau kau ke sini?” Nawa sudah menyiapkan uang untuk membayar utangnya dengan meminjam pada Rasyid, dan kakaknya itu memberi dengan cuma-cuma, karena sang adik beralasan ingin membeli hadiah untuk seorang teman. “Makanya, aku tanya di mana kamu sekarang?” bentak Jayid kesal. Jayid mengira jika Nawa melihatnya di atas panggung saat memberikan sambutan tadi, hingga gadis itu pasti terkejut. Dia tersenyum membayangkan Nawa salah tingkah dan merasa bersalah, karena telah menganggapnya gigolo. Oleh karena itu dia sengaja tidak menghubunginya sebab ingin tahu bagaimana reaksi Nawa saat membayar utangnya. Namun, di luar perkiraan Jayid, ternyata Nawa tidak mengetahui apa pun, bahkan saat menerima telepon dia masih terlihat meremehkannya. “Cepata ke sini kalau waktumu memang sangat berharga, sekarang aku sedang di toilet ... Gedung PT. Alrazee. Kalau kau dekat, mampirlah!” “Keluar kau dari sana,
Melanggar SumpahMelihat penolakan dan ekspresi Nawa, membuat Jayid semakin tertarik, semua yang ada pada diri nawa seperti menghisap dirinya dalam pasir hisap, hingga dia akan terus terhisap kalau dia bergerak, lebih cepat gerakannya maka dia akan lebih cepat mati! Beberapa malam terakhir, dia tidak bisa melupakan ciumannya di bibir Nawa waktu itu, dan setiap kali dia mengingat hal itu, maka dia akan meminta ampun pada mendiang sang kakek sambil menangis. “Maafkan, aku Kakek kalau melanggar sumpahku sendiri, aku tidak akan kuat menahan godaan wanita itu, aku tidak peduli dia bukan perawan lagi, karena dia pernah punya kekasih!” ujarnya di setiap malam di hadapan foto kakeknya. Jayid menggelengkan kepalanya dan kembali pada kesadaran. Saat Nawa kembali bicara. “Hai! Dengar, aku tidak peduli siapa kamu, tapi aku sekarang bekerja pada pemilik perusahaan besar ini, mereka bukan orang sembarangan dan sangat berpengaruh di kota! Aku tidak ingin ada masalah. Kalau kau tidak melepasku, a
Kotak HadiahSaat Misela keluar rumah setelah mencium pipi anak kembarnya, dan memasuki mobil, dia melihat sebuah kotak hadiah titipan untuk Jayid yang tertinggal kemarin.Dia berbalik dan memanggil Nawa, memberikan sebuah bungkusan warna putih dan meminta gadis itu untuk membawanya ke kamar Jayid di lantai dua.“Apa ini, Nyonya?”“Itu hadiah dari temanku untuk Jay, aku lupa memberikannya kemarin dia pergi entah ke mana, menghilang di tengah pesta!”“Baik, saya akan menyampaikannya!”Melise mengangguk dan pergi. Sementara Nawa terus berjalan ke lantai dua, tempat yang jarang dia lalui selama berada di rumah itu. Dia mengetuk pintu kamar sang adik yang dimaksud oleh Misela--majikannya untuk beberapa lama, dia sabar menunggu karena mungkin laki-laki itu masih tidur.Dia pikir adik laki-laki majikannya itu pastilah pria yang sangat manja, walaupun dia orang yang luar biasa. Jadi, maklum kalau pria itu bangun dan berangkat ke kantor agak siang, karena biasanya bos sebuah perusahaa
Pengakuan BerbahayaJayid mengendurkan pelukan sambil menipiskan bibir lalu memalingkan pandangan, dengan berat hati dia mengakui tentang kakeknya yang bernama Solomone Razee. Pikiran cerdasnya menduga bahwa, ada sesuatu yang buruk dengan kakeknya, hingga menyebabkan Nawa bertanya demikian.Sementara Nawa menatap Jayid dengan penuh tanda tanya, jika benar pria ini adalah cucu dari Solomon, berarti majikannya yang selama ini selalu baik dan ramah, pun bagian darinya. Tiba-tiba dia menyesal, mengapa tidak memperhatikan silsilah foto keluarga Misela yang jelas terpampang di salah satu dinding perusahaan. Masalahnya waktu itu dia tidak tahu bagaimana wajah pria yang, menurut Rasyid terlibat dalam kematian kedua orang tuanya.“Maaf, sepertinya aku tidak bisa bekerja pada kalian lagi!” kata Nawa sambil melangkah keluar dari kamar Jayid. Dia mengusap air matanya yang kembali mengalir.Seketika dia ingat bagaimana keadaan kedua orang tuanya yang sudah meninggal dua tahun yang lalu. Nawa
Extra Part 20Di negara Singare, Jayid dan Nawa duduk di tepi pantai yang indah, mereka sudah cukup jauh berjalan. Dua orang itu duduk tanpa alas di atas pasir dan memanjangkan kaki, menghadap ke arah laut dengan ombak yang kecil. Sementara Rasyid dan Latisha masih meneruskan langkah mereka sambil bergandengan tangan. Tidak ada beban bagi keduanya karena seolah-olah dunia adalah milik mereka berdua. Saat berencana untuk pergi berbulan madu, sebenarnya Tina ingin ikut juga tetapi dengan keras Latisa menolaknya. Ia tahu adik kembarnya itu akan sangat mengganggu. Lalu, yang ia lakukan hanya meminta Tina untuk menghabiskan waktu bersama dengan Edo. Latisa tidak menampik jika kehadiran laki-laki itu, sangat membantu dalam mengatasi sikap Tina yang kadang-kadang sulit ditebak. Walaupun, baru saja bertemu, Tina sudah merasa cocok dengan Edo, begitu pula sebaliknya. Baik Latisa maupun Rasyid, hanya berharap kelak mereka bisa menjadi pasangan, yang saling mengasihi satu sama lain.Angin
Extra Part 19“Ya, tentu, ceritakan pada kami!” sahut Rasyid, tanpa mengalihkan tatapannya pada Edo.Edo jadi salah tingkah, ia melihat pada tiga orang itu yang juga melihatnya seperti dirinya adalah hantu yang baru keluar dari dalam kubur.“Sebenarnya, apa kalian punya masalah denganku, atau kita pernah bertemu sebelumnya?” tiba-tiba Edo bertanya, sambil melepas topi dan menyimpannya di atas meja. Ia punya perasaan tidak enak terhadap ketiga orang itu. “Bukan! Kita belum pernah bertemu, tapi ada orang yang mirip sekali denganmu dan dia sudah mati!” kata Nawa terus terang dengan Edo. Ia merasa tidak perlu lama-lama berbicara dengan pria seperti itu karena cukup menyebalkan, dan khawatir bayinya akan mirip.Edo tiba-tiba tertawa, dan ia berkata, “Wah! Benarkah? Aku akan tersanjung karena itu berarti ada orang yang sama tampannya denganku, begitu?”Nawa memalingkan pandangan mendengar ucapan Edo itu, sedangkan Jay justru melotot padanya.“Siapa orang yang kau maksud itu?” Tina be
Extra Part 18“Ayo nanti temui dia sama-sama!” bunyi pesan Rasyid pada ponsel milik Jayyid.“Baiklah!” Makan malam telah selesai. Rasyid meminta izin untuk tetap berada di ruang perjamuan dan menyuruh istrinya, untuk beristirahat dan menunggunya di kamar pengantin mereka. Beberapa saudara dan kerabat yang rumahnya jauh, sudah lebih dulu pergi meninggalkan gedung itu. Namun, masih ada yang bertahan karena mereka ingin menghabiskan malam dengan makan dan minum. Ada juga yang ingin bernyanyi dengan grup idola mereka. Suasana gedung sudah sedikit lengang, hanya ada beberapa kerabat yang duduk di meja-meja bundar dengan pasangan dan teman mereka masing-masing.Latisha kembali ke kamar hotel, tempat di mana ia dirias dan bergantian pakaian. Di kamar itu pula ia akan bermalam dengan sang suami sebagai pengantin baru.Rasyid masih ingin memastikan sesuatu dan ia tidak ingin Latisha tahu masalah itu. Ia ingin istrinya tetap konsentrasi pada malam pertamanya nanti.Saat itu, Nawa Jayid
Extra Part 17Tina menatap Jayid dengan tatapan mata tidak percaya.“Jadi, kalau kau tidak ingin celaka, maka menjauhlah dariku!” kata Jayid sambil menyeringai. Ia melihat perubahan pada raut wajah Tina dan merasa puas, karena tipuannya berhasil untuk mengelabuhi gadis itu agar menjauh darinya. Ia benar-benar tidak tahan dengan sikap vulgar yang ditunjukkan Tina tentang perasaannya.Bagaimana mungkin ada seorang wanita yang begitu membuka diri, dan tidak tahu malu mengakui perasaannya dengan cara yang aneh seperti Tina.Tina membuang pandangan, lalu pergi meninggalkan Jayid yang sudah selesai mengambil buah segar. Gadis itu menemui Misella yang sekarang menjadi sangat dekat dengannya. Hasil latihan yang dilakukan kakak ipar Nawa itu mulai terlihat, dari cara Tina membawa diri dan berkata-kata. Gadis itu sedikit lebih tenang. Hanya masalah perasaannya pada Jayid yang masih sama.Namun, masih panjang perjalanan Tina untuk menjadi seorang model. Misella baru mengajarkan bagaimana g
Extra Part 16“Jadi, kapan aku bisa mulai jadi model?” tanya Tina antusias, “apa aku bisa mendapatkan uang banyak kalau aku berhasil?”“Tentu saja, tapi bukan hari ini ... kau akan siap kapan? Bagaimana kalau kau besok? Aku akan menjemputmu!” sahut Mishella tak kalah antusiasnya.“Besok?” tanya latisha dan ibunya secara bersamaan.Baik Nawa, Mishella dan Tina, sama-sama menoleh ke arah dua orang yang duduk berseberangan itu.“Oh, ya! Maafkan aku, seharusnya aku membicarakan hal ini dengan kalian lebih dulu ... bagaimana kalau besok, apa kalian mengizinkan aku membawa Tina ke sekolah itu?” tanya Mishella, dua wanita yang menjadi ibu dan anak itu pun mengangguk setuju.Mereka akhirnya mempunyai kesepakatan dan pembicaraan serta pertemuan itu pun berakhir. Misela akan menjemput Tina keesokan harinya di rumah itu.Misella dan Nawa akhirnya berpamitan dan pulang, setelah merasa cukup puas untuk membuat kesepakatan.Setelah berada di dalam mobil yang dikendarai oleh sopir dengan kece
Extra Part 15“Tina! Apa kau mendengar semuanya?” tanya Latisa, wajahnya terlihat khawatir pada saudara perempuannya itu. Ia pikir Tina belum pulang dari rumah jompo untuk merawat ayah angkatnya.“Ya!”Tina mendekat sambil menganggukkan kepala, ia sudah pulang dari rumah jompo beberapa saat yang lalu. Namun, ia langsung menuju dapur saat turun dari mobil yang mengantar ke mana pun ia pergi, sejak secara resmi menempati rumah keluarga aslinya. Gadis itu membawa ikan besar yang ia beli saat lewat di pasar tadi. Ia jarang bepegian dan melihat sesuatu yang menarik, hingga saat melihat ikan besar dijual di pasar, ia langsung membelinya. Ketika pulang tadi, kebetulan mobil melintas di jalanan yang macet karena ada keramaian rakyat menengah ke bawah di pasar, keramaian kota yang jarang ia lihat sebelumnya.“Apa yang kau lakukan tadi, kenapa bajumu basah?” tanya Latisha, dia sungguh tidak terbiasa melihat orang-orang di sekitarnya, dalam keadaan kotor atau tidak rapi seperti Tina. Padaha
Extra Part 14 Beberapa hari kemudian, Misella mengajak Nawa untuk pergi bersamanya ke rumah Latisa. Kakak perempuan Jayid itu membawa sebuah bingkisan untuk diberikan pada keluarga saudara kembar yang kelak akan diajak kerja sama olehnya. Nawa yang menyerahkan bingkisan itu, ketika sudah berada di rumah Latisha dan keluarganya, sebagai hadiah dari calon saudara iparnya. Walaupun, bingkisan itu dibeli oleh Misella, tapi ia dengan senang hati jika mengatasnamakan sebagai pemberian dari Nawa. Selain itu sebagai salah satu cara untuk mendekati Latisha dan Tina. Itu adalah, alasan yang paling tepat untuk penarik hati keluarga Latisha. Daripada Mishella yang langsung memberikannya atas nama dirinya sendiri. Kalau itu ia lakukan, maka terlihat sekali sebagai hadiah sogokan Dua wanita itu disambut dengan hangat oleh Latisa dan ibunya, dan dipersilakan duduk di ruang tamu yang nyaman. Michella sebagai orang yang profesional, ia berpengalaman dan terbiasa berbicara dengan banyak orang, ata
Extra Part 13“Dia blak-blakan sekali,” pikir Nawa sambil tersenyum kecut. Ia memalingkan muka ke arah pintu dan berharap Jayid ada di sana, memberikan senyuman terindah, lalu memanggil namanya. Tiba-tiba saja ia ingin pulang dan bermesraan dengan suaminya itu.Laki-laki yang diharapkan Nawa muncul di kejauhan. Setelah memarkirkan mobil, Jayid menghampirinya. Ia datang menjemput istri tercinta, sesuai permintaan dan lokasi yang telah ia bagikan beberapa saat yang lalu.Sekarang Jayid lebih sering mengemudikan mobilnya sendiri. Sejak kejadian kecelakaan itu dan Rizal harus menggantikan dirinya di perusahaan. Apalagi berduaan dengan Nawa di dalam mobil ternyata lebih menyenangkan.Sementara itu, panggilan video dari Tina kepada Latisha, masih berlangsung, otomatis bayangan tubuh Jayid yang melintas di belakang para wanita, pun terlihat olehnya.“Hai! Bukankah itu laki-laki yang baru saja aku bicarakan?” tanya Tina, antusias pada Latisha. Sementara Latisha justru menjadi tidak enak d
Extra Part 12“Apa yang terjadi padamu, apa kau baik-baik saja?” tanya Rasyid sambil melepaskan pelukannya, lalu ia melihat dengan sekasmu wajah kekasihnya yang tampak tidak biasa.Nawa yang melihatnya pun turut prihatin, sampai-sampai Ia berpikir buruk jika telah terjadi sesuatu pada calon kakak iparnya itu.“Tidak ada masalah, aku baik-baik saja,” jawab Latisa tenang. Rasyid menarik satu kursi untuk Latisha yang berada di hadapan Nawa, sedangkan ia sendiri duduk di sampingnya. Setelah itu ia memanggil pelayan untuk memesan minuman ringan.Mendapati kedua orang kakak beradik yang menatapnya penuh curiga, Latisha tersenyum manis dan kemudian menyalahkan ponsel untuk bercermin.“Apa kalian curiga dengan wajahku? aku baik-baik saja, percayalah!” katanya.“Tapi kau terlihat seperti orang yang habis menangis semalaman!” sahut Nawa.“Dari mana kau tahu, apa kau juga pengalaman, pernah menangis semalaman dan matamu bengkak?” Latisa tertawa saat berkata.Nawa tersipu malu, ia pernah