Tiana merasa frustasi. Dia sudah pulang dari rumah sakit. Tapi kembali ke rumah rasanya tak lebih baik. Dia justru merasa masuk ke dalam ruang pengadilan. Dirinya harus menghadapi kemarahan orang tua yang tiada henti.Sang ayah bahkan menantang Tiana untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Tiana sudah memberitahu identitas laki-laki yang sudah menghamilinya. Namun dia meminta waktu dan kesempatan untuk membuat laki-laki itu bertanggung jawab atas dirinya. Tiana masih berharap pada Adrian.“Baiklah. Papa beri kamu waktu tiga hari untuk menyeret laki-laki itu kemari dan menikahimu. Kalau sampai tidak terjadi apa-apa selama waktu itu, maka jangan salahkan apa pun keputusan papa nantinya,” tegas sang ayah.Waktu tiga hari terasa sangat singkat bagi Tiana. Dia tidak mau membuang waktu dan mulai memikirkan berbagai cara untuk membuat Adrian kembali kepadanya. Dia harus mencari di mana laki-laki itu berada. Dia hanya berharap semoga Adrian belum berangkat ke luar negeri.Tiana mengambil pons
“Pergi kamu dari sini. Mulai hari ini papa tidak sudi melihat wajahmu lagi. Jangan kotori rumah ini dengan perbuatan hinamu itu,” ucap ayahnya Tiana sembari melempar koper dan tas besar berisi seluruh barang Tiana.Sudah berlalu tiga hari. Itu artinya waktu yang diberikan pada Tiana sudah habis. Sampai saat itu pun Tiana tidak bisa membawa Adrian kembali dan bertanggung jawab atas dirinya. Ketika peristiwa pengusiran itu terjadi, dia tidak bisa berbuat banyak selain memohon rasa kasihan dari sang ayah.“Pa, jangan usir aku dari rumah ini. Bukankah aku anak papa satu-satunya? Kalau aku pergi, lalu siapa yang akan menjaga papa dan mama nanti,” bujuk Tiana.“Aku lebih baik tidak punya anak sama sekali dari pada memiliki seorang putri yang hanya bisa memberikan aib dan mencoreng nama baik keluarga seperti ini,” tegas laki-laki itu tak luluh sama sekali.“Aku sudah mengaku salah dan meminta maaf. Apa papa sama sekali tidak bisa memaafkan aku?” tanya Tiana.“Apa maafku bisa menyelesaikan ma
Adrian tertunduk lemah mengakhiri cerita masa lalunya dengan Tiana. Bahkan setelah bertahun-tahun lamanya, dia tetap menyimpan rasa bersalah itu.Bisa dikatakan dia tidak bisa memaafkan perbuatannya sendiri yang sudah menelantarkan Tiana sewaktu mengandung Albert.Adrian juga menambahkan bahwa dia sempat mencari keberadaan Tiana ketika ia pulang dari luar negeri setelah tiga tahun. Dia mendatangi rumah keluarga Tiana dan justru mendapat perlakuan tidak menyenangkan. Saat itu dia baru mengetahui bahwa Tiana sudah tidak tinggal di rumah itu lagi.Semakin besarlah rasa berdosa Adrian ketika tahu tentang pengusiran Tiana. Dia terus berusaha keras untuk mencari perempuan itu. Bahkan setelah dinobatkan sebagai penerus perusahaan sang ayah dan mendapatkan kekuasaan, dia juga mengerahkan orang-orang bayaran untuk menemukan Tiana.Setelah melewati berbagai usaha, akhirnya Adrian mendapatkan informasi terang tentang keberadaan Tiana. Informannya memberikan alamat rumah Tiana dan mengabari bahwa
Dua hari setelah pertemuan Albert dengan Adrian di kafe, rumah Albert kedatangan seorang tamu pada suatu pagi. Albert dan Akira yang kebetulan sedang di rumah juga tidak mengenal dengan baik tamu mereka. Laki-laki itu berpenampilan sangat formal dan rapi.Akira dan Albert mempersilahkan laki-laki itu duduk di ruang tamu. Bibi Lastri juga diperintahkan untuk membuatkan hidangan. Meski tak mengenal dengan jelas, tapi mereka tetap memperlakukannya dengan baik.“Siapa anda sebenarnya dan ada keperluan apa datang ke rumah saya?” tanya Albert langsung pada intinya setelah sempat mempersilahkan sang tamu untuk menyeruput secangkir kopi yang dibawakan Bibi Lastri.“Mohon maaf jika kedatangan saya ke sini mungkin menyela kesibukan aktivitas Pak Albert. Perkenalkan nama saya Rudi. Saya adalah pengacara kepercayaan Pak Adrian,” jawab laki-laki itu.“Adrian lagi. Sebenarnya apa yang dia rencanakan sekarang hingga dia mengirim seorang pengacara ke rumahku,” keluh Albert. Rasa kesalnya kembali menc
“Aku bayar semua hutangku kepadamu. Aku tidak sudi menerima bantuanmu sedikit pun,” ucap Albert sembari melemparkan selembar cek di atas meja kerja Adrian. Cek itu bertuliskan nominal uang yang digunakan Albert sebagai modal awal perusahaannya.Albert sengaja mengunjungi Prima Enterprise hari itu. Dia benar-benar berniat untuk mengembalikan uang Adrian. Albert tidak ingin berhutang budi apalagi pada orang yang dia benci.“Pak Rudi sudah mengatakan hasil kunjungannya ke rumahmu,” ujar Adrian setelah sempat menghembuskan napas berat. Dia tampak berusaha menghadapi sikap Albert dengan santai.“Kenapa kamu menolaknya, Al? Kamu juga punya hak atas kekayaanku. Apa yang kamu lakukan ini? Kamu memberiku sebuah cek untuk mengganti uangku yang kau pakai. Aku jelas tidak menghutangkannya, Albert. Itu adalah pemberian dan aku tidak butuh pengembalian. Aku bahkan merasa senang setidaknya aku bisa membantu putraku mengembangkan bisnis walau hanya dengan sumbangan kecil secara sembunyi-sembunyi,” tu
Albert pulang dengan kemarahan. Dia kembali ke kantor dalam keadaan gusar. Akira yang melihat sikap tak menyenangkan itu langsung berinisiatif untuk bertanya. Dia tahu bahwa Albert pergi ke kantor Adrian.“Bagaimana? Apa kamu sudah bertemu dengan Pak Adrian?” tanya Akira penasaran.“Sudah. Tapi lagi-lagi dia membuatku semakin marah dengan ulahnya,” jawab Albert.“Memangnya kenapa?”“Aku sudah meninggalkan ceknya di sana. Tapi dia malah menyindirku agar memberikan seluruh aset perusahaan ini. Aku benar-benar kesal. Dia menjebakku untuk menerima bantuan itu agar dia merasa paling berjasa dalam hidupku. Sialan!” kata Albert lengkap dengan umpatan yang terlontar.“Jangan terlalu emosi, Albert” ujar Akira menenangkan. Dia mengambil segelas air dan menyerahkan pada Albert. Dia menunjukkan sikap seolah pasangan yang perhatian dan pengertian.Akira tahu dalam kondisi seperti itu dia tidak bisa langsung bergerak gegabah untuk menjalankan rencana pribadinya. Dia harus lebih dulu mengambil keper
Setelah saling menyelidiki satu sama lain, hubungan Albert dan Kaizar semakin berkembang menjadi ketegangan. Tidak sekedar menyuruh orang-orang bayaran, pada akhirnya mereka pun membuat janji bersama. Albert melayani permintaan Kaizar untuk bertemu langsung. Pesan itu Kaizar sampaikan lewat telepon.Hari Minggu disepakati mereka untuk bertemu. Libur hari kerja dipilih agar tidak mengganggu pekerjaan masing-masing. Kali ini Albert pergi tanpa memberitahu Akira. Padahal sebelumnya dia selalu mengabari Akira jika ada urusan dengan Adrian.Albert berpikir dia tidak mau menambah beban pikiran Akira dengan masalahnya. Biarkan saja Akira menghabiskan hari liburnya dengan bersantai di rumah. Lagi pula Akira juga masih harus mengurus Elza. Albert mengerti istrinya pasti sangat lelah membagi waktu dan peran antara pekerjaannya di kantor dengan kewajibannya sebagai seorang ibu.Kebetulan pada saat Albert hendak berangkat, Akira juga sedang tidak di rumah. Dengan begitu Albert tidak perlu beralas
“Dari mana kamu?” tanya Albert sinis saat Akira pulang. Dia memang sudah menunggu sedari tadi di ruang tamu. Dia sangat bernafsu untuk mengintegorasi Akira.“Habis bertemu dengan teman. Kenapa kamu bertanya dengan nada bicara seperti itu?” balas Akira merasakan sikap tak bersahabat dari Albert. Suasana antara keduanya juga terasa tegang.“Teman siapa yang kamu bicarakan? Sebenarnya kamu bertemu dengan teman atau selingkuhan?” ujar Albert langsung menuduh begitu saja.“Apa maksudmu? Kamu menuduh aku berselingkuh?” respon Akira mulai ikut memanas.“Apa namanya kalau bukan berselingkuh? Kamu pergi dengan Dannish secara diam-diam tanpa memberitahuku sebelumnya.”Perkataan Albert membuat Akira cukup tercekat. Dia tidak menyangka Albert akan mengetahui bahwa dia pergi bersama Dannish. Tadinya dia memang pergi diam-diam dari rumah saat memastikan Albert sedang tidak ada.Dia bertemu Dannish untuk membicarakan tentang rencana balas dendamnya. Kini Akira harus mencari cara untuk mengelak agar