Bagaimana mungkin masih baik-baik saja tidak ada sedikit pun kemarahan saat diri sudah tidak dihargai lagi. Riehla rasakan rasa kopi yang manis sedikit pahit masuk ke dalam mulut. Wajahnya terasa lengket. Menghela nafas panjang dengan mata terpejam.Ketika mata telah kembali terbuka, Riehla yang sesungguhnya ingin menghujat perempuan di hadapannya itu berusaha sabar. "Saya rasa sudah gak ada yang perlu kita bicarakan lagi. Bagaimana kalau kamu pulang?""Kamu mengusir saya?!""Bukan begitu. Maksud saya kita bicara sejam, dua jam, atau sampai besok pun kesimpulannya tetap sama. Saya gak bisa mengubah aturan yang sudah saya pegang teguh selama ini."Tentu saja tidak sedikit pun merasa baik dengan penjelasan Riehla yang sangat jelas itu, dengan mata berapi-api, salah satu tangan hampir saja mendarat dengan kasar di pipi Riehla jika tangan kekar yang memegang tangan Penulis perempuan itu telat barang sedetik pun.Semua mata tertuju pada Ellio. Entah di Kantor lama atau di Kantor yang sekar
Mereka berkeliling melihat satu persatu hewan. Hingga Zena terlihat terpaku saat melihat orang hutan bergelantungan di atas. Melompat dari satu tali ke tali lainnya dengan semangat yang terlihat menggebu-gebu. "Habis ini kita ke mana ya?" tanya Ellio sembari menatap Zena yang masih terlihat serius."Sebaiknya kita lihat-lihat yang lain," ujar Riehla. Sembari melihat orang hutan.Ellio melangkahkan kaki disusul Riehla. Riehla perhatikan interaksi Ayah dan anak-nya. Ellio yang sesekali mengajak Zena bercanda. Bukannya itu cukup indah, Rie? Apa lagi yang kamu pikirkan? Tidak ada yang perlu ditakutkan. Ellio tidak akan merebut Zena.Langkah mereka berhenti di burung pelikan. Lagi-lagi Zena memperhatikannya dengan serius. "Aku mau punya satu," ujar Zena.Mendengar hal itu Ellio, tersenyum. "Nanti Om Ellio belikan."Riehla pun hanya bisa sedikit menggelengkan kepala. Bagaimana jika Zena menagih janji itu? Melihat betapa indahnya pelikan-pelikan itu, Riehla mengabadikan dengan kamera ponsel.
Di saat Riehla sudah siap mengungkapkan hal yang sepertinya akan membuat Ellio, Kakek serta Zena bahagia, mungkin Tuhan memiliki rencana lain."Dilihat dari diamnya kamu, kamu pasti gak tahu.""Kamu tahu dari mana?" tanya Riehla."Kakek baru saja memberitahu aku. Papa-nya Kak Lily telepon Kakek. Aku juga gak tahu kejelasan ceritanya gimana sampai pada akhirnya Kak Ellio menikahi Kak Lily juga." Yura menceritakan hal itu bukan berarti ia tidak mengerti perasaan Riehla. Lagi pula lambat laun Riehla akan tahu."Mungkin rasa cinta Ellio pada Lily mulai kembali." Dengan nada berusaha terdengar biasa saja. Walau sejujurnya hatinya sedang tidak baik-baik saja."Seharusnya Kak Ellio gak melakukan hal itu. Seharusnya dia lebih berusaha buat kembali sama kamu." Terdengar kekecewaan di sana."Aku gakpapa. Justru seharusnya Ellio melakukan apa yang dia inginkan. Kalau kebahagiaannya Lily maka dia harus menjaganya dengan baik.""Ya sudah, Rie. Aku tutup ya teleponnya.""Mm."Saat meletakkan kembal
Lily yang tengah duduk di atas brankar sembari memainkan handphone, melihat Yura melangkah masuk. Lily tersenyum pada perempuan yang sudah seperti adik-nya itu. "Gimana keadaan Kak Lily hari ini?" tanya Yura yang berdiri di dekat Lily."Cukup baik." Seraya tersenyum.Sesungguhnya Yura masih menginginkan pernikahan Ellio dengan Riehla. Tetapi, melihat kondisi Lily, Yura rasa tidak apa perihal keputusan Ellio.*FLASHBACK ONTok tok tokYura buka pintu, melangkah masuk. Mendudukkan diri di kursi tepat di hadapan Kakek yang tengah menatap Cucu-nya itu. "Ada apa dengan wajah itu?" Jelas terlihat wajah cemberut dan kesal Yura."Gak bisakah Kakek kasih tahu Kak Ellio buat membatalkan pernikahan sama Kak Lily? Bukannya Kakek ingin Riehla yang menjadi bagian dari keluarga kita? Kakek sudah lupa sama Riehla ya?"Dilepasnya kacamata yang ditaruh di atas meja. "Kakek gak bisa merubah apa yang sudah menjadi keputusan Ellio, bukan karena Kakek sudah melupakan Riehla. Kamu harus tahu satu hal kenapa
Siapa sangka jika Riehla yang tengah berjalan-jalan di salah satu Mall akan bertemu Ellio. Betapa canggungnya pertemuan itu. Terlebih di saat keadaan seperti ini.Ingin rasanya langsung pergi dari hadapan Ellio, tetapi Zena membuat keadaan tidak sesuai harapan Riehla. "Ayo, Om. Kita makan baleng." Seperti itulah keinginan Zena.Setelah menatap Ellio, Ellio menatap Riehla yang berusaha memasang wajah datar. "Gakpapa kan Rie kalau aku makan bareng kalian?"Zena yang berada di samping Riehla, menggenggam salah satu tangan Riehla, menatap Mama-nya itu. "Gakpapa kan Mama?""Iya." Sembari menatap Zena.Zena langsung nampak lebih happy. Bahkan gadis kecil itu pindah genggaman tangan. Zena memegang tangan Ellio, berdiri di samping Ellio. Menatap Riehla dengan lengkungan manis yang menghiasi bibirnya.Ditariknya salah satu tangan Ellio. Riehla mengikutinya dari belakang. Memang benar jika darah lebih kental dari air. Riehla tidak bisa menjauhkan mereka yang sudah memiliki ikatan batin.Riehla
Tidak tahu bagaimana kedepannya. Apa yang akan terjadi dalam hidup Riehla. Riehla hanya tahu jika hari ini hatinya sakit karena harus melepas lelaki yang ia cinta untuk perempuan lain.Pada akhirnya Riehla tidak ingin terlalu memikirkan masa depan. Biarkan apa yang ia rasakan hari ini mengalir saja. Riehla mendadak bersyukur. Terlepas dari ada atau tidaknya Ellio di masa depannya, Riehla berterima kasih pada Tuhan yang sudah membiarkan Riehla memiliki kesempatan untuk bisa merasakan setiap perhatian Ellio. Cinta tulus yang Ellio berikan.***Ini menjadi malam pertama Ellio dan Lily. Tetapi, Lily menyarankan untuk mereka tidak melakukannya. Padahal Ellio tidak masalah, walau wajah Riehla menghantuinya. Ellio terus merasa bersalah pada Riehla."Aku masih gak nyangka kalau pada akhirnya seorang Ellio menjadi suami aku," ujar Lily yang terbaring di samping Ellio. Menatap langit-langit Kamar."Saya pikir hubungan kita pada saat kamu pergi meninggalkan saya sudah benar-benar berakhir." Semb
"Gak perlu minta maaf. Kamu gak salah." Dengan tatapan sendu. Ellio sedih melihat Riehla seperti itu.Melihat Ellio sedekat itu membuat Riehla teringat saat-saat bahagia mereka. Riehla merindukannya. "Apa Tuhan menginginkan kita bersama?" tanya Riehla dengan tatapan menyedihkan yang tidak bisa ia sembunyikan.Tanpa pikir panjang bahwa dirinya telah memiliki seorang istri, Ellio bawa Riehla ke dalam dekapan. "Kamu paling tahu kalau aku gak bisa melihat kamu sedih. Aku benci diri aku sendiri Rie karena sudah menyakiti kamu."Perlahan tangan Riehla memeluk Ellio. Perkataan itu cukup menyiksanya. Dua orang yang saling cinta tidak bisa bersatu. Apakah mereka berdua sedang membuat suatu drama? Cerita ini sungguh menyedihkan.CeklekSebelum pelukan itu terlepas sudah terlebih dahulu dilihat Lily. Lily melangkah masuk dengan tersenyum lembut pada Riehla yang merasa tidak enak dan canggung dengan Lily."Tadi aku ke Kantor terus kata Randy kamu di sini. Gimana keadaan kamu, Riehla?"Riehla berd
Untuk merayakan pemasukan yang meningkat bulan lalu, malam ini terdapat makan malam tim. Hanya untuk para Editor yang sudah bekerja cukup keras. Riehla sudah berencana untuk absen, tetapi Injun menariknya untuk ikut."Pak Ellio mana? Perasaan tadi di sini," tanya Injun sembari melihat ke setiap arah."Pak Ellio sedang menunggu istrinya di luar. Istrinya akan bergabung dengan kita," ujar Kepala Editor.Mendengar hal itu Riehla pikir seharusnya ia tidak ikut seperti itu saja saat Injun menariknya. Bagaimana Riehla akan menghadapi kenyataan menyakitkan beberapa menit lagi?!"Aku benar harus pulang. Kepala aku pusing." Dengan nada pelan. Sembari menatap Injun yang berada di sampingnya.Sebelum Injun mengatakan sesuatu Riehla berdiri dari duduk. Saat hendak berpamitan dengan orang-orang yang ada di meja ia berada, salah satu Editor perempuan mengatakan jika Ellio telah datang bersama Lily.Riehla mematung. Injun yang melihat itu, menarik pelan salah satu tangan Riehla hingga Riehla kembali