Waktu di vila seperti time lapse, tahu-tahu sudah malam saja. Ketika berkumpul, banyak yang mereka lakukan hingga lupa waktu, seperti memasak atau bercerita, hampir semua anggota melakukannya, kecuali Ethan dan Elea. Setelah acara kencan, mereka berdua terus-terusan berada di kamar, di bawah selimut, saling membagi kehangatan. Sudah bukan hal yang tabu bagi mereka berdua, bahkan anggota lainnya paham dan masuk ke kamar jika ada perlu saja.Sekarang, setelah makan malam, mereka semua masih setia duduk di kursi masing-masing, mengobrol riya menghabiskan waktu satu jam lagi sebelum tidur.Noah melihat semua interaksi itu dengan bosan, ia berdecak dan berujar, "Kalian tidak bosan terus berbicara dengan topik yang tidak jelas?" celetuknya cukup kencang dan serentak mereka semua terdiam. "Bagaimana jika kita main truth or dare saja?""Ide bagus." Kevin menyahut. Jari telunjuknya mengacung. "Bagaimana dengan yang lainnya? Setuju?""Tentu, tentu saja." Semua orang berseru menerima permainan y
Seiring berputarnya waktu, matahari yang tadinya tenggelam di barat, kini muncul perlahan dari timur, cahayanya lama-kelamaan tampak bersinar dari balik bukit. Kamar utama pun terang benderang begitu pukul enam, satu persatu penghuni bangun dan mencuci muka mereka."Ah Elea!" Arabella melompat ke atas tempat tidur Elea dan Ethan, ia berbaring di sisi ranjang Ethan saat pria itu sudah pergi ke kamar mandi."Bagaimana tidurmu?" Elea bertanya, ia duduk menyandar pada kepala ranjang, sedangkan Arabella makin beringsut mendekat dan memeluk pinggang Elea."Hm aku senang tadi malam, aku bisa seranjang dengan Noah," ucapnya terkekeh geli, matanya menatap Noah yang masih tidur dengan posisi terlungkup."Bagus kalau begitu. Aku bahagia untukmu." Elea memakai kacamata hitamnya agar mata habis bangun tidurnya tidak kelihatan. "Apa ada yang terjadi tadi malam?"Arabella mendongak, menatap wajah Elea dari bawah. Ia terkekeh. "Ya, tidak banyak, hanya peluk saja.""Oh ya? Aku tidak percaya," sahut Ele
Kemarin adalah hari paling tenang selama berada di vila. Kencan, kemudian berbincang-bincang, hubungan yang ada makin erat, dan malamnya mengadakan pesta kecil yang menambah hormon serotonin mereka. Saat semua pasangan menari bersama, Kevin mengambil kesempatan untuk lebih dekat dengan Chelsea. Sedangkan Max dan Grace, tidak melakukan apapun karena tujuan keduanya bertolak belakang.Apapun yang menyenangkan akan selalu berlalu sangat cepat, begitupun yang terjadi di vila, hari ke sembilan bagai menjentikkan jari, tahu-tahu sudah berlalu.Hari ini hari ke sepuluh, yang artinya empat hari lagi menuju seleksi akhir. Hampir semuanya memfokuskan diri pada orang yang mereka suka. Kevin bahkan meminta Max untuk bertukar tempat agar ia bisa seranjang dengan Chelsea. Max menyanggupi, tapi ia tidak akan seranjang dengan Grace. Karena ranjang kamar utama hanya berjumlah lima, jadilah Max tidur di ranjang yang berada di luar kamar, tepatnya berada di halaman belakang, dan tentunya masih sangat a
Apa yang telah mereka lakukan hingga harus menghadapi kenyataan pahit seperti ini. Kalimat itu terus-menerus bergema memenuhi pikiran mereka. Begitu mudah perasaan bahagia itu berganti duka dan kecewa, semudah membalikkan telapak tangan. Kemarin senang-senang, hari ini remuk redam.Di antara mereka semua, yang paling tidak ingin berpisah adalah Ethan. Begitu selesai mengemas barang-barangnya ke dalam koper, ia segera keluar vila menemui James.Mata Ethan menyipit melihat kondisi vila yang mengenaskan, bahkan hanya dalam kurun waktu beberapa jam. Semuanya berantakan. Banyak fasilitas vila yang sudah ditutup kain, yang sudah hilang dari tempatnya, seperti bean bag yang biasa ada di pinggir kolam dan peralatan olahraga.Rasanya Ethan kembali ditampar akan fakta yang ada, fakta jika mereka memang harus segera pergi dari sana.Tapi, bukan itu yang harus Ethan pikirkan sekarang, ia harus mencari James. Namun, ia tak tahu di mana pria itu, jadi ia berniat menanyakannya pada salah satu kru."
Faktanya, begitu sepuluh peserta pergi menjauh dari vila, seluruh kepanikan dan kerusuhan yang terjadi di vila tiba-tiba berhenti. Seluruh kru berseru keras tampak lega, begitupun James. Bahkan beberapa kru yang tadinya berbaring di atas tandu, sekarang sudah bangkit dan berjalan kesana-kemari layaknya tak terjadi apa-apa."Kerja bagus semua!" James berteriak kencang, kedua tangannya terangkat di udara."Yaaa!!" Para kru menyambut dengan bertepuk tangan dan sorakan."Tidak sia-sia kita melakukan semua ini, mereka akhirnya percaya.""Tapi, aku agak kasihan, mereka kelihatan kecewa. Pasti bingung juga kenapa tiba-tiba seperti ini."James tergelak mendengar obrolan dua krunya. "Ya, tapi mereka memang harus melewati tes terakhir ini. Kita akan tahu apakah pada akhirnya mereka setia atau tidak. Aku paling penasaran akan Elea dan Ethan. Tampaknya mereka yang paling kuat di sini," ujarnya berkacak pinggang."Aku tidak yakin. Asisten mereka selalu lawan jenis, kan?"James mengangguk membenark
Saat sesi casting untuk asisten diadakan, satu hal yang paling diyakini oleh para juri. Asisten Elea dengan asisten Ethan akan amat sangat berbeda dalam hal kepribadian. Andrew, asisten Elea itu adalah pria yang tenang, tidak suka buru-buru mengerjakan sesuatu, ia juga memiliki sisi penyayang yang bersemayam di dirinya.Sedangkan asisten Ethan, kebalikannya Andrew. Wanita itu berkata akan gigih jika menyangkut sesuatu yang diinginkannya, mengerahkan segala yang ia punya untuk mendapatkannya. Ia juga mengaku, semua yang berkaitan dengan pria, ia akan benar-benar memanfaatkan segala kelebihannya, terutama tubuhnya yang sering dipuja oleh orang-orang.Perbedaannya seperti malaikat dan iblis, bukan.Sementara itu, asisten anggota yang lain memiliki sikap tak jauh dari asistennya Ethan, hanya saja lebih rendah tingkat kepercayaan dirinya. Tapi dari mereka semua, yang punya sikap pengertian hanyalah Andrew, pria yang agak disayangkan kenapa tidak menjadi peserta utama dan tinggal di vila be
Kota penuh godaan itu diguyur hujan saat langit akan gelap. Elea memperhatikan tiap cipratan tetes air hujan yang mengenai kaca jendela kamarnya, lalu perlahan jatuh turun bergabung dengan titik air lainnya. Semakin berat volume airnya, semakin mudah dan cepat untuk jatuh ke bawah. Sama seperti sebuah hubungan, ketika ada begitu banyak tantangan, maka mudah saja untuk terjun bebas mengakhiri segalanya. "Elea?" Kepala Elea memutar begitu Andrew yang berdiri di ambang pintu memanggilnya. Bahunya yang dari tegang melemas seketika. "Kenapa?" "Kau tidak bilang kalau kau sudah bangun? Ini bahkan mulai malam." "Aku tidak tidur." Elea kembali menatap kaca jendela, memperhatikan rintik hujan mampu membuatnya tenang. "Kenapa tidak bilang? Apa kau belum lapar?" Elea tertegun, kali ini menggeser duduknya dan menurunkan kakinya hingga menyentuh lantai yang dingin. "Kau belum makan?" Ia tiba-tiba terpikirkan hal itu dan tiba-tiba merasa kesal pada Andrew. "Kau bisa makan lebih dulu, Andrew. Ak
Status antara asisten dan majikan itu lama kelamaan memudar, bahkan terlupakan. Awalnya memang sopan, tapi kemudian mulai berani dan sayangnya tak ada yang menyadari hal itu terjadi. Para asisten yang makin bergerak maju dan para majikan yang menerima dengan tangan terbuka membuat kesempatan itu tumbuh untuk mereka. Seolah terbuai akan hasrat, tujuan awal mereka diasingkan sudah tak diingat, sudah tidak peduli yang namanya penyakit menular, karena bagi mereka hawa nafsu lebih penting dan di atas segalanya dari apapun di dunia. Dan paling mengejutkan adalah saat mereka tak ingat lagi siapa pasangan mereka sebelumnya. Memang tepat kota ini dinamakan kota godaan. Yang masuk ke dalamnnya tak akan mampu menahan hasrat jika tak benar-benar setia ke pasangannya. Hari kedua di pengasingan di mulai, dan beberapa orang diantaranya Arabella, Noah, Chelsea, dan Grace terbangun dengan tubuh tanpa busana di balik selimut dan sang asisten berada tepat di sebelah mereka, masih terlelap dalam tidurny