Saat sesi casting untuk asisten diadakan, satu hal yang paling diyakini oleh para juri. Asisten Elea dengan asisten Ethan akan amat sangat berbeda dalam hal kepribadian. Andrew, asisten Elea itu adalah pria yang tenang, tidak suka buru-buru mengerjakan sesuatu, ia juga memiliki sisi penyayang yang bersemayam di dirinya.Sedangkan asisten Ethan, kebalikannya Andrew. Wanita itu berkata akan gigih jika menyangkut sesuatu yang diinginkannya, mengerahkan segala yang ia punya untuk mendapatkannya. Ia juga mengaku, semua yang berkaitan dengan pria, ia akan benar-benar memanfaatkan segala kelebihannya, terutama tubuhnya yang sering dipuja oleh orang-orang.Perbedaannya seperti malaikat dan iblis, bukan.Sementara itu, asisten anggota yang lain memiliki sikap tak jauh dari asistennya Ethan, hanya saja lebih rendah tingkat kepercayaan dirinya. Tapi dari mereka semua, yang punya sikap pengertian hanyalah Andrew, pria yang agak disayangkan kenapa tidak menjadi peserta utama dan tinggal di vila be
Kota penuh godaan itu diguyur hujan saat langit akan gelap. Elea memperhatikan tiap cipratan tetes air hujan yang mengenai kaca jendela kamarnya, lalu perlahan jatuh turun bergabung dengan titik air lainnya. Semakin berat volume airnya, semakin mudah dan cepat untuk jatuh ke bawah. Sama seperti sebuah hubungan, ketika ada begitu banyak tantangan, maka mudah saja untuk terjun bebas mengakhiri segalanya. "Elea?" Kepala Elea memutar begitu Andrew yang berdiri di ambang pintu memanggilnya. Bahunya yang dari tegang melemas seketika. "Kenapa?" "Kau tidak bilang kalau kau sudah bangun? Ini bahkan mulai malam." "Aku tidak tidur." Elea kembali menatap kaca jendela, memperhatikan rintik hujan mampu membuatnya tenang. "Kenapa tidak bilang? Apa kau belum lapar?" Elea tertegun, kali ini menggeser duduknya dan menurunkan kakinya hingga menyentuh lantai yang dingin. "Kau belum makan?" Ia tiba-tiba terpikirkan hal itu dan tiba-tiba merasa kesal pada Andrew. "Kau bisa makan lebih dulu, Andrew. Ak
Status antara asisten dan majikan itu lama kelamaan memudar, bahkan terlupakan. Awalnya memang sopan, tapi kemudian mulai berani dan sayangnya tak ada yang menyadari hal itu terjadi. Para asisten yang makin bergerak maju dan para majikan yang menerima dengan tangan terbuka membuat kesempatan itu tumbuh untuk mereka. Seolah terbuai akan hasrat, tujuan awal mereka diasingkan sudah tak diingat, sudah tidak peduli yang namanya penyakit menular, karena bagi mereka hawa nafsu lebih penting dan di atas segalanya dari apapun di dunia. Dan paling mengejutkan adalah saat mereka tak ingat lagi siapa pasangan mereka sebelumnya. Memang tepat kota ini dinamakan kota godaan. Yang masuk ke dalamnnya tak akan mampu menahan hasrat jika tak benar-benar setia ke pasangannya. Hari kedua di pengasingan di mulai, dan beberapa orang diantaranya Arabella, Noah, Chelsea, dan Grace terbangun dengan tubuh tanpa busana di balik selimut dan sang asisten berada tepat di sebelah mereka, masih terlelap dalam tidurny
Meskipun sedang dikarantina, sepuluh orang penduduk vila tetap diperbolehkan keluar dari rumah sementara mereka. Dengan catatan tidak boleh keluar tanpa asisten. Waktunya juga dibatasi, maksimal tiga puluh menit dan setelahnya segera pulang, sang asisten sendiri yang akan mengaturnya. Agar mereka tak pernah bertemu satu sama lain, trainer sudah memberi arahan kemana-mana saja tiap asisten bisa pergi. Areanya terbatas, tidak bisa meluas. Karena itu jugalah sengaja dibuat tak ada kendaraan apapun di sana. Jalan kaki telalu jauh pasti akan melelahkan, jadi tidak banyak alasan yang dikarang para asisten supaya para majikan mereka paham. Di hari kedua, yang memutuskan jalan-jalan keluar rumah adalah Delphi, Prince, Kevin, dan Max. Mereka keluar sama-sama di pagi hari. Tapi pastinya tidak pada jam yang sama. Namun, karena waktu yang diberikan maksimal tiga puluh menit, ada beberapa menit dimana mereka sama-sama berada di luar ruangan. Dengan jarak yang tidak begitu jauh, mereka sebenarnya
Kisah Chelsea dalam pengasingan ini sangat berbeda dengan yang lainnya. Di hari pertama, begitu ia turun dari mobil, ia sudah terpaku menatap pria yang berdiri di depannya, menyambutnya dengan senyum yang begitu mempesona. Bukan karena tampang dan penampilannya yang membuat Chelsea tertegun, tapi ia karena ia mengenal pria itu. Jeremy namanya, pria yang bertugas sebagai asisten Chelsea. Jika ditanya apakah ia sudah mengenal Chelsea sebelumnya? Maka jawabannya adalah sudah. Jeremy dan Chelsea sudah kenal sejak lama, hanya saja hilang kontak beberapa bulan terakhir. Mereka berteman, tapi sebenarnya sudah saling menaruh rasa. Akan tetapi, perasaan itu harus terkubur karena masing-masing dari mereka memiliki pasangan. Dan sekarang, setelah sekian lama, akhirnya kembali berjumpa dengan status yang sama-sama 'single'. Di hari pertama, kecanggungan di antara mereka menguar hebat, terutama dari Chelsea. Padahal Jeremy sudah banyak melontarkan pertanyaan tapi Chelsea hanya menjawab singkat.
Jarum jam sudah bukan menunjukkan angka yang mewakilkan waktu pagi, penunjuknya mengacu pada angka dua belas yang menyatakan siang hari. Ethan tidak ingin beranjak dari kursinya walau sudah merasa kebas pada bokongnya, ia tetap meneruskan acara membaca satu buku yang paling menarik perhatiannya.Tangan Ethan terangkat membenahi letak kacamatanya saat pintu kamarnya terbuka dan Coco muncul dari baliknya. Wanita itu melangkah masuk begitu santai, seolah kamar itu kamarnya juga.Tapi, hari ini Ethan tak akan kesal, marah kepada Coco. Karena wanita ini baru saja dari klinik karena kulitnya yang tadi malam terkena kuah mi yang panas membuatnya jadi memerah dan harus mendapatkan penanganan.Coco duduk di sofa dan termenung, menatap meja dengan tatapan kosong. Ethan sampai heran dibuatnya karena tak biasanya Coco diam seperti ini, kemarin saja dia begitu aktif sampai Ethan jengkel."Bagaimana?" tanya Ethan menutup bukunya dan melepaskan kacamata bacanya.Coco perlahan menoleh menatap ke arah
Katakanlah Coco adalah wanita yang licik, yang terlalu memaksakan kehendak, yang obsesian. Tapi, semua itu takkan menghentikannya, takkan bisa menghadang langkahnya. Coco tetap selalu penasaran sebelum hasilnya terlihat, entah bagaimana hasil akhirnya, ia tetap kukuh mencoba.Coco melancarkan aksinya malam ini karena melihat ada peluang rencananya berhasil. Ia menuangkan obat perangsang di minuman Ethan ketika pria itu pergi mengambil garpu. Begitu Ethan kembali, Coco bersikap biasa seolah tak ada hal buruk yang terjadi."Terima kasih sudah perhatian padaku, Ethan," ujar Coco tiba-tiba. Ia kembali menyantap sup di hadapannya."Karena kau sedang sakit. Kau juga satu-satunya orang yang ada di sini selain aku, jadi kita harus saling membantu." Ethan kembali duduk. Ia meminum minumannya sebelum memakan makanannya. Dan hal itu diperhatikan lekat oleh Coco, jantungnya berdegup senang karena sedikit lagi langkahnya akan sampai pada hal yang didambanya. Sebenarnya Ethan sudah merasakan ada ya
Hari terakhir berada di TemptZone akhirnya tiba, sepuluh peserta diminta untuk mengecek kondisi tubuh mereka dengan pengukuran suhu tubuh dan juga kesehatan badan. Jelas saja tidak ada apa-apa yang terjadi, pengecekan itu hanya alibi dan para asisten mengumumkan kalau hasilnya adalah negatif dan esok hari mereka bersepuluh bisa kembali ke vila. Beberapa dari mereka ada yang ingin tinggal, dan ada yang juga tidak, seperti Grace dan Chelsea. Mereka harus kembali dan untuk tinggal dua hari lagi di vila sebelum keluar dari pulau ini dan kembali ke kehidupan mereka masing-masing. Chelsea sendiri sudah menentukan pilihannya. Ketika nanti pemilihan di hari ke empat belas berlangsung, ia tak akan memilih siapapun karena sekarang hubungannya dengan Jeremy sudah berada di posisi yang bagus. Chelsea tak akan mengorbankannya dengan pria lain yang ia kenal hanya dalam waktu satu hari. Jelas tak ada ketertarikan yang begitu dalam ia rasakan selama berada di vila. Semua keadaan antara peserta dan