Perasaan itu seperti musim pancaroba. Tidak bisa ditebak kedatangannya. Tadi cerah, htiba-tiba gelap saja. Sama seperti yang dirasakan Arabella, perasaannya pada Theo yang awalnya suka, jatuh berbalik menjadi benci dalam sekejap mata.Sekarang, mereka bersepuluh berkumpul di halaman belakang vila. Delapan dari mereka duduk di atas bangku yang disusun secara lurus sejajar. Sedangkan dua orang lagi, yaitu Delphi dan Prince, mereka akan menjadi MC sementara dengan beberapa cue card di tangan mereka. "Kalian siap?" tanya Delphi menatap delapan temannya didepannya. Matanya memicing sedikit akibat sinar matahari yang menerpa."Siap!" "Alright." Delphi dan Prince saling lirik. "Orang pertama adalah Azalea!"Bertepuk tangan, Azalea bangkit dan berjalan mendekat pada meja yang diatasnya ada banyak gelas dengan air berwarna merah didalamnya. Ia berdiri di sana dan menunggu apa yang dikatakan Delphi selanjutnya."Siapa yang berkata seperti ini padamu. Aku akan mengatakan yang baik lebih dulu."
Seseorang pernah berkata jika satu kesalahan bisa menghancurkan kesan baik yang sudah tercipta, nyatanya kalimat itu memang benar adanya. Gampang sekali bagi seseorang melenyapkan kepercayaannya pada orang lain dikarenakan satu kesalahan yang mungkin saja bisa dibicarakan baik-baik. Namun, kepribadian setiap orang berbeda. Diantaranya, ada yang sama sekali tidak ingin penjelasan apapun lagi, dan hal itu yang dirasakan oleh Max pada Azalea."Kau marah?" tanya Azalea menatap punggung Max, pria itu sedang berdiri dengan tangan bertumpu pada meja dapur. "Apa karena aku mencium Prince?""Kau pikir ada lagi?" Max berbalik, kini ia berhadapan langsung dengan Azalea. "Apa mungkin ada yang kau lakukan lagi dengan pria itu dan aku tidak tahu?!""Kenapa kau marah?" tanya Azalea. "Kau sendiri, kau juga mencium Elea. Sama saja, kan, dengan yang kulakukan? Kau juga tidak perlu berteriak seperti tadi, asal kau tahu saja," sambungnya dengan nada bicara yang semakin pelan. Azalea tidak bisa menyembuny
Puluhan menit sebelum jam enam pagi, dimana hampir seluruh lampu vila masih padam, Azalea sudah bangun dari tidurnya. Gadis itu sudah bertekad benar-benar mengundurkan diri, sudah tak ada tenaga tersisa untuk tetap berdiri di sana meski hanya beberapa jam saja. Azalea merasa kesempatannya sudah habis tak bersisa.Menyibakkan selimut, Azalea turun dari tempat tidur. Semua orang masih terlelap, dan ini waktu yang pas untuknya mengemas seluruh barang-barangnya.Saat dia akan melewati ranjang dimana ada Max yang terlelap di atasnya, Azalea terpaku sesaat. Ia tak menyangka jika akan begini akhirnya, ia kira ia bisa bersama Max sampai semua ini usai. Namun, perkiraan hanya tinggal perkiraan, takdir sudah berkata lain.Tersenyum tipis, Azalea mengukuhkan hatinya dan melanjutkan langkahnya. Ia mengambil koper dan mulai mengeluarkan pakaiannya dari lemari, lalu menyusunnya di dalam benda persegi panjang itu. Azalea lalu sadar ada sandal yang ia bawa dan ia letakkan di ruang tamu, karenanya ia
"Jadi, siapa?"Chelsea dan Noah hanya duduk berdua di perapian. Pikiran mereka sama-sama bekerja lebih keras menantikan siapa yang menjadi pilihan mereka. "Kita tidak bisa sembrono." Noah menatap lurus pada orang-orang yang duduk bersama di pinggir kolam, mereka tertawa dan terlihat bersenang-senang. "Kau tahu? Kesan pertama," ujarnya menoleh ke Chelsea dan mengedipkan sebelah matanya.Chelsea mendengus, ia menyandarkan punggungnya. "Kau berkata seolah kau sudah pasti memilih seseorang, padahal belum jelas," ejeknya. "Ah jujur saja, aku masih kaget Azalea sudah tidak ada di sini. Diantara semua perempuan itu, aku paling percaya Azalea yang tertulus. Pendapatmu bagaimana?" "Ya begitulah, memang ada yang pergi dan datang. Yang membuatmu berpikir terbaik juga tidak menjamin selalu tinggal, kan?" Noah mengusap-usap pahanya. "Argh, sudah tidak usah bahas itu. Mari bahas para manusia itu, siapa yang menarik perhatianmu?"Chelsea berdeham, kini matanya ikut memandang lurus ke depan seperti
Setelah memutuskan pasangan kencan, mereka berempat keluar dari vila dengan seruan dari anggota tersisa untuk menikmati waktu mereka, bersenang-senang tepatnya. Tentu tidak semua, seperti Ethan dan Arabella cukup menerima kenyataan pahit akibat pilihan Noah. Max sebagai pria yang dipilih oleh Chelsea juga tak suka melihat Noah bersama Elea. Ia sendiri saja belum berhasil mendapatkan perhatian Elea, dan sekarang sudah direbut oleh pria lainnya. "Max?" Chelsea menatap Max, ia mengernyit dan mengikuti kemana arah pandang Max tertuju. Ia melengos saat sadar yang ditatap pria di sebelahnya adalah Elea. Mendadak Chelsea merasa ia sudah salah pilih. Benar yang dikatakan Noah, harusnya ia tidak sembrono. "Kau memanggilku?" Max baru sadar beberapa detik setelahnya, sudah terlambat."Ah tidak. Ayo ke mobil, waktu kita tidak banyak." Chelsea lebih dulu masuk ke dalam mobil, kemudian diikuti oleh Max. Di dalam, ada seorang staff dan staff itu memberi motivasi pada Chelsea, untuk bersenang-sena
Waktu di vila seperti time lapse, tahu-tahu sudah malam saja. Ketika berkumpul, banyak yang mereka lakukan hingga lupa waktu, seperti memasak atau bercerita, hampir semua anggota melakukannya, kecuali Ethan dan Elea. Setelah acara kencan, mereka berdua terus-terusan berada di kamar, di bawah selimut, saling membagi kehangatan. Sudah bukan hal yang tabu bagi mereka berdua, bahkan anggota lainnya paham dan masuk ke kamar jika ada perlu saja.Sekarang, setelah makan malam, mereka semua masih setia duduk di kursi masing-masing, mengobrol riya menghabiskan waktu satu jam lagi sebelum tidur.Noah melihat semua interaksi itu dengan bosan, ia berdecak dan berujar, "Kalian tidak bosan terus berbicara dengan topik yang tidak jelas?" celetuknya cukup kencang dan serentak mereka semua terdiam. "Bagaimana jika kita main truth or dare saja?""Ide bagus." Kevin menyahut. Jari telunjuknya mengacung. "Bagaimana dengan yang lainnya? Setuju?""Tentu, tentu saja." Semua orang berseru menerima permainan y
Seiring berputarnya waktu, matahari yang tadinya tenggelam di barat, kini muncul perlahan dari timur, cahayanya lama-kelamaan tampak bersinar dari balik bukit. Kamar utama pun terang benderang begitu pukul enam, satu persatu penghuni bangun dan mencuci muka mereka."Ah Elea!" Arabella melompat ke atas tempat tidur Elea dan Ethan, ia berbaring di sisi ranjang Ethan saat pria itu sudah pergi ke kamar mandi."Bagaimana tidurmu?" Elea bertanya, ia duduk menyandar pada kepala ranjang, sedangkan Arabella makin beringsut mendekat dan memeluk pinggang Elea."Hm aku senang tadi malam, aku bisa seranjang dengan Noah," ucapnya terkekeh geli, matanya menatap Noah yang masih tidur dengan posisi terlungkup."Bagus kalau begitu. Aku bahagia untukmu." Elea memakai kacamata hitamnya agar mata habis bangun tidurnya tidak kelihatan. "Apa ada yang terjadi tadi malam?"Arabella mendongak, menatap wajah Elea dari bawah. Ia terkekeh. "Ya, tidak banyak, hanya peluk saja.""Oh ya? Aku tidak percaya," sahut Ele
Kemarin adalah hari paling tenang selama berada di vila. Kencan, kemudian berbincang-bincang, hubungan yang ada makin erat, dan malamnya mengadakan pesta kecil yang menambah hormon serotonin mereka. Saat semua pasangan menari bersama, Kevin mengambil kesempatan untuk lebih dekat dengan Chelsea. Sedangkan Max dan Grace, tidak melakukan apapun karena tujuan keduanya bertolak belakang.Apapun yang menyenangkan akan selalu berlalu sangat cepat, begitupun yang terjadi di vila, hari ke sembilan bagai menjentikkan jari, tahu-tahu sudah berlalu.Hari ini hari ke sepuluh, yang artinya empat hari lagi menuju seleksi akhir. Hampir semuanya memfokuskan diri pada orang yang mereka suka. Kevin bahkan meminta Max untuk bertukar tempat agar ia bisa seranjang dengan Chelsea. Max menyanggupi, tapi ia tidak akan seranjang dengan Grace. Karena ranjang kamar utama hanya berjumlah lima, jadilah Max tidur di ranjang yang berada di luar kamar, tepatnya berada di halaman belakang, dan tentunya masih sangat a