Tangan Carl masih mencengkeram pergelangan tangan Kate saat menunggu jawaban wanita itu. Wajah lelah itu meminta tanpa kata. Kate tahu, seharusnya ia segera menolak dan kembali ke kamarnya. Tapi, entah mengapa rasanya itu berat dilakukan. Apa itu yang dinamakan keinginan bayi dalam kandungannya?“Bergeserlah.”Hanya dengan satu kata itu membuat Carl segera menggeser posisinya, membiarkan Kate masuk ke dalam selimut bersamanya. Dengan cepat, pria itu memeluk tubuh istrinya.“Berapa minggu kita tidak bertemu?”“Bukan minggu, tapi, beberapa hari. Lagi pula kita bertemu sesekali saat sarapan.”“Benarkah? Sepertinya sudah lama.”Pria itu menggeser lagi tubuhnya ke arah Kate. Seolah perlu lebih dekat lagi, meski wanita itu memunggunginya.“Apa yang kau lakukan beberapa hari ini, Carl? Bagaimana dengan pertemuan para direksi?”“Tiga hari terakhir aku fokus mencoba merebut pengaruh Leti dari para direksi yang mendukungnya selama ini.”“Kau pasti kesulitan. Bagaimana caramu membu
“Tidak ada pembatalan kerja sama dengan pihak Cartwright. Ini hanya kesalahpahaman antara saya dan kakak saya. Saya adalah penggagas ide dan kerja sama ini, jadi, saya akan bertanggung jawab penuh. Izinkan saya memeriksa situasi dan mengendalikannya. Kita bahas kembali di rapat besok lusa.” Carl menenangkan para direksi yang terdengar riuh karena terkejut dengan pengakuan dari Leti tentang batalnya kerja sama lini fashion mereka dengan pihak Cartwright. Sementara Carl mengamati kakaknya meraih microphone di dekatnya.“Tidak ada manfaat lebih yang bisa kita dapatkan dengan ide ini. Apa lagi menggandeng Cartwright bukan hal yang tepat. Ini ide usang.”“Bukankah kita butuh data riset dan pengembangannya? Dari mana Anda bisa menyatakan ide ini usang dan tak menjanjikan?” tanya Carl sebagai serangan balik.“Dilihat lambannya perkembangan kerja sama dan tak ada realisasi lebih cepat bagaimana proyek ini berjalan, kami patut mempertanyakan ulang rancangan dasarnya.”Senyum Leti yan
“Sesuai prediksi kita, respons publik usai konferensi pers kita positif. Seolah cara baru pengenalan brand proyek kita juga.”Carl menganggukkan kepalanya usai mendengar laporan dari Lex.“Itu benar, karena itu aku membalikkan keadaan dengan memanfaatkan media juga. Seperti halnya Leti yang menggunakan media untuk menyebarkan berita tak benar.”“Jadi, apa kita akan mempercepat peluncuran produk?”“Hubungi pihak Cartwright juga. Kita sendiri tak masalah jika peluncuran produk lini fashion dipercepat. Kupikir ini langkah yang tepat, karena publik masih banyak membahasa terkait proyek kerja sama kita.”“Baik, saya akan hubungi pihak Cartwright segera setelah tim produksi dan distribusi siap.”Pria jangkung itu kembali menatap tumpukan dokumen di mejanya. Jam kerja hampir berakhir, tapi, pekerjaannya masih menumpuk.“Sepertinya hari ini aku harus pulang terlambat lagi,” gumam Carl seraya meraih dokumen di tumpukan teratas.***“Nyonya, ada tamu yang mencari Anda. Aku sudah menga
Tangannya gemetaran, Kate berkali-kali mendorong tubuh Carl yang ada di atasnya sekuat tenaga. Tapi, tentu saja tenaganya terkuras sia-sia. Sementara suaminya itu dengan mudah menciumi wajah dan lehernya. Pandangan mata Kate seketika menggelap saat Carl merobek kancing bajunya. Tubuhnya seolah membeku. Tangannya terangkat untuk menutup wajahnya. Carl tak tampak peduli sama sekali dengannya dan terus mengganggunya.“Hentikan! Aaron, Hentikan semuanya!”Kate menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan yang gemetaran. Carl langsung menghentikan pergerakannya begitu mendengar teriakan Kate.“Menjauh dariku! Aaron, kau ingin membunuhku, kan?”Sekali lagi, kalimat kedua itu membuat jantung Carl seolah tercabut.“Kate, apa yang kau ...”Dengan perlahan, Carl menyingkirkan telapak tangan Kate dari wajahnya. Mata wanita itu terpejam sempurna. Beberapa bulir air mata mengalir dari sudut mata.“Buka matamu, Kate.”“Lepaskan aku! Dasar pria bajingan! Aaron, awas saja kau!”
Kate dengan cepat menghabiskan sarapannya. Ia salah mengira jika Carl telah berangkat ke kantor tadi. Saat mengetahui pria itu belum keluar untuk sarapan, Kate ingin segera menghabiskan makanannya lalu cepat pergi. Simon, menikmati makan paginya dengan tenang. Sesekali mengamati Kate, yang tampak tergesa-gesa makan. “Kate, kenapa kau terburu-buru. Makanlah perlahan.”“Oh, aku harus segera ke studio. Ada lukisan yang harus segera kuselesaikan.” Wanita yang menguncir rapi rambutnya itu menjawab. Ia tidak memperhatikan wajah tak percaya dari Simon sepersekian detik. Tak lama setelah itu, terdengar suara langkah kaki dari arah tangga. Kate menarik napas panjang.“Selama pagi, Ayah, Kate.” Sementara Carl duduk di kursi utama, Simon, melirik ke arah Kate yang tak merespons sapaan dari putranya itu. Wanita berambut cokelat itu kini hanya fokus menatap makanan di depannya. Selama menit-menit penuh keheningan, Carl yang memulai sarapannya, kini mengamati wajah
Edward mengerutkan kening seraya tetap melangkah mengikuti Kate. Wanita itu bahkan langsung memasuki area hutan begitu saja.“Tunggu, Nyonya. Anda tidak mengatakan ingin ke hutan, kan?”“Memang tidak. Hanya sebentar saja. Aku tak akan jauh.”“Meski, begitu, biarkan aku yang di depan.”Edward melangkah mendahului Kate. Dengan waspada, ia mengamati sekelilingnya. Mereka berjalan tak terlalu jauh, lalu berhenti. Napas Kate mulai memburu, ia duduk di pohon yang roboh.“Nyonya, apa Anda baik-baik saja? Sebaiknya kita segera kembali, Mary pasti mencari kita.”“Tidak, tunggu. Aku hanya ingin menikmati udara segar di sini sebentar.”Wanita itu mengikat rapi rambutnya, lalu menghirup udara sebanyak mungkin. Seiring napas yang mulai teratur, senyum Kate semakin melebar.“Coba kau nikmati udaranya, Ed. Bukankah jauh lebih segar dari pada tempat lain?”Edward menarik napas panjang beberapa kali, meski matanya terus mengawasi sekitar.“Anda benar, tapi, kita benar-benar harus kemba
Kate hepburn menarik napas panjang, pertanyaan Carl barusan tak sempat ia pikirkan. Matanya hanya bisa menatap Carl, dalam diam, ia mencoba memahami situasi. Suaminya itu sedang marah. Apa dia cemburu?“Kita kembali sekarang.”Tatapan tajam Carl tak luntur begitu saja. Saat Kate hendak mengucapkan sepatah kata, pria itu langsung menggendongnya ala bridal style lalu berjalan keluar dari bangunan yang Kate sebut sebagai studio. Beruntung, hujan sudah reda, tinggal gerimis yang masih enggan pergi.“Turunkan aku, Carl.”Kate berusaha memberontak agar diturunkan. Tapi, gerakannya tak mempengaruhi langkah lebar Carl sama sekali.“Aku tak ingin kau terpeleset. Tenanglah.”“Bagaimana aku bisa tenang kalau kau marah seperti ini? Kenapa kau marah?”Setelah tahu Carl tak akan semudah itu menurunkannya, Kate menyerah. Ia berpegangan pada bahu lebar suaminya. Tak ada jawaban apa pun sampai mereka memasuki bangunan utama yang sudah sepi. Seiring langkah Carl menapaki tangga menuju ke ka
Sepasang mata dengan bulu lentik itu terbuka sejak beberapa menit lalu. Kate Hepburn merasa dirinya belum cukup tidur, rasa lelah masih menguasainya. Ia mencoba bergerak, tapi, tubuh rampingnya terkungkung oleh lengan besar Carl. “Apa kau ingin mandi? Biar kusiapkan air hangatnya,” tawar suara maskulin yang memeluknya dari belakang. “Aku masih lelah.” “Baiklah, istirahatlah. Aku mandi dulu.” Carl mengecup kening istrinya itu sebelum turun dari ranjang. Kate kembali memejamkan matanya. Bukan untuk tidur lagi, ia ingin menikmati angin sepoi yang masuk dari pintu ke arah balkon. Tampaknya Carl yang membukanya. Hawa segar pagi itu yang menembus masuk ke kamarnya. Sebenarnya ia sendiri tak menduga jika secepat itu akan bersedia tidur dengan Carl. Mengingat rasa kesalnya pada pria itu sejak ditinggal tanpa kabar. Meski bukan sepasang kekasih dan ia sendiri tahu betul tak memiliki perasaan yang mendalam untuk pria itu, Kate merasa kecewa. Lebih kecewa dan terpuruk dari dugaannya. Wan