Langit mendapat telepon di pagi hari seusia salat subuh. Kedua matanya masih mengantuk namun mengabaikan Maminya bukan spesialis mudah yang bisa Langit lakukan. Maka suara riangnya menjawab sambutan Maminya yang sama bahagianya."Mami apa kabar?" tanya Langit lebih dulu. "Malang baik dan sekarang lagi hujan.""Jangan bilang kamu mau tidur lagi?" Ya, begitulah Senja yang selalu mengetahui apa pun yang aka ketiga anaknya lakukan tanpa di beri tahu."Mami tahu aja. Kan mumpung libur juga, Mi." Tanggal merah di hari kerja memang surga dunia sekali. Setelah kemarin menguras tenaga Langit, semalam tidur nyenyaknya tidak ada gangguan mau pun hambatan. "Mami lagi apa? Papi apa kabar?""Sehat semua. Lagi duduk santai. Kemala? Nanya doang tapi nggak pernah pulang.""Kan kerja, Mi. Liburnya aja cuma sehari doang." Langit membela diri. Maminya sejak dulu kala selalu memperlakukan dirinya berbeda ketimbang Raja dan Ratu. "Abang ke Semarang katanya, Mi.""Nggak katanya lagi, emang iya lagi bulan m
Mau tidak mau Langit mempersilakan Arra masuk. Perempuan itu dengan semangat dan senyum lebarnya langsung duduk di ruang tamu apartemen. Kedua mata Arra terus mengeksplorasi ruangan Langit yang kecil namun cukup mewah. Beberapa potret foto keluarganya sengaja Langit letakkan di sana. Sengaja, begitu masuk akan langsung bisa melihat foto tersebut dan semangat Langit membuncah."Aku cuma punya ini." Langit letakkan minuman soda kalengan di hadapan Arra yang masih serius menatapi potret demi potret keluarganya. "Mami baru nelepon dan bilang kalau kamu di sini."Barulah kepala Arra menatap Langit dengan senyuman kecil menawan. "Udah seminggu aku di sini." Dan baru menemui Langit di hari libur kerja setelah beberapa waktu lalu gagal. "Aku waktu itu ke sini tapi kamu nggak ada di apartemen.""Kerja," jawaban Langit singkat, jelas dan padat."Malam tapi kamu nggak ada di rumah.""Mungkin lembur. Menjelang akhir bulan selalu lembur karena ada data-data yang harus di cocokkan. Lagian kamu ngg
Ratu tidak mau memaafkan. Sedangkan kata Leora, kenyataan dari memaafkan tidak serta merta membuat kita melupakan kejadian yang telah menimpa bukan juga untuk membenarkan perilakunya. Apa lagi sampai membebaskan orang tersebut dari konsekuensi dan menerimanya kembali. Faktanya, memaafkan itu soal keputusan. Keputusan untuk menerima realita dan membebaskan beban emosional yang mengikat kita dan keputusan untuk tidak membalas dan menghukum orang tersebut. Siapa bilang memaafkan semudah membalikkan tangan? Memaafkan juga butuh waktu. Karena semakin sering kita tersakiti, semakin dalam emosional kita, semakin dalam luka yang kita rasakan akan semakin sulit untuk kita memaafkan. "Nggak apa-apa. Kamu nggak perlu buru-buru." Itu pesan yang Leora sampaikan untuk Ratu dan masalahnya semalam. Leora memahami karena pernah berada di posisi yang Ratu rasakan meski beda konteks. "Tapi kalau kamu nggak mau memaafkan, itu bakalan lebih sulit buat sembuh. Karena kita bukan memaafkan untuk orang lai
Adakalanya rasa takut itu datang menyelimuti. Seolah-olah terjebak di dalam air dan sulit untuk bernapas. Bingung dan pikiran mulai mensugesti jika akan tercekik. Jika tidak segera bertindak, maka akan hancur. Itu yang ada di dalam pikiran Ratu saat ini. Dia benar-benar tidak tahu harus bertindak apa untuk menghadapi Bala. Bukan karena cinta apa lagi sayang m tapi Ratu serius tidak tahu harus bagaimana. Di temui, ah untuk apa? Wong Ratu sudah malas kok. Tidak di temui, Bala terus merengek meminta bertemu. Alasannya yang rindulah, inilah, itulah padahal sudah jelas-jelas Ratu mengabaikan. Laki-laki memang begitu saat menyukai seorang perempuan. Akan gigih dalam mendapatkan lalu membuangnya usai di rasa puas telah menggunakannya. Jahanam!"Masih belum nemuin jalannya?" tanya Leora yang datang membawa pisang keju.Liburannya di Semarang bersama Raja punya banyak kesan meski secara mendadak Raja harus mengurus pekerjaan juga. Suaminya yang gila kerja, di mana pun tubuhnya berada, bekerja
Setelah Rea pergi, banyak hal yang terjadi dalam hidup Raja. Perubahan-perubahan kecil yang meningkat secara signifikan dari sulung keluarga Anggoro ini terbilang cepat. Banyak orang yang kagum dan memujanya. Para perempuan yang melihatnya ingin setidaknya satu kali dalam seumur hidup mereka bisa bersama dengan Raja. Dan perubahan lain yang tidak pernah orang lain ketahui selain dirinya sendiri adalah kepribadiannya.Karena di beri trauma yang sangat besar dalam hidupnya, Raja menyimpan dendam. Semua perempuan yang menginginkan dirinya, harus berakhir di atas ranjang. Hanya di sanalah Raja melampiaskan emosinya. Rea belum tahu sisi lain Raja namun membuatnya berubah dalam waktu satu malam, menjadi kepuasan tersendiri bagi Rea. Ternyata semudah itu menghancurkan hidup seseorang. Pastinya Raja amatlah di harapkan oleh keluarganya untuk menjadi orang yang sempurna dan Rea menjadikannya cacat secara mental."Mikirin apa?"Rea terseret dari lamunannya untuk kembali ke dunia nyata. Di mana
"Abang maksudnya apa?"Langit langsung melayangkan protes tanpa salam begitu Raja mengangkat teleponnya. "Salam dulu," Balan Raja dengan halus di seberang sana. Terdengar helaan napas dari Raja yang membuat Langit mendengkus. Raja menyebalkan sekali dengan membawa Arra ke Malang bahkan bekerja di satu kantor yang sama dengannya. Langit tentu gerah. "Aku nggak bisa lagi sabar, ya! Tadi aku telepon Abang mau protes tapi sadar harus elegan di hadapan musuh.", Langit tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Raja belum memberinya penjelasan. "Aku nggak bisa, Abang."Biasanya, jika Langit sudah merengek seperti ini, Raja akan merasa terenyuh dan mulai luluh. Tapi entah dengan yang sekarang. Karena itu licik. Langit melihatnya sendiri tadi. "Makanya Abang bilang: tunggu. Kamu nggak bisa asal buat ngambil keputusan balik atau malah kocar-kacir. Nanti kamu makin nangis misalnya Arra ngasih serangan yang tak terduga.""Maksud Abang apa? Dia punya rencana apa, sih sampai harus masuk ke perusahaa
"Mau ke Malang nggak?"Raja usai mematikan teleponnya langsung menemui Leora yang sedang memasak di dapur. Ratu sudah pergi menuju kafe yang dulu di kelola oleh Maminya. Bukan hal yang mudah dan Raja tahu itu. Ratu harus merelakan jiwa bisnis yang membara di dalam jiwanya untuk mau berkecimpung dengan bisnis lainnya. "Cuti kamu udah mau habis. Yakin nggak apa-apa ninggalin kantor terlalu lama?"Tidak terasa Leora dan Raja sudah satu minggu menghabiskan waktunya di Semarang. Dan selama itu pula, tidak banyak aktivitas yang keduanya lakukan. Semuanya di luar dugaan dan Leora lebih banyak tidur ketimbang harus pergi berjalan-jalan. Raja menggeleng. "Papi masih bisa handle. Ada Archa juga yang bisa ngasih arahan ke Papi soal rapat. Nanti aku bisa ikutan via zoom. Semuanya udah oke."Leora diam terlalu lama lalu mengedikkan bahunya. "Aku terserah kamu aja. Kalau kamu masih butuh waktu untuk liburan, aku nggak mau nolak."Cengiran Leora di balas kecupan oleh Raja. Semenjak hamil, Leora da
Setiap orang punya perjalanan hidupnya masing-masing. Yang takut akan pernikahan, maka melihat sebuah hubungan serius itu bak sebuah kekangan. Tali jerat yanb mematikan dan menguras air mata. Yang hubungannya hancur karena orang ketiga, maka melihat pelaku perebut suami atau istrinya layaknya orang berpenyakitan. Hidup masing-masing orang unik. Kisahnya pun tak bisa di samakan. Rasa sakitnya tak bisa di pukul rata.Leora Anggoro memandang sebuah pernikahan hal yang lumrah. Di matanya, selain sebuah perintah agama–di kepercayaan yang Leora anut–pun dengan usia yang matang, pernikahan pasti akan terjadi. Banyak di antara mereka pelaku pernikahan dengan usia yang sudah cukup namun belum matang sempurna. Misalnya, muda mudi yang baru selesai mengenyam pendidikan SMA.Mereka memutuskan menikah muda dengan alasan menghindari zina. Kalau di pikir-pikir, benar juga, sih. Ketimbang bikin malu keluarga dengan hamil duluan, lebih baik jujur dan minta di nikahkan segera. "Mikirin apa?" Raja dat