Happy reading....
"Terima kasih," kata Elena pada Jayden saat pria itu membuka pintu mobil untuknya.
"Sama-sama," jawab Jayden lalu menutup kembali pintu mobilnya setelah Elena keluar.
Sebelum pulang ke rumah, Jayden sudah menyuruh semua maidnya untuk pulang lebih dulu. Untunglah mereka tidak banyak tanya dan membiarkan rumah dalam keadaan sepi saat Jayden dan Elena tiba.
Elena dan Jayden memilih untuk duduk di sofa. Saling menatap satu sama lain seakan sedang meluangkan rasa rindu. Jayden lalu mendekatkan wajahnya ke arah Elena. Bibir tipis milik wanita itu seperti magnet yang menarik Jayden untuk mengecupnya.
"Jadi kapan kau akan menceraikan Hera?" tanya Elena setelah tautan mereka terlepas.
"Ini belum sampai satu tahun, Elena," jawab Jayden membuat Elena mendengus.
"Jadi sungguh a
Happy reading.... Hera memegang erat ujung bajunya. Jadi apa yang dia pikirkan tentang Haidar selama ini benar. Pria itu tertarik padanya. Lalu sekarang ketika dia mendapat sedikit cela, pria pemilik surai hitam itu tidak membuang waktu untuk maju. Perasaan Hera bercampur aduk. Dia marah dan kesal namun tidak bisa meluangkannya. Tak bisa Hera pungkiri ada sedikit rasa senang karena dia seakan punya jalan untuk membalas Jayden dan Elena. Di saat selama ini dia hanya bisa diam dan bersabar. "Jadi bagaimana, Hera? Kau setuju dengan penawaranku?" tanya Haidar setelah menyeruput minuman yang baru saja diantar oleh pramusaji bersama dengan pesanannya yang lain. Hera mendongak. Menatap dalam manik mata Haidar. Dia tidak menunjukkan ekspresi berarti membuat Haidar tidak bisa menebak apa yang ada dalam pikiran wanita itu. Haidar kembali tersenyum. "Kau tidak akan rugi jika setuj
Happy reading.... "Ini untukmu," kata pria dengan t-shirt berwarna coklat itu seraya membagi makanan kepada semua teman-temannya. "Terimakasih," jawab mereka setiap kali mendapat sekotak makanan dan minuman dengan wajah tersenyum. Setelah semuanya mendapatkan makanan, mereka pun makan bersama sambil bercengkrama dengan orang di samping mereka. "Sampai kapan kita harus melakukan hal ini?" tanya seorang wanita berumur sekitar empat puluh tahun pada teman-temannya. "Benar. Kita sudah berdemo hampir lima hari namun belum ada tanggapan," timpal yang lainnya menunjukkan kegelisahan yang sama. "Kita jadi tidak bekerja juga. Kalau seperti ini terus kita bisa mati kelaparan," kata seorang pria bertubuh tinggi itu. "Bagaimana kalau kita akhiri saja dan ambil uang dari pria berjas itu?" usul wanita pertama paruh baya tadi. &nbs
Happy reading.... "Kau mau ke mana?" tanya Elena bangun dari tempat tidur sambil mengedipkan matanya beberapa kali. "Aku harus pulang," jawab Jayden yang sedang sibuk memakai pakaiannya. "Pulang? Memangnya ada apa sampai kau harus pulang selarut ini? Apakah Hera berbuat ulah lagi?" Ada nada kesal yang tersirat dari pertanyaan Elena. Jayden membuang napas cepat lalu berbalik menatap Elena setelah memakai jaket berwarna coklatnya. Dia berjalan ke arah wanita itu. Duduk di tepi tempat tidur lalu mengarahkan wajah Elena untuk menatapnya. "Ini bukan tentang Hera, tapi tentang Juan. Dia sedang sakit," kata Jayden lembut. "Apa kau yakin jika putramu sungguh sedang sakit? Bukan hanya akal-akalan Hera?" tanya Elena masih belum yakin. "Bisa saja 'kan Hera mengatakan jika Juan sakit agar kau pulang ke sana," lanjutnya lagi. "Itu
Happy reading.... Jayden mengerjabkan matanya beberapa kali saat merasakan pergerakan kecil dari Juan. "Kau kenapa, Nak? Apakah kau lapar?" tanya Jayden sambil mengelus pelan tubuh Juan. Namun rengekan bayi itu justru semakin kuat hingga akhirnya menangis keras. Jayden yang panik langsung membawa Juan ke dalam gendongannya. Netra pria itu berkeliling mencari keberadaan Hera namun tak menemukannya. Jayden keluar dari kamar untuk mencari keberadaan Hera. Dia menghela napas pelan saat melihat wanita itu tengah tertidur di sofa. Pria itu mendekatinya lalu memegang sedikit bahu wanita itu. "Hera bangun! Sepertinya Juan lapar," kata Jayden pelan. Hera melenguh pelan, membuka mata dan mulai mengumpulkan kesadarannya. Dia tak mengatakan apapun saat membawa Juan ke dalam gendongannya. Sementara Hera memberi ASI pada
Happy reading.... "Apa kau sibuk?" tanya wanita itu seraya menatap keluar jendela. "Aku tidak mungkin sibuk jika kau yang meminta untuk bertemu denganku, Hera," jawab pria di balik telpon itu. Hera tersenyum tipis. "Kalau begitu ... ayo kita bertemu malam ini!" ajak Hera yang tentu saja tidak akan mendapat penolakan dari Haidar, orang yang ditelponnya. "Di mana kita harus bertemu?" tanya Haidar kemudian. "Aku akan mengirim alamatnya." "Baiklah. Kuharap pertemuan kita nanti untuk membahas tawaranku tempo hari." Haidar benar-benar tidak sabar rupanya. Hera yang semula mengulas senyuman di wajahnya berubah sendu. Namun hanya berlangsung beberapa detik, dia kembali tersenyum seakan sosok yang ditelponnya bisa melihatnya. "Kita memang harus segera membahasnya." "Baiklah
Happy reading.... "Kau peduli?" "Tentu saja aku peduli. Aku suamimu, Hera Altezza!" Hera bergeming saat suara Jayden semakin meninggi. Menatap pria itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Suami. Satu kata yang membuat hati Hera semakin tidak karuan. Haruskah dia bahagia karena Jayden ternyata masih menganggapnya? Apakah hubungan mereka benar-benar akan kembali baik-baik saja? Apakah Jayden sedang membuka jalan untuk mereka kembali? Tanpa sadar Hera tersenyum dengan mata berkaca-kaca di sana. "Karena aku masih berstatus suamimu. Bukankah itu yang kau katakan padaku?" Namun ucapan Jayden selanjutnya membuat senyum di wajah Hera luntur begitu saja. "Maksudmu?" Pria it
Happy reading.... "Apakah Hera sudah pulang?" tanya Jayden tanpa mengalihkan pandangan dari file yang sedang ia baca dan harus segera dia bubuhi tanda tangan. "Sudah, Pak," jawab Roy. "Namun Nyonya Hera ...." Alih-alih melanjutkan ucapan, Roy malah menutup rapat mulutnya di sana. Karena tak kunjung bersuara, Jayden mendongak untuk menatap Roy. "Namun apa, Roy?" tanya Jayden. Pria dengan jas bermotif kotak-kotak berwarna abu hitam itu malah meliarkan matanya ke mana-mana tak ingin menatap Jayden. Membuat sang bos semakin yakin jika ada sesuatu yang ingin disampaikan pria itu namun dia takut. "Katakan, Roy! Ada apa? Apakah terjadi sesuatu pada Hera atau Juan?" desak Jayden. Roy menggeleng. "Bukan, Pak Jayden." "Lalu ada apa? Kenapa kau terlihat sangat gugup seperti itu?" Roy menghela napas panjang. Jika
Happy reading.... Viona menatap jengah Haidar yang sudah setengah sadar. Pria itu meletakkan wajahnya di atas meja dengan satu tangan sebagai tumpuan. "Entah berapa banyak yang ia minum," gumam Viona melihat beberapa botol wine di atas meja. Gadis itu melihat sekeliling tempat itu. Saat mata bulatnya yang indah melihat dua orang pria, dia pun memanggilnya. "Bisa tolong papah pria ini ke dalam mobilku?" tanya Viona sopan tak lupa tersenyum manis. Senyuman yang seketika membuat dua pria di depannya tersipu malu. Siapa yang bisa menolak pesona gadis cantik dan seksi seperti Viona. "Tentu, Nona!" jawab salah satu dari mereka. "Terimakasih," ucap Viona lalu menunduk. Wanita itu kemudian mengguncang bahu Haidar pelan. "Haidar, sadarlah! Kita harus pulang sekarang!" katanya namun pria itu hanya bergumam tidak jelas. "Angkat dia!" t