Happy reading....
"Saya permisi sebentar," kata Jayden pamit.
Sejak awal wanita itu datang Haidar sudah merasa jika di antara Jayden dan wanita itu pasti ada sesuatu dan benar saja. Haidar terkekeh kecil melihat adegan di mana rekan bisnisnya itu memeluk erat wanita tadi di luar hotel.
"Jadi kau memiliki hubungan gelap di belakang keluargamu, Jayden?" dengus Haidar. Kedua tangannya mengepal kuat. Jika tidak ingat dengan rencananya sudah bisa dipastikan Jayden akan masuk rumah sakit malam ini. Berani sekali pria itu mengkhianati wanita yang Haidar cintai di saat Haidar sudah mengalah untuknya.
***
Hera diam seribu bahasa. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Berbohong juga tidak mungkin karena Haidar sudah melihat semuanya. Tangan wanita itu saling mengait satu sama lain dengan mata yang menunduk.
Happy reading.... Saat membuka matanya Viona merasakan sakit luar biasa pada bagian kepala dan beberapa bagian tubuhnya. "Akhh!" ringisnya sambil memegangi kepalanya yang terasa akan pecah. Penglihatannya pun tidak begitu jelas hingga Viona harus duduk diam beberapa detik seraya mengedipkan mata beberapa kali. Setelah merasa tidak begitu pusing lagi, Viona bangun dengan perlahan dari tempat tidur itu. "Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa ada di sini?" gumam Viona mencoba mengingat kembali apa yang terjadi semalam. Terakhir kali Viona ingat saat dia pergi dari kantor Haidar karena kesal pada pria itu. Padahal Viona tidak punya tujuan sama sekali. Hanya berjalan tanpa arah hingga sore menjelang dan perutnya terasa lapar. Viona memutuskan untuk mampir di sebuah kedai. Awalnya dia hanya ingin makan saja namun karena rasa kesal yang belum hilang di
Happy reading.... Saat itu Jayden masih berumur sepuluh tahun saat pertama kali dia menginjakkan kaki di rumah itu. Mendengar berita dari semua teman-temannya yang diadopsi membuat anak laki-laki itu begitu antusias. "Mereka akan membelikan semua yang kau inginkan." "Mereka akan membawamu jalan-jalan." "Mereka juga akan mengajakmu makan makanan enak dan lagi kau akan punya kamar sendiri." Semua yang dikatakan teman-temannya benar. Jayden mendapatkan apa yang dia inginkan, jalan-jalan, makan makanan enak serta punya kamar untuk dirinya sendiri. Tidak seperti saat di panti asuhan di mana dia harus berbagi kamar dengan teman-temannya. Namun ternyata kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Wajah asli dari kedua orang tua angkatnya akhirnya terlihat. "Kau harus mendapat nilai yang bagus dan masuk sekolah bergensi. Mengerti!" kata
Happy reading.... "Terima kasih," kata Elena pada Jayden saat pria itu membuka pintu mobil untuknya. "Sama-sama," jawab Jayden lalu menutup kembali pintu mobilnya setelah Elena keluar. Sebelum pulang ke rumah, Jayden sudah menyuruh semua maidnya untuk pulang lebih dulu. Untunglah mereka tidak banyak tanya dan membiarkan rumah dalam keadaan sepi saat Jayden dan Elena tiba. Elena dan Jayden memilih untuk duduk di sofa. Saling menatap satu sama lain seakan sedang meluangkan rasa rindu. Jayden lalu mendekatkan wajahnya ke arah Elena. Bibir tipis milik wanita itu seperti magnet yang menarik Jayden untuk mengecupnya. "Jadi kapan kau akan menceraikan Hera?" tanya Elena setelah tautan mereka terlepas. "Ini belum sampai satu tahun, Elena," jawab Jayden membuat Elena mendengus. "Jadi sungguh a
Happy reading.... Hera memegang erat ujung bajunya. Jadi apa yang dia pikirkan tentang Haidar selama ini benar. Pria itu tertarik padanya. Lalu sekarang ketika dia mendapat sedikit cela, pria pemilik surai hitam itu tidak membuang waktu untuk maju. Perasaan Hera bercampur aduk. Dia marah dan kesal namun tidak bisa meluangkannya. Tak bisa Hera pungkiri ada sedikit rasa senang karena dia seakan punya jalan untuk membalas Jayden dan Elena. Di saat selama ini dia hanya bisa diam dan bersabar. "Jadi bagaimana, Hera? Kau setuju dengan penawaranku?" tanya Haidar setelah menyeruput minuman yang baru saja diantar oleh pramusaji bersama dengan pesanannya yang lain. Hera mendongak. Menatap dalam manik mata Haidar. Dia tidak menunjukkan ekspresi berarti membuat Haidar tidak bisa menebak apa yang ada dalam pikiran wanita itu. Haidar kembali tersenyum. "Kau tidak akan rugi jika setuj
Happy reading.... "Ini untukmu," kata pria dengan t-shirt berwarna coklat itu seraya membagi makanan kepada semua teman-temannya. "Terimakasih," jawab mereka setiap kali mendapat sekotak makanan dan minuman dengan wajah tersenyum. Setelah semuanya mendapatkan makanan, mereka pun makan bersama sambil bercengkrama dengan orang di samping mereka. "Sampai kapan kita harus melakukan hal ini?" tanya seorang wanita berumur sekitar empat puluh tahun pada teman-temannya. "Benar. Kita sudah berdemo hampir lima hari namun belum ada tanggapan," timpal yang lainnya menunjukkan kegelisahan yang sama. "Kita jadi tidak bekerja juga. Kalau seperti ini terus kita bisa mati kelaparan," kata seorang pria bertubuh tinggi itu. "Bagaimana kalau kita akhiri saja dan ambil uang dari pria berjas itu?" usul wanita pertama paruh baya tadi. &nbs
Happy reading.... "Kau mau ke mana?" tanya Elena bangun dari tempat tidur sambil mengedipkan matanya beberapa kali. "Aku harus pulang," jawab Jayden yang sedang sibuk memakai pakaiannya. "Pulang? Memangnya ada apa sampai kau harus pulang selarut ini? Apakah Hera berbuat ulah lagi?" Ada nada kesal yang tersirat dari pertanyaan Elena. Jayden membuang napas cepat lalu berbalik menatap Elena setelah memakai jaket berwarna coklatnya. Dia berjalan ke arah wanita itu. Duduk di tepi tempat tidur lalu mengarahkan wajah Elena untuk menatapnya. "Ini bukan tentang Hera, tapi tentang Juan. Dia sedang sakit," kata Jayden lembut. "Apa kau yakin jika putramu sungguh sedang sakit? Bukan hanya akal-akalan Hera?" tanya Elena masih belum yakin. "Bisa saja 'kan Hera mengatakan jika Juan sakit agar kau pulang ke sana," lanjutnya lagi. "Itu
Happy reading.... Jayden mengerjabkan matanya beberapa kali saat merasakan pergerakan kecil dari Juan. "Kau kenapa, Nak? Apakah kau lapar?" tanya Jayden sambil mengelus pelan tubuh Juan. Namun rengekan bayi itu justru semakin kuat hingga akhirnya menangis keras. Jayden yang panik langsung membawa Juan ke dalam gendongannya. Netra pria itu berkeliling mencari keberadaan Hera namun tak menemukannya. Jayden keluar dari kamar untuk mencari keberadaan Hera. Dia menghela napas pelan saat melihat wanita itu tengah tertidur di sofa. Pria itu mendekatinya lalu memegang sedikit bahu wanita itu. "Hera bangun! Sepertinya Juan lapar," kata Jayden pelan. Hera melenguh pelan, membuka mata dan mulai mengumpulkan kesadarannya. Dia tak mengatakan apapun saat membawa Juan ke dalam gendongannya. Sementara Hera memberi ASI pada
Happy reading.... "Apa kau sibuk?" tanya wanita itu seraya menatap keluar jendela. "Aku tidak mungkin sibuk jika kau yang meminta untuk bertemu denganku, Hera," jawab pria di balik telpon itu. Hera tersenyum tipis. "Kalau begitu ... ayo kita bertemu malam ini!" ajak Hera yang tentu saja tidak akan mendapat penolakan dari Haidar, orang yang ditelponnya. "Di mana kita harus bertemu?" tanya Haidar kemudian. "Aku akan mengirim alamatnya." "Baiklah. Kuharap pertemuan kita nanti untuk membahas tawaranku tempo hari." Haidar benar-benar tidak sabar rupanya. Hera yang semula mengulas senyuman di wajahnya berubah sendu. Namun hanya berlangsung beberapa detik, dia kembali tersenyum seakan sosok yang ditelponnya bisa melihatnya. "Kita memang harus segera membahasnya." "Baiklah
Happy reading....Hari yang tunggu akhirnya tiba. Pernikahan Haidar dan Hera. Para tamu sudah mulai memenuhi tempat duduk yang disediakan. Pernikahan yang di gelar di luar ruangan itu terlihat begitu mewah nan elegan. Warna putih mendominasi tempat itu. Di ujung altar Haidar sudah terlihat sangat gagah dengan balutan toxedo warna hitamnya. Senyum tak pernah luntur dari wajahnya namun perasaan gugup juga tak bisa dihindari. Haidar sampai harus menarik napas lalu menghelanya beberapa kali untuk menetralkan degub jantung yang berpacu. Mengobrol dengan beberapa teman juga bisa mengalihkan sedikit rasa gugupnya.Tak jauh beda dengan Haidar, Hera yang terlihat sangat cantik dengan gaun mewah namun tetap terlihat elegan itu pun merasa sangat gugup. Mungkin ini adalah pernikahan kedua untuk Hera, tapi hal itu tak sedikit pun bisa menyingkirkan rasa gelisahnya. Mungkin karena dulu dia menikah karena perjodohan membuat Hera tak terlalu memikirkan pernikahan tersebut namun kali ini dia akan men
Happy reading.....Semuanya beransur membaik setelah kejadian mengerikan malam itu. Viona terpaksa ditembak mati oleh polisi karena dianggap mengancam keselamatan Hera. Kejadian malam itu juga termasuk rencana para polisi. Mereka tahu jika Viona pasti kembali. Namun soal penembakan sama sekali di luar rencana. Mereka tidak menyangka jika Viona memiliki senjata. Dan satu-satunya jalan agar Hera tak lagi terluka, mereka harus membekuk Viona. Dengan menembak mati wanita itu.Sampai saat ini Haidar masih belum menyangka jika Viona kini telah tiada. Belum lagi dia harus meninggal dengan cara yang begitu tragis. Masih teringat dengan jelas dalam benak Haidar bagaimana Viona menyatakan cintanya di saat terakhir. Selama ini Haidar pikir Viona hanya bercanda soal perasaannya. Betapa wanita itu sangat mencintai Haidar. Namun apa yang bisa Haidar lakukan? Haidar hanya mencintai Hera dan tidak akan pernah mencintai wanita lain lagi. Walau itu berarti Haidar harus menyakiti wanita yang juga sanga
Happy reading...."Selamat malam, Hera. Apakah kau merindukanku?" tanya Viona mengulas senyum miring. Terlihat begitu mengejek Hera yang hanya bisa berbaring lemah. Wanita itu merapikan helai rambutnya yang jatuh di pipi kemudian berjalan ke arah Hera."Aku kecewa karena kau masih saja selamat," kata Viona. "Apakah kau memiliki sembilan nyawa hingga bisa bertahan sampai sekarang?" lanjutnya bertanya.Namun siapa yang bisa menjawab. Bahkan Hera masih harus dibantu banyak alat medis yang hampir menutupi sebagian tubuhnya.Viona menghela napas panjang. Duduk di samping Hera seraya menatap wanita itu dengan tatapan yang sulit diartikan."Kau begitu beruntung. Dicintai banyak orang," kata Viona dengan raut wajah sendu. "Terutama Haidar." Pancaran mata Viona tidak bisa berbohong. Dia begitu iri pada Hera. Wanita itu kemudian bangkit. Mengambil sesuatu dari dalam saku jaket yang ia kenakan.Sebuah pistol yang didapatkannya dari orang asing beberapa hari yang lalu. Barang ilegal yang sebenarn
Happy reading....Polisi terus melacak keberadaan Viona namun hingga tiga hari berlalu setelah kejadian naas itu, mereka tak kunjung menemukan wanita yang menjadi pelaku penculikan Hera dan Elena. Entah ke mana wanita itu kabur. Keluarga Hera dan Haidar juga sudah mengetahui semuanya. Shila dan Thomas adalah orang yang paling kecewa pasalnya mereka sudah menganggap Viona seperti anak sendiri. Awalnya mereka tidak percaya Viona akan berbuat hal sejahat itu namun setelah pihak kepolisian memperlihatkan video yang diberikan Elena, barulah mereka percaya.Shila sampai pingsan tak kuasa menerima kenyataan sosok yang dianggap seperti putrinya sendiri kini menjadi seorang kriminal."Hiks ... ini semua salahku. Aku yang telah gagal mendidik Viona," kata Shila terisak pilu. Thomas membawa tubuh Shila yang bergetar ke dalam pelukannya. Mencoba menenangkan istrinya itu."Ini bukan salahmu," katanya menepuk pelan punggung Shila.Sementara kedua orangtua Haidar larut dalam kekecewaannya, Haidar m
Happy reading....Tubuh Haidar gemetar hebat. Tangannya yang berlumur darah Hera masih belum ia bersihkan. Beberapa juga mengenai baju yang ia kenakan. Keadaan yang tak jauh beda dengan pria yang duduk di sampingnya, Jayden.Kini mereka sudah berada di rumah sakit. Tepatnya di depan UGD. Hera dan Elena yang terluka parah kini sudah ditangani oleh dokter. Keluarga Hera, Haidar dan Elena juga sudah berada di sana. Menunggu kabar putri dan calon menantu mereka.Tak lama kemudian, tiga orang pria menghampiri mereka."Selamat malam. Maaf mengganggu ... tapi kami harus membawa Pak Jayden ke kantor polisi," kata salah satu dari mereka.Mungkin karena sudah terlalu panik mereka jadi lupa jika Jayden masih berstatus buronan polisi. Pria yang sejak tadi menunduk itu kini mendongak. Jayden baru akan bangkit namun Haidar mendahuluinya."Tidak bisakah kalian menunggu sebentar? Istri Jayden sedang berada di dalam sana. Sedang sekarat!" kata Haidar emosi. Menurutnya para polisi itu tidak punya hati
Halo semuanya! Araya di sini. Terima kasih banyak yah udah mampir di ceritaku. Walaupun mungkin cerita ini masih jauh dari kata sempurna namun aku seneng banget jika cerita ini bisa menghibur kalian di sela-sela aktifitas sehari-hari. Aku juga gak nyangka jika cerita ini bisa dibaca sebanyak itu. Jujur aku gak pernah punya ekspetasi yang tinggi karena sadar akan kemampuanku yang belum seberapa. Namun melihat orang-orang menyukai karyaku itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku semangat membuat karya yang lebih baik lagi kedepannya Nantikan cerita-cerita lain yang aku publish di sini. Jadi tetap stay yah. Oke deh sampai jumpa dicerita lainnya
Happy reading....Hera masih belum percaya jika wanita yang sedang menatapnya penuh kebencian itu adalah Viona."Sialan! Apa kau sudah gila?!" pekik Elena emosi."Ya. Aku memang sudah gila karena ingin membalas dendam pada Hera. Tapi, kau malah ikut campur," ujar Viona berseringai. Dia melirik ke arah Hera yang tengah menatapnya. "Hai, Hera. Apakah kau merindukanku?" tanyanya dengan nada mengejek."Membalas dendam? Memangnya apa salah Hera padamu?" tanya Elena.Viona mendengus pelan. Pertanyaan Elena terdengar begitu lucu di rungunya. "Kau masih bertanya? Itu karena wanita tidak tahu diri ini sudah merebut Haidar dariku!" ujarnya memekik sambil menunjuk Hera.Elena dan Hera sampai kehabisan kata-kata mendengar pernyataan Viona. Elena berdiri dari sana lalu menghampiri Hera. Membantu wanita itu untuk bangkit namun karena sudah terlalu lemah Hera memilih untuk tetap duduk saja. Sementara Elena menghampiri Viona."Kau benar-benar sudah gila, Viona! Bagaimana mungkin kau memaksakan perasa
Happy reading..."Baiklah. Ayo kita periksa."Walau sudah berkata seperti itu tak membuat kedua pria itu langsung membuka pintu."Apakah sungguh dia dalam keadaan sekarat?" tanya salah satu dari mereka memastikan."Menurutmu? Dia seorang pasien rumah sakit yang kalian culik. Bahkan keadaannya belum membaik sama sekali!" jawab Elena dari dalam. "Tolong beri obat atau apapun itu yang penting bisa menolongnya untuk saat ini!" katanya lagi.Kedua pria itu saling menatap beberapa saat sebelum akhirnya membuka pintu dengan perlahan. Keadaan yang cukup gelap membuat dua orang pria itu kesulitan melihat Elena dan Hera. Hingga ....Bugh!!!Satu pukulan keras Elena layangkan pada pria pertama. Yang kedua baru akan menoleh namun dengan cepat Elena juga memukul pria itu. Keduanya tumbang di atas lantai yang kotor. Tangan Elena yang gemetar menjatuhkan balok kayu yang menjadi senjatanya di samping pria-pria tadi."Ya Tuhan! Mereka tidak mati 'kan?" gumam Elena masih saja memperdulikan kedua pria i
Happy reading....Elena mengira dia tidak akan datang ke rumah sakit untuk menjenguk Hera dalam waktu dekat. Namun kenyataannya tidak, Tuhan lebih baik dari itu karena akhirnya Elena menemukan bukti jika dirinya tidak bersalah. Dia akan memberitahu Haidar semuanya.Mobil Elena---hadiah dari ayah tirinya---sudah terparkir dengan rapih di basement rumah sakit. Elena baru saja akan keluar namun pemandangan di hadapan menyita perhatian wanita pemilik mata hazel itu.Dua orang pria berpakaian dokter dan perawat tengah memindahkan seseorang yang duduk di kursi roda ke dalam mobil. Sosok itu ditutupi kain putih. Entah karena kecerobohan atau apa, tiba-tiba kain yang menutupi sosok di kursi roda tersingkap membuat Elena yang sejak tadi memperhatikan melihat sosok itu. Mata Elena seketika membulat."Ya Tuhan! Hera!" gumam Elena panik saat melihat jika sosok yang sedang dimasukkan ke dalam mobil ternyata Hera. Belum lagi Elena sama sekali tidak tahu siapa dua orang pria itu.Elena keluar dari m