Happy reading....
Kilat kemarahan itu terpancar jelas dari mata coklat Elena. Bahkan genggaman tangannya pada gelas semakin kuat.
"Sungguh kekompakan keluarga kalian membuatku sangat iri," ujar Elena dengan senyum yang ia buat untuk menutupi emosi yang sudah sampai ubun-ubun. "Kalau begitu saya permisi!" pamit Elena sesaat setelah menatap kecewa Jayden.
"Sebenarnya siapa wanita itu?" tanya Jane setelah kepergian Elena.
"Dia salah partner bisnis, Ma," jawab Jayden.
"Sepertinya dia terobsesi pada Anda, Pak Jayden." Haidar yang sejak tadi hanya diam saja akhirnya bersuara.
"Benarkah?" Jayden terkekeh kecil. "Kurasa tidak," katanya mencoba mengelak.
"Walau dia terobsesi dengan menantuku, itu tidak akan membuatnya berpaling," tambah Andrew terlihat begitu percaya pada Jayden.
"Benar sekali, Pak Andrew. Lagi
Happy reading.... Elena menatap dalam diam pria yang masih larut dalam mimpinya itu. Dia sudah terjaga sejak beberapa menit yang lalu namun masih enggan untuk beranjak. Elena masih bingung dan bertanya-tanya apa yang membuat Jayden menangis. Bahkan dia bisa melihat sorot takut luar biasa dari mata hitam Jayden. "Hah ...." Helaan napas yang terdengar sangat lelah. Tentu saja. Membawa Jayden pulang ke rumahnya berarti mereka akan melewati malam yang panjang dan penuh gairah. Elena baru bisa memejamkan matanya saat fajar akan tiba. Wanita itu bangkit dari tempat tidur dengan sangat hati-hati. Tak ingin membuat Jayden terganggu. Membersihkan diri lalu menyiapkan sarapan. Hingga beberapa saat berlalu, Jayden tiba dengan balutan jas berwarna navi yang telah disediakan oleh Elena. "Selamat pagi, sayang!" sapa Elena yang dibalas kecupan singkat di pipi ol
Happy reading.... Jayden menyapu kasar wajahnya seraya berjalan masuk ke dalam kamar. Beberapa kali terdengar helaan napas yang begitu berat namun semuanya sirna saat dia tersenyum lembut lalu menghampiri box bayi di mana Juan sedang tertidur lelap. Pria itu mengusap lembut pipi sang anak membuatnya sedikit menggeliat mengundang kekehan kecil. Setelah memberi sebuah kecupan sayang di pipi sang anak, Jayden lalu berbalik menatap Hera yang berbaring membelakanginya. Jika biasanya Elena yang akan berbaring di sana menatapnya dengan tatapan menggoda sekarang yang dia lihat hanya punggung sempit Hera. Jayden ikut berbaring di sana setelah duduk beberapa saat. "Kau sudah tidur?" tanya Jayden pelan namun dia tidak mendapat balasan. Kembali ia menoleh. Sepertinya memang wanita itu sudah tidur karena deru napasnya yang terdengar beraturan dan pelan. Entah kenapa tubu
Happy reading.... "Apakah kau tidak punya baju yang lebih sopan?" tanya Haidar pada wanita yang sedang berdiri di sampingnya. Dia terlihat sangat sibuk dengan ponselnya. "Tidak," jawab Viona singkat membuat Haidar hanya bisa memutar bola matanya malas. Sekarang mereka sedang berada di dalam lift menuju ruangan Haidar. Pria itu sudah meminta agar Viona tinggal di apartemen saja namun wanita itu menolak dengan alibi ingin melihat kantor Haidar. "Setidaknya kau bisa menghargai sedikit kantorku, Vio," kata Haidar lagi setelah mereka telah sampai di ruangan yang didominasi dengan warna putih dan hitam. Bahkan lukisan yang terletak di dindingnya pun hanya memiliki dua warna netral itu. Sangat menggambarkan seorang Haidar. "Pakaianku 'kan memang selalu seperti ini. Kenapa kau terlihat risih?" tanya Viona kini duduk di sofa yang terletak di depan meja Haidar. &nbs
Happy reading.... "Tolong kau urus semuanya dulu," kata Haidar pada sang asisten yang kini berdiri tegap di depan mejanya. "Kalau boleh tahu, Anda mau ke mana, Pak Haidar?" tanya pria yang memiliki usia sebaya dengan Haidar, Ridwan. Haidar tersenyum tipis setelah selesai memakai kembali jasnya. "Mengurus masa depan," katanya membuat Ridwan ikut tersenyum manis. Baru kali ini dia melihat sang atasan terlihat begitu bahagia. "Tentu, Pak. Saya menunggu kabar baiknya segera," timpal Ridwan membuat senyum Haidar semakin lebar. "Doakan saja semuanya lancar," katanya lalu mengambil kunci mobil. "Kalau begitu saya pergi dulu. Jangan mengecewakanku, Ridwan," lanjut Haidar kemudian berlalu setelah Rindwan mengangguk paham. Tak butuh waktu lama, mobil Haidar telah sampai di tempat tujuannya. Rumah sakit. Haidar membuka jas dan juga rompi yang ia kenakan. Ras
Happy reading.... "Kau sudah selesai?" tanya Haidar sebelum masuk ke dalam mobil. "Sudah," jawab Hera. Setelah mendengar jawaban Hera, Haidar segera masuk ke dalam mobil. Netranya tertuju pada baby Juan yang tertidur dipangkuan Hera. "Dia juga sudah tidur," lanjut Hera tersenyum simpul. "Terimakasih, Haidar atas pengertianmu," kata Hera menatap Haidar tulus. Mungkin jika orang lain mereka pasti sudah marah karena kejadian tadi. "Tidak masalah. Lagi pula aku tidak mungkin diam saja melihat jagoan ini menangis," kata Haidar mencubit pipi Juan gemas namun tak sampai membuatnya terbangun. "Oh iya, kau dari mana?" tanya Hera. Dia sempat melihat tadi Haidar pergi dengan sedikit terburu-buru. "Ah itu, aku membeli minuman dan beberapa makanan," ujar Haidar mengangkat paper bag berwarna coklat di tangannya. Tidak
Happy reading.... "Saya permisi sebentar," kata Jayden pamit. Sejak awal wanita itu datang Haidar sudah merasa jika di antara Jayden dan wanita itu pasti ada sesuatu dan benar saja. Haidar terkekeh kecil melihat adegan di mana rekan bisnisnya itu memeluk erat wanita tadi di luar hotel. "Jadi kau memiliki hubungan gelap di belakang keluargamu, Jayden?" dengus Haidar. Kedua tangannya mengepal kuat. Jika tidak ingat dengan rencananya sudah bisa dipastikan Jayden akan masuk rumah sakit malam ini. Berani sekali pria itu mengkhianati wanita yang Haidar cintai di saat Haidar sudah mengalah untuknya. *** Hera diam seribu bahasa. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Berbohong juga tidak mungkin karena Haidar sudah melihat semuanya. Tangan wanita itu saling mengait satu sama lain dengan mata yang menunduk.
Happy reading.... Saat membuka matanya Viona merasakan sakit luar biasa pada bagian kepala dan beberapa bagian tubuhnya. "Akhh!" ringisnya sambil memegangi kepalanya yang terasa akan pecah. Penglihatannya pun tidak begitu jelas hingga Viona harus duduk diam beberapa detik seraya mengedipkan mata beberapa kali. Setelah merasa tidak begitu pusing lagi, Viona bangun dengan perlahan dari tempat tidur itu. "Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa ada di sini?" gumam Viona mencoba mengingat kembali apa yang terjadi semalam. Terakhir kali Viona ingat saat dia pergi dari kantor Haidar karena kesal pada pria itu. Padahal Viona tidak punya tujuan sama sekali. Hanya berjalan tanpa arah hingga sore menjelang dan perutnya terasa lapar. Viona memutuskan untuk mampir di sebuah kedai. Awalnya dia hanya ingin makan saja namun karena rasa kesal yang belum hilang di
Happy reading.... Saat itu Jayden masih berumur sepuluh tahun saat pertama kali dia menginjakkan kaki di rumah itu. Mendengar berita dari semua teman-temannya yang diadopsi membuat anak laki-laki itu begitu antusias. "Mereka akan membelikan semua yang kau inginkan." "Mereka akan membawamu jalan-jalan." "Mereka juga akan mengajakmu makan makanan enak dan lagi kau akan punya kamar sendiri." Semua yang dikatakan teman-temannya benar. Jayden mendapatkan apa yang dia inginkan, jalan-jalan, makan makanan enak serta punya kamar untuk dirinya sendiri. Tidak seperti saat di panti asuhan di mana dia harus berbagi kamar dengan teman-temannya. Namun ternyata kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Wajah asli dari kedua orang tua angkatnya akhirnya terlihat. "Kau harus mendapat nilai yang bagus dan masuk sekolah bergensi. Mengerti!" kata
Happy reading....Hari yang tunggu akhirnya tiba. Pernikahan Haidar dan Hera. Para tamu sudah mulai memenuhi tempat duduk yang disediakan. Pernikahan yang di gelar di luar ruangan itu terlihat begitu mewah nan elegan. Warna putih mendominasi tempat itu. Di ujung altar Haidar sudah terlihat sangat gagah dengan balutan toxedo warna hitamnya. Senyum tak pernah luntur dari wajahnya namun perasaan gugup juga tak bisa dihindari. Haidar sampai harus menarik napas lalu menghelanya beberapa kali untuk menetralkan degub jantung yang berpacu. Mengobrol dengan beberapa teman juga bisa mengalihkan sedikit rasa gugupnya.Tak jauh beda dengan Haidar, Hera yang terlihat sangat cantik dengan gaun mewah namun tetap terlihat elegan itu pun merasa sangat gugup. Mungkin ini adalah pernikahan kedua untuk Hera, tapi hal itu tak sedikit pun bisa menyingkirkan rasa gelisahnya. Mungkin karena dulu dia menikah karena perjodohan membuat Hera tak terlalu memikirkan pernikahan tersebut namun kali ini dia akan men
Happy reading.....Semuanya beransur membaik setelah kejadian mengerikan malam itu. Viona terpaksa ditembak mati oleh polisi karena dianggap mengancam keselamatan Hera. Kejadian malam itu juga termasuk rencana para polisi. Mereka tahu jika Viona pasti kembali. Namun soal penembakan sama sekali di luar rencana. Mereka tidak menyangka jika Viona memiliki senjata. Dan satu-satunya jalan agar Hera tak lagi terluka, mereka harus membekuk Viona. Dengan menembak mati wanita itu.Sampai saat ini Haidar masih belum menyangka jika Viona kini telah tiada. Belum lagi dia harus meninggal dengan cara yang begitu tragis. Masih teringat dengan jelas dalam benak Haidar bagaimana Viona menyatakan cintanya di saat terakhir. Selama ini Haidar pikir Viona hanya bercanda soal perasaannya. Betapa wanita itu sangat mencintai Haidar. Namun apa yang bisa Haidar lakukan? Haidar hanya mencintai Hera dan tidak akan pernah mencintai wanita lain lagi. Walau itu berarti Haidar harus menyakiti wanita yang juga sanga
Happy reading...."Selamat malam, Hera. Apakah kau merindukanku?" tanya Viona mengulas senyum miring. Terlihat begitu mengejek Hera yang hanya bisa berbaring lemah. Wanita itu merapikan helai rambutnya yang jatuh di pipi kemudian berjalan ke arah Hera."Aku kecewa karena kau masih saja selamat," kata Viona. "Apakah kau memiliki sembilan nyawa hingga bisa bertahan sampai sekarang?" lanjutnya bertanya.Namun siapa yang bisa menjawab. Bahkan Hera masih harus dibantu banyak alat medis yang hampir menutupi sebagian tubuhnya.Viona menghela napas panjang. Duduk di samping Hera seraya menatap wanita itu dengan tatapan yang sulit diartikan."Kau begitu beruntung. Dicintai banyak orang," kata Viona dengan raut wajah sendu. "Terutama Haidar." Pancaran mata Viona tidak bisa berbohong. Dia begitu iri pada Hera. Wanita itu kemudian bangkit. Mengambil sesuatu dari dalam saku jaket yang ia kenakan.Sebuah pistol yang didapatkannya dari orang asing beberapa hari yang lalu. Barang ilegal yang sebenarn
Happy reading....Polisi terus melacak keberadaan Viona namun hingga tiga hari berlalu setelah kejadian naas itu, mereka tak kunjung menemukan wanita yang menjadi pelaku penculikan Hera dan Elena. Entah ke mana wanita itu kabur. Keluarga Hera dan Haidar juga sudah mengetahui semuanya. Shila dan Thomas adalah orang yang paling kecewa pasalnya mereka sudah menganggap Viona seperti anak sendiri. Awalnya mereka tidak percaya Viona akan berbuat hal sejahat itu namun setelah pihak kepolisian memperlihatkan video yang diberikan Elena, barulah mereka percaya.Shila sampai pingsan tak kuasa menerima kenyataan sosok yang dianggap seperti putrinya sendiri kini menjadi seorang kriminal."Hiks ... ini semua salahku. Aku yang telah gagal mendidik Viona," kata Shila terisak pilu. Thomas membawa tubuh Shila yang bergetar ke dalam pelukannya. Mencoba menenangkan istrinya itu."Ini bukan salahmu," katanya menepuk pelan punggung Shila.Sementara kedua orangtua Haidar larut dalam kekecewaannya, Haidar m
Happy reading....Tubuh Haidar gemetar hebat. Tangannya yang berlumur darah Hera masih belum ia bersihkan. Beberapa juga mengenai baju yang ia kenakan. Keadaan yang tak jauh beda dengan pria yang duduk di sampingnya, Jayden.Kini mereka sudah berada di rumah sakit. Tepatnya di depan UGD. Hera dan Elena yang terluka parah kini sudah ditangani oleh dokter. Keluarga Hera, Haidar dan Elena juga sudah berada di sana. Menunggu kabar putri dan calon menantu mereka.Tak lama kemudian, tiga orang pria menghampiri mereka."Selamat malam. Maaf mengganggu ... tapi kami harus membawa Pak Jayden ke kantor polisi," kata salah satu dari mereka.Mungkin karena sudah terlalu panik mereka jadi lupa jika Jayden masih berstatus buronan polisi. Pria yang sejak tadi menunduk itu kini mendongak. Jayden baru akan bangkit namun Haidar mendahuluinya."Tidak bisakah kalian menunggu sebentar? Istri Jayden sedang berada di dalam sana. Sedang sekarat!" kata Haidar emosi. Menurutnya para polisi itu tidak punya hati
Halo semuanya! Araya di sini. Terima kasih banyak yah udah mampir di ceritaku. Walaupun mungkin cerita ini masih jauh dari kata sempurna namun aku seneng banget jika cerita ini bisa menghibur kalian di sela-sela aktifitas sehari-hari. Aku juga gak nyangka jika cerita ini bisa dibaca sebanyak itu. Jujur aku gak pernah punya ekspetasi yang tinggi karena sadar akan kemampuanku yang belum seberapa. Namun melihat orang-orang menyukai karyaku itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku semangat membuat karya yang lebih baik lagi kedepannya Nantikan cerita-cerita lain yang aku publish di sini. Jadi tetap stay yah. Oke deh sampai jumpa dicerita lainnya
Happy reading....Hera masih belum percaya jika wanita yang sedang menatapnya penuh kebencian itu adalah Viona."Sialan! Apa kau sudah gila?!" pekik Elena emosi."Ya. Aku memang sudah gila karena ingin membalas dendam pada Hera. Tapi, kau malah ikut campur," ujar Viona berseringai. Dia melirik ke arah Hera yang tengah menatapnya. "Hai, Hera. Apakah kau merindukanku?" tanyanya dengan nada mengejek."Membalas dendam? Memangnya apa salah Hera padamu?" tanya Elena.Viona mendengus pelan. Pertanyaan Elena terdengar begitu lucu di rungunya. "Kau masih bertanya? Itu karena wanita tidak tahu diri ini sudah merebut Haidar dariku!" ujarnya memekik sambil menunjuk Hera.Elena dan Hera sampai kehabisan kata-kata mendengar pernyataan Viona. Elena berdiri dari sana lalu menghampiri Hera. Membantu wanita itu untuk bangkit namun karena sudah terlalu lemah Hera memilih untuk tetap duduk saja. Sementara Elena menghampiri Viona."Kau benar-benar sudah gila, Viona! Bagaimana mungkin kau memaksakan perasa
Happy reading..."Baiklah. Ayo kita periksa."Walau sudah berkata seperti itu tak membuat kedua pria itu langsung membuka pintu."Apakah sungguh dia dalam keadaan sekarat?" tanya salah satu dari mereka memastikan."Menurutmu? Dia seorang pasien rumah sakit yang kalian culik. Bahkan keadaannya belum membaik sama sekali!" jawab Elena dari dalam. "Tolong beri obat atau apapun itu yang penting bisa menolongnya untuk saat ini!" katanya lagi.Kedua pria itu saling menatap beberapa saat sebelum akhirnya membuka pintu dengan perlahan. Keadaan yang cukup gelap membuat dua orang pria itu kesulitan melihat Elena dan Hera. Hingga ....Bugh!!!Satu pukulan keras Elena layangkan pada pria pertama. Yang kedua baru akan menoleh namun dengan cepat Elena juga memukul pria itu. Keduanya tumbang di atas lantai yang kotor. Tangan Elena yang gemetar menjatuhkan balok kayu yang menjadi senjatanya di samping pria-pria tadi."Ya Tuhan! Mereka tidak mati 'kan?" gumam Elena masih saja memperdulikan kedua pria i
Happy reading....Elena mengira dia tidak akan datang ke rumah sakit untuk menjenguk Hera dalam waktu dekat. Namun kenyataannya tidak, Tuhan lebih baik dari itu karena akhirnya Elena menemukan bukti jika dirinya tidak bersalah. Dia akan memberitahu Haidar semuanya.Mobil Elena---hadiah dari ayah tirinya---sudah terparkir dengan rapih di basement rumah sakit. Elena baru saja akan keluar namun pemandangan di hadapan menyita perhatian wanita pemilik mata hazel itu.Dua orang pria berpakaian dokter dan perawat tengah memindahkan seseorang yang duduk di kursi roda ke dalam mobil. Sosok itu ditutupi kain putih. Entah karena kecerobohan atau apa, tiba-tiba kain yang menutupi sosok di kursi roda tersingkap membuat Elena yang sejak tadi memperhatikan melihat sosok itu. Mata Elena seketika membulat."Ya Tuhan! Hera!" gumam Elena panik saat melihat jika sosok yang sedang dimasukkan ke dalam mobil ternyata Hera. Belum lagi Elena sama sekali tidak tahu siapa dua orang pria itu.Elena keluar dari m