Hari terus berlalu, hingga tidak terasa sudah satu minggu Clara menghabiskan siang malamnya di rumah sakit. Ia sudah tidak merasakan sakit di tubuhnya, tetapi wanita cantik itu tetap tidak bisa egois mengingat dirinya kini tidak sendiri."Jangan melakukan pekerjaan yang membuat Anda lelah baik fisik maupun pikiran, Nona Clara. Jangan lupa kontrol rutin setiap bulannya, ya.""Baik, Dokter. Terima kasih," jawab Clara dengan senyuman ramah."Besok pagi Anda sudah bisa pulang, Nona. Sekarang istirahat lah agar kondisi Anda dan janinnya bisa membaik," perintah Dokter tersebut yang hanya di angguki oleh Clara.Selepas kepergian Dokter, Clara memilih memejamkan mata. Namun, urung kala melihat pintu terbuka. Ternyata suaminya yang masuk, sehingga membuat wanita cantik lantas membuang pandangan ke lantai."Kamu mau tidur?" tanya Naresh yang hanya di balas anggukan oleh Clara.Entahlah! Perasaannya masih sakit mengingat video panas di ponselnya pekan lalu."Yeah, tidurlah. Aku akan menemanimu d
Clara tengah duduk di meja makan dengan wajah memberengut kesal, di depannya terdapat sepiring rujak buah yang beberapa saat lalu Bibi beli. Namun, tangannya hanya mengaduk-aduk saja, tanpa memakannya."Kenapa, Cla?" tanya Naresh yang cukup membuat wanita cantik terhenyak.Kepalanya mendongak, menatap pada wajah yang sangat di hindarinya akhir-akhir ini. "Kenapa nggak di makan?" Naresh kembali bertanya seraya mendudukkan dirinya di kursi.Hening! Clara tidak menjawab."Kenapa, hmm? Nggak suka? Atau mau makan yang lain?"Naresh masih tidak menyerah, lelaki itu tetap tidak mencoba meskipun Clara enggan menanggapinya. Wanita cantik itu terus menatap nanar pada sepiring rujak di depannya, bergantian dengan wajah tampan sang suami.Tangannya perlahan menyodorkan piring tersebut ke hadapan suaminya. Sedangkan Naresh, ia hanya menautkan kedua alisnya penuh tanda tanya."Kenapa?""Makanlah, aku mau lihat kamu makan rujak."Naresh terkejut, "tapi aku nggak suka rujak, Cla.""Tapi aku pengen l
Clara menutup pintu dengan senyuman tersungging di bibirnya. Langkahnya perlahan menuju ranjang dan mendudukkan diri di sana. Saat mulai menyendokkan potongan buah, tiba-tiba ucapan Ibu mertuanya beberapa hari lalu melintas."Jangan buat Naresh terlalu mudah mendapatkan mu, Cla. Kamu harus buat dia berjuang, buat dia tahu bagaimana rasanya di abaikan. Selama ini dia mengacuhkan mu 'kan? Sekarang gantian kamu yang acuhkan dia. Maka, dia akan tahu bagaimana rasanya berjuang. Mungkin, bagi kamu Naresh sudah berjuang dengan meninggalkan Bella, tetapi buat lah dia berjuang lagi untuk mendapatkan cintamu. Ingat! Jangan mudah memaafkannya, Cla," ucap Ibu mertuanya di malam pertamanya menginap di rumah sakit.Clara terus tersenyum mengingat rencana tersebut, ia sudah menjalankannya, dan hasilnya memang Naresh menurut. Entah menurut karena anak dalam kandungannya, atau karena memang perasaan Naresh kepadanya. Itu semua tidak penting. Yang terpenting, rencananya menyadarkan sang suami sudah be
"Kemana Mas Naresh?" gumam Clara saat dirinya menapakkan kaki di ruang tamu. Rumah dengan interior modern itu nampak sepi, hanya ada Bibi yang berlalu-lalang. Clara terdiam untuk sejenak, apa suaminya tengah marah karena sikapnya? Apa penolakannya terlalu berlebihan?"Huh ... Kemana dia?" gumamnya lagi.Jarum sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tetapi Naresh belum juga kembali. akhirnya karena terlalu lelah menunggu, tanpa sadar wanita cantik itu memejamkan mata saat rasa kantuk menyerang.•Clara terbangun saat merasakan tubuhnya ada yang membopong, kelopak matanya perlahan membuka, dan betapa terkejutnya ia saat mendapati suaminya tengah menggendongnya. Iris coklat itu masih terus memperhatikan netra tajam suaminya, ada guratan lelah di sana. Entah apa yang Naresh pikirkan."Kamu bangun?" tanya Naresh saat baru saja merebahkan tubuh mungil itu di atas kasur."Kamu baru sadar?" tanya Clara tanpa menjawab pertanyaan Naresh."Iya, maaf aku tadi nggak lihat kamu.""Nggak masalah, ju
Clara menutup pintu dengan membantingnya keras, ia lantas menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Napasnya naik turun, bohong kalau dia tidak sakit hati. Layaknya terdapat bongkahan batu besar yang menghantam dadanya ketika melihat Bella datang bersama suaminya siang ini."Nak, kamu jangan lihat kelakuan buaya Papamu tadi, ya! Jangan! Pokoknya jangan! Kamu harus jadi sosok setia seperti Mamamu ini!" ujar Clara lirih, tetapi penuh penekanan.Wanita cantik itu lantas menuju kamar mandi guna membersihkan tubuh dan mengganti pakaian dengan yang lebih baik. Baru setelahnya ia turun ke lantai bawah."Semoga Bella sudah pulang, males banget kalau masih ada dia," gumamnya saat menuruni tangga.Namun, sayup-sayup telinganya mendengar suara orang tengah berbincang, sejenak kemudian Clara menghela napas kasar saat mendapati Bella masih ada di rumahnya. Ah, andai saja Bella tidak dalam keadaan mengandung, pasti tanpa segan Clara sudah menyeretnya.Benar saja! Bella tengah berbaring di sofa dengan
Suara sirine terdengar bersahutan di tengah pekatnya malam Ibu Kota. Dua mobil ambulance yang membawa dua insan yang tengah menutup mata dengan darah yang mengucur dari kepala keduanya semakin menambah kesan ngeri, apalagi dengan banyaknya alat medis yang di tempel di tubuh mereka."Menantuku sedang hamil, Suster. Tolong selamatkan dia," ujar Anne memohon dengan suara lirih."Iya, Nyonya. Kami akan berusaha menyelamatkan Ibu dan janinnya, tapi karena memang alatnya yang kurang memadai jadi kita harus bersabar sampai rumah sakit."Anne terdiam. Rahangnya mengetat geram menatap kondisi Clara yang memprihatinkan, di tambah darah yang terus mengalir dari inti tubuh wanita cantik itu. Sungguh! Anne takut sesuatu yang buruk akan menimpa menantunyaWanita paruh baya itu yakin pasti ada sesuatu yang mendasari kecelakaan ini. Namun, ia harus bersabar karena orang suruhannya masih mencari tahu. Hingga saat tiba di rumah sakit, Anne tetap mendampingi Clara, ia bahkan belum melihat keadaan putrany
Wanita itu memilih berbalik dan meninggalkan tempatnya berdiri, ia takut ada yang memergokinya. Saat tiba di ruangan khusus, langkah kakinya masuk dan lekas mencari berkas yang ia butuhkan."Mana, ya?" gumamnya sambil tangannya terus mencari-cari."Kayaknya aku tadi nggak salah denger, deh. Bukannya sudah jadi, ya?" gumamnya lagi.Gerakan tangannya selaras dengan gerakan mata yang menatap awas pada arah pintu. Hingga karena terlalu fokus mencari, wanita itu sampai tidak menyadari ada sesosok laki-laki yang memasuki ruangan tersebut."Lagi ngapain? Cari apa kamu?" tanyanya yang membuat jantung wanita itu serasa mau berhenti.Deg!Matanya membelalak bersama degup jantung yang mendadak berhenti. Tenggorokannya tercekat, lidahnya kelu, bahkan ia kehilangan kata-katanya. Kepalanya beberapa kali menggeleng, seakan menolak kehadiran pria di depannya tersebut."Apa kabar, Sayang?" ucap pria tersebut dengan suara serak."Ng-Nggak! Nggak mungkin!"Wanita itu terus mundur hingga tidak sadar tubu
"Tuan Naresh," ucap Dokter saat baru saja keluar ruangan."Bagaimana, Dokter?!" Naresh langsung melepas pelukan Mamanya."Nona Clara sudah sadar, Tuan. Namun, kondisinya masih sangat lemah, beberapa sarafnya juga butuh waktu untuk penyesuaian. Silakan kalau Anda ingin melihat."Naresh mengangguk dan lantas melangkahkan kakinya menghampiri sang istri yang masih tergolek lemas di atas ranjang rumah sakit. Sudut matanya meneteskan cairan bening, sehingga hal itu sontak membuat Naresh khawatir."Cla, kenapa? Ada yang sakit? Atau kamu mau apa?". Naresh mengelus lembut surai legam istrinya.Clara menggeleng."Aku panggilkan lagi Dokternya, ya." Naresh langsung berbalik badan, tetapi langkahnya terhenti saat mendengar suara lirih Clara."Anakku..." Deg!Naresh membalik tubuhnya perlahan, matanya melotot dengan rahangnya yang terbuka. Sementara Anne, wanita paruh baya itu langsung memeluk tubuh lemah menantunya."Cla...""Maaf, Mas. A-Aku nggak bisa jaga anak kita. Aku nggak berguna! Ini sal