Dunianya serasa terhenti, melihat tubuh pucat yang terbujur di atas ranjang dengan banyak alat medis di seluruh tubuhnya. Kenapa matanya tetap terpejam? Bukankah Dokter bilang keadaannya tidak apa-apa? Kenapa wajahnya masih pucat? Bukankah kata Dokter dia tidak kehilangan banyak darah?Sungguh! Naresh tidak bisa berhenti menyalahkan dirinya atas apa yang menimpa Clara dan calon anaknya, andai siang itu ia tidak pergi ke tempat Bella, mungkin tidak akan seperti ini. Yeah, beberapa saat lalu Pak Yanto mengantarkan ponsel milik Clara yang tertinggal, dan di situlah Naresh baru tahu akar permasalahannya."Mungkin kali ini kamu nggak akan memaafkan aku, Cla," gumamnya menatap tubuh lemah di hadapannya dengan sendu.Naresh menoleh saat merasakan ada yang memegang bahunya, ternyata sang Mama tengah berdiri di sampingnya."Kita doakan yang terbaik untuk Clara dan janinnya, Dokter sudah berusaha, dan kita harus optimis.""Tapi kenapa Clara nggak bangun-bangun, Mah? Bukannya lukanya nggak parah
Apartemen Bella.Ting! Tong!Ting! Tong!Naresh berdiri di depan pintu unit apartemen Bella dengan tampang ngerinya, ia sudah tidak memandang Bella sebagai kekasihnya, ia hanya akan mengingat Bella sebagai sosok yang membuat calon anaknya hampir tiada sebelum sempat melihat dunia.Ceklek!Senyum bella langsung merekah saat bertatapan dengan Naresh."Sayang, kamu ngap--" ucapan Bella terjeda saat Naresh langsung mencekik leher wanita itu dan mendorongnya masuk ke dalam."Akh ... Na-Naresh, Sakit. Sa-Sakit..," rintihnya.Bugh! Tubuh mungil itu terjengkang ke sofa. Tubuhnya bergetar seakan takut dengan sorot mata kekasihnya, juga gemelatuk gigi pria itu yang mengerikan."Kamu kenapa, Naresh?" tanyanya terdengar lirih.Naresh tidak menjawab. Ia mencengkeram lagi leher jenjang yang biasanya menjadi candunya tersebut, hingga sudut netra Bella mengeluarkan air mata."Aaakh! A-Aku nggak bisa napas. kkkhh!""Dengar! Aku menyesal karena telah mendatangimu kemarin, Bell. Aku nggak nyangka terny
Glory Hospital."Cari Bella! Aku mau dia bertanggung jawab atas apa yang menimpa Clara. Aku tidak bisa terlalu percaya dengan Naresh, bisa saja anak itu terperdaya lagi!" perintah Anne pada salah satu bodyguard kepercayaannya."Baik, Nyonya. Setelah ini saya dan yang lainnya akan ke apartemen Nona Bella, kami akan membawanya ke sini."Anne mengangguk. Baru saja wanita paruh baya itu ingin membalikkan tubuhnya, ujung netranya menangkap bayangan sang putra bersama seorang wanita tengah berjalan ke arahnya.Manik matanya semakin membulat sempurna saat menyadari Naresh tengah menggandeng tangan Bella. 'Baru saja aku meminta orang untuk menjemputnya, dia malah menyerahkan diri ke hadapanku,' batin Anne."Mah," sapa Naresh yang tidak di hiraukan oleh Anne.Wanita paruh baya itu masih betah menatap Bella dengan tatapan membunuhnua."Kenapa kau kemari?" tanya Anne yang membuat Bella gelagapan."Mah ... Bella hamil," ucap Naresh tanpa basa basi."Deg!Tatapan Anne semakin tajam, "apa maksudny
Hari terus berlalu, hingga tidak terasa sudah satu minggu Clara menghabiskan siang malamnya di rumah sakit. Ia sudah tidak merasakan sakit di tubuhnya, tetapi wanita cantik itu tetap tidak bisa egois mengingat dirinya kini tidak sendiri."Jangan melakukan pekerjaan yang membuat Anda lelah baik fisik maupun pikiran, Nona Clara. Jangan lupa kontrol rutin setiap bulannya, ya.""Baik, Dokter. Terima kasih," jawab Clara dengan senyuman ramah."Besok pagi Anda sudah bisa pulang, Nona. Sekarang istirahat lah agar kondisi Anda dan janinnya bisa membaik," perintah Dokter tersebut yang hanya di angguki oleh Clara.Selepas kepergian Dokter, Clara memilih memejamkan mata. Namun, urung kala melihat pintu terbuka. Ternyata suaminya yang masuk, sehingga membuat wanita cantik lantas membuang pandangan ke lantai."Kamu mau tidur?" tanya Naresh yang hanya di balas anggukan oleh Clara.Entahlah! Perasaannya masih sakit mengingat video panas di ponselnya pekan lalu."Yeah, tidurlah. Aku akan menemanimu d
Clara tengah duduk di meja makan dengan wajah memberengut kesal, di depannya terdapat sepiring rujak buah yang beberapa saat lalu Bibi beli. Namun, tangannya hanya mengaduk-aduk saja, tanpa memakannya."Kenapa, Cla?" tanya Naresh yang cukup membuat wanita cantik terhenyak.Kepalanya mendongak, menatap pada wajah yang sangat di hindarinya akhir-akhir ini. "Kenapa nggak di makan?" Naresh kembali bertanya seraya mendudukkan dirinya di kursi.Hening! Clara tidak menjawab."Kenapa, hmm? Nggak suka? Atau mau makan yang lain?"Naresh masih tidak menyerah, lelaki itu tetap tidak mencoba meskipun Clara enggan menanggapinya. Wanita cantik itu terus menatap nanar pada sepiring rujak di depannya, bergantian dengan wajah tampan sang suami.Tangannya perlahan menyodorkan piring tersebut ke hadapan suaminya. Sedangkan Naresh, ia hanya menautkan kedua alisnya penuh tanda tanya."Kenapa?""Makanlah, aku mau lihat kamu makan rujak."Naresh terkejut, "tapi aku nggak suka rujak, Cla.""Tapi aku pengen l
Clara menutup pintu dengan senyuman tersungging di bibirnya. Langkahnya perlahan menuju ranjang dan mendudukkan diri di sana. Saat mulai menyendokkan potongan buah, tiba-tiba ucapan Ibu mertuanya beberapa hari lalu melintas."Jangan buat Naresh terlalu mudah mendapatkan mu, Cla. Kamu harus buat dia berjuang, buat dia tahu bagaimana rasanya di abaikan. Selama ini dia mengacuhkan mu 'kan? Sekarang gantian kamu yang acuhkan dia. Maka, dia akan tahu bagaimana rasanya berjuang. Mungkin, bagi kamu Naresh sudah berjuang dengan meninggalkan Bella, tetapi buat lah dia berjuang lagi untuk mendapatkan cintamu. Ingat! Jangan mudah memaafkannya, Cla," ucap Ibu mertuanya di malam pertamanya menginap di rumah sakit.Clara terus tersenyum mengingat rencana tersebut, ia sudah menjalankannya, dan hasilnya memang Naresh menurut. Entah menurut karena anak dalam kandungannya, atau karena memang perasaan Naresh kepadanya. Itu semua tidak penting. Yang terpenting, rencananya menyadarkan sang suami sudah be
"Kemana Mas Naresh?" gumam Clara saat dirinya menapakkan kaki di ruang tamu. Rumah dengan interior modern itu nampak sepi, hanya ada Bibi yang berlalu-lalang. Clara terdiam untuk sejenak, apa suaminya tengah marah karena sikapnya? Apa penolakannya terlalu berlebihan?"Huh ... Kemana dia?" gumamnya lagi.Jarum sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tetapi Naresh belum juga kembali. akhirnya karena terlalu lelah menunggu, tanpa sadar wanita cantik itu memejamkan mata saat rasa kantuk menyerang.•Clara terbangun saat merasakan tubuhnya ada yang membopong, kelopak matanya perlahan membuka, dan betapa terkejutnya ia saat mendapati suaminya tengah menggendongnya. Iris coklat itu masih terus memperhatikan netra tajam suaminya, ada guratan lelah di sana. Entah apa yang Naresh pikirkan."Kamu bangun?" tanya Naresh saat baru saja merebahkan tubuh mungil itu di atas kasur."Kamu baru sadar?" tanya Clara tanpa menjawab pertanyaan Naresh."Iya, maaf aku tadi nggak lihat kamu.""Nggak masalah, ju
Clara menutup pintu dengan membantingnya keras, ia lantas menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Napasnya naik turun, bohong kalau dia tidak sakit hati. Layaknya terdapat bongkahan batu besar yang menghantam dadanya ketika melihat Bella datang bersama suaminya siang ini."Nak, kamu jangan lihat kelakuan buaya Papamu tadi, ya! Jangan! Pokoknya jangan! Kamu harus jadi sosok setia seperti Mamamu ini!" ujar Clara lirih, tetapi penuh penekanan.Wanita cantik itu lantas menuju kamar mandi guna membersihkan tubuh dan mengganti pakaian dengan yang lebih baik. Baru setelahnya ia turun ke lantai bawah."Semoga Bella sudah pulang, males banget kalau masih ada dia," gumamnya saat menuruni tangga.Namun, sayup-sayup telinganya mendengar suara orang tengah berbincang, sejenak kemudian Clara menghela napas kasar saat mendapati Bella masih ada di rumahnya. Ah, andai saja Bella tidak dalam keadaan mengandung, pasti tanpa segan Clara sudah menyeretnya.Benar saja! Bella tengah berbaring di sofa dengan