Setelah perdebatan tersebut, Naresh benar-benar pergi meninggalkan hotel itu. Lelaki itu tidak jadi ke kamar istrinya, tetapi langsung menuju mobil guna meninggalkan pulau ini. Sementara Clara, wanita itu terpaksa mengikuti suaminya, tentu saja dengan beberapa bodyguard yang mengawasi.Setelah beberapa jam di perjalanan, baik darat maupun udara, mereka berdua sudah sampai di kota. Clara langsung memasuki rumah dan menuju kamarnya, sedangkan Naresh hanya mencebikkan bibirnya melihat tingkah sang istri yang mengacuhkannya."Apa Clara tidak berpikir koper beratnya ini aku yang bawa? Dasar tidak peka, bisa-bisanya dia melupakan aku dan barang-barangnya," gerutunya sebal.Lelaki itu langsung menyusul Clara ke kamarnya dengan langkah tergesa. Tangannya mengepal ke udara dan mengetuk keras pintu di depannya, tetapi Clara sama sekali tidak menjawab. Lelaki itu mengulanginya beberapa kali, hingga ia nampak lelah dengan istrinya yang mengacuhkannya. Alhasil, Naresh turun dengan tampang kesal.
Suara sirine bersahut-sahutan, perasaan mencekam dan khawatir sontak menyeruak di dalam dada Clara. Bukan hanya mengkhawatirkan Kenzie, tetapi ia juga mengkhawatirkan suaminya."Jangan risaukan keadaannya, Cla. Dia tidak akan mati hanya karena tusukan kecil."Clara menoleh, menatap pada suaminya yang masih fokus pada laju mobil."Kamu menusuknya di beberapa bagian, Mas. Wajar kalau aku khawatir. Kalau Kenzie sampai kehabisan darah apa kamu nggak khawatir?'"Ada banyak kantung darah di rumah sakit. Apanya yang susah?"Clara menggelengkan kepalanya. Wanita cantik itu menatap tidak percaya pada suaminya yang begitu santai menghadapi situasi ini."Dia bisa menuntut kamu, Mas," lirih Clara yang langsung membuat Naresh menoleh."Dia nggak bakal bisa ngelakuin itu."Hening! Clara tidak lagi menjawab.Mobil yang di tumpangi mereka sudah terparkir di halaman rumah sakit. Keduanya lantas turun menyusul Anne yang sudah masuk bersama Kenzie, nampak di sana wanita paruh baya itu sedang mendudukkan
Pagi hari.Jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, Anne masih setia bersama Clara yang masih bingung menghubungi banyak relasi mereka, dan Naresh masih belum kembali hingga detik ini. Wajah kedua wanita itu sudah lesu, terlihat jelas dari kantung mata yang menghitam."Sudah ada kabar dari Naresh, Cla?"Clara menggeleng lemah. Air matanya kembali menitik seiring dengan ponsel suaminya yang juga tidak aktif.Dap! Dap! Dap!Anne dan Clara sontak menoleh saat mendengar langkah kaki yang menunju ke arah mereka, keduanya berharap yang datang adalah Naresh. Namun, sayangnya alam tidak menyetujui. Dari arah koridor nampak Dokter melangkah tergesa dengan suster yang mengikutinya dari belakang."Maaf, Nyonya. Apakah sudah di temukan pendonornya? Sisa waktu tinggal tiga jam lagi, keadaan pasien juga semakin kritis, dan kami harus segera melakukan penanganan.""Tunggu beberapa saat lagi, Dokter," timpal Clara dengan raut wajah memohon.Sang Dokter melihat ke arah benda yang melingkar pad
"Loh, Naresh. Kamu dari mana, Sayang? Clara mana?" tanya Anne lambut."Aku nggak tahu, Mah."Wanita paruh baya itu tak ayal mengernyit bingung, tetapi beberapa saat kemudian dari arah luar muncul lah menantunya itu dengan langkah lemas dan wajah pucat."Clara," lirih Anne dan langsung melirik ke arah putranya yang hanya cuek.Anne bisa langsung menebak kalau anak dan menantunya pasti baru saja berselisih paham."Kamu dari mana, Cla? Kamu 'kan masih lemas.""Aku habis cari angin, mah." jawabnya singkat."Sendirian?"Clara melirik singkat kepada suaminya yang tengah asyik bermain ponsel seakan tidak peduli dengan kehadirannya. Dengan cepat wanita cantik itu kembali melihat mertuanya dan lekas menganggukkan kepala.Mereka lantas duduk di kursi tunggu sembari menunggu Dokter menangani kenzie. Tanpa ada yang tahu, bahwa sedari tadi tidak sedetikpun Clara memalingkan pandangannya dari Naresh. Ah, rupanya wanita cantik sangat menyesal.Menit berlalu...Dokter sudah keluar dari ruangan dengan
Beberapa hari kemudian.Naresh semakin mendiamkan Clara, ia hanya akan membuka suaranya jika di tanya, dan selebihnya keheningan lah yang Naresh tampakkan. Bahkan lelaki itu tidak lagi mau memakan masakan yang telah di siapkan oleh istrinya. Ia hanya akan memakan makanan yang telah di siapkan oleh Bibi, hal itu tak ayal membuat Clara bersedih.Namun, rasanya jauh berbeda di bandingkan saat awal pernikahan mereka, ini adalah kesalahannya. Oh, sungguh ini adalah situasi yang amat sulit bagi Clara."Mas, lima belas menit lagi ada meeting," ucapnya yang hanya di angguki singkat oleh Naresh.Jika boleh memilih, wanita cantik itu akan lebih memilih Naresh berbicara kasar dan meluapkan segala kekesalannya padanya, bukan malah mendiamkannya seperti ini. Bagi Clara, ini seribu kali lipat sakitnya di bandingkan bentakan paling keras yang pernah di lontarkan suaminya."Nanti siang mau makan di mana, Mas?""Aku sudah ada janji dengan asistenku.""Oh, ya sudah kalau begitu."Hening! Naresh tidak l
Saat ini Naresh sedang bersama pengacaranya melakukan pemindahan kuasa atas saham yang di miliki Kenzie. Cukup lama, karena memang ada banyak yang harus di persiapkan."Terima kasih, Pak," ucap Naresh."Sama-sama, Pak Naresh. Ini juga sudah menjadi tugas saya."Naresh mengangguk, setelahnya mereka semua melanjutkan acara dengan makan siang. Lelaki tampan itu sama sekali tidak melihat ponselnya, ia sengaja menyetel ponselnya dengan mode hening.Tanpa dirinya tahu bahwa kini istrinya tengah dalam keadaan ketakutan yang mencekam. Ah, entah apa yang akan Naresh lakukan nantinya jika tahu sepupunya berbuat kurang ajar kepada istrinya."Setelah ini kita jadi melihat proyek di luar kota, Bos?" tanya Delon, asisten pribadi kepercayaan Naresh."Iya," jawabnya singkat.Setelah menyelesaikan makan siang, Naresh beserta asistennya bergegas memasuki mobil. Namun, Delon sontak menghentikan langkah kakinya ketika merasakan ponselnya berdering kencang."Saya izin mengangkat telepon, Bos.""Iya," jawa
Clara membuka jendela dan menuju balkon saat mendengar deru mobil memasuki halaman kediaman utama, sejurus kemudian bibirnya melengkungkan senyuman ketika mendapati mobil milik suaminya sudah terparkir di bawah sana.Sementara Naresh langsung melangkah lebar memasuki rumah bersama Delon, pandangan matanya menatap tajam kepada Kenzie yang masih berdiri mondar mandir di depan pintu kamar Clara."Kenapa lagi pria bodoh itu?" gumamnya sembari terus melangkah menaiki tangga.Naresh melayangkan tatapan tajam saat dirinya sudah berhadapan langsung dengan sang sepupu yang di bencinya itu. Gegas saja tangannya menyeret kasar lengan kekar Kenzie agar menjauh dari sana "Kau sudah seperti orang gila saja mondar-mandir di depan kamar istriku, Ken!"Namun, Kenzie malah melepas gelak tawanya."Istri? Dia bukan istrimu. Kau saja tidak ada perasaan dengannya, Naresh!" Kenzie masih tertawa hingga dia tidak sadar Naresh sudah mengepalkan tangannya.Bugh!Bugh!Lelaki yang baru saja sembuh itu harus kem
"Maaf kalau kemarin aku mendiamkan kamu, Cla," ucap Naresh seraya mengelap jejak saliva di dagu Clara."Aku yang seharusnya minta maaf, Mas. Aku nggak nurut sama kamu, sampai akhirnya kayak gini.""Aku nggak akan nyuruh sesuatu kalau nggak ada gunanya, tapi kamu memang bandel. Kamu istri pembangkang yang suka sekali menguji kesabaranku, dan kamu juga wanita bodoh yang suka cari masalah. Tapi, nggak papa, semuanya karena aku mencintai kamu, Cla."Clara mengulas senyumnya, hatinya terenyuh mendengar kata-kata lembut yang melelehkan hatinya."Mulai sekarang aku nggak akan jadi pembangkang.""Yeah, kamu memang harus jadi penurut. Beruntung kamu pintar langsung ke rumah Mama.""Karena di sini banyak orang, kalau di rumah kamu cuma ada Bibi. Aku pikir dia nggak akan berani kalau di sini, ternyata tetep nekat.""Sudah tahu 'kan maksudku memintamu untuk menjauhi Kenzie?""Iya, Mas. Entah kenapa dia jadi seperti itu, dia bukan Kenzie yang aku kenal dulu.""Itu karena kamu selalu membukakan cel