“Apa daddy perlu menunggu?” tanya Langit sambil menarik tuas rem tangan.“Tidak usah, Daddy pulang saja dulu. Jika memang ada masalah, Nanda pasti tak ingin Daddy melihat atau mengetahui apa yang terjadi padanya. Jadi biar aku masuk sendiri, Daddy pulang saja,” jawab Sashi.Setelah meyakinkan Bintang dan Langit, akhirnya Sashi diperbolehkan pulang untuk menemui Nanda, tapi dengan syarat Langit yang mengantar.“Kalau ada apa-apa, segera hubungi daddy,” ucap Langit sebelum Sashi turun dari mobil.Sashi mengangguk, lantas dengan perlahan turun dari mobil. Dia masih merasakan nyeri di bagian perut pasca operasi, membuat Sashi tidak bisa bergerak bebas.Langit sendiri mencemaskan kondisi Sashi, tapi karena putrinya yang merengek dan memaksa, membuatnya akhirnya mengizinkan.Sashi sendiri segera masuk rumah. Dia bertemu dengan Rina yang menunggunya.“Masih tidak keluar kamar?” tanya Sashi.“Tidak, Nyonya. Tapi pintu kamar juga sepertinya tidak dikunci,” jawab Rina.Sashi pun bergegas naik k
“Mama kenapa?” tanya Nana saat melihat Bastian keluar dari kamar Rihana.“Sepertinya tekanan darahnya naik lagi. Pas aku tanya apa Mama ada masalah, Mama hanya diam,” jawab Bastian dengan ekspresi wajah sedih.Bagaimana tidak sedih, Rihana sakit, ayahnya belum pulang padahal sudah malam.Nana pun cemas jika Rihana sakit. Dia pun akhirnya masuk untuk melihat sendiri bagaimana kondisi Rihana.“Mama sudah minum obat? Mau dibuatkan sesuatu?” tanya Nana.Rihana membuka mata meski kepalanya begitu berat. Dia melihat Nana yang duduk di tepian ranjang mencemaskan dirinya.Bukannya menjawab pertanyaan Nana, tapi Rihana malah seperti ingin menangis karena takut jika Nanda dan Nana pergi dari hidupnya.“Mama hanya mau kamu di sini,” ucap Rihana sambil meraih telapak tangan Nana.Nana pun terkejut mendengar ucapan Rihana, bingung karena tak mengerti kenapa Rihana berkata seperti itu.“Aku selalu di sini untuk Mama, jadi Mama jangan bilang begitu. Aku dan Bas juga tidak akan ke mana-mana, kan suda
“Terima kasih karena kamu mau mendukung dan masih mengingatkanku agar tidak salah langkah,” ucap Nanda saat membuka mata di pagi hari dan melihat istrinya ada di sisinya sedang menyambutnya dengan seulas senyum. “Bukankah sudah selayaknya seperti itu. Istri bukan hanya sebuah status, tapi istri adalah orang yang akan disisimu saat kamu terpuruk, sedih, bahkan jatuh sejatuh-jatuhnya. Jadi sudah tugasku menemanimu juga mengingatkan jika kamu salah langkah,” balas Sashi. Nanda sangat beruntung bisa mencintai dan memiliki Sashi. Dia meraih kepala Sashi, lantas mendaratkan kecupan di kening istrinya itu. “Bersiaplah, aku akan mengantarmu ke rumah Mommy. Aku tidak akan tenang jika kamu sendirian di sini,” ucap Nanda. Sashi mengangguk-anggukan kepala mendengar ucapan Nanda. Dia tidak akan membantah perintah suaminya itu. “Tapi janji, kamu harus memberiku kabar, apa pun yang terjadi harus menghubungiku. Jangan seperti kemarin yang mendadak tak bisa dihubungi,” ucap Sashi takut jika sampa
Nanda pergi ke perusahaan Mario. Dia langsung menemui pria itu untuk mencari tahu masalah yang terjadi dengan perusahaan mendiang ayahnya.“Kamu sudah datang. Duduklah!” Mario langsung mempersilakan Nanda duduk.Nanda mengangguk mendengar ucapan Mario, lantas duduk tenang berhadapan dengan pamannya itu.“Apa terjadi masalah?” tanya Mario berpura tidak tahu dengan apa yang sedang terjadi.“Aku ingin menanyakan sesuatu,” ujar Nanda.“Tanyakan saja.” Mario terlihat tenang menghadapi Nanda.“Paman pasti tahu siapa keluarga asliku, aku hanya ingin bertanya, apa benar Papa yang membuat perusahaan keluargaku bangkrut. Tolong jawab jujur tanpa membela siapa pun,” ucap Nanda terlihat tegas.Mario menghela napas kasar mendengar pertanyaan Nanda, hingga kemudian mencoba menjelaskan secara terperinci agar Nanda tak salah paham.“Ya, meski secara tidak langsung, tapi perkembangan perusahaan Melvin memang sangat pesat sampai menggerus perusahaan lain dan memaksa mereka gulung tikar karena tak bisa
“Kamu sudah mengetahui kebenarannya?”Handoko langsung melontarkan pertanyaan itu saat Nanda duduk di hadapannya. Dia sangat yakin jika Nanda memercayai semua ucapannya.Nanda menghela napas kasar, lantas membalas, “Aku hanya tak menyangka jika orang yang merawatku, ternyata melakukan semua itu hanya untuk rasa bersalah.”Nanda terlihat kecewa juga sedih. Dia memperlihatkan bagaimana kecewanya dia karena fakta yang dibeberkan Handoko.“Apa kamu masih mau bertahan dengan orang seperti itu? Yang jelas-jelas memiliki maksud saat membesarkanmu. Aku yakin jika dia melakukan itu karena takut,” ujar Handoko mencoba memprovokasi.“Takut? Takut kenapa?” tanya Nanda bersikap polos seolah tak tahu apa pun.“Tentu saja takut jika kamu balas dendam. Coba dipikir, jika kamu hidup tanpanya, saat kamu dewasa pasti penasaran kenapa keluargamu bangkrut, lalu kamu mencari tahu, lantas membalas dendam ke Melvin saat tahu dia penyebab perusahaan papamu bangkrut. Kini, dengan mengadopsimu dan Nana, dia ber
“Jadi ternyata benar dia,” ucap Nanda begitu geram. Lukas dan satu temannya menghela napas mendengar ucapan Nanda. Mereka baru saja mendengarkan rekaman suara yang disadap dari Handoko. Nanda memasukkan alat ke saku jaket Handoko saat memeluk pamannya itu. Dia mencoba mencari bukti siapa sebenarnya dalang dibalik kemunculan Handoko. Kini dia tahu siapa pelakunya karena Handoko menyebut dengan jelas nama Hendry. “Kita bisa jadikan rekaman suara ini sebagai bukti untuk menjebloskannya ke penjara,” ujar Lukas. “Tampaknya dia tak kapok, padahal sedang dalam masalah karena perselingkuhannya,” timpal teman Lukas. “Saya lupa memberitahu Anda, Pak.” Lukas menatap Nanda yang duduk di samping ranjang. “Apa?” tanya Nanda. “Wartawan yang kubayar untuk menyebar foto dan video Hendry, ternyata juga dirawat di rumah sakit karena dikeroyok beberapa orang. Dia baru saja menghubungi saya, lalu mengatakan jika orang-orang itu menanyakan soal foto-foto Hendry. Mungkinkah ini ada hubungannya dengan
“Jangan bergerak dan angkat tangan kalian!”Polisi menggrebek beberapa orang yang ada di sebuah rumah kontrakan. Bahkan di luar rumah itu sudah dikepung oleh banyak polisi.Empat orang yang sedang berjudi itu pun terkejut. Mereka sedang main kartu sambil mabuk, kini keempatnya mengangkat tangan mereka ke udara.Polisi yang menyergap pun langsung memborgol satu persatu para pria itu, lantas digiring keluar menuju ke mobil polisi.Aksi penyergapan itu tentunya menjadi pusat tontonan warga sekitar, mereka tidak menyangka jika rumah itu akan digrebek polisi hingga membuat empat pria ditangkap secara bersamaan.Keempat pria itu pun dibawa ke kantor polisi. Mobil yang terparkir di depan rumah itu pun diamankan polisi sebagai barang bukti.“Kalian ditangkap atas laporan seseorang yang mengalami penganiayaan. Lebih baik kalian bekerjasama dengan polisi jika tak ingin mendapat hukuman lebih berat,” ucap polisi yang memimpin penggrebekan yang terjadi.Keempat pria itu diam menunduk karena tak b
“Aku sudah mengatakan semuanya ke Nanda,” ujar Mario saat mendatangi kantor Melvin.“Bagaimana reaksinya?” tanya Melvin penasaran. Jauh di lubuk hatinya berharap Nanda tak menyalahkan dirinya.“Ya, dia memang terlihat sangat kecewa. Aku pun tak menyalahkan sikapnya, bukankah wajah jika seseorang akan merasa tersakiti ketika mengetahui fakta yang kelam. Namun, aku pun berusaha meyakinkannya jika semua bukan kesalahanmu. Kamu hanya sedang mengambil langkah di saat yang tidak tepat,” ujar Mario menjelaskan.Melvin mengembuskan napas kasar, lantas mengusap wajah berulang kali.“Aku sudah pasrah jika dia memang membenciku atau tidak mau memaafkanku. Sampai saat ini pun dia tidak menghubungiku lagi, mungkin semua ini memang sulit diterimanya,” ungkap Melvin.“Tapi jika kulihat. Nanda sepertinya lebih percaya dengan ucapanku. Apalagi aku memberikan fakta beserta bukti. Bukan hanya kata-kata yang dirangkai untuk mengambil simpatinya. Dia itu cerdas, aku yakin kalau dia bisa mencerna apa yang
“Dia tampan sekali. Pipinya juga menggemaskan.” Rihana langsung menggendong cucu keduanya itu. Rihana, Bintang, dan para suami datang ke sana setelah satu minggu Sashi melahirkan. Mereka begitu bahagia mengetahui Sashi melahirkan dengan lancar. “Aku mau menggendongnya,” kata Bintang mengambil Archie dari gendongan Rihana. Sashi dan Nanda menatap para orang tua yang sangat bahagia. Mereka begitu bahagia melihat semuanya berkumpul di sana. “Siapa namanya?” tanya Bintang sambil menimang bayi Archie. “Archie Abimand Mahendra. Nanda ingin nama keluarga tersemat di namanya,” jawab Sashi. “Nama yang bagus,” puji Rihana sambil mengelus pipi Archie menggunakan telunjuk, membuat bayi mungil itu menggeliat geli. Bintang menatap cucu pertamanya itu. Melihat Archie yang sangat menggemaskan, membuat Bintang malah sedih. “Apa kamu akan balik ke Indonesia?” tanya Bintang sambil menatap Sashi. Semua orang pun terkejut hingga menatap Bintang, kemudian ke Sashi secara bergantian. Sashi bingung
Sashi baru saja keluar dari kamar mandi. Dia tiba-tiba merasakan perutnya sakit, membuat Sashi langsung berpegangan pada kusen pintu. “Agh, kenapa sakit?” Sashi memegangi perutnya yang besar. Kehamilan Sashi baru memasuki usia sembilan bulan. Dia menjalani hari dalam masa kehamilan dengan baik meski Nanda tak selalu ada di sampingnya. Pagi itu dia baru saja mencuci wajah, tapi perutnya tiba-tiba terasa mulas bahkan panas juga pinggangnya pegal. “Apa kamu mau keluar sekarang?” Sashi menahan sakit sambil mengusap perutnya. Sashi mengalami kontraksi, membuatnya tak sanggup berjalan hingga memilih langsung duduk di ranjang. Dia berulang kali mengatur napas karena kontraksi yang terjadi. “Anda sudah bangun?” Suara perawat pribadi yang selama beberapa bulan ini merawat dan menjaga Sashi masuk kamar. Dia terkejut karena melihat Sashi kesakitan. “Anda baik-baik saja?” tanya wanita itu langsung berlari menghampiri Sashi. “Sepertinya bayinya mau lahir,” jawab Sashi sambil menahan sakit
“Kenapa kamu ke sini lagi?” Bumi melotot ke Winnie yang kembali datang ke kafenya. Dia sepertinya sedikit tak senang dengan Winnie yang sangat cerewet. “Apa? Aku mau jajan, kenapa kamu galak sekali? Ingat, Om. Tidak boleh galak-galak, nanti cepat tua,” balas Winnie tak takut sama sekali meski Bumi memasang wajah garang. “Kalau mau beli makanan atau minuman di sini, take away jangan makan di sini,” ucap Bumi karena sebelumnya Winnie begitu cerewet bertanya soal seseorang yang menemuinya waktu itu. Padahal jika dipikir, Winnie tak ada hubungan dengan Bumi, tapi kenapa gadis itu bertanya seolah sedang menginterogasi. Selama beberapa bulan ini, Winnie memang sering datang ke kafe Bumi meski tidak tiap hari. Bukannya senang mendapat pelanggan tetap, Bumi malah kesal karena sikap Winnie cerewet dan penasaran dengan apa pun yang dilihat di kafe itu.Baru saja Winnie ingin membalas ucapan Bumi. Tiba-tiba beberapa anak berseragam masuk ke kafe dan langsung menatap Winnie. “Eh, kamu di sin
“Kamu benar-benar tidak apa-apa jika aku balik ke indo?” tanya Nanda sambil membelai rambut Sashi dengan lembut. Nanda sudah beberapa hari di sana. Dia harus kembali ke Indonesia untuk mengurus pekerjaan, tapi Nanda juga masih berat jika harus meninggalkan Sashi. “Iya, tidak apa-apa. Lagian aku juga baik-baik saja, bahkan tidak mengalami morning sickness. Jadi kamu jangan cemas,” jawab Sashi. Sebenarnya bukan masalah takut Sashi sakit atau mengalami kendala saat menjaga kesehatan. Dia hanya tak bisa jauh dari istrinya yang sedang hamil, Nanda seperti perlu terus berada di sisi istrinya itu. Saat keduanya masih berbincang, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Nanda pun memilih membuka pintu, hingga melihat pelayan rumah berdiri di hadapannya. “Ada apa?” tanya Nanda. “Nyonya besar datang bersama yang lain, Tuan.” Pelayan itu menyampaikan kedatangan Rihana. “Mama datang? Baiklah, aku akan segera turun,” kata Nanda lantas kembali masuk menghampiri Sashi. “Ada apa?” t
“Kamu benar-benar tidak apa?” tanya Sashi saat melihat Nanda sedang berganti pakaian.Nanda menoleh saat mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mendekat ke Sashi yang duduk di ranjang.“Apanya tidak apa, hm?” tanya balik Nanda lantas duduk di samping Sashi.Sashi sepertinya masih takut jika Nanda belum bisa menerima jika dirinya hamil, meski tadi sudah berkata tidak apa-apa.“Kamu tidak apa-apa kalai aku hamil?” tanya Sashi memastikan.Nanda memulas senyum mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mengusap lembut rambut istrinya itu.“Tentu saja tidak apa-apa. Aku malah bahagia karena akhirnya kamu bisa hamil. Mungkin dulu aku belum siap karena takut kamu sakit, tapi sekarang berbeda karena yang terpenting bagiku sekarang kamu bahagia,” jawab Nanda sambil tersenyum begitu tulus dan penuh kasih sayang.Sashi menautkan jemari mereka, lantas menyandarkan kepala di pundak Nanda.“Aku janji akan selalu sehat dan menjaga bayi kita dengan baik,” ucap Sashi agar Nanda tak perlu cemas.Nanda ters
Nanda masuk ke ruang USG, hingga melihat Sashi yang berbaring dan kini sedang diperiksa.“Bagaimana kondisi istri saya?” tanya Nanda saat sudah masuk ke ruangan itu.Sashi terkejut hingga tatapannya tertuju ke Nanda yang baru saja datang.“Kamu datang.” Sashi terlihat senang melihat Nanda di sana.Nanda mendekat dengan ekspresi wajah cemas, lantas memandang ke monitor yang baru saja diperhatikan oleh dokter.“Sebenarnya istri saya kenapa, Dok?” tanya Nanda.Dokter itu tersenyum sambil meletakkan alat USG, hingga kemudian menjawab, “Selamat, istri Anda hamil.”Nanda tertegun tak percaya mendengar ucapan selamat dari dokter itu. Dia sampai memandang Sashi dengan rasa tak percaya.Sashi sendiri hanya tersenyum karena tadi sudah memberitahu kalau dirinya hamil, kini usia kandungan Sashi pun baru enam minggu.“Hamil? Serius hamil? Bukan penyakit?” tanya Nanda memastikan dengan sedikit rasa tidak percaya.Sashi meraih tangan Nanda yang dekat dengannya, lantas menautkan jemari mereka.“Iya,
Satu tahun berlalu. Sashi masih setia menemani Aruna di luar negeri, Nanda sendiri datang setiap seminggu sekali, lantas tinggal beberapa hari sebelum kembali ke Indonesia.Sashi sendiri mulai lega karena akhirnya Aruna bisa menyesuaikan diri dan kini sudah memiliki beberapa teman di kampus barunya.“Bagaimana kuliahmu hari ini?” tanya Sashi saat melihat Aruna baru saja pulang.“Menyenangkan,” jawab Aruna sambil melebarkan senyum.“Mommy tadi telepon, tanya apa kamu masih suka murung-murungan, kujawab tidak karena kamu sudah baik-baik saja,” ucap Sashi.Aruna tersenyum tipis mendengar ucapan Sashi. Meski dia terlihat baik-baik saja, tapi tetap saja sudah satu tahun belum bisa melupakan Ansel.“Jika nanti sudah lulus, aku ingin kerja di sini saja. Di sini lebih enak, meski pergaulan di sini berbeda dengan di Indonesia, tapi aku sudah berusaha menjaga batasan,” ujar Aruna.Sashi sangat terkejut mendengar ucapan Aruna. Dia lantas membalas, “Apa kamu tidak ingin meneruskan perusahaan Dadd
“Bagaimana dengan Runa?” tanya Nanda saat menemui Sashi di kamar. Mereka sudah ada di sana sebulan. Aruna sendiri belum keluar dari rumah sama sekali sejak sebulan ini. “Masih sama. Hanya di kamar, duduk di teras, atau jalan-jalan,” jawab Sashi yang sedih mengetahui Aruna tak seperti dulu dan lebih banyak murungnya. Nanda menghela napas, mereka sudah berusaha membuat Aruna bersemangat, soal Aruna mau bangkit atau tidak, semua harus dari diri sendirinya. “Kalian tidak apa-apa jika aku tinggal? Aku tidak tega melihatmu sedih melihat Aruna seperti itu,” ucap Nanda sambil mengusap rambut Sashi. Nanda masih harus bolak-balik mengurus pekerjaan, sehingga dia pun tidak bisa setiap saat ada di sana. “Kamu tenang saja, aku baik-baik saja di sini. Soal Runa, aku akan berusaha mengajaknya jalan-jalan mencari suasana baru. Dia juga seharusnya sudah mulai mengurus perpindahan kuliahnya, tapi dia belum bersemangat,” balas Sashi. Sashi mencoba memahami posisi suaminya yang tak bisa terus berad
Aruna memandangi kamar yang akan ditinggalkannya. Dia sudah memantapkan hati untuk pergi karena benar-benar tak bisa melupakan Ansel begitu saja jika masih di kota itu. Baginya Ansel adalah cinta pertama yang tak bisa dilupakan. Meski dulu awalnya dia menyukai Bumi, tapi kenyataannya Ansellah yang menduduki hatinya pertama kali. “Kamu sudah siap?” tanya Sashi yang menghampiri Aruna di kamar. Aruna menatap Sashi, lantas menganggukkan kepala. Dia mengambil tas dan jaketnya, lantas menarik koper yang ada di dekat ranjang. Setelah mengurus visa tinggal terbatas dan pasport, akhirnya Aruna akan pergi ke Amerika untuk belajar sekalian menenangkan diri. Namun, tentunya Aruna akan pergi bersama keluarga, lalu nantinya akan tinggal bersama Sashi dan Nanda sesuai kesepakatan, meski Nanda akan bolak-balik karena urusan pekerjaan. Bintang menatap Aruna yang baru saja menuruni anak tangga bersama Sashi. Bintang tak kuasa melihat kedua putrinya akan pergi dan tinggal jauh darinya. Sopir yang