“Mama kenapa?” tanya Nana saat melihat Bastian keluar dari kamar Rihana.“Sepertinya tekanan darahnya naik lagi. Pas aku tanya apa Mama ada masalah, Mama hanya diam,” jawab Bastian dengan ekspresi wajah sedih.Bagaimana tidak sedih, Rihana sakit, ayahnya belum pulang padahal sudah malam.Nana pun cemas jika Rihana sakit. Dia pun akhirnya masuk untuk melihat sendiri bagaimana kondisi Rihana.“Mama sudah minum obat? Mau dibuatkan sesuatu?” tanya Nana.Rihana membuka mata meski kepalanya begitu berat. Dia melihat Nana yang duduk di tepian ranjang mencemaskan dirinya.Bukannya menjawab pertanyaan Nana, tapi Rihana malah seperti ingin menangis karena takut jika Nanda dan Nana pergi dari hidupnya.“Mama hanya mau kamu di sini,” ucap Rihana sambil meraih telapak tangan Nana.Nana pun terkejut mendengar ucapan Rihana, bingung karena tak mengerti kenapa Rihana berkata seperti itu.“Aku selalu di sini untuk Mama, jadi Mama jangan bilang begitu. Aku dan Bas juga tidak akan ke mana-mana, kan suda
“Terima kasih karena kamu mau mendukung dan masih mengingatkanku agar tidak salah langkah,” ucap Nanda saat membuka mata di pagi hari dan melihat istrinya ada di sisinya sedang menyambutnya dengan seulas senyum. “Bukankah sudah selayaknya seperti itu. Istri bukan hanya sebuah status, tapi istri adalah orang yang akan disisimu saat kamu terpuruk, sedih, bahkan jatuh sejatuh-jatuhnya. Jadi sudah tugasku menemanimu juga mengingatkan jika kamu salah langkah,” balas Sashi. Nanda sangat beruntung bisa mencintai dan memiliki Sashi. Dia meraih kepala Sashi, lantas mendaratkan kecupan di kening istrinya itu. “Bersiaplah, aku akan mengantarmu ke rumah Mommy. Aku tidak akan tenang jika kamu sendirian di sini,” ucap Nanda. Sashi mengangguk-anggukan kepala mendengar ucapan Nanda. Dia tidak akan membantah perintah suaminya itu. “Tapi janji, kamu harus memberiku kabar, apa pun yang terjadi harus menghubungiku. Jangan seperti kemarin yang mendadak tak bisa dihubungi,” ucap Sashi takut jika sampa
Nanda pergi ke perusahaan Mario. Dia langsung menemui pria itu untuk mencari tahu masalah yang terjadi dengan perusahaan mendiang ayahnya.“Kamu sudah datang. Duduklah!” Mario langsung mempersilakan Nanda duduk.Nanda mengangguk mendengar ucapan Mario, lantas duduk tenang berhadapan dengan pamannya itu.“Apa terjadi masalah?” tanya Mario berpura tidak tahu dengan apa yang sedang terjadi.“Aku ingin menanyakan sesuatu,” ujar Nanda.“Tanyakan saja.” Mario terlihat tenang menghadapi Nanda.“Paman pasti tahu siapa keluarga asliku, aku hanya ingin bertanya, apa benar Papa yang membuat perusahaan keluargaku bangkrut. Tolong jawab jujur tanpa membela siapa pun,” ucap Nanda terlihat tegas.Mario menghela napas kasar mendengar pertanyaan Nanda, hingga kemudian mencoba menjelaskan secara terperinci agar Nanda tak salah paham.“Ya, meski secara tidak langsung, tapi perkembangan perusahaan Melvin memang sangat pesat sampai menggerus perusahaan lain dan memaksa mereka gulung tikar karena tak bisa
“Kamu sudah mengetahui kebenarannya?”Handoko langsung melontarkan pertanyaan itu saat Nanda duduk di hadapannya. Dia sangat yakin jika Nanda memercayai semua ucapannya.Nanda menghela napas kasar, lantas membalas, “Aku hanya tak menyangka jika orang yang merawatku, ternyata melakukan semua itu hanya untuk rasa bersalah.”Nanda terlihat kecewa juga sedih. Dia memperlihatkan bagaimana kecewanya dia karena fakta yang dibeberkan Handoko.“Apa kamu masih mau bertahan dengan orang seperti itu? Yang jelas-jelas memiliki maksud saat membesarkanmu. Aku yakin jika dia melakukan itu karena takut,” ujar Handoko mencoba memprovokasi.“Takut? Takut kenapa?” tanya Nanda bersikap polos seolah tak tahu apa pun.“Tentu saja takut jika kamu balas dendam. Coba dipikir, jika kamu hidup tanpanya, saat kamu dewasa pasti penasaran kenapa keluargamu bangkrut, lalu kamu mencari tahu, lantas membalas dendam ke Melvin saat tahu dia penyebab perusahaan papamu bangkrut. Kini, dengan mengadopsimu dan Nana, dia ber
“Jadi ternyata benar dia,” ucap Nanda begitu geram. Lukas dan satu temannya menghela napas mendengar ucapan Nanda. Mereka baru saja mendengarkan rekaman suara yang disadap dari Handoko. Nanda memasukkan alat ke saku jaket Handoko saat memeluk pamannya itu. Dia mencoba mencari bukti siapa sebenarnya dalang dibalik kemunculan Handoko. Kini dia tahu siapa pelakunya karena Handoko menyebut dengan jelas nama Hendry. “Kita bisa jadikan rekaman suara ini sebagai bukti untuk menjebloskannya ke penjara,” ujar Lukas. “Tampaknya dia tak kapok, padahal sedang dalam masalah karena perselingkuhannya,” timpal teman Lukas. “Saya lupa memberitahu Anda, Pak.” Lukas menatap Nanda yang duduk di samping ranjang. “Apa?” tanya Nanda. “Wartawan yang kubayar untuk menyebar foto dan video Hendry, ternyata juga dirawat di rumah sakit karena dikeroyok beberapa orang. Dia baru saja menghubungi saya, lalu mengatakan jika orang-orang itu menanyakan soal foto-foto Hendry. Mungkinkah ini ada hubungannya dengan
“Jangan bergerak dan angkat tangan kalian!”Polisi menggrebek beberapa orang yang ada di sebuah rumah kontrakan. Bahkan di luar rumah itu sudah dikepung oleh banyak polisi.Empat orang yang sedang berjudi itu pun terkejut. Mereka sedang main kartu sambil mabuk, kini keempatnya mengangkat tangan mereka ke udara.Polisi yang menyergap pun langsung memborgol satu persatu para pria itu, lantas digiring keluar menuju ke mobil polisi.Aksi penyergapan itu tentunya menjadi pusat tontonan warga sekitar, mereka tidak menyangka jika rumah itu akan digrebek polisi hingga membuat empat pria ditangkap secara bersamaan.Keempat pria itu pun dibawa ke kantor polisi. Mobil yang terparkir di depan rumah itu pun diamankan polisi sebagai barang bukti.“Kalian ditangkap atas laporan seseorang yang mengalami penganiayaan. Lebih baik kalian bekerjasama dengan polisi jika tak ingin mendapat hukuman lebih berat,” ucap polisi yang memimpin penggrebekan yang terjadi.Keempat pria itu diam menunduk karena tak b
“Aku sudah mengatakan semuanya ke Nanda,” ujar Mario saat mendatangi kantor Melvin.“Bagaimana reaksinya?” tanya Melvin penasaran. Jauh di lubuk hatinya berharap Nanda tak menyalahkan dirinya.“Ya, dia memang terlihat sangat kecewa. Aku pun tak menyalahkan sikapnya, bukankah wajah jika seseorang akan merasa tersakiti ketika mengetahui fakta yang kelam. Namun, aku pun berusaha meyakinkannya jika semua bukan kesalahanmu. Kamu hanya sedang mengambil langkah di saat yang tidak tepat,” ujar Mario menjelaskan.Melvin mengembuskan napas kasar, lantas mengusap wajah berulang kali.“Aku sudah pasrah jika dia memang membenciku atau tidak mau memaafkanku. Sampai saat ini pun dia tidak menghubungiku lagi, mungkin semua ini memang sulit diterimanya,” ungkap Melvin.“Tapi jika kulihat. Nanda sepertinya lebih percaya dengan ucapanku. Apalagi aku memberikan fakta beserta bukti. Bukan hanya kata-kata yang dirangkai untuk mengambil simpatinya. Dia itu cerdas, aku yakin kalau dia bisa mencerna apa yang
Nanda dan Melvin sudah berada di ruang kerja Melvin. Baik Nanda maupun ayah angkatnya itu masih sama-sama diam, meski mereka sudah di sana selama beberapa menit.“Kamu masih marah atas apa yang terjadi?” tanya Melvin akhirnya bicara.Jika tidak ada yang bicara sama sekali, maka mereka takkan tahu apa yang sebenarnya ingin dibahas.Nanda diam sambil meremas kedua lutut. Dia sedang menyiapkan hati untuk bicara dengan Melvin.Melvin menarik napas panjang. Dia sudah tua untuk bersikap egois dengan menyalahkan tindakan Nanda. Dia berusaha bijak dengan memahami perasaan putra angkatnya itu.“Papa minta--” Melvin ingin bicara, tapi terhenti saat melihat Nanda berdiri.Pria tua itu menatap Nanda yang sedikit menundukkan kepala, hingga putranya itu berjalan cepat ke arahnya, lantas bersimpuh di bawah kakinya sambil meraih telapak tangan.“Nan.” Melvin terkejut dengan apa yang dilakukan Nanda.“M