“Apa kamu benar-benar serius sama dokter itu?” tanya Rihana ketika sudah di rumah setelah merayakan kelulusan Clara. Clara menoleh sang mama, seluruh keluarganya pun memperhatikan dirinya. “Ya, kalau dibilang serius, ya serius, Ma. Tapi ‘kan aku ga tahu nantinya gimana. Aku dan Zidan hanya berusaha menjalani apa yang bisa kami jalani sekarang,” jawab Clara. “Bagaimana ceritanya kalian tiba-tiba bisa bersama, sedangkan ….” Melvin menjeda ucapannya, lantas melirik Nanda. Dia berhenti bicara karena takut mengingatkan akan masa yang sudah berlalu. Clara sendiri paham akan maksud ucapan sang papa. Dia melebarkan senyum, lantas membalas, “Ya, mungkin karena aku lebih nyaman dengannya. Meski umurnya jauh di atasku, tapi aku merasa nyaman dengan sikapnya yang baik, ramah, juga perhatian. Jadi, doakan hubungan kami langgeng.” Setelah mengucapkan itu Clara pergi ke kamar dengan ekspresi wajah senang. Rihana dan Melvin lagi-lagi dibuat melongo dengan sikap putrinya itu. Mereka pun lantas m
Aruna setengah berlari menuju gerbang depan untuk menemui Ansel. Dia terlihat senang karena akhirnya Ansel datang menemuinya sesuai janji.Ansel sendiri ada di dalam mobil, hingga dia pun keluar saat melihat Aruna keluar dari gerbang.“Maaf aku menemuimu terlalu malam. Tadi ada urusan sebentar setelah acara,” ucap Ansel langsung memberi penjelasan agar Aruna tak marah.“Iya, tidak apa,” balas Aruna.Ansel membuka pintu mobil, lantas mengeluarkan sesuatu dari mobil.“Aku membeli ini saat dalam perjalanan ke sini, untung tokonya belum tutup tadi,” ujar Ansel sambil memperlihatkan kotak berisi kue yang dibelinya untuk merayakan kelulusan.Aruna terlihat senang karena Ansel sangat pengertian kepadanya. Dia sampai meminta satpam untuk membantu memindah kursi dan meja ke depan gerbang, agar bisa makan kue bersama Ansel.“Kamu tidak marah karena aku datang terlambat, kan?” tanya Ansel sambil memandang Aruna yang sedang memotong kue untuk mereka.“Tidak, asal kamu datang, aku tidak akan marah
Nanda duduk di ruang kerjanya sambil menatap ke layar laptop. Dia sedang melihat berita yang ditayangkan oleh salah satu media berita. Nanda akhirnya mendapatkan beberapa bukti yang bisa memperkuat skandal perselingkuhan Hendry dengan seorang mahasiswi perguruan tinggi yang sama dengan Clara. Berita itu sudah ditayangkan, setelah Nanda membayar wartawan untuk menyebarkannya. “Halo.” Nanda menjawab panggilan dari Lukas. “Anda sudah melihat beritanya, Pak? Wartawan yang kita bayar sudah berhasil menayangkan berita itu,” ujar Lukas dari seberang panggilan. “Ya, aku sedang melihat beritanya saat ini,” balas Nanda, “kamu sudah pastikan wartawan itu tidak membocorkan perihal sumber informasi perselingkuhan itu, kan?” “Anda tenang saja, saya sudah membuat surat perjanjian, sehingga jika mereka berani membocorkan jika kita yang memberikan informasi berita itu, maka kita akan menyeret mereka juga,” jawab Lukas yang melakukan perintah Nanda dengan sangat rapi. “Baguslah, kalau begitu kita
“Di mana Sashi?” tanya Bintang ketika baru sampai di rumah Nanda.“Di kamar, Mom.” Nanda menunjuk ke lantai atas.“Aku ada rapat pagi ini, apa Mommy bisa bantu jaga Sashi sampai aku pulang?” tanya Nanda karena dia pun sebenarnya masih cemas jika meninggalkan Sashi.“Kamu tenang saja. Mommy akan jaga dia, sudah kamu kerja saja tidak usah mikir yang lain,” balas Bintang.Nanda mengangguk mendengar ucapan Bintang. Dia pun mengantar mertuanya itu ke kamar sebelum berangkat ke kantor.Sashi sendiri masih di atas ranjang, meringkuk sambil memegangi perut.“Sashi, Mommy sudah datang.” Nanda memanggil saat sudah berada di kamar.Sashi langsung membalikkan badan saat mendengar suara Nanda, hingga melihat Bintang yang sudah ada di sana.“Aku tinggal ke kantor dulu tidak apa, kan?” tanya Nanda meminta izin.Sashi mengangguk-anggukan kepala menjawab pertanyaan Nanda.Nanda mendekat lantas mengecup kening istrinya.“Aku akan segera pulang setelah urusan pekerjaan selesai,” ujar Nanda berpamitan.“
“Apa yang kamu inginkan?” Nanda menatap tak senang ke pria yang kini ada di hadapannya. “Aku hanya ingin bertemu denganmu. Aku benar-benar tidak menyangka bisa melihatmu dalam kondisi sehat seperti sekarang ini setelah lama kita berpisah,” ujar pria itu sambil menatap Nanda yang duduk di hadapannya. Nanda ingin tertawa mendengar ucapan pria itu. Dia sungguh ingin meledakkan tada karena pria itu senang melihatnya baik-baik saja. “Setelah dua puluh tiga tahun, kamu baru datang menemuiku dan berkata senang melihatku baik-baik saja? Lelucon macam apa?” Nanda awalnya bicara dengan nada mengejek, tapi kemudian memberikan tatapan begitu tajam. Pria itu adalah pamannya, kakak dari sang ayah yang meninggal setelah perusahaan keluarga bangkrut. Nanda sangat ingat, dulu pria itu tiba-tiba menghilang bersama keluarganya, membiarkan keluarga Nanda terpuruk sampai menjual semua aset yang dimiliki untuk membayar utang perusahaan, tapi pamannya itu malah kabur, padahal pria itu juga menikmati has
“Mommy, ada apa?” Aruna terkejut saat pulang melihat Bintang sedang menyeka air mata. Bintang terkejut mendengar suara Aruna. Dia buru-buru menghapus air mata dengan tisu. “Mom.” Aruna duduk di samping Bintang sambil memegang pundak wanita itu. Bintang menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Aruna. “Ada apa, Mom? Kalau ada apa-apa cerita saja, jangan dipendam sendiri. Nanti Mommy sakit,” ujar Aruna membujuk agar Bintang tak memendam semua sendiri. Bintang sendiri mencoba mengatur napasnya yang sedikit tersendat akibat menangis. Aruna sendiri memandang Bintang dengan wajah cemas jika sesuatu terjadi dengan Bintang. “Ini soal kakakmu,” ucap Bintang. “Ada apa dengan Kak Sashi?” tanya Aruna langsung cemas. Bintang hendak menjawab, tapi malah kembali menangis hingga membuat Aruna kebingungan. “Kak Sashi sakit apa? Tadi Mommy ke sana untuk melihatnya, kan?” tanya Aruna yang cemas. Bintang menggelengkan kepala, sejujurnya dia bingung sendiri karena belum tahu pasti Sashi kenapa.
Bintang langsung ke rumah sakit saat mengetahui jika Sashi dilarikan ke rumah sakit. Dia bersama Aruna dan Langit terlihat terburu-buru memasuki IGD. “Nanda, bagaimana kondisi Sashi?” tanya Bintang saat melihat menantunya itu sedang berbicara dengan perawat yang mengurusi prosedur tindakan untuk Sashi. Nanda menoleh mertuanya itu, hingga kemudian menjawab, “Zidan bilang menunggu dokter kandungan untuk mengetahui penyebab pasti sakitnya. Aku bertanya apa dia hamil, tapi Zidan menjawab bukan.” Bintang langsung lemas, bahkan limbung hingga tubuhnya ditopang oleh Aruna lantas dibantu Langit. Langit pun mengajak Bintang duduk, sedangkan Nanda merasa jika mertuanya itu tahu yang terjadi, sehingga reaksinya seperti itu. “Mom, apa Sashi mengatakan sesuatu saat di rumah? Tidak ada dokter yang ke rumah juga untuk memeriksanya, kan?” tanya Nanda sambil berlutut di depan Bintang. Dia ingin mertuanya itu jujur dengan yang terjadi kepada Sashi. Langit dan Aruna pun penasaran, mereka menunggu
Sashi akhirnya dipindah ke ruang inap. Bintang dan yang lain sangat lega saat mengetahui jika Sashi hanya mengidap kista ovarium dan bukan kanker.“Aku akan baik-baik saja, Mommy.” Sashi bicara dengan Bintang yang sudah begitu pucat dengan wajah sembab.“Kamu ini, kalau diperiksa sejak siang tadi, seharusnya tidak sampai seperti ini,” ujar Bintang antara kesal akan sikap Sashi yang kekeh tidak mau diperiksa dengan rasa sedih karena melihat anaknya sakit.“Iya, maaf. Aku hanya takut jika perkiraanku benar. Tapi sekarang aku sudah lega, semua akan baik-baik saja,” ujar Sashi menjelaskan.Nanda memperhatikan istrinya yang sedang bicara dengan Bintang. Meski Sashi dalam kondisi sakit, tapi istrinya itu masih bisa menenangkan orang lain.“Kapan jadwal operasinya?” tanya Langit ke Nanda.Nanda menoleh ke mertuanya itu, lantas menjawab, “Besok, Pa. Kita masih nunggu ruang operasinya siap karena dua hari ini penuh untuk tindakan medis.”Langit mengangguk-angguk mendengar jawaban Nanda. Dia ha
“Dia tampan sekali. Pipinya juga menggemaskan.” Rihana langsung menggendong cucu keduanya itu. Rihana, Bintang, dan para suami datang ke sana setelah satu minggu Sashi melahirkan. Mereka begitu bahagia mengetahui Sashi melahirkan dengan lancar. “Aku mau menggendongnya,” kata Bintang mengambil Archie dari gendongan Rihana. Sashi dan Nanda menatap para orang tua yang sangat bahagia. Mereka begitu bahagia melihat semuanya berkumpul di sana. “Siapa namanya?” tanya Bintang sambil menimang bayi Archie. “Archie Abimand Mahendra. Nanda ingin nama keluarga tersemat di namanya,” jawab Sashi. “Nama yang bagus,” puji Rihana sambil mengelus pipi Archie menggunakan telunjuk, membuat bayi mungil itu menggeliat geli. Bintang menatap cucu pertamanya itu. Melihat Archie yang sangat menggemaskan, membuat Bintang malah sedih. “Apa kamu akan balik ke Indonesia?” tanya Bintang sambil menatap Sashi. Semua orang pun terkejut hingga menatap Bintang, kemudian ke Sashi secara bergantian. Sashi bingung
Sashi baru saja keluar dari kamar mandi. Dia tiba-tiba merasakan perutnya sakit, membuat Sashi langsung berpegangan pada kusen pintu. “Agh, kenapa sakit?” Sashi memegangi perutnya yang besar. Kehamilan Sashi baru memasuki usia sembilan bulan. Dia menjalani hari dalam masa kehamilan dengan baik meski Nanda tak selalu ada di sampingnya. Pagi itu dia baru saja mencuci wajah, tapi perutnya tiba-tiba terasa mulas bahkan panas juga pinggangnya pegal. “Apa kamu mau keluar sekarang?” Sashi menahan sakit sambil mengusap perutnya. Sashi mengalami kontraksi, membuatnya tak sanggup berjalan hingga memilih langsung duduk di ranjang. Dia berulang kali mengatur napas karena kontraksi yang terjadi. “Anda sudah bangun?” Suara perawat pribadi yang selama beberapa bulan ini merawat dan menjaga Sashi masuk kamar. Dia terkejut karena melihat Sashi kesakitan. “Anda baik-baik saja?” tanya wanita itu langsung berlari menghampiri Sashi. “Sepertinya bayinya mau lahir,” jawab Sashi sambil menahan sakit
“Kenapa kamu ke sini lagi?” Bumi melotot ke Winnie yang kembali datang ke kafenya. Dia sepertinya sedikit tak senang dengan Winnie yang sangat cerewet. “Apa? Aku mau jajan, kenapa kamu galak sekali? Ingat, Om. Tidak boleh galak-galak, nanti cepat tua,” balas Winnie tak takut sama sekali meski Bumi memasang wajah garang. “Kalau mau beli makanan atau minuman di sini, take away jangan makan di sini,” ucap Bumi karena sebelumnya Winnie begitu cerewet bertanya soal seseorang yang menemuinya waktu itu. Padahal jika dipikir, Winnie tak ada hubungan dengan Bumi, tapi kenapa gadis itu bertanya seolah sedang menginterogasi. Selama beberapa bulan ini, Winnie memang sering datang ke kafe Bumi meski tidak tiap hari. Bukannya senang mendapat pelanggan tetap, Bumi malah kesal karena sikap Winnie cerewet dan penasaran dengan apa pun yang dilihat di kafe itu.Baru saja Winnie ingin membalas ucapan Bumi. Tiba-tiba beberapa anak berseragam masuk ke kafe dan langsung menatap Winnie. “Eh, kamu di sin
“Kamu benar-benar tidak apa-apa jika aku balik ke indo?” tanya Nanda sambil membelai rambut Sashi dengan lembut. Nanda sudah beberapa hari di sana. Dia harus kembali ke Indonesia untuk mengurus pekerjaan, tapi Nanda juga masih berat jika harus meninggalkan Sashi. “Iya, tidak apa-apa. Lagian aku juga baik-baik saja, bahkan tidak mengalami morning sickness. Jadi kamu jangan cemas,” jawab Sashi. Sebenarnya bukan masalah takut Sashi sakit atau mengalami kendala saat menjaga kesehatan. Dia hanya tak bisa jauh dari istrinya yang sedang hamil, Nanda seperti perlu terus berada di sisi istrinya itu. Saat keduanya masih berbincang, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Nanda pun memilih membuka pintu, hingga melihat pelayan rumah berdiri di hadapannya. “Ada apa?” tanya Nanda. “Nyonya besar datang bersama yang lain, Tuan.” Pelayan itu menyampaikan kedatangan Rihana. “Mama datang? Baiklah, aku akan segera turun,” kata Nanda lantas kembali masuk menghampiri Sashi. “Ada apa?” t
“Kamu benar-benar tidak apa?” tanya Sashi saat melihat Nanda sedang berganti pakaian.Nanda menoleh saat mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mendekat ke Sashi yang duduk di ranjang.“Apanya tidak apa, hm?” tanya balik Nanda lantas duduk di samping Sashi.Sashi sepertinya masih takut jika Nanda belum bisa menerima jika dirinya hamil, meski tadi sudah berkata tidak apa-apa.“Kamu tidak apa-apa kalai aku hamil?” tanya Sashi memastikan.Nanda memulas senyum mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mengusap lembut rambut istrinya itu.“Tentu saja tidak apa-apa. Aku malah bahagia karena akhirnya kamu bisa hamil. Mungkin dulu aku belum siap karena takut kamu sakit, tapi sekarang berbeda karena yang terpenting bagiku sekarang kamu bahagia,” jawab Nanda sambil tersenyum begitu tulus dan penuh kasih sayang.Sashi menautkan jemari mereka, lantas menyandarkan kepala di pundak Nanda.“Aku janji akan selalu sehat dan menjaga bayi kita dengan baik,” ucap Sashi agar Nanda tak perlu cemas.Nanda ters
Nanda masuk ke ruang USG, hingga melihat Sashi yang berbaring dan kini sedang diperiksa.“Bagaimana kondisi istri saya?” tanya Nanda saat sudah masuk ke ruangan itu.Sashi terkejut hingga tatapannya tertuju ke Nanda yang baru saja datang.“Kamu datang.” Sashi terlihat senang melihat Nanda di sana.Nanda mendekat dengan ekspresi wajah cemas, lantas memandang ke monitor yang baru saja diperhatikan oleh dokter.“Sebenarnya istri saya kenapa, Dok?” tanya Nanda.Dokter itu tersenyum sambil meletakkan alat USG, hingga kemudian menjawab, “Selamat, istri Anda hamil.”Nanda tertegun tak percaya mendengar ucapan selamat dari dokter itu. Dia sampai memandang Sashi dengan rasa tak percaya.Sashi sendiri hanya tersenyum karena tadi sudah memberitahu kalau dirinya hamil, kini usia kandungan Sashi pun baru enam minggu.“Hamil? Serius hamil? Bukan penyakit?” tanya Nanda memastikan dengan sedikit rasa tidak percaya.Sashi meraih tangan Nanda yang dekat dengannya, lantas menautkan jemari mereka.“Iya,
Satu tahun berlalu. Sashi masih setia menemani Aruna di luar negeri, Nanda sendiri datang setiap seminggu sekali, lantas tinggal beberapa hari sebelum kembali ke Indonesia.Sashi sendiri mulai lega karena akhirnya Aruna bisa menyesuaikan diri dan kini sudah memiliki beberapa teman di kampus barunya.“Bagaimana kuliahmu hari ini?” tanya Sashi saat melihat Aruna baru saja pulang.“Menyenangkan,” jawab Aruna sambil melebarkan senyum.“Mommy tadi telepon, tanya apa kamu masih suka murung-murungan, kujawab tidak karena kamu sudah baik-baik saja,” ucap Sashi.Aruna tersenyum tipis mendengar ucapan Sashi. Meski dia terlihat baik-baik saja, tapi tetap saja sudah satu tahun belum bisa melupakan Ansel.“Jika nanti sudah lulus, aku ingin kerja di sini saja. Di sini lebih enak, meski pergaulan di sini berbeda dengan di Indonesia, tapi aku sudah berusaha menjaga batasan,” ujar Aruna.Sashi sangat terkejut mendengar ucapan Aruna. Dia lantas membalas, “Apa kamu tidak ingin meneruskan perusahaan Dadd
“Bagaimana dengan Runa?” tanya Nanda saat menemui Sashi di kamar. Mereka sudah ada di sana sebulan. Aruna sendiri belum keluar dari rumah sama sekali sejak sebulan ini. “Masih sama. Hanya di kamar, duduk di teras, atau jalan-jalan,” jawab Sashi yang sedih mengetahui Aruna tak seperti dulu dan lebih banyak murungnya. Nanda menghela napas, mereka sudah berusaha membuat Aruna bersemangat, soal Aruna mau bangkit atau tidak, semua harus dari diri sendirinya. “Kalian tidak apa-apa jika aku tinggal? Aku tidak tega melihatmu sedih melihat Aruna seperti itu,” ucap Nanda sambil mengusap rambut Sashi. Nanda masih harus bolak-balik mengurus pekerjaan, sehingga dia pun tidak bisa setiap saat ada di sana. “Kamu tenang saja, aku baik-baik saja di sini. Soal Runa, aku akan berusaha mengajaknya jalan-jalan mencari suasana baru. Dia juga seharusnya sudah mulai mengurus perpindahan kuliahnya, tapi dia belum bersemangat,” balas Sashi. Sashi mencoba memahami posisi suaminya yang tak bisa terus berad
Aruna memandangi kamar yang akan ditinggalkannya. Dia sudah memantapkan hati untuk pergi karena benar-benar tak bisa melupakan Ansel begitu saja jika masih di kota itu. Baginya Ansel adalah cinta pertama yang tak bisa dilupakan. Meski dulu awalnya dia menyukai Bumi, tapi kenyataannya Ansellah yang menduduki hatinya pertama kali. “Kamu sudah siap?” tanya Sashi yang menghampiri Aruna di kamar. Aruna menatap Sashi, lantas menganggukkan kepala. Dia mengambil tas dan jaketnya, lantas menarik koper yang ada di dekat ranjang. Setelah mengurus visa tinggal terbatas dan pasport, akhirnya Aruna akan pergi ke Amerika untuk belajar sekalian menenangkan diri. Namun, tentunya Aruna akan pergi bersama keluarga, lalu nantinya akan tinggal bersama Sashi dan Nanda sesuai kesepakatan, meski Nanda akan bolak-balik karena urusan pekerjaan. Bintang menatap Aruna yang baru saja menuruni anak tangga bersama Sashi. Bintang tak kuasa melihat kedua putrinya akan pergi dan tinggal jauh darinya. Sopir yang