“Apa yang kamu inginkan?” Nanda menatap tak senang ke pria yang kini ada di hadapannya. “Aku hanya ingin bertemu denganmu. Aku benar-benar tidak menyangka bisa melihatmu dalam kondisi sehat seperti sekarang ini setelah lama kita berpisah,” ujar pria itu sambil menatap Nanda yang duduk di hadapannya. Nanda ingin tertawa mendengar ucapan pria itu. Dia sungguh ingin meledakkan tada karena pria itu senang melihatnya baik-baik saja. “Setelah dua puluh tiga tahun, kamu baru datang menemuiku dan berkata senang melihatku baik-baik saja? Lelucon macam apa?” Nanda awalnya bicara dengan nada mengejek, tapi kemudian memberikan tatapan begitu tajam. Pria itu adalah pamannya, kakak dari sang ayah yang meninggal setelah perusahaan keluarga bangkrut. Nanda sangat ingat, dulu pria itu tiba-tiba menghilang bersama keluarganya, membiarkan keluarga Nanda terpuruk sampai menjual semua aset yang dimiliki untuk membayar utang perusahaan, tapi pamannya itu malah kabur, padahal pria itu juga menikmati has
“Mommy, ada apa?” Aruna terkejut saat pulang melihat Bintang sedang menyeka air mata. Bintang terkejut mendengar suara Aruna. Dia buru-buru menghapus air mata dengan tisu. “Mom.” Aruna duduk di samping Bintang sambil memegang pundak wanita itu. Bintang menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Aruna. “Ada apa, Mom? Kalau ada apa-apa cerita saja, jangan dipendam sendiri. Nanti Mommy sakit,” ujar Aruna membujuk agar Bintang tak memendam semua sendiri. Bintang sendiri mencoba mengatur napasnya yang sedikit tersendat akibat menangis. Aruna sendiri memandang Bintang dengan wajah cemas jika sesuatu terjadi dengan Bintang. “Ini soal kakakmu,” ucap Bintang. “Ada apa dengan Kak Sashi?” tanya Aruna langsung cemas. Bintang hendak menjawab, tapi malah kembali menangis hingga membuat Aruna kebingungan. “Kak Sashi sakit apa? Tadi Mommy ke sana untuk melihatnya, kan?” tanya Aruna yang cemas. Bintang menggelengkan kepala, sejujurnya dia bingung sendiri karena belum tahu pasti Sashi kenapa.
Bintang langsung ke rumah sakit saat mengetahui jika Sashi dilarikan ke rumah sakit. Dia bersama Aruna dan Langit terlihat terburu-buru memasuki IGD. “Nanda, bagaimana kondisi Sashi?” tanya Bintang saat melihat menantunya itu sedang berbicara dengan perawat yang mengurusi prosedur tindakan untuk Sashi. Nanda menoleh mertuanya itu, hingga kemudian menjawab, “Zidan bilang menunggu dokter kandungan untuk mengetahui penyebab pasti sakitnya. Aku bertanya apa dia hamil, tapi Zidan menjawab bukan.” Bintang langsung lemas, bahkan limbung hingga tubuhnya ditopang oleh Aruna lantas dibantu Langit. Langit pun mengajak Bintang duduk, sedangkan Nanda merasa jika mertuanya itu tahu yang terjadi, sehingga reaksinya seperti itu. “Mom, apa Sashi mengatakan sesuatu saat di rumah? Tidak ada dokter yang ke rumah juga untuk memeriksanya, kan?” tanya Nanda sambil berlutut di depan Bintang. Dia ingin mertuanya itu jujur dengan yang terjadi kepada Sashi. Langit dan Aruna pun penasaran, mereka menunggu
Sashi akhirnya dipindah ke ruang inap. Bintang dan yang lain sangat lega saat mengetahui jika Sashi hanya mengidap kista ovarium dan bukan kanker.“Aku akan baik-baik saja, Mommy.” Sashi bicara dengan Bintang yang sudah begitu pucat dengan wajah sembab.“Kamu ini, kalau diperiksa sejak siang tadi, seharusnya tidak sampai seperti ini,” ujar Bintang antara kesal akan sikap Sashi yang kekeh tidak mau diperiksa dengan rasa sedih karena melihat anaknya sakit.“Iya, maaf. Aku hanya takut jika perkiraanku benar. Tapi sekarang aku sudah lega, semua akan baik-baik saja,” ujar Sashi menjelaskan.Nanda memperhatikan istrinya yang sedang bicara dengan Bintang. Meski Sashi dalam kondisi sakit, tapi istrinya itu masih bisa menenangkan orang lain.“Kapan jadwal operasinya?” tanya Langit ke Nanda.Nanda menoleh ke mertuanya itu, lantas menjawab, “Besok, Pa. Kita masih nunggu ruang operasinya siap karena dua hari ini penuh untuk tindakan medis.”Langit mengangguk-angguk mendengar jawaban Nanda. Dia ha
Nanda menemani Sashi setelah selesai operasi. Istrinya itu belum sadar karena masih terpengaruh obat bius. “Ajak Mommy pulang saja dulu, biar aku yang jaga Sashi,” ucap Nanda ke Langit karena Bintang terlihat lelah. Langit menoleh Bintang yang sedang duduk di kursi samping ranjang Sashi. Dia pun mendekat ke Bintang lantas memegang pundak istrinya itu. “Bin, kita pulang dulu. Besok ke sini lagi kalau Sashi sudah bangun,” ajak Langit. Bintang menoleh suaminya, kemudian kembali menatap Sashi. “Tapi aku mau di sini menjaganya,” ujar Bintang. “Mommy lebih baik pulang dulu dan istirahat. Jangan sampai sakit, Sashi pasti sedih kalau melihat Mommy sakit hanya karena mencemaskannya,” balas Nanda ikut membujuk Bintang. Bintang pun bingung. Dia hanya ingin menemani putrinya di sana, tapi apa yang dikatakan Nanda juga benar. “Baiklah, tapi kalau nanti dia bangun. Tolong segera kabari mommy, ya,” pinta Bintang. Nanda pun menganggukkan kepala. Akhirnya Bintang mau pulang bersama Langit. K
“Biar aku jelaskan.” Hendry kini menghadapi istrinya yang mengamuk karena berita perselingkuhan pria itu.Wanita berumur 30 tahunan itu membanting segala perabot yang ada di kamar karena emosi dengan kelakuan suaminya. Dia bisa berbohong di depan publik dengan memperlihatkan jika baik-baik saja, tapi dia tidak bisa menahan amarahnya begitu melihat suaminya.“Kurang apa aku, hah? Bagaimana bisa kamu berselingkuh?” Wanita itu berteriak keras karena tak bisa menerima kelakuan suaminya.“Dengarkan aku. Berita itu tidak benar, aku--” Apa yang dikatakan Hendry dipotong cepat oleh sang istri.“Apanya tidak benar, hah? Kamu memeluknya, menciumnya, bahkan kalian kalian bertemu di apartemen berdua. Apanya yang tidak benar, hah? Yang tidak benar itu kelakuanmu yang tidak pernah puas sama sekali meski sudah memiliki istri dan banyak harta!” hardik wanita itu memotong ucapan Hendry.Hendry pun merasa begitu pusing, apalagi kini dia sedang dikejar wartawan juga para pemegang saham yang mempertanyak
[Orang suruhan kita melihat Handoko pergi ke rumah sakit, Pak.]Nanda langsung menegakkan badan membaca pesan dari Lukas. Apalagi ada foto Handoko yang berada di rumah sakit sama dengan Sashi kini dirawat.Sashi dan yang lain pun terkejut melihat Nanda terlihat tegang sambil memandang ponsel.“Ada apa?” tanya Sashi.Nanda memandang istrinya, hingga menyadari jika semua orang kini menatap kepadanya.“Tidak ada, Lukas mengirimiku pesan membahas pekerjaan,” jawab Nanda karena tak mungkin jujur ke Sashi di depan mertuanya.Sashi melihat jika Nanda berbohong, tapi dia mencoba memahami alasan suaminya tak langsung jujur.“Aku keluar dulu mau nyari kopi,” ucap Nanda ke Sashi.Sashi mengangguk membalas ucapan Nanda, tatapan mata pria itu seolah sedang ingin menyampaikan hal lain.“Daddy mau kopi?” tanya Nanda ke Langit untuk sekadar berbasa-basi.“Bo--” Langit ingin membalas, tapi langsung dipotong cepat oleh Bintang.“Tidak boleh. Kamu sudah minum secangkir tadi pagi. Kalau mau minum ya jus
“Ada apa tadi?” tanya Sashi saat sudah berdua dengan Nanda di kamar inap di malam hari. “Lukas mengirim pesan kalau Handoko ada di rumah sakit ini. Aku curiga jika kedatangannya ke sini karena ingin membuat masalah, ternyata tebakannya benar, saat bertemu denganku, dia memang ingin membuat masalah di sini,” jawab Nanda tak ada yang ditutupi dari istrinya. “Handoko? Pamanmu?” tanya Sashi yang belum tahu nama paman Nanda. “Iya,” jawab Nanda sambil menyuapi Sashi dengan potongan apel. Sashi diam sambil mengunyah potongan apel yang sudah masuk mulut. Dia jadi ikut memikirkan soal kemunculan paman Nanda. “Dia tiba-tiba datang setelah sekian tahun, bukan karena ada sesuatu, kan?” tanya Sashi sambil menatap Nanda yang memang terlihat gelisah. “Ya, aku pun berpikir jika kemunculannya bukan sebuah kebetulan. Apalagi dia mengatakan hal-hal yang sebenarnya membuatku muak. Membahas masa lalu seolah dia tahu dan bertanggung jawab,” jawab Nanda. Nanda sendiri mulai penasaran dengan apa yang d