“Ngapain datang?” Clara merajuk meski Zidan sudah datang. Zidan mencoba memahami Clara, meski kekasihnya itu marah, dia tetap sabar. “Pagi tadi ada pasien masuk korban kecelakaan dan mengalami patah tulang, jadi aku harus menanganinya dulu meski jam kerjaku sudah usai. Aku tidak bisa mengabaikannya, karena itu aku datang ke sini terlambat. Belum lagi harus pulang, mandi, ganti pakaian, dan beli ini.” Zidan mencoba menjelaskan agar Clara paham dan tak marah lagi. Dia juga memberikan buket bunga dan sekotak cokelat untuk Clara. Clara melirik bunga dan cokelat yang dibawa Zidan, lantas memandang kekasihnya itu. “Tapi kamu ‘kan bisa telepon atau kirim pesan kalau terlambat,” ucap Clara setengah kesal, tapi juga senang karena Zidan datang. “Iya, maaf.” Zidan pun tetap berusaha meminta maaf. Clara masih tampak kesal, tapi dia juga terharu karena Zidan berusaha satang. Dia pun menerima bunga dan cokelat yang diberikan Zidan. “Selamat, ya,” ucap Zidan sambil mengusap pipi Clara. Clara
“Apa kamu benar-benar serius sama dokter itu?” tanya Rihana ketika sudah di rumah setelah merayakan kelulusan Clara. Clara menoleh sang mama, seluruh keluarganya pun memperhatikan dirinya. “Ya, kalau dibilang serius, ya serius, Ma. Tapi ‘kan aku ga tahu nantinya gimana. Aku dan Zidan hanya berusaha menjalani apa yang bisa kami jalani sekarang,” jawab Clara. “Bagaimana ceritanya kalian tiba-tiba bisa bersama, sedangkan ….” Melvin menjeda ucapannya, lantas melirik Nanda. Dia berhenti bicara karena takut mengingatkan akan masa yang sudah berlalu. Clara sendiri paham akan maksud ucapan sang papa. Dia melebarkan senyum, lantas membalas, “Ya, mungkin karena aku lebih nyaman dengannya. Meski umurnya jauh di atasku, tapi aku merasa nyaman dengan sikapnya yang baik, ramah, juga perhatian. Jadi, doakan hubungan kami langgeng.” Setelah mengucapkan itu Clara pergi ke kamar dengan ekspresi wajah senang. Rihana dan Melvin lagi-lagi dibuat melongo dengan sikap putrinya itu. Mereka pun lantas m
Aruna setengah berlari menuju gerbang depan untuk menemui Ansel. Dia terlihat senang karena akhirnya Ansel datang menemuinya sesuai janji.Ansel sendiri ada di dalam mobil, hingga dia pun keluar saat melihat Aruna keluar dari gerbang.“Maaf aku menemuimu terlalu malam. Tadi ada urusan sebentar setelah acara,” ucap Ansel langsung memberi penjelasan agar Aruna tak marah.“Iya, tidak apa,” balas Aruna.Ansel membuka pintu mobil, lantas mengeluarkan sesuatu dari mobil.“Aku membeli ini saat dalam perjalanan ke sini, untung tokonya belum tutup tadi,” ujar Ansel sambil memperlihatkan kotak berisi kue yang dibelinya untuk merayakan kelulusan.Aruna terlihat senang karena Ansel sangat pengertian kepadanya. Dia sampai meminta satpam untuk membantu memindah kursi dan meja ke depan gerbang, agar bisa makan kue bersama Ansel.“Kamu tidak marah karena aku datang terlambat, kan?” tanya Ansel sambil memandang Aruna yang sedang memotong kue untuk mereka.“Tidak, asal kamu datang, aku tidak akan marah
Nanda duduk di ruang kerjanya sambil menatap ke layar laptop. Dia sedang melihat berita yang ditayangkan oleh salah satu media berita. Nanda akhirnya mendapatkan beberapa bukti yang bisa memperkuat skandal perselingkuhan Hendry dengan seorang mahasiswi perguruan tinggi yang sama dengan Clara. Berita itu sudah ditayangkan, setelah Nanda membayar wartawan untuk menyebarkannya. “Halo.” Nanda menjawab panggilan dari Lukas. “Anda sudah melihat beritanya, Pak? Wartawan yang kita bayar sudah berhasil menayangkan berita itu,” ujar Lukas dari seberang panggilan. “Ya, aku sedang melihat beritanya saat ini,” balas Nanda, “kamu sudah pastikan wartawan itu tidak membocorkan perihal sumber informasi perselingkuhan itu, kan?” “Anda tenang saja, saya sudah membuat surat perjanjian, sehingga jika mereka berani membocorkan jika kita yang memberikan informasi berita itu, maka kita akan menyeret mereka juga,” jawab Lukas yang melakukan perintah Nanda dengan sangat rapi. “Baguslah, kalau begitu kita
“Di mana Sashi?” tanya Bintang ketika baru sampai di rumah Nanda.“Di kamar, Mom.” Nanda menunjuk ke lantai atas.“Aku ada rapat pagi ini, apa Mommy bisa bantu jaga Sashi sampai aku pulang?” tanya Nanda karena dia pun sebenarnya masih cemas jika meninggalkan Sashi.“Kamu tenang saja. Mommy akan jaga dia, sudah kamu kerja saja tidak usah mikir yang lain,” balas Bintang.Nanda mengangguk mendengar ucapan Bintang. Dia pun mengantar mertuanya itu ke kamar sebelum berangkat ke kantor.Sashi sendiri masih di atas ranjang, meringkuk sambil memegangi perut.“Sashi, Mommy sudah datang.” Nanda memanggil saat sudah berada di kamar.Sashi langsung membalikkan badan saat mendengar suara Nanda, hingga melihat Bintang yang sudah ada di sana.“Aku tinggal ke kantor dulu tidak apa, kan?” tanya Nanda meminta izin.Sashi mengangguk-anggukan kepala menjawab pertanyaan Nanda.Nanda mendekat lantas mengecup kening istrinya.“Aku akan segera pulang setelah urusan pekerjaan selesai,” ujar Nanda berpamitan.“
“Apa yang kamu inginkan?” Nanda menatap tak senang ke pria yang kini ada di hadapannya. “Aku hanya ingin bertemu denganmu. Aku benar-benar tidak menyangka bisa melihatmu dalam kondisi sehat seperti sekarang ini setelah lama kita berpisah,” ujar pria itu sambil menatap Nanda yang duduk di hadapannya. Nanda ingin tertawa mendengar ucapan pria itu. Dia sungguh ingin meledakkan tada karena pria itu senang melihatnya baik-baik saja. “Setelah dua puluh tiga tahun, kamu baru datang menemuiku dan berkata senang melihatku baik-baik saja? Lelucon macam apa?” Nanda awalnya bicara dengan nada mengejek, tapi kemudian memberikan tatapan begitu tajam. Pria itu adalah pamannya, kakak dari sang ayah yang meninggal setelah perusahaan keluarga bangkrut. Nanda sangat ingat, dulu pria itu tiba-tiba menghilang bersama keluarganya, membiarkan keluarga Nanda terpuruk sampai menjual semua aset yang dimiliki untuk membayar utang perusahaan, tapi pamannya itu malah kabur, padahal pria itu juga menikmati has
“Mommy, ada apa?” Aruna terkejut saat pulang melihat Bintang sedang menyeka air mata. Bintang terkejut mendengar suara Aruna. Dia buru-buru menghapus air mata dengan tisu. “Mom.” Aruna duduk di samping Bintang sambil memegang pundak wanita itu. Bintang menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Aruna. “Ada apa, Mom? Kalau ada apa-apa cerita saja, jangan dipendam sendiri. Nanti Mommy sakit,” ujar Aruna membujuk agar Bintang tak memendam semua sendiri. Bintang sendiri mencoba mengatur napasnya yang sedikit tersendat akibat menangis. Aruna sendiri memandang Bintang dengan wajah cemas jika sesuatu terjadi dengan Bintang. “Ini soal kakakmu,” ucap Bintang. “Ada apa dengan Kak Sashi?” tanya Aruna langsung cemas. Bintang hendak menjawab, tapi malah kembali menangis hingga membuat Aruna kebingungan. “Kak Sashi sakit apa? Tadi Mommy ke sana untuk melihatnya, kan?” tanya Aruna yang cemas. Bintang menggelengkan kepala, sejujurnya dia bingung sendiri karena belum tahu pasti Sashi kenapa.
Bintang langsung ke rumah sakit saat mengetahui jika Sashi dilarikan ke rumah sakit. Dia bersama Aruna dan Langit terlihat terburu-buru memasuki IGD. “Nanda, bagaimana kondisi Sashi?” tanya Bintang saat melihat menantunya itu sedang berbicara dengan perawat yang mengurusi prosedur tindakan untuk Sashi. Nanda menoleh mertuanya itu, hingga kemudian menjawab, “Zidan bilang menunggu dokter kandungan untuk mengetahui penyebab pasti sakitnya. Aku bertanya apa dia hamil, tapi Zidan menjawab bukan.” Bintang langsung lemas, bahkan limbung hingga tubuhnya ditopang oleh Aruna lantas dibantu Langit. Langit pun mengajak Bintang duduk, sedangkan Nanda merasa jika mertuanya itu tahu yang terjadi, sehingga reaksinya seperti itu. “Mom, apa Sashi mengatakan sesuatu saat di rumah? Tidak ada dokter yang ke rumah juga untuk memeriksanya, kan?” tanya Nanda sambil berlutut di depan Bintang. Dia ingin mertuanya itu jujur dengan yang terjadi kepada Sashi. Langit dan Aruna pun penasaran, mereka menunggu