“Kenapa Pak Nanda harus melarang kita membicarakan soal berita istrinya kalau itu memang fakta.”“Iya, mana staff marketing yang membahas hal itu dimutasi, jadi kelihatan ga profesional banget ga sih karena nyangkutin masalah pekerjaan dengan begituan.”“Iya, mau kita ngomong kek apa, kalau hasil kerja kita bagus, kenapa juga diperlakukan seperti itu.”“Sepertinya Pak Nanda memang sudah terpengaruh oleh istrinya. Aku juga kurang suka sama dia, semoga saja ga sakit saat kerja biar ga perlu ketemu sama wanita itu.”“Betul, aku juga eneg. Bisa-bisanya Pak Nanda suka sama orang macam begitu.”Saat beberapa staff itu sedang menggosipkan Sashi, Lani yang mendengar semua gunjingan itu pun tak tahan untuk mengambil tindakan. Dia langsung masuk toilet, membuat 3 staff wanita itu terkejut bukan kepalang karena kedatangan Lani.“Kalian kalau bicara mulutnya dijaga jangan asal jeplak!” amuk Lani tak terima para staff itu bergosip soal Sashi.“Kita hanya bicara fakta, kamu pasti jadi penjilat biar
“Kenapa kalian berkumpul di sini?”Suara Nanda mengejutkan tiga staff wanita yang ada di depan klinik. Mereka begitu panik sampai menundukkan kepala.Nanda mengerutkan alis melihat ketiganya yang terlihat cemas, hingga menoleh ke pintu klinik, lantas kembali menatap tiga staff yang ada di hadapannya.“Ini jam makan siang, kenapa kalian malah berkumpul di sini?” tanya Nanda penuh curiga.Ketiga staff itu saling senggol lengan, membuat Nanda merasa ada sesuatu yang tak beres.“Kami minta maaf, Pak. Kami tidak sengaja.” Salah satu staff langsung membungkuk berkali-kali untuk minta maaf.Nanda terkejut mendengar ucapan maaf staff itu, hingga pikirannya langsung tertuju ke Sashi. Dia pun masuk klinik untuk mencari istrinya, hingga melihat Sashi yang sedang berbaring di ranjang.“Sashi!” Nanda begitu panik melihat istrinya berbaring seperti itu. Hingga dia melihat luka memar di kening istrinya.Sashi sangat terkejut melihat Nanda datang, berpikir jika suaminya baru akan datang nanti saat ja
“Kamu tidak harus melakukan itu. Kalau aku tidak melerai, aku juga tidak akan jatuh dan membentur dinding,” ucap Sashi mencoba membujuk Nanda karena suaminya sudah mengambil tindakan untuk 3 staff tadi.“Jika mulut mereka tidak bicara sembarangan, kamu tidak perlu melerai dan akhirnya jatuh!” Nanda tetap kekeh dengan keputusannya.Sashi terkejut mendengar ucapan Nanda, memang benar jika para staff itu yang salah karena sudah bergosip tentang Nanda dan dirinya di belakang mereka. Hanya saja Sashi merasa Nanda membuat keputusan yang berlebihan karena sampai memecat tiga staff itu.“Kamu bisa kasih sanksi dan peringatan saja, Nanda. Tidak harus memecat mereka,” ujar Sashi lagi.Nanda menoleh Sashi yang sejak tadi berdiri di belakangnya, lantas menatap wajah Sashi terutama di bagian kening. Dia merasa tak bisa melindungi istrinya sendiri karena kasus yang terjadi, sampai membuat istrinya terluka.“Pilih mereka yang keluar dari perusahaan ini atau kamu berhenti jadi dokter dan duduk manis
“Pak Langit, saya ke sini karena ingin menanyakan soal pembatalan perpanjangan kontrak kerjasama perusahaan kita. Saya ingin tahu, kenapa Anda berubah pikiran?” tanya pria yang tak lain ayah Angel—suami wanita yang berkelahi dengan Bintang di pesta.Langit mengembuskan napas kasar mendengar pertanyaan pria itu. Dia memang tak menghindari pria itu meski tahu maksud kedatangannya, Langit ingin menyelesaikan masalah putrinya agar keluarganya bisa tenang lagi.“Apa ini ada hubungannya dengan keributan saat di pesta malam itu?” tanya pria itu lagi karena Langit tak kunjung menjawab pertanyaannya.Langit menatap pria itu. Dia duduk santai dengan satu kaki disilangkan.“Sebenarnya istriku sudah tak mempermasalahkan soal istrimu yang sudah menghina putri kami. Memang aku subyektif karena bagaimanapun, suami mana bisa melihat istrinya menangis. Mungkin Anda sudah tahu jika istriku memukuli istrimu, tapi apa kamu tahu permasalahannya?” tanya Langit dengan sikap tenangnya.“Ya, istriku bilang ji
“Bagaimana perkembangan berita soal Sashi? Apa sudah ada solusi?” tanya Zidan saat Clara datang ke rumah sakit di malam hari karena pria itu shift malam.“Beritanya sudah hilang, Kak Nanda tak mungkin membiarkan masalah itu berlarut begitu saja. Jadi tidak ada yang perlu dicemaskan, meski belum tahu siapa pelakunya,” jawab Clara.Zidan pun mengangguk-angguk, lantas memperhatikan Clara yang sedang membuka kotak makanan yang dibawa gadis itu.“Kamu tiap hari memasak dan mengantar makanan untukku seperti ini apa tidak masalah? Apa orang tuamu tidak tanya karena bukannya mempersiapkan diri untuk bekerja di perusahaan, kamu malah sibuk memasak?” tanya Zidan sambil memandang Clara.Clara menatap Zidan, hingga kemudian tersenyum tipis.“Tidak masalah, lagi pula Mama juga tidak peduli aku mau apa asal itu membuatku senang. Apalagi dia pasti senang karena aku banyak menghabiskan waktu di dapur daripada di jalanan,” jawab Clara lantas tersenyum lebar, sebelum kemudian memperlihatkan menu makana
“Aku harus langsung ke ruanganku untuk mengurus beberapa pekerjaan yang harus selesai pagi ini. Kamu ke klinik sendiri tidak apa, kan?” tanya Nanda saat keduanya baru saja masuk lift.Sashi tertawa kecil mendengar pertanyaan Nanda, lantas membalas, “Aku bukan anak kecil, tidak diantar juga tak masalah.”Biasanya Nanda mengantar Sashi sampai klinik setiap mereka berangkat bekerja, karena itu kali ini Nanda izin tak mengantar.Nanda tersenyum mendengar balasan Sashi, lantas menganggukkan kepala.Pintu lift terbuka di lantai dua, Sashi pun pamit untuk keluar lebih dulu.“Aku keluar dulu,” kata Sashi sambil membetulkan letak tali tas di pundak.“Tunggu!” Nanda menahan tangan Sashi yang hendak melangkahkan kaki keluar lift.Sashi terkejut karena Nanda menahannya, hingga pria itu tiba-tiba mengecup keningnya, membuat Ssahi terkejut karena tingkah suaminya.“Sudah, sampai ketemu saat jam makan siang,” ujar Nanda setelah mengecup kening Sashi.Sashi langsung malu mendapat perlakuan seperti it
“Mommy sedang di toko kue langgananmu. Kamu mau nitip apa? Nanti mommy bawakan ke perusahaan,” ucap Bintang saat bicara dengan Sashi melalui panggilan telepon. “Aku mau, tapi itu kalau Mommy tidak repot. Kalau repot tidak usah membelikan,” balas Sashi dari seberang panggilan. Bintang tersenyum mendengar balasan Sashi, hingga kemudian kembali berkata, “Tentu saja tidak repot. Mommy akan belikan kue kesukaanmu, ya. Nanda suka apa? Biar mommy belikan sekalian.” “Nanda tidak terlalu suka makanan manis, belikan kue yang biasa aku beli saja, Mom.” Bintang mengangguk mendengar balasan Sashi, lantas mengakhiri panggilan itu. Dia pun membeli beberapa kue untuk putrinya, lantas keluar dari toko setelah selesai berbelanja. Namun, saat Bintang baru saja keluar dari toko. Dia melihat keributan yang terjadi tak jauh dari toko kue, bahkan orang-orang berlarian mendekat, membuat Bintang pun penasaran dengan apa yang terjadi. Dua wanita terlihat sedang berkelahi. Mereka saling menjambak satu sama
Bintang masuk rumah, hingga melihat siapa yang sudah duduk menunggunya. Wanita itu menatap tak senang, tentu saja dia tahu maksud kedatangan tamu tak diundang itu.“Mau apa kamu ke sini?” tanya Bintang dengan suara ketus.Wanita itu adalah ibu Angel, wanita yang sebelumnya dihajar Bintang dua kali karena menghina keluarga Bintang.Wanita itu lantas berdiri, dia terlihat bingung sampai menurunkan pandangan karena tak berani menatap Bintang.Bintang berjalan sambil memasang wajah datar, tentu saja tidak tak menunjukkan ekspresi apa pun hingga membuat wanita itu semakin salah tingkah.Bintang meletakkan tas di sofa, lantas duduk dengan tatapan tak teralihkan dari wanita itu seolah sedang mengintimidasinya.“Mau apa kamu? Katakan dengan cepat dan tidak usah basa-basi!” Bintang kembali bicara ketus dengan nada tak suka sehingga membuat siapa pun yang mendengarnya merasa tak nyaman.Wanita itu tidak duduk, masih berdiri lantas memberanikan diri memandang Bintang.“Aku ke sini karena ingin m
“Dia tampan sekali. Pipinya juga menggemaskan.” Rihana langsung menggendong cucu keduanya itu. Rihana, Bintang, dan para suami datang ke sana setelah satu minggu Sashi melahirkan. Mereka begitu bahagia mengetahui Sashi melahirkan dengan lancar. “Aku mau menggendongnya,” kata Bintang mengambil Archie dari gendongan Rihana. Sashi dan Nanda menatap para orang tua yang sangat bahagia. Mereka begitu bahagia melihat semuanya berkumpul di sana. “Siapa namanya?” tanya Bintang sambil menimang bayi Archie. “Archie Abimand Mahendra. Nanda ingin nama keluarga tersemat di namanya,” jawab Sashi. “Nama yang bagus,” puji Rihana sambil mengelus pipi Archie menggunakan telunjuk, membuat bayi mungil itu menggeliat geli. Bintang menatap cucu pertamanya itu. Melihat Archie yang sangat menggemaskan, membuat Bintang malah sedih. “Apa kamu akan balik ke Indonesia?” tanya Bintang sambil menatap Sashi. Semua orang pun terkejut hingga menatap Bintang, kemudian ke Sashi secara bergantian. Sashi bingung
Sashi baru saja keluar dari kamar mandi. Dia tiba-tiba merasakan perutnya sakit, membuat Sashi langsung berpegangan pada kusen pintu. “Agh, kenapa sakit?” Sashi memegangi perutnya yang besar. Kehamilan Sashi baru memasuki usia sembilan bulan. Dia menjalani hari dalam masa kehamilan dengan baik meski Nanda tak selalu ada di sampingnya. Pagi itu dia baru saja mencuci wajah, tapi perutnya tiba-tiba terasa mulas bahkan panas juga pinggangnya pegal. “Apa kamu mau keluar sekarang?” Sashi menahan sakit sambil mengusap perutnya. Sashi mengalami kontraksi, membuatnya tak sanggup berjalan hingga memilih langsung duduk di ranjang. Dia berulang kali mengatur napas karena kontraksi yang terjadi. “Anda sudah bangun?” Suara perawat pribadi yang selama beberapa bulan ini merawat dan menjaga Sashi masuk kamar. Dia terkejut karena melihat Sashi kesakitan. “Anda baik-baik saja?” tanya wanita itu langsung berlari menghampiri Sashi. “Sepertinya bayinya mau lahir,” jawab Sashi sambil menahan sakit
“Kenapa kamu ke sini lagi?” Bumi melotot ke Winnie yang kembali datang ke kafenya. Dia sepertinya sedikit tak senang dengan Winnie yang sangat cerewet. “Apa? Aku mau jajan, kenapa kamu galak sekali? Ingat, Om. Tidak boleh galak-galak, nanti cepat tua,” balas Winnie tak takut sama sekali meski Bumi memasang wajah garang. “Kalau mau beli makanan atau minuman di sini, take away jangan makan di sini,” ucap Bumi karena sebelumnya Winnie begitu cerewet bertanya soal seseorang yang menemuinya waktu itu. Padahal jika dipikir, Winnie tak ada hubungan dengan Bumi, tapi kenapa gadis itu bertanya seolah sedang menginterogasi. Selama beberapa bulan ini, Winnie memang sering datang ke kafe Bumi meski tidak tiap hari. Bukannya senang mendapat pelanggan tetap, Bumi malah kesal karena sikap Winnie cerewet dan penasaran dengan apa pun yang dilihat di kafe itu.Baru saja Winnie ingin membalas ucapan Bumi. Tiba-tiba beberapa anak berseragam masuk ke kafe dan langsung menatap Winnie. “Eh, kamu di sin
“Kamu benar-benar tidak apa-apa jika aku balik ke indo?” tanya Nanda sambil membelai rambut Sashi dengan lembut. Nanda sudah beberapa hari di sana. Dia harus kembali ke Indonesia untuk mengurus pekerjaan, tapi Nanda juga masih berat jika harus meninggalkan Sashi. “Iya, tidak apa-apa. Lagian aku juga baik-baik saja, bahkan tidak mengalami morning sickness. Jadi kamu jangan cemas,” jawab Sashi. Sebenarnya bukan masalah takut Sashi sakit atau mengalami kendala saat menjaga kesehatan. Dia hanya tak bisa jauh dari istrinya yang sedang hamil, Nanda seperti perlu terus berada di sisi istrinya itu. Saat keduanya masih berbincang, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Nanda pun memilih membuka pintu, hingga melihat pelayan rumah berdiri di hadapannya. “Ada apa?” tanya Nanda. “Nyonya besar datang bersama yang lain, Tuan.” Pelayan itu menyampaikan kedatangan Rihana. “Mama datang? Baiklah, aku akan segera turun,” kata Nanda lantas kembali masuk menghampiri Sashi. “Ada apa?” t
“Kamu benar-benar tidak apa?” tanya Sashi saat melihat Nanda sedang berganti pakaian.Nanda menoleh saat mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mendekat ke Sashi yang duduk di ranjang.“Apanya tidak apa, hm?” tanya balik Nanda lantas duduk di samping Sashi.Sashi sepertinya masih takut jika Nanda belum bisa menerima jika dirinya hamil, meski tadi sudah berkata tidak apa-apa.“Kamu tidak apa-apa kalai aku hamil?” tanya Sashi memastikan.Nanda memulas senyum mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mengusap lembut rambut istrinya itu.“Tentu saja tidak apa-apa. Aku malah bahagia karena akhirnya kamu bisa hamil. Mungkin dulu aku belum siap karena takut kamu sakit, tapi sekarang berbeda karena yang terpenting bagiku sekarang kamu bahagia,” jawab Nanda sambil tersenyum begitu tulus dan penuh kasih sayang.Sashi menautkan jemari mereka, lantas menyandarkan kepala di pundak Nanda.“Aku janji akan selalu sehat dan menjaga bayi kita dengan baik,” ucap Sashi agar Nanda tak perlu cemas.Nanda ters
Nanda masuk ke ruang USG, hingga melihat Sashi yang berbaring dan kini sedang diperiksa.“Bagaimana kondisi istri saya?” tanya Nanda saat sudah masuk ke ruangan itu.Sashi terkejut hingga tatapannya tertuju ke Nanda yang baru saja datang.“Kamu datang.” Sashi terlihat senang melihat Nanda di sana.Nanda mendekat dengan ekspresi wajah cemas, lantas memandang ke monitor yang baru saja diperhatikan oleh dokter.“Sebenarnya istri saya kenapa, Dok?” tanya Nanda.Dokter itu tersenyum sambil meletakkan alat USG, hingga kemudian menjawab, “Selamat, istri Anda hamil.”Nanda tertegun tak percaya mendengar ucapan selamat dari dokter itu. Dia sampai memandang Sashi dengan rasa tak percaya.Sashi sendiri hanya tersenyum karena tadi sudah memberitahu kalau dirinya hamil, kini usia kandungan Sashi pun baru enam minggu.“Hamil? Serius hamil? Bukan penyakit?” tanya Nanda memastikan dengan sedikit rasa tidak percaya.Sashi meraih tangan Nanda yang dekat dengannya, lantas menautkan jemari mereka.“Iya,
Satu tahun berlalu. Sashi masih setia menemani Aruna di luar negeri, Nanda sendiri datang setiap seminggu sekali, lantas tinggal beberapa hari sebelum kembali ke Indonesia.Sashi sendiri mulai lega karena akhirnya Aruna bisa menyesuaikan diri dan kini sudah memiliki beberapa teman di kampus barunya.“Bagaimana kuliahmu hari ini?” tanya Sashi saat melihat Aruna baru saja pulang.“Menyenangkan,” jawab Aruna sambil melebarkan senyum.“Mommy tadi telepon, tanya apa kamu masih suka murung-murungan, kujawab tidak karena kamu sudah baik-baik saja,” ucap Sashi.Aruna tersenyum tipis mendengar ucapan Sashi. Meski dia terlihat baik-baik saja, tapi tetap saja sudah satu tahun belum bisa melupakan Ansel.“Jika nanti sudah lulus, aku ingin kerja di sini saja. Di sini lebih enak, meski pergaulan di sini berbeda dengan di Indonesia, tapi aku sudah berusaha menjaga batasan,” ujar Aruna.Sashi sangat terkejut mendengar ucapan Aruna. Dia lantas membalas, “Apa kamu tidak ingin meneruskan perusahaan Dadd
“Bagaimana dengan Runa?” tanya Nanda saat menemui Sashi di kamar. Mereka sudah ada di sana sebulan. Aruna sendiri belum keluar dari rumah sama sekali sejak sebulan ini. “Masih sama. Hanya di kamar, duduk di teras, atau jalan-jalan,” jawab Sashi yang sedih mengetahui Aruna tak seperti dulu dan lebih banyak murungnya. Nanda menghela napas, mereka sudah berusaha membuat Aruna bersemangat, soal Aruna mau bangkit atau tidak, semua harus dari diri sendirinya. “Kalian tidak apa-apa jika aku tinggal? Aku tidak tega melihatmu sedih melihat Aruna seperti itu,” ucap Nanda sambil mengusap rambut Sashi. Nanda masih harus bolak-balik mengurus pekerjaan, sehingga dia pun tidak bisa setiap saat ada di sana. “Kamu tenang saja, aku baik-baik saja di sini. Soal Runa, aku akan berusaha mengajaknya jalan-jalan mencari suasana baru. Dia juga seharusnya sudah mulai mengurus perpindahan kuliahnya, tapi dia belum bersemangat,” balas Sashi. Sashi mencoba memahami posisi suaminya yang tak bisa terus berad
Aruna memandangi kamar yang akan ditinggalkannya. Dia sudah memantapkan hati untuk pergi karena benar-benar tak bisa melupakan Ansel begitu saja jika masih di kota itu. Baginya Ansel adalah cinta pertama yang tak bisa dilupakan. Meski dulu awalnya dia menyukai Bumi, tapi kenyataannya Ansellah yang menduduki hatinya pertama kali. “Kamu sudah siap?” tanya Sashi yang menghampiri Aruna di kamar. Aruna menatap Sashi, lantas menganggukkan kepala. Dia mengambil tas dan jaketnya, lantas menarik koper yang ada di dekat ranjang. Setelah mengurus visa tinggal terbatas dan pasport, akhirnya Aruna akan pergi ke Amerika untuk belajar sekalian menenangkan diri. Namun, tentunya Aruna akan pergi bersama keluarga, lalu nantinya akan tinggal bersama Sashi dan Nanda sesuai kesepakatan, meski Nanda akan bolak-balik karena urusan pekerjaan. Bintang menatap Aruna yang baru saja menuruni anak tangga bersama Sashi. Bintang tak kuasa melihat kedua putrinya akan pergi dan tinggal jauh darinya. Sopir yang