KIsah Remaja emaknya Sashi, bisa baca di buku Bintang untuk Langit, ya. Terima kasih.
Bintang masuk rumah, hingga melihat siapa yang sudah duduk menunggunya. Wanita itu menatap tak senang, tentu saja dia tahu maksud kedatangan tamu tak diundang itu.“Mau apa kamu ke sini?” tanya Bintang dengan suara ketus.Wanita itu adalah ibu Angel, wanita yang sebelumnya dihajar Bintang dua kali karena menghina keluarga Bintang.Wanita itu lantas berdiri, dia terlihat bingung sampai menurunkan pandangan karena tak berani menatap Bintang.Bintang berjalan sambil memasang wajah datar, tentu saja tidak tak menunjukkan ekspresi apa pun hingga membuat wanita itu semakin salah tingkah.Bintang meletakkan tas di sofa, lantas duduk dengan tatapan tak teralihkan dari wanita itu seolah sedang mengintimidasinya.“Mau apa kamu? Katakan dengan cepat dan tidak usah basa-basi!” Bintang kembali bicara ketus dengan nada tak suka sehingga membuat siapa pun yang mendengarnya merasa tak nyaman.Wanita itu tidak duduk, masih berdiri lantas memberanikan diri memandang Bintang.“Aku ke sini karena ingin m
Hari pernikahan Bastian dan Nana pun tiba. Acara itu diadakan di rumah saja dengan mengundang beberapa rekan bisnis terdekat juga saudara. Sashi dan Nanda pun bisa menemani Nana dengan perasaan tenang setelah semua masalah yang terjadi sudah bisa diselesaikan. “Apa terlalu ketat?” tanya Sashi saat melihat gaun pernikahan Nana yang melekat pas di tubuh. Sashi hanya takut jika perut Nana tertekan lantas membahayakan janin di dalamnya. “Tidak ketat, hanya pas saja karena sebelumnya aku sudah berpesan untuk sedikit melonggarkan bagian perut agar tidak terlalu ketat,” ujar Nana menjelaskan. “Baguslah kalau begitu,” balas Sashi merasa lega. Nana sudah dirias sederhana sehingga tetap memperlihatkan wajah alaminya. Sashi dan Clara membantu Nana turun dari lantai atas untuk menuju ke ruang tempat acara diadakan. Di sana keluarga dari Rihana pun hadir juga beberapa teman ayah Bastian. Di depan rumah. Bumi, Aruna, dan Hanzel juga ikut datang untuk mendoakan pernikahan Nana dan Bastian, ke
“Tidak, hari ini aku ke sini karena undangan dari sepupuku karena adik iparnya mau menikah,” jawab Hanzel menjelaskan, padahal seharusnya sudah tahu kalau yang datang di sana pasti untuk menghadiri pernikahan Bastian dan Nana.Milea menaikkan satu sudut alis, lantas melirik ke arah tempat akad akan dilaksanakan.“Oh … sepupumu istrinya Kak Nanda?” tanya Milea mau menanggapi ucapan Hanzel, padahal jika di luar dia menganggap pemuda itu musuh bebuyutan.“Iya, benar.” Hanzel langsung melebarkan senyum.Milea memperhatikan penampilan Hanzel, biasanya pemuda itu memakai celana jeans dengan kaus dan jaket kulit atau denim, tapi hari ini Hanzel memakai celana kain dengan kemeja rapi, membuat Milea malah menahan tawa.“Pakaian ini tak cocok untukmu, kenapa tak pakai kaus saja?” Gadis itu bicara dengan setengah meledek.“Andai bisa, tapi karena tak sopan, jadi pakai apa yang dianggap orang tua sopan,” balas Hanzel.Milea memainkan lidah di dalam mulut untuk mendorong dinding pipi dari dalam, m
“Di mana Hanzel. Kamu melihat adikmu itu?” tanya Cheryl ketika tak mendapati putranya di tempat pesta. “Tidak, tadi sepertinya saat di ruangan aku masih melihatnya. Apa mungkin dia memilih duduk di dalam,” jawab Sashi yang memang tak melihat Hanzel sejak tadi selesai akad. “Ke mana lagi anak itu, jangan sampai kabur,” keluh Cheryl sambil memegangi kening karena Hanzel susah sekali diatur. Cantika datang sambil menoleh kanan dan kiri seolah mencari sesuatu, hingga menghampiri Cheryl dan Sashi. “Sashi, apa kamu melihat Milea?” tanya Cantika karena tak melihat putrinya itu di mana-mana. Sashi bingung karena dua wanita itu mencari anak mereka. “Aku tidak melihatnya dari tadi, Bibi,” jawab Sashi. “Haduh, ke mana lagi dia. Padahal kunci motornya aku sita, mana mungkin kabur.” Cantika menggerutu sambil meninggalkan Sashi dan Cheryl. Sashi dam Cheryl memandang Cantika yang pergi sambil celingukan mencari putrinya, hingga Cheryl terlihat berpikir. “Apa dia tadi bilang motor?” tanya Che
“Kalian sudah sah menjadi suami-istri, apalagi kamu akan jadi seorang ayah. Belajarlah bertanggung jawab dan berpikiran dewasa, jangan pernah lagi membuat keputusan tanpa berpikir,” ujar Nanda memberi wejangan untuk Bastian.Sebagai kakak kandung mempelai wanita, Nanda tentunya harus memberikan nasihat untuk mempelai pria sebagai sebuah keharusan agar Bastian memenuji kewajiban sebagai suami adiknya.“Tentu, aku akan terus berusaha bertanggung jawab kepada istri dan anakku kelak,” balas Bastian.Nanda menepuk punggung Bastian. Tidak ada buruknya Nana menikah dengan Bastian, setidaknya dia sudah memahami bagaimana sifat suami adiknya.“Kak, ingat permintaanku dulu, kan?” Nana tiba-tiba menyela perbincangan Bastian dan Nanda.“Permintaan apa?” tanya Nanda dengan dahi berkerut halus.Nana mencebik karena Nanda lupa, hingga kemudian menjawab, “Soal bulan madu. Bukankah aku pernah bilang, kalau aku honeymoon, aku mau kalian juga ikut lagi. Biar kita bisa bersama, juga setidaknya aku akan m
“Apa yang Clara inginkan, kenapa sekarang dia semakin menempel kepadamu?” tanya Nanda keheranan. Sashi kembali ke kamar setelah beberapa jam pergi bersama Clara, tentu saja hal itu membuat Nanda semakin bersungut kesal karena dirinya harus mati-matian memukul mundur hasratnya yang sudah menggebu, terganggu oleh kedatangan adiknya. “Hanya berbincang biasa,” jawab Sashi sambil melepas kimono yang dikenakan, menyisakan lingerie berwarna krem. Dia pun naik ranjang lantas duduk bersama Nanda. “Berbincang biasa sampai menarikmu seperti itu. Kenapa aku jadi curiga?” Nanda memicingkan mata ke Sashi. “Sekarang cerita, apa yang sebenarnya terjadi? Tidak mungkin Clara mendadak baik kepadamu tanpa alasan,” ucap Nanda tak percaya begitu saja. Sashi mengulum bibir, lantas melebarkan senyum sampai kedua matanya menyipit. “Baiklah, tapi janji kamu tetap harus berpikiran positif,” pinta Sashi. Nanda hanya mengangguk pelan membalas ucapan Sashi. “Dia hanya curhat, menanyakan beberapa hal kepadak
Nanda dan Sashi benar-benar menuruti permintaan Nana. Mereka ikut pergi bulan madu hanya untuk menjaga kondisi Nana yang sedang hamil muda. “Kamar kita bersebelahan, jadi kalau ada apa-apa aku bisa langsung mengetuk kamar kalian,” ujar Nana saat mereka sudah sampai di hotel dan baru saja check ini. Sashi tersenyum menanggapi ucapan Nana, dia pun menganggukkan kepala. Sashi berjalan bersama Nana. Nanda dan Bastian berjalan di belakang para istri sambil membawa koper mereka. “Meski tak bisa menyelam, aku mau naik kapal. Bolehkan?” tanya Nana sambil menoleh ke Bastian dan Nanda. “Asal kamu tidak mual juga dalam kondisi fit, tak masalah jika mau berlayar,” jawab Nanda. Daripada Bastian, Nanda malah lebih over protektif ke Nana karena mencemaskan kondisi adiknya itu. Nana membentuk huruf OK menggunakan telunjuk dan jempol. Dia kembali merangkul lengan Sashi sambil masuk lift yang akan membawa mereka menuju lantai kamar yang dipesan. “Aku agak capek, mau istirahat dulu. Janji besok
Nanda baru saja selesai mandi. Dia sedang duduk di ranjang menunggu Sashi selesai dari kamar mandi juga karena hari ini mereka berencana naik kapal pesiar agar Nana senang. Saat sedang mengecek ponselnya, Nanda melihat pesan dari Owen. [Kapan kalian punya waktu?] Nanda mengerutkan alis membaca pertanyaan Owen. Apalagi Owen menyebut kata ‘kalian’. Dia pun mengirim pesan balasan untuk Owen karena tak ingin sampai Sashi tahu dulu soal perjanjian yang dibuatnya dengan pria itu. [Aku sedang berada di luar kota bersama Sashi, lusa kami kembali.] [Kenapa ada kata ‘kalian’? Apa yang sebenarnya kamu inginkan?] Nanda mulai waspada, takut Owen meminta sesuatu di luar kesepakatan mereka. Dia menunggu balasan dari Owen, hingga akhirnya kembali mendapat pesan. [Ya, karena apa yang aku inginkan, menyangkut soal kalian berdua. Jika lusa kembali, maka sabtu malam aku ingin kalian datang ke rumahku tanpa tapi. Ingat janjimu juga ancamanku. Aku tidak menerima penolakan.] Nanda geram membaca pe
“Dia tampan sekali. Pipinya juga menggemaskan.” Rihana langsung menggendong cucu keduanya itu. Rihana, Bintang, dan para suami datang ke sana setelah satu minggu Sashi melahirkan. Mereka begitu bahagia mengetahui Sashi melahirkan dengan lancar. “Aku mau menggendongnya,” kata Bintang mengambil Archie dari gendongan Rihana. Sashi dan Nanda menatap para orang tua yang sangat bahagia. Mereka begitu bahagia melihat semuanya berkumpul di sana. “Siapa namanya?” tanya Bintang sambil menimang bayi Archie. “Archie Abimand Mahendra. Nanda ingin nama keluarga tersemat di namanya,” jawab Sashi. “Nama yang bagus,” puji Rihana sambil mengelus pipi Archie menggunakan telunjuk, membuat bayi mungil itu menggeliat geli. Bintang menatap cucu pertamanya itu. Melihat Archie yang sangat menggemaskan, membuat Bintang malah sedih. “Apa kamu akan balik ke Indonesia?” tanya Bintang sambil menatap Sashi. Semua orang pun terkejut hingga menatap Bintang, kemudian ke Sashi secara bergantian. Sashi bingung
Sashi baru saja keluar dari kamar mandi. Dia tiba-tiba merasakan perutnya sakit, membuat Sashi langsung berpegangan pada kusen pintu. “Agh, kenapa sakit?” Sashi memegangi perutnya yang besar. Kehamilan Sashi baru memasuki usia sembilan bulan. Dia menjalani hari dalam masa kehamilan dengan baik meski Nanda tak selalu ada di sampingnya. Pagi itu dia baru saja mencuci wajah, tapi perutnya tiba-tiba terasa mulas bahkan panas juga pinggangnya pegal. “Apa kamu mau keluar sekarang?” Sashi menahan sakit sambil mengusap perutnya. Sashi mengalami kontraksi, membuatnya tak sanggup berjalan hingga memilih langsung duduk di ranjang. Dia berulang kali mengatur napas karena kontraksi yang terjadi. “Anda sudah bangun?” Suara perawat pribadi yang selama beberapa bulan ini merawat dan menjaga Sashi masuk kamar. Dia terkejut karena melihat Sashi kesakitan. “Anda baik-baik saja?” tanya wanita itu langsung berlari menghampiri Sashi. “Sepertinya bayinya mau lahir,” jawab Sashi sambil menahan sakit
“Kenapa kamu ke sini lagi?” Bumi melotot ke Winnie yang kembali datang ke kafenya. Dia sepertinya sedikit tak senang dengan Winnie yang sangat cerewet. “Apa? Aku mau jajan, kenapa kamu galak sekali? Ingat, Om. Tidak boleh galak-galak, nanti cepat tua,” balas Winnie tak takut sama sekali meski Bumi memasang wajah garang. “Kalau mau beli makanan atau minuman di sini, take away jangan makan di sini,” ucap Bumi karena sebelumnya Winnie begitu cerewet bertanya soal seseorang yang menemuinya waktu itu. Padahal jika dipikir, Winnie tak ada hubungan dengan Bumi, tapi kenapa gadis itu bertanya seolah sedang menginterogasi. Selama beberapa bulan ini, Winnie memang sering datang ke kafe Bumi meski tidak tiap hari. Bukannya senang mendapat pelanggan tetap, Bumi malah kesal karena sikap Winnie cerewet dan penasaran dengan apa pun yang dilihat di kafe itu.Baru saja Winnie ingin membalas ucapan Bumi. Tiba-tiba beberapa anak berseragam masuk ke kafe dan langsung menatap Winnie. “Eh, kamu di sin
“Kamu benar-benar tidak apa-apa jika aku balik ke indo?” tanya Nanda sambil membelai rambut Sashi dengan lembut. Nanda sudah beberapa hari di sana. Dia harus kembali ke Indonesia untuk mengurus pekerjaan, tapi Nanda juga masih berat jika harus meninggalkan Sashi. “Iya, tidak apa-apa. Lagian aku juga baik-baik saja, bahkan tidak mengalami morning sickness. Jadi kamu jangan cemas,” jawab Sashi. Sebenarnya bukan masalah takut Sashi sakit atau mengalami kendala saat menjaga kesehatan. Dia hanya tak bisa jauh dari istrinya yang sedang hamil, Nanda seperti perlu terus berada di sisi istrinya itu. Saat keduanya masih berbincang, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Nanda pun memilih membuka pintu, hingga melihat pelayan rumah berdiri di hadapannya. “Ada apa?” tanya Nanda. “Nyonya besar datang bersama yang lain, Tuan.” Pelayan itu menyampaikan kedatangan Rihana. “Mama datang? Baiklah, aku akan segera turun,” kata Nanda lantas kembali masuk menghampiri Sashi. “Ada apa?” t
“Kamu benar-benar tidak apa?” tanya Sashi saat melihat Nanda sedang berganti pakaian.Nanda menoleh saat mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mendekat ke Sashi yang duduk di ranjang.“Apanya tidak apa, hm?” tanya balik Nanda lantas duduk di samping Sashi.Sashi sepertinya masih takut jika Nanda belum bisa menerima jika dirinya hamil, meski tadi sudah berkata tidak apa-apa.“Kamu tidak apa-apa kalai aku hamil?” tanya Sashi memastikan.Nanda memulas senyum mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mengusap lembut rambut istrinya itu.“Tentu saja tidak apa-apa. Aku malah bahagia karena akhirnya kamu bisa hamil. Mungkin dulu aku belum siap karena takut kamu sakit, tapi sekarang berbeda karena yang terpenting bagiku sekarang kamu bahagia,” jawab Nanda sambil tersenyum begitu tulus dan penuh kasih sayang.Sashi menautkan jemari mereka, lantas menyandarkan kepala di pundak Nanda.“Aku janji akan selalu sehat dan menjaga bayi kita dengan baik,” ucap Sashi agar Nanda tak perlu cemas.Nanda ters
Nanda masuk ke ruang USG, hingga melihat Sashi yang berbaring dan kini sedang diperiksa.“Bagaimana kondisi istri saya?” tanya Nanda saat sudah masuk ke ruangan itu.Sashi terkejut hingga tatapannya tertuju ke Nanda yang baru saja datang.“Kamu datang.” Sashi terlihat senang melihat Nanda di sana.Nanda mendekat dengan ekspresi wajah cemas, lantas memandang ke monitor yang baru saja diperhatikan oleh dokter.“Sebenarnya istri saya kenapa, Dok?” tanya Nanda.Dokter itu tersenyum sambil meletakkan alat USG, hingga kemudian menjawab, “Selamat, istri Anda hamil.”Nanda tertegun tak percaya mendengar ucapan selamat dari dokter itu. Dia sampai memandang Sashi dengan rasa tak percaya.Sashi sendiri hanya tersenyum karena tadi sudah memberitahu kalau dirinya hamil, kini usia kandungan Sashi pun baru enam minggu.“Hamil? Serius hamil? Bukan penyakit?” tanya Nanda memastikan dengan sedikit rasa tidak percaya.Sashi meraih tangan Nanda yang dekat dengannya, lantas menautkan jemari mereka.“Iya,
Satu tahun berlalu. Sashi masih setia menemani Aruna di luar negeri, Nanda sendiri datang setiap seminggu sekali, lantas tinggal beberapa hari sebelum kembali ke Indonesia.Sashi sendiri mulai lega karena akhirnya Aruna bisa menyesuaikan diri dan kini sudah memiliki beberapa teman di kampus barunya.“Bagaimana kuliahmu hari ini?” tanya Sashi saat melihat Aruna baru saja pulang.“Menyenangkan,” jawab Aruna sambil melebarkan senyum.“Mommy tadi telepon, tanya apa kamu masih suka murung-murungan, kujawab tidak karena kamu sudah baik-baik saja,” ucap Sashi.Aruna tersenyum tipis mendengar ucapan Sashi. Meski dia terlihat baik-baik saja, tapi tetap saja sudah satu tahun belum bisa melupakan Ansel.“Jika nanti sudah lulus, aku ingin kerja di sini saja. Di sini lebih enak, meski pergaulan di sini berbeda dengan di Indonesia, tapi aku sudah berusaha menjaga batasan,” ujar Aruna.Sashi sangat terkejut mendengar ucapan Aruna. Dia lantas membalas, “Apa kamu tidak ingin meneruskan perusahaan Dadd
“Bagaimana dengan Runa?” tanya Nanda saat menemui Sashi di kamar. Mereka sudah ada di sana sebulan. Aruna sendiri belum keluar dari rumah sama sekali sejak sebulan ini. “Masih sama. Hanya di kamar, duduk di teras, atau jalan-jalan,” jawab Sashi yang sedih mengetahui Aruna tak seperti dulu dan lebih banyak murungnya. Nanda menghela napas, mereka sudah berusaha membuat Aruna bersemangat, soal Aruna mau bangkit atau tidak, semua harus dari diri sendirinya. “Kalian tidak apa-apa jika aku tinggal? Aku tidak tega melihatmu sedih melihat Aruna seperti itu,” ucap Nanda sambil mengusap rambut Sashi. Nanda masih harus bolak-balik mengurus pekerjaan, sehingga dia pun tidak bisa setiap saat ada di sana. “Kamu tenang saja, aku baik-baik saja di sini. Soal Runa, aku akan berusaha mengajaknya jalan-jalan mencari suasana baru. Dia juga seharusnya sudah mulai mengurus perpindahan kuliahnya, tapi dia belum bersemangat,” balas Sashi. Sashi mencoba memahami posisi suaminya yang tak bisa terus berad
Aruna memandangi kamar yang akan ditinggalkannya. Dia sudah memantapkan hati untuk pergi karena benar-benar tak bisa melupakan Ansel begitu saja jika masih di kota itu. Baginya Ansel adalah cinta pertama yang tak bisa dilupakan. Meski dulu awalnya dia menyukai Bumi, tapi kenyataannya Ansellah yang menduduki hatinya pertama kali. “Kamu sudah siap?” tanya Sashi yang menghampiri Aruna di kamar. Aruna menatap Sashi, lantas menganggukkan kepala. Dia mengambil tas dan jaketnya, lantas menarik koper yang ada di dekat ranjang. Setelah mengurus visa tinggal terbatas dan pasport, akhirnya Aruna akan pergi ke Amerika untuk belajar sekalian menenangkan diri. Namun, tentunya Aruna akan pergi bersama keluarga, lalu nantinya akan tinggal bersama Sashi dan Nanda sesuai kesepakatan, meski Nanda akan bolak-balik karena urusan pekerjaan. Bintang menatap Aruna yang baru saja menuruni anak tangga bersama Sashi. Bintang tak kuasa melihat kedua putrinya akan pergi dan tinggal jauh darinya. Sopir yang