Setelah beberapa hari pergi berlibur, akhirnya Nanda dan Sashi pulang. Keduanya langsung pergi ke rumah yang akan ditempati, sudah ada 2 pembantu dari rumah Rihana yang menjaga dan mengurus rumah itu. “Besok aku ingin ke rumah Mommy.” Baru saja mereka sampai di rumah, Sashi sudah membahas ingin berkunjung ke rumah orang tuanya. Nanda yang baru saja akan masuk kamar, langsung menghentikan langkah dan menoleh Sashi yang berjalan di belakangnya. “Harus besok?” tanya Nanda. Sashi sempat terkejut karena Nanda berhenti dengan cepat, tapi kemudian menganggukkan kepala. “Bisa pergi sendiri? Besok aku harus sudah ke kantor,” kata Nanda yang tak bisa lebih lama meninggalkan pekerjaannya. “Oh … aku bisa pergi sendiri. Kamu kerja saja.” Sashi malah terlihat senang mengetahui Nanda tak bisa mengantarnya. Sashi bahkan tersenyum lebar, terlihat jelas jika dia senang sendiri daripada bersama pria itu. “Malamnya kita ke rumah Mama, dia pasti bertanya kenapa kita tak ke sana, jadi usahakan sore
“Mau saya bantu bawa, Nona.”Saat baru saja sampai rumah. Sashi langsung disambut Rina yang ingin membantunya membawakan barang bawaannya.“Tidak usah,” tolak Sashi tak ingin ada yang tahu, apa saja yang dibawanya.“Tapi itu kelihatan berat, Nona.” Rina melihat Sashi membawa sebuah benda dibungkus kain putih.“Ini ringan, kok. Bahkan aku bisa membawanya dengan satu tangan. Sudah jangan cemas.” Sashi mencoba meyakinkan Rina.Sashi pun berjalan ke arah kamar pribadinya, hingga langkahnya kembali terhenti.“Oh ya. Kamu tidak usah membersihkan kamar pribadiku, aku yang akan membersihkannya sendiri,” kata Sashi mengingatkan.Rina hanya mengangguk mendengar perkataan Sashi.Sashi berjalan masuk ke kamar pribadinya, lantas menyalakan lampu kamar itu, sebelum kemudian membongkar apa yang dibawanya.Dia hanya membawa pulang easel dan beberapa peralatan melukis yang dibutuhkan.“Sepertinya besok aku perlu membeli beberapa cat dan kanvas sebelum kembali bekerja,” gumam Sashi yang senang karena a
“Sashi sudah pulang?” tanya Nanda begitu Rina menyambut. “Sudah, Tuan. Non Sashi ada di kamar pribadinya,” jawab Rina sambil menunjuk ke kamar milik Sashi. Nanda mengangguk mendengar jawaban Rina. Dia pun pergi ke kamar pribadi Sashi untuk memanggil karena harus bersiap-siap pergi ke rumah Rihana. Saat baru saja akan sampai di kamar pribadi istrinya, Nanda melihat pintu terbuka sedikit bersamaan dengan Sashi yang keluar dari sana. “Kenapa mengendap-endap seperti maling?” tanya Nanda saat melihat Sashi keluar menyelinap karena pintu kamar tak terbuka lebar. Sashi berjengit karena terkejut mendengar suara Nanda. Dia menoleh dan melihat suaminya itu sudah ada di hadapannya. “Siapa yang mengendap-endap? Aku keluar dengan cara yang biasa saja,” balas Sashi mengelak. Dia memang tak ingin membuka lebar pintu kamar itu sebab takut ada yang melihat isinya. Nanda menyipitkan mata mendengar jawaban Sashi, tapi kali ini sedang tak ingin berdebat dengan istrinya itu, membuat Nanda akhirnya
Nanda dan Sashi pergi bersama setelah mendapat telepon masing-masing. Mereka pergi tanpa memberitahu keluarga, hanya berkata ingin keluar sebentar. Keduanya sampai di sebuah persimpangan jalan, banyak orang yang berkerumun di bahu jalan. Nanda pun menepikan mobil dengan cepat di sisi jalan, lantas keluar bersama dengan Sashi. Saat sampai di sana, Hanzel langsung menoleh ke Sashi yang baru saja datang. “Kak.” Pemuda itu langsung menyapa kakak sepupunya. “Kamu tidak kenapa-kenapa?” tanya Sashi mengecek kondisi Hanzel. “Aku baik saja. Tapi ….” Hanzel menoleh ke tempat duduk yang sedang dikerumuni orang. Nanda langsung mendekat mendengar ucapan Hazel, hingga melihat Clara yang menangis di sana. Clara langsung bangun melihat Nanda datang, bahkan memeluk pria itu dengan erat. Nanda bergeming saat Clara memeluknya, sedangkan Sashi terkejut tapi hanya memandang saja. “Aku takut. Aku tidak sengaja.” Clara bicara sambil terus memeluk. “Apa yang terjadi?” tanya Nanda akhirnya bicara set
Clara membanting pintu mobil begitu sudah turun saat sampai di rumah. Nanda begitu terkejut dan tak habis pikir kenapa Clara bisa bersikap seperti ini. Dia menatap sang adik yang sedang berjalan masuk rumah. “Kamu sudah ….” Rihana ingin menyapa putrinya itu, tapi sayangnya Clara mengabaikan. Clara memilih berjalan begitu saja, seolah sang mama tidak terlihat padahal berpapasan. Nanda melihat Clara yang tak menyapa sang mama, hingga Rihana menoleh ke Nanda yang baru saja masuk. “Bukankah kamu tadi pergi bersama Sashi? Kenapa pulang bareng Clara? Di mana Sashi?” tanya Rihana karena tak melihat menantunya pulang. Nanda memilih merangkul sang mama, lantas mengajak duduk dulu untuk menjelaskan. Rihana bingung tapi juga cemas karena Nanda tak langsung membalas. Nanda menceritakan yang terjadi dengan Clara ke Rihana saat mereka sudah duduk bersama. “Apa Hazel baik-baik saja?” tanya Rihana karena tentunya tahu siapa Hazel. “Dia baik, hanya lecet karena jatuh saja. Tapi sepertinya Cla
“Dapat salam dari Opa.” Sashi langsung menyampaikan pesan sang opa begitu sampai di rumah Rihana. Nanda hanya melirik sang istri yang baru saja pulang. Sang istri janji bertemu kakeknya sebentar, tapi sampai berjam-jam. Bahkan Sashi baru saja pulang saat jam menunjukkan pukul delapan malam. Sashi menoleh Nanda karena tidak ada balasan dari pria itu. Dia melihat suaminya hanya diam sambil memberikan tatapan yang kurang nyaman. “Kenapa menatapku begitu? Ada yang aneh?” tanya Sashi keheranan. “Tidak ada,” jawab Nanda kemudian membaringkan badan sambil menarik selimut. Sashi menaikkan satu sudut alis melihat sikap Nana. Kenapa pria itu terlihat aneh baginya. Dia pun memilih mengabaikan, lantas ikut berbaring di ranjang sebelah sisi Nanda. Sashi mencoba memejamkan mata, mengabaikan Nanda karena sudah biasa pria itu cuek kepadanya. Baru saja beberapa menit matanya terpejam, Sashi mendengar Nanda bicara. “Kamu izin pergi berapa menit?” tanya Nanda masih memunggungi Sashi. Sashi membu
“Datanya sudah bertahun-tahun lamanya, kemungkinan bisa sudah hilang atau tertimbun. Mau bertanya ke guru yang pernah mengajar di sini, sebagian besar guru di sini sudah diganti atau pensiun. Jadi begini saja, saya akan mencoba meminta tolong orang untuk mencari datanya, tapi juga butuh waktu untuk itu. Jika Anda bersabar, saya akan bantu mencarikan.”Nanda mengguyar rambut ke belakang mengingat ucapan guru di sekolahnya dulu. Memang benar sudah banyak guru dan staff yang diganti, sebab itu Nanda tak ada yang kenal sama sekali.Kini Nanda sedang dalam perjalanan ke perusahaan. Dia berharap pihak sekolah bisa mencarikan data gadis kecil yang dulu membawa foto keluarganya, serta sekarang disinyalir sebagai SEA.“Anda ada pertemuan satu jam lagi, Pak. Saya sudah menyiapkan berkasnya di meja.” Lukas langsung menyambut Nanda dengan sederet pekerjaan.“Akan kulihat,” balas Nanda singkat masih dengan terus mengayunkan langkah.“Anda dari mana sampai datang terlambat?” tanya Lukas lagi karena
“Biarkan aku langsung bicara dengannya. Tidak apa jika harus lewat telepon, asal bisa memintanya menjual lukisan itu.” Nanda datang lagi ke galeri saat jam makan siang. Dia masih tidak terima tak bisa mendapatkan lukisan keluarganya. “Tidak bisa. Nona sudah bilang jika tak ingin menjualnya,” ujar wanita itu sudah mulai pusing menghadapi Nanda. “Kamu tidak tahu betapa berharganya lukisan itu untukku. Biarkan aku bicara dengannya, aku yakin dia akan memberikannya,” kata Nanda lagi. Wanita itu menggelengkan kepala menolak. Dia tetap takkan percaya dengan ucapan Nanda, apalagi sampai membiarkan pria itu bicara langsung dengan SEA. “Tidak bisa, Anda tidak bisa memaksa. Jika Anda membuat keributan di sini, saya terpaksa memanggil polisi,” ancam wanita itu. Nanda begitu terkejut karena diancam. Dia benar-benar harus memutar otak untuk mencari cara lain agar bisa mendapatkan lukisan itu. “Begini, katakan ke SEA, aku akan membeli semua lukisan yang ada di galeri, asal dia mau menjual luk
“Dia tampan sekali. Pipinya juga menggemaskan.” Rihana langsung menggendong cucu keduanya itu. Rihana, Bintang, dan para suami datang ke sana setelah satu minggu Sashi melahirkan. Mereka begitu bahagia mengetahui Sashi melahirkan dengan lancar. “Aku mau menggendongnya,” kata Bintang mengambil Archie dari gendongan Rihana. Sashi dan Nanda menatap para orang tua yang sangat bahagia. Mereka begitu bahagia melihat semuanya berkumpul di sana. “Siapa namanya?” tanya Bintang sambil menimang bayi Archie. “Archie Abimand Mahendra. Nanda ingin nama keluarga tersemat di namanya,” jawab Sashi. “Nama yang bagus,” puji Rihana sambil mengelus pipi Archie menggunakan telunjuk, membuat bayi mungil itu menggeliat geli. Bintang menatap cucu pertamanya itu. Melihat Archie yang sangat menggemaskan, membuat Bintang malah sedih. “Apa kamu akan balik ke Indonesia?” tanya Bintang sambil menatap Sashi. Semua orang pun terkejut hingga menatap Bintang, kemudian ke Sashi secara bergantian. Sashi bingung
Sashi baru saja keluar dari kamar mandi. Dia tiba-tiba merasakan perutnya sakit, membuat Sashi langsung berpegangan pada kusen pintu. “Agh, kenapa sakit?” Sashi memegangi perutnya yang besar. Kehamilan Sashi baru memasuki usia sembilan bulan. Dia menjalani hari dalam masa kehamilan dengan baik meski Nanda tak selalu ada di sampingnya. Pagi itu dia baru saja mencuci wajah, tapi perutnya tiba-tiba terasa mulas bahkan panas juga pinggangnya pegal. “Apa kamu mau keluar sekarang?” Sashi menahan sakit sambil mengusap perutnya. Sashi mengalami kontraksi, membuatnya tak sanggup berjalan hingga memilih langsung duduk di ranjang. Dia berulang kali mengatur napas karena kontraksi yang terjadi. “Anda sudah bangun?” Suara perawat pribadi yang selama beberapa bulan ini merawat dan menjaga Sashi masuk kamar. Dia terkejut karena melihat Sashi kesakitan. “Anda baik-baik saja?” tanya wanita itu langsung berlari menghampiri Sashi. “Sepertinya bayinya mau lahir,” jawab Sashi sambil menahan sakit
“Kenapa kamu ke sini lagi?” Bumi melotot ke Winnie yang kembali datang ke kafenya. Dia sepertinya sedikit tak senang dengan Winnie yang sangat cerewet. “Apa? Aku mau jajan, kenapa kamu galak sekali? Ingat, Om. Tidak boleh galak-galak, nanti cepat tua,” balas Winnie tak takut sama sekali meski Bumi memasang wajah garang. “Kalau mau beli makanan atau minuman di sini, take away jangan makan di sini,” ucap Bumi karena sebelumnya Winnie begitu cerewet bertanya soal seseorang yang menemuinya waktu itu. Padahal jika dipikir, Winnie tak ada hubungan dengan Bumi, tapi kenapa gadis itu bertanya seolah sedang menginterogasi. Selama beberapa bulan ini, Winnie memang sering datang ke kafe Bumi meski tidak tiap hari. Bukannya senang mendapat pelanggan tetap, Bumi malah kesal karena sikap Winnie cerewet dan penasaran dengan apa pun yang dilihat di kafe itu.Baru saja Winnie ingin membalas ucapan Bumi. Tiba-tiba beberapa anak berseragam masuk ke kafe dan langsung menatap Winnie. “Eh, kamu di sin
“Kamu benar-benar tidak apa-apa jika aku balik ke indo?” tanya Nanda sambil membelai rambut Sashi dengan lembut. Nanda sudah beberapa hari di sana. Dia harus kembali ke Indonesia untuk mengurus pekerjaan, tapi Nanda juga masih berat jika harus meninggalkan Sashi. “Iya, tidak apa-apa. Lagian aku juga baik-baik saja, bahkan tidak mengalami morning sickness. Jadi kamu jangan cemas,” jawab Sashi. Sebenarnya bukan masalah takut Sashi sakit atau mengalami kendala saat menjaga kesehatan. Dia hanya tak bisa jauh dari istrinya yang sedang hamil, Nanda seperti perlu terus berada di sisi istrinya itu. Saat keduanya masih berbincang, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Nanda pun memilih membuka pintu, hingga melihat pelayan rumah berdiri di hadapannya. “Ada apa?” tanya Nanda. “Nyonya besar datang bersama yang lain, Tuan.” Pelayan itu menyampaikan kedatangan Rihana. “Mama datang? Baiklah, aku akan segera turun,” kata Nanda lantas kembali masuk menghampiri Sashi. “Ada apa?” t
“Kamu benar-benar tidak apa?” tanya Sashi saat melihat Nanda sedang berganti pakaian.Nanda menoleh saat mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mendekat ke Sashi yang duduk di ranjang.“Apanya tidak apa, hm?” tanya balik Nanda lantas duduk di samping Sashi.Sashi sepertinya masih takut jika Nanda belum bisa menerima jika dirinya hamil, meski tadi sudah berkata tidak apa-apa.“Kamu tidak apa-apa kalai aku hamil?” tanya Sashi memastikan.Nanda memulas senyum mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mengusap lembut rambut istrinya itu.“Tentu saja tidak apa-apa. Aku malah bahagia karena akhirnya kamu bisa hamil. Mungkin dulu aku belum siap karena takut kamu sakit, tapi sekarang berbeda karena yang terpenting bagiku sekarang kamu bahagia,” jawab Nanda sambil tersenyum begitu tulus dan penuh kasih sayang.Sashi menautkan jemari mereka, lantas menyandarkan kepala di pundak Nanda.“Aku janji akan selalu sehat dan menjaga bayi kita dengan baik,” ucap Sashi agar Nanda tak perlu cemas.Nanda ters
Nanda masuk ke ruang USG, hingga melihat Sashi yang berbaring dan kini sedang diperiksa.“Bagaimana kondisi istri saya?” tanya Nanda saat sudah masuk ke ruangan itu.Sashi terkejut hingga tatapannya tertuju ke Nanda yang baru saja datang.“Kamu datang.” Sashi terlihat senang melihat Nanda di sana.Nanda mendekat dengan ekspresi wajah cemas, lantas memandang ke monitor yang baru saja diperhatikan oleh dokter.“Sebenarnya istri saya kenapa, Dok?” tanya Nanda.Dokter itu tersenyum sambil meletakkan alat USG, hingga kemudian menjawab, “Selamat, istri Anda hamil.”Nanda tertegun tak percaya mendengar ucapan selamat dari dokter itu. Dia sampai memandang Sashi dengan rasa tak percaya.Sashi sendiri hanya tersenyum karena tadi sudah memberitahu kalau dirinya hamil, kini usia kandungan Sashi pun baru enam minggu.“Hamil? Serius hamil? Bukan penyakit?” tanya Nanda memastikan dengan sedikit rasa tidak percaya.Sashi meraih tangan Nanda yang dekat dengannya, lantas menautkan jemari mereka.“Iya,
Satu tahun berlalu. Sashi masih setia menemani Aruna di luar negeri, Nanda sendiri datang setiap seminggu sekali, lantas tinggal beberapa hari sebelum kembali ke Indonesia.Sashi sendiri mulai lega karena akhirnya Aruna bisa menyesuaikan diri dan kini sudah memiliki beberapa teman di kampus barunya.“Bagaimana kuliahmu hari ini?” tanya Sashi saat melihat Aruna baru saja pulang.“Menyenangkan,” jawab Aruna sambil melebarkan senyum.“Mommy tadi telepon, tanya apa kamu masih suka murung-murungan, kujawab tidak karena kamu sudah baik-baik saja,” ucap Sashi.Aruna tersenyum tipis mendengar ucapan Sashi. Meski dia terlihat baik-baik saja, tapi tetap saja sudah satu tahun belum bisa melupakan Ansel.“Jika nanti sudah lulus, aku ingin kerja di sini saja. Di sini lebih enak, meski pergaulan di sini berbeda dengan di Indonesia, tapi aku sudah berusaha menjaga batasan,” ujar Aruna.Sashi sangat terkejut mendengar ucapan Aruna. Dia lantas membalas, “Apa kamu tidak ingin meneruskan perusahaan Dadd
“Bagaimana dengan Runa?” tanya Nanda saat menemui Sashi di kamar. Mereka sudah ada di sana sebulan. Aruna sendiri belum keluar dari rumah sama sekali sejak sebulan ini. “Masih sama. Hanya di kamar, duduk di teras, atau jalan-jalan,” jawab Sashi yang sedih mengetahui Aruna tak seperti dulu dan lebih banyak murungnya. Nanda menghela napas, mereka sudah berusaha membuat Aruna bersemangat, soal Aruna mau bangkit atau tidak, semua harus dari diri sendirinya. “Kalian tidak apa-apa jika aku tinggal? Aku tidak tega melihatmu sedih melihat Aruna seperti itu,” ucap Nanda sambil mengusap rambut Sashi. Nanda masih harus bolak-balik mengurus pekerjaan, sehingga dia pun tidak bisa setiap saat ada di sana. “Kamu tenang saja, aku baik-baik saja di sini. Soal Runa, aku akan berusaha mengajaknya jalan-jalan mencari suasana baru. Dia juga seharusnya sudah mulai mengurus perpindahan kuliahnya, tapi dia belum bersemangat,” balas Sashi. Sashi mencoba memahami posisi suaminya yang tak bisa terus berad
Aruna memandangi kamar yang akan ditinggalkannya. Dia sudah memantapkan hati untuk pergi karena benar-benar tak bisa melupakan Ansel begitu saja jika masih di kota itu. Baginya Ansel adalah cinta pertama yang tak bisa dilupakan. Meski dulu awalnya dia menyukai Bumi, tapi kenyataannya Ansellah yang menduduki hatinya pertama kali. “Kamu sudah siap?” tanya Sashi yang menghampiri Aruna di kamar. Aruna menatap Sashi, lantas menganggukkan kepala. Dia mengambil tas dan jaketnya, lantas menarik koper yang ada di dekat ranjang. Setelah mengurus visa tinggal terbatas dan pasport, akhirnya Aruna akan pergi ke Amerika untuk belajar sekalian menenangkan diri. Namun, tentunya Aruna akan pergi bersama keluarga, lalu nantinya akan tinggal bersama Sashi dan Nanda sesuai kesepakatan, meski Nanda akan bolak-balik karena urusan pekerjaan. Bintang menatap Aruna yang baru saja menuruni anak tangga bersama Sashi. Bintang tak kuasa melihat kedua putrinya akan pergi dan tinggal jauh darinya. Sopir yang